Monday, May 27, 2024

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 08

 KUPETIK SETANGKAI BINTANG  08

(Tien Kumalasari)

 

Birah bangkit dari ranjang, meraih pakaian yang terserak, lalu berlari ke kamar mandi. Ia mengguyur tubuhnya dengan air sejadi-jadinya. Agak merasa aneh, kenapa dia mau melayani Murtono dengan suka rela. Rayuan Murtono membuatnya terbuai, setelah lama dia tak melakukannya bersama suami, lalu membuatnya terlena. Semuanya terjadi, bagai gelombang dahsyat yang menerjang, membuatnya tenggelam dalam lautan dosa, yang semakin dalam menenggelamkannya. Salah siapa? Bukankah dia dengan suka rela melakukannya? Sesal? Ada rasa itu, tapi hanya sedikit. Selebihnya adalah sesuatu yang membuatnya terlupa segalanya. Lupa pada Sutar yang masih menjadi suaminya, lupa pada Minar yang pasti semalam menunggunya pulang.

Ia keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk menutupi tubuhnya. Ia melihat Murtono masih terlelap memeluk guling. Birah menghela napas, tak peduli pada apa yang telah terjadi. Ada setumpuk pakaian baru yang dipesan Murtono sejak kemarin sore. Birah tersenyum, memakai pakaian itu dengan perasaan senang. Ini belum pernah dirasakannya. Tidur di tempat nyaman, dan berpakaian bagus.

Tiba-tiba Birah merasa lapar. Ia baru sadar, semalam melupakan rasa laparnya, dan sekarang barulah terdengar nyanyian nyaring dari dalam perutnya.

Ia mendekat ke arah ranjang, menarik tangan Murtono pelan.

“Mas, bangun Mas.”

Murtono menggeliat, lalu menatap Birah yang sedang berdiri di tepi ranjang. Terpesona melihat wajah cantik dengan rambut terurai basah, senyum Murtono merekah.

“Birah, ini kamu?” tanyanya tanpa bangkit.

“Iyalah, aku. Apa mas pikir yang menemani kamu semalam adalah wanita penghibur yang melayani kamu bersenang-senang?” tanya Birah yang tiba-tiba ingat bahwa Murtono sering menghabiskan waktunya dengan wanita-wanita lain untuk membunuh rasa kesepiannya.

Murtono tertawa, lalu bangkit sambil menarik lengan Birah.

“Bukan begitu, aku terpesona melihat kamu sudah berpakaian rapi, dan wangi.”

“Mandilah, aku lapar,” kata Birah tanpa malu.

Murtono terkekeh.

“Baiklah, aku akan menyuruh pembantu untuk menyiapkan makan pagi kita.

Murtono menekan tombol interkom yang terhubung dengan dapur, lalu memerintahkan pembantunya untuk menyiapkan makan pagi.

Ketika Murtono pergi ke kamar mandi, Birah duduk di depan cermin, merogoh tas kecilnya, mengambil bedak dan lipstik yang selalu dibawanya. Hanya itu yang dia punya.

Memoles wajahnya dengan bedak yang sedikit tebal, dan menyapu bibirnya dengan lipstik kemerahan, Birah menyadari bahwa dia memang cantik. Wanita umur empat puluhan tahun, tidak terlalu tua bukan?

Ia terus menatap wajahnya di cermin, sampai kemudian Murtono keluar dari kamar mandi.

“Birah, menurut aku, kamu belum pintar berdandan. Nanti aku antarkan kamu ke salon kecantikan terkenal, mereka akan mendandani kamu, dan mengajari kamu berdandan.”

“Apa menurutmu dandananku kurang bagus? Aku memang hanya bisa memakai bedak dan lipstik saja.”

“Bagus, kamu cantik, tapi nanti kalau sudah menjadi istriku, kamu harus tampil lebih cantik, dan bisa dandan lebih sempurna.”

“Ya, tentu saja, aku kan tidak pernah sempat berdandan. Punya bedak saja baru dua hari ini, setelah bertemu kamu.”

“Pelan-pelan kamu akan terbiasa dengan kehidupan wanita-wanita istri orang kaya.”

“Tuan, sarapan sudah siap,” sebuah teriakan terdengar dari luar kamar.

Murtono segera memakai pakaian, lalu mengajak Birah keluar dari kamar, menuju ke ruang makan.

***

Sutar memasuki sebuah kantor seperti alamat di kartu nama Kirani yang diberikannya kemarin.

Kantornya lumayan besar. Ia mendekat ke kursi satpam, dan mengutarakan maksudnya.

“Mau ketemu ibu Kirani? Ibu baru saja masuk ke ruangannya. Apa Bapak sudah ada janji untuk bertemu?”

Sutar mengangguk.

“Sudah.”

Satpam menunjukkan di mana ruang Kirani, lalu Sutar melangkah ke arah yang ditunjukkan.

Agak berdebar karena ia tidak tahu pekerjaan apa yang nanti akan diberikan Kirani kepadanya. Bayangannya adalah OB, karena  bekas satpam, bisa mengerjakan apa? Apalagi dia tidak lagi muda.

Ketika kemudian dia diantar memasuki ruangan oleh seorang sekretaris, ia tertegun melihat ruangan Kirani yang mewah.

Wajah Kirani berseri melihat kedatangan Sutar, apalagi dengan penampilannya yang berbeda dengan Sutar yang dilihatnya kemarin.

“Mas Sutar, silakan duduk,” kata Kirani ramah, sambil mempersilakan sekretarisnya keluar.

Sutar tersenyum canggung, ketika Kirani mengajaknya duduk di sofa, kemudian mengambilkan minuman dingin dari dalam kulkas yang ada di ruangan itu.

“Minum dulu Mas. Tadi naik apa?”

“Naik ojol. Minar yang meminta, padahal sebenarnya aku ingin jalan kaki.”

“Wah, jalan kaki dari rumah Mas sampai ke sini kan jauh. Sudah benar kalau Mas naik ojol.”

“Maksudnya biar irit,” kata Sutar malu-malu.

Kirani tersenyum mengerti.

“Ada motor perusahaan yang tidak terpakai. Nanti Mas bisa memakainya.”

“Aku … tidak punya SIM, mana mungkin boleh naik sepeda motor?”

“Gampang, nanti cari dong.”

“Sebenarnya pekerjaan apa yang akan kamu berikan untuk aku? Apapun aku bisa melakukannya. Menjadi OB aku juga mau.”

Kirani tertawa.

“Masa OB, ya enggak lah. Begini Mas, aku hanya akan minta Mas agar bisa membantu aku.”

Sutar menatapnya tak mengerti.

“Banyak yang harus aku tangani. Dari memeriksa semua laporan,  mengawasi pemasaran, sampai pengadaan bahan. Aku harus cermat, almarhum kakek yang mengajari aku. Nah, Mas Sutar bisa membantu aku.”

“Apa yang harus aku lakukan?”

“Setiap kebutuhan bahan, mereka selalu melaporkannya ke aku. Dengan adanya Mas, nanti Mas yang akan mengurusnya.”

“Tapi … aku tidak tahu banyak tentang bahan bangunan.”

“Mas akan belajar, nanti aku akan memberi tahu semuanya. Hari ini aku akan melihat ke sebuah perusahaan pemasok bahan bangunan, aku akan melihat dan mempertimbangkan, apa ada yang sesuai dengan apa yang aku butuhkan. Aku tidak bisa hanya menyerahkannya kepada orang lain, meskipun nanti mereka yang akan  mengerjakannya."

Sutar hanya diam. Dia tentu saja masih buta tentang banyak hal yang harus dilakukannya.

“Nanti Mas bisa belajar. Dulu aku juga tidak tahu apa-apa, lebih-lebih pekerjaan ini kan seharusnya dilakukan oleh seorang laki-laki. Tapi aku belajar dari almarhum kakek, dan aku bisa melakukannya. Mengapa harus kakek, karena kedua orang tuaku sudah meninggal lima tahun yang lalu, lalu setahun lalu, kakekpun meninggalkan aku,  sehingga aku sebagai satu-satunya keturunan kakeklah yang harus meneruskan usaha ini. Sekarang aku sudah terbiasa. Dengan begitu, nanti mas Sutar juga akan bisa melakukannya kalau belajar dari sekarang,”

“Baiklah, terserah kamu saja.”

“Kita mulai hari ini ya, tapi sebentar, Mas minum dulu, sementara aku menunggu laporan yang harus aku terima.”

“Apakah aku harus membuat lamaran?”

“Nanti gampang, buat belakangan,” kata Kirani sambil tersenyum.

Kirani adalah bos tertinggi di sana, soal lamaran adalah hal yang mudah baginya. Sutar mengangguk sambil mengucapkan terima kasih. Kemudian dia meraih minuman dingin dalam botol yang disediakan untuknya, sambil menunggu ‘perintah’ dari Kirani yang sudah menjadi majikannya.

***

Minar sedang memetik sayur bayam di kebun, ketika mendengar deru mobil di depan rumah. Bergegas dia ke arah depan, tapi mobil itu sudah tak ada. Yang ada adalah wanita dengan pakaian bagus, sepatu bagus dan tas tangan yang bagus pula, melenggang memasuki halaman rumah. Ibunya, yang kedatangannya membuat mata Minar terbelalak.

Sehari sebelumnya, dan hari ini, telah merubah Birah dari wanita sederhana menjadi wanita yang berpenampilan seperti nyonya kaya, berlenggang dengan dagu terangkat keatas, serta tersenyum manis. Tapi penampilan itu membuat Minar kemudian membalikkan tubuhnya, bergegas kembali ke kebun, melanjutkan kegiatannya memetik bayam. Ia akan memasak ... lagi-lagi sayur bening, dan kali ini ia menggoreng tongkol pindang, hanya dua buah, serta sambal terasi. Barangkali ayahnya tidak akan pulang siang, itu sebabnya dia akan memasaknya nanti agak sorean, sehingga bisa disantap sang ayah ketika sayur dan lauk masih hangat.

“Minar!!”

Minar terkejut, karena tiba-tiba ibunya melongok dari pintu dapur, menatapnya yang sedang meletakkan sayuran ke dalam bakul kecil.

“Sedang apa sih kamu? Melihat ibunya datang, bukannya bergegas menemui, malah lari ke kebun,” tegurnya dengan wajah marah.

“Maaf Bu, Minar sedang memetik bayam untuk di masak nanti sore.”

“Tidak usah memasak bayam. Ibu membawa ikan bakar yang banyak, untuk makan malam nanti.”

“Bayamnya sudah terlanjut dipetik. Lagi pula bapak suka sayur bening.”

“Setiap hari sayur bening, tidak bosan-bosannya.”

“Mengapa tiba-tiba ibu merasa bosan? Sudah bertahun-tahun kita menyukai sayur bening. Terkadang tempe goreng, terkadang ikan asin. Bapak tidak bosan kok,” bantah Minar sambil membawa sayuran ke dapur.

“Bapakmu itu memang derajatnya derajat orang miskin. Bisanya memberi uang hanya untuk masak sayur bening dan ikan asin.”

Minar mendadak sangat marah mendengar kata-kata ibunya. Ia menatapnya tajam, tapi tak mengucapkan sepatah katapun. Ia meninggalkan sayuran di dapur, kemudian beranjak ke kamarnya.

Birah yang merasa disepelekan, kemudian mengejar Minar dengan amarah yang meluap.

“Sejak kapan kamu tidak menghargai ibumu? Kamu lupa bahwa kamu terlahir dari ibumu ini?”

“Apakah ini ibuku? Kok Minar lupa ya, ibuku yang terbiasa hidup sederhana, kemudian merendahkan ayahku dengan mengatakan bahwa dia miskin. Apakah ini ibuku? Ya … bapak memang miskin harta, tapi dia kaya raya dengan jiwa besarnya, dengan kemuliaan budinya. Dia penuh kasih sayang yang sangat tulus, dan selalu berbuat kebaikan demi keluarganya. Apakah ini masih ibuku?”

Plaaakk!!

Minar menjerit ketika Birah menampar pipinya dengan sepenuh tenaga.

“Anak durhaka!! Kamu benar-benar berani menentang ibumu sekarang? Berani mencela, berani menatap dengan mata garang !!”

“Karena Ibu merendahkan ayahku. Bapak yang sangat menyayangi keluarganya. Kalau Minar anak durhaka, maka ibu adalah istri durhaka!” Minar sudah lupa diri. Lupa bahwa wanita yang ada dihadapannya adalah ibu yang telah melahirkannya. Ia marah dan kesal karena sang ibu merendahkan ayahnya, mengejeknya dengan mengatakan laki-laki miskin.

Tiba-tiba kemarahan Birah semakin memuncak. Dijambaknya rambut Minar, sehingga Minar terdongak ke belakang, kemudian ditamparnya sekali lagi, sambil jambakan di rambutnya terlepas, sehingga Minar jatuh terguling.

“Kurangajar kamu! Aku memikirkan kebaikan untuk hidup kamu, tapi begitu balasan kamu? Kamu katakan aku istri durhaka?” hardiknya.

Air mata bercucuran dari sepasang mata Minar, tapi ia tak mengeluarkan suara tangisan. Sekali lagi Minar ditampar, sehingga wajahnya membengkak.

“Ibu, maafkanlah Minar karena berani menentang Ibu. Minar hanya kecewa pada ibu, sehingga Minar menjadi anak durhaka. Minar kecewa karena Ibu meninggalkan bapak dan pergi dengan laki-laki lain. Itu sebabnya maka ibu ingin bercerai dari bapak?” gemetar ketika Minar mengatakannya, kali ini dengan wajah menunduk, dan tubuh masih bersimpuh di lantai. Ada luka di lengannya karena ketika jatuh ia menindih lantai yang pecah dan menganga, menampakkan pinggiran yang tajam.

“Manusia berhak memilih yang terbaik untuk hidupnya. Bukan seperti kamu! Menerima nasib tanpa berusaha memperbaikinya. Sekarang kamu mau hidup seperti apa? Ayahmu hanya seorang buruh bangunan. Apa yang kamu harapkan dari dia? Aku berusaha memperbaiki penampilan kamu juga, tapi kamu mengabaikannya. Dasar bodoh!!”

Birah membalikkan tubuhnya, meninggalkan Minar yang sedang berusaha bangkit. Tertatih Minar pergi ke kamar mandi, membasuh wajahnya, membasuh lukanya, lalu duduk di dapur dengan tangis yang sekarang dilampiaskannya sampai tangis itu menggema ke seluruh rumah.

Birah tak tampak batang hidungnya, barangkali dia pergi lagi, entah ke mana. Ia bahkan lupa meletakkan ayam bakar yang tadi dibawanya, atau memang barangkali tak ingin ditinggalkannya karena marah.

Minar tak mempedulikannya. Makanan enak yang dibawa ibunya, adalah buah kotor dari hasil hubungan yang memalukan. Kalaupun makanan itu ditinggalkan, belum tentu sang ayah sudi menyantapnya.

***

Birah memasuki rumah Murtono, seperti sudah merasa bahwa itu adalah rumahnya, karena Murtono sudah menganggapkan seperti istrinya sendiri saja. Ketika ia masuk ke rumah, ia segera berteriak memanggil pembantu.

Simbok, pembantu setengah tua yang sudah lama mengabdi di rumah Murtono, bergegas mendekat.

Birah duduk di sofa dengan santai.

“Ya, Nyonya,” kata simbok.

“Adakah es kopyor di rumah ini? Aku mau, udara sangat panas.”

“Maaf Nyonya, es kopyor tidak ada. Kalau mau yang segar, biar simbok buatkan jus jeruk saja, bagaimana?”

“Tidak mau. Aku sedang ingin minum es kopyor.”

“Kalau begitu harus beli di warung, agak jauh dari sini.”

“Tidak apa-apa, tolong belikan!” titah Birah yang bersikap seperti benar-benar sudah menjadi nyonya.

Simbok agak merasa kesal, tapi tak berani melampiaskannya.

“Baik, simbok akan suruhan membelikannya,” kata simbok sambil berlalu.

Birah mengipas-ngipas wajahnya dengan tangan, seperti orang kegerahan.

“Mboook!” teriaknya lagi.

Simbok kembali menghadap calon nyonya yang arogan itu.

“Bagaimana menyalakan AC di sini? Gerah aku.”

“Itu ada remote nya, Nyonya.”

“Tolong nyalakan, mana aku bisa?”

Simbok menahan senyumnya.

***

Besok lagi ya.

54 comments:

  1. 🌟πŸͺ΄πŸŒŸπŸͺ΄πŸ”₯πŸ’«πŸ”₯πŸͺ΄πŸŒŸπŸͺ΄πŸŒŸ

    “Birah, ini kamu?” tanyanya tanpa bangkit.

    “Iyalah, aku. Apa mas pikir yang menemani kamu semalam adalah...

    π”Έπ•π•™π•’π•žπ••π•¦π•π•šπ•π•π•’π•™...
    π•Šπ•ͺπ•¦π•œπ•£π• π•Ÿ π•žπ”Ήπ•’π•œ π•‹π•šπ•–π•Ÿ....

    𝙆𝙐𝙋𝙀𝙏𝙄𝙆 π™Žπ™€π™π˜Όπ™‰π™‚π™†π˜Όπ™„ π˜½π™„π™‰π™π˜Όπ™‰π™‚ π™šπ™₯𝙨 #08

    π•Šπ•¦π••π•’π•™ π•₯𝕒π•ͺπ•’π•Ÿπ•˜


    🌟πŸͺ΄πŸŒŸπŸͺ΄πŸ”₯πŸ’«πŸ”₯rπŸͺ΄πŸŒŸπŸͺ΄πŸŒŸ

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah *KUPETIK SETANGKAI BINTANG*
    episode 8 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun jeng In
      ADUHAI 3X

      Delete
  4. Alhamdulillaah dah tayang makasih bunda.... Salam sehat

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  6. Aamiin Allahumma Aamiin
    Matur nuwun jeng Sari
    ADUHAI deh

    ReplyDelete
  7. Aamiin Allahumma Aamiin
    Matur nuwun jeng Ning

    ReplyDelete
  8. Aamiin Allahumma Aamiin
    Matur nuwun ibu Sri

    ReplyDelete
  9. Terima kasih, bu Tien cantiik.... salam sehat selalu, ya...πŸ’•

    ReplyDelete

  10. Alhamdullilah
    Cerbung *Kupetik Setangkai Bintang 08* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  11. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  12. Alhamdulillah KSB eps 8
    Matur nembah nuwun
    Semoga bunda Tien K selalu sehat bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT
    Aamiin YRA

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun bunda Tien...πŸ™πŸ™
    Sehat selalu kagem bunda...🀲🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun ibu Padma Sari

      Delete
  14. Makasih mba Tien.
    Semoga sehat selalu.
    Salam hangat tetap aduhai

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah..... terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah.Birah dadi ratu angkoro ,semoga Bunda selalu sehat wal afiat.Maturnuwun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  17. Salam aduhai Bunda,,,

    KuSeBi nya menggelitik bund,,,
    kelakuan horang kayah baruuu,,,, hehe

    Birahhhh gayanya dah gaya tingkat tinggi ,,,


    "Satria, ibu sudah mendapatkan pembantu baru dari tetangga sebelah. Mengapa kamu mencari pembantu lagi ?".

    @Apakah ini satria anak nya Murtono.
    Dan gadis yang dibawa Satria adalah Minar anak nya Birah,,

    Jawaban nya bisa Ya dan Tidak,,, Hehehe

    Wow kayak,a bakal seru ni,,,

    Lanjut ya Bund
    Tetap semangat dan Sehat Wal'afiat selalu,,,

    ReplyDelete
  18. Aamiin Allahumma Aamiin
    Matur nuwun ibu Jainah

    ReplyDelete
  19. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu...

    ReplyDelete
  20. Aamiin Allahumma Aamiin
    Matur nuwun pak Munthoni

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien KSB 8 telah tayang
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~08 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲..

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah KSB 8 sdh tayang. Matursuwun Bu Tien
    Semoga Bu Tien sehat selalu bersama klg

    ReplyDelete
  24. Terima kasih, ibu Tien...semoga sehat selalu.πŸ™πŸ˜€

    ReplyDelete
  25. Mungkin yg dimaksud 'ojek' pangkalan ya, bu? Karena kalau 'ojol' kan perlu aplikasi sedangkan keluarga Sutar nampaknya belum memakai ponsel.πŸ˜…

    ReplyDelete
  26. Wah menguras emosi nih Birah, sdg kerasukan , sifat sombong nya mulai nampak sekali,,
    Sabar ya Minar,, ayahmu sdg mengais bintang
    Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat selalu πŸ€—πŸ₯°πŸŒΏπŸ’–

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 22

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  22 (Tien Kumalasari)   Bu Carik mengikuti suaminya masuk ke dalam. Kesal sekali melihat sikap sang suami yan...