KUPETIK SETANGKAI BINTANG 07
(Tien Kumalasari)
Birah menatap foto itu tak berkedip, diamatinya dengan seksama, barangkali dia salah. Tapi tidak, potret itu dikenalnya. Orang yang sangat membencinya. Kakak tirinya, Rohana. Jadi istri Murtono adalah Rohana?
Birah ingat ketika dia pacaran dengan Murtono. Rohana selalu memanas-manasi agar dia memilih Sutar. Walaupun Sutar hanya satpam, tapi dia lebih gagah dan lebih ganteng. Birah yang terpesona pada kegantengan Sutar akhirnya memilih Sutar, meninggalkan Murtono yang anak seorang petani.
“Untuk apa pilih Murtono, walaupun dia anak sekolahan, tapi wajahnya biasa saja, tak ada menarik-menariknya,” itu yang selalu dikatakan Rohana setiap kali dia ingin berkencan dengan Murtono.
Ditinggalkan Birah, kemudian Rohana justru mendekati Murtono, lalu mereka tak pernah bertemu sampai puluhan tahun, karena kemudian Murtono menikahinya lalu mengajaknya tinggal ditepi kota, lalu sibuk dengan menjadi pemasok beras yang membuatnya kaya raya.
“Hei, kamu sedang melihat apa?”
“Itu foto kamu, bersama istri kamu? Jadi Rohana akhirnya menjadi istrimu?”
“Oh ya, aku baru ingat. Rohana saudara tiri kamu ya?”
“Saudara lain ayah lain ibu. Dia sangat membenci aku, karena aku lebih cantik darinya.”
“Karena kamu meninggalkan aku untuk menikahi si miskin itu, lalu aku kemudian menikahinya. Aku lupa mengatakan pada kamu, siapa sebenarnya bekas istriku. Aku menyesal, karena setelah punya anak, dia pergi meninggalkan aku, karena tertarik pada laki-laki lain.”
“Mengapa kamu masih memasang foto itu di ruang tamu? Kamu masih belum melupakan dia?”
“Tidak, jangan cemburu dulu. Aku hanya belum sempat memindahkan foto itu.”
“Setelah berpuluh tahun berlalu? Alasan yang tak masuk akal.”
“Dulu dia sangat baik dan sangat mencintai aku. Aku kira dia akan menjadi penggantimu yang akan membuatku hidup bahagia. Tapi aku salah. Suasana manis dan penuh bahagia itu tak lama hinggap dalam kehidupan aku. Karena dia pergi dengan laki-laki lain. Kemudian aku membunuh rasa sepi dengan mencari kesenangan di luar. Aku jarang pulang, sehingga tak pernah memikirkan tentang foto itu.”
Wajah Birah masih muram. Ia ingat perlakuan Rohana terhadapnya. Ia sekarang tahu, Rohana memisahkan dirinya dengan Murtono, karena Rohana menginginkan Murtono yang anak petani tapi kaya raya. Rohana berharap kelak akan bisa mewarisi kekayaan orang tua Murtono.
“Jangan cemberut begitu. Yang jelas dia sudah lama tidak bersama aku, aku sudah tidak memikirkannya. Dan aku sudah bertemu denganmu.”
Birah masih saja cemberut. Dengan adanya foto Murtono dan Rohana, menunjukkan bahwa Murtono masih selalu mengingatnya.
“Kamu harus percaya, bahwa aku sangat menyayangi kamu. Buktinya aku akan segera menikahi kamu, begitu kamu sudah bercerai dengan suamimu, dan masa idah kamu sudah selesai.”
“Ada satu permintaan aku.”
“Apapun itu, aku akan menurutinya.”
“Ketika aku sudah menjadi istri kamu, aku tidak mau melihat foto itu lagi. Aku mau, yang dipajang adalah foto aku. Bukan karena aku merasa menang, tapi tidak pada tempatnya kamu memajang istri kamu, sementara aku sudah menggantikan tempatnya.”
“Tentu saja. Tidak menunggu kamu menjadi istriku, besok aku akan memindahkan foto itu di ruang belakang. Mohon pengertiannya, agar jangan menyuruhku membuang foto itu, karena setiap saat Satria akan pulang, dan pasti akan sakit hati kalau foto ibunya telah aku buang.”
“Aku tidak menyuruhmu membuangnya, hanya minta memindahkannya dari tempat itu.”
“Jangan khawatir, aku akan menuruti permintaanmu. Aku mengerti, dan itu wajar. Pasti kamu mengira bahwa aku masih selalu memikirkannya, padahal tidak. Dia sudah mengkhianati aku. Aku sangat marah dan membencinya.”
***
Kekesalan Birah mereda, karena kemudian Murtono mengajaknya berkeliling di rumahnya yang luas, melihat kebun dan taman yang ditata rapi. Biarpun Murtono jarang pulang, tapi pembantu di rumahnya selalu menjaga rumah itu agar selalu terjaga kebersihan dan keindahannya.
“Kamu suka?”
“Aku sangat suka, tentu saja. Rumahku kumuh dan sama sekali tidak bersinar. Aku akan bahagia tinggal di sini.”
“Semoga proses perceraian kamu akan segera selesai, sehingga secepatnya kita bisa menikah.”
“Proses itu segera akan berjalan ketika aku sudah mengajukannya ke pengadilan agama.”
“Sungguh, kamu tidak akan menyesal?”
“Tidak. Kamu laki-laki terbaik yang sangat memperhatikan aku.”
Birah sangat senang, ketika Murtono memperkenalkan dirinya kepada para pembantu, bahkan mengatakan bahwa dia adalah calon istrinya. Para pembantu kemudian mengangguk hormat padanya, membuat Birah merasa seperti terbang di awang-awang.
“Apa kamu nanti ingin tidur di sini?” tanya Murtono tiba-tiba.
“Tidur di sini?”
“Kalau kamu mau.”
“Tapi aku tidak membawa baju ganti, masa aku akan terus memakai baju ini? Bau dong.”
“Jangan khawatir, aku akan memesan baju melalui toko pakaian langganan, agar mengirimkan beberapa potong baju untuk kamu.”
“Benarkah?”
Murtono mengangguk. Dia senang melihat Birah tampak bahagia.
***
Minar menata meja untuk makan malam. Tapi ia heran melihat ibunya belum juga pulang. Mungkinkah ia bersenang senang dengan laki-laki itu? Siapa sebenarnya dia? Pikir Minar.
“Bapak, ayo kita makan. Sudah waktunya Bapak minum obat.”
“Ibumu masih belum pulang juga,” gumam Sutar sambil duduk di kursi.
“Biarkan saja Pak, mungkin juga ibu tidak pulang malam ini. Bukankah dia sudah bilang bahwa ingin bercerai? Mungkin karena itu ibu merasa bahwa dia sudah terlepas dari Bapak.”
“Tapi dia masih istriku saat ini,” katanya sambil menyendokkan nasi di piringnya.
“Bagaimana kalau ibu sudah tidak menganggap Bapak sebagai suaminya?” kata Minar yang sebenarnya berusaha meredam perasaan ayahnya yang pastinya ingin menegur kelakuan sang istri.
Sutar menghela napas panjang.
“Sebenarnya memang begitu. Kalaupun aku menegur, pasti hanya akan saling menyakiti. Toh dia tidak akan mau berhenti untuk melanjutkan niatnya bercerai.”
“Kalau begitu Bapak harus bisa menenangkan diri, dan berusaha mengesampingkan semua perasaan Bapak. Tak ada kesal, tak ada marah. Berpikirlah seperti tidak terjadi apa-apa.”
Sutar tersenyum. Bagaimana seorang anak yang masih sangat muda bisa memberi petuah kepada orang yang disebut bapaknya? Tapi apa salahnya? Perasaannya yang terguncang, membutuhkan kata-kata hiburan yang bisa membesarkan hatinya.
“Lauknya masih banyak. Nanti sisanya akan Minar panaskan lagi, supaya besok bisa dimakan lagi.”
Sutar tersenyum.
“Besok tidak usah merebus singkong untuk sarapan?”
“Iya, nasinya juga masih ada,” kata Minar.
“Karena bu Kirani, kita bisa melupakan sarapan singkong sejenak.”
“Nanti kalau bapak sudah mendapat gaji, semoga bisa untuk kita makan nasi sehari tiga kali.”
“Aamiin.”
Ingatan tentang kelakuan Birah terlupakan dengan perbincangan mereka di meja makan.
“Besok kita makan lebih pagi. Dan Bapak harus berdandan rapi. Supaya tidak membuat malu bu Kirani,” kata Minar.
“Ya, aku tahu.”
“Dan besok bisa naik ojol saja, karena kantor bu Kirani sepertinya agak jauh dari rumah.”
“Tapi uang itu kan bisa untuk makan sebelum bapakmu mendapat gaji.”
“Uang Bapak masih ada, uang dari bu Kirani juga masih ada. Untuk nanti, gampang, Minar bisa mencari sayuran di kebun untuk dijual.”
“Baiklah, terserah kamu saja. Prihatin sebentar ya Minar, kita harus tetap menjalani hidup ini tanpa harus memikirkan apapun. Kelak kita harus hidup hanya berdua, sampai kemudian kalau kamu menikah, bapak jadi sendirian,” kata Sutar yang tiba-tiba berucap sendu.
Minar meraih obat yang harus diminum ayahnya. Sisanya, diserahkannya kepada sang ayah, setelah dikurangi untuk yang diminum esok paginya, agar nanti di tempat kerja, Sutar tetap bisa minum obatnya. Minar juga akan membawakan bekal nasi dan lauk untuk dibawa ayahnya, ditempatkannya di sebuah wadah plastik yang sudah disiapkan sebelumnya.
“Terima kasih Minar, jadi di tempat kerja yang entah apa nanti pekerjaan bapak, bapak tidak perlu kelaparan. Ya kan?
“Benar. Sekarang Bapak harus segera beristirahat, agar besok bisa bersiap pagi-lagi untuk menemui bu Kirani.”
Sutar mengangguk.
“Jangan lupa ini obatnya, langsung dimasukkan ke saku saja, supaya tidak ketinggalan.”
“Sebenarnya aku sudah merasa sangat sehat.”
“Tapi obatnya tetap harus diminum. Lihat di etiketnya, ada yang tertulis ‘dihabiskan’. Berarti Bapak tidak boleh berhenti minum walaupun sudah merasa lebih sehat.
Sutar tersenyum. Ia meraih bungkusan obat, kemudian dibawa ke kamarnya, untuk dimasukkan ke dalam saku, seperti saran anaknya. Agar tidak terlupa.
Minar heran kepada dirinya sendiri. Tiba-tiba ia merasa ingin berbuat banyak untuk sang ayah. Menjaganya, memperhatikan segala keperluannya, sementara beberapa hari yang lalu, itu adalah tugas ibunya. Dia hanya membantu.
Ada sesal, mengapa ayah dan ibunya harus berpisah. Tapi apa yang bisa diperbuatnya? Minar hanya pasrah kepada suratan yang akan membawanya ke dalam kehidupan yang entah seperti apa. Bukankah manusia hanya wajib menjalani?
Ketika menunggu sampai hampir tengah malam ibunya belum juga pulang, Minar kemudian mengunci pintu rumahnya, kemudian iapun pergi tidur.
***
Tapi di pagi yang buta itu, Minar sudah berkutat di dapur. Membuat kopi pahit kesukaan ayahnya, memanaskan nasi dan lauk pauk yang masih banyak tersisa, menatanya di meja makan, setelah menyiapkan bekal untuk ayahnya.
Tak lama kemudian Sutar sudah siap berdandan, lalu menuju ruang makan, dan terlebih menghirup kopi pahitnya. Minar yang baru masuk dari arah dapur, berdecak kagum melihat penampilan sang ayah.
“Woouww, ternyata bapakku ini ganteng sekali ya,” puji Minar sambil menatap ayahnya tak berkedip.
Sutar tertawa.
“Kamu bisa saja.”
“Itu benar, bapak kalau berpakaian rapi begini, masih kelihatan gagah dan ganteng kok. Kalau sama laki-laki yang kemarin bersama ibu … jauh.”
Lalu Minar menepuk mulutnya sendiri, karena ucapannya membuat wajah sang ayah menjadi muram.
“Maaf Pak, Minar kelepasan bicara.”
“Tidak apa-apa.”
Sutar memulai sarapan. Ia mencoba tersenyum melihat Minar tampak menyesali kata-katanya.
“Bapak ini, tentu saja ganteng, kalau tidak, mana mungkin bisa memiliki anak secantik kamu,” kata Sutar sambil memulai sarapan.
Minar terkekeh.
“Ini bekal yang harus dibawa Bapak, nasi sama lauk, dan minumnya air putih ya Pak.”
“Iya, terima kasih ya.”
Ini obat yang diminum sekarang. Jangan lupa nanti siang obatnya diminum setelah makan, ya Pak.”
“Ya, akan bapak ingat, jangan khawatir. Tapi bapak masih belum tahu, apa nanti pekerjaan yang akan diberikan Kirani untuk bapak. Mungkin menjadi OB di kantornya. Tapi menjadi apapun, bapak akan menjalaninya, yang penting ada penghasilan yang bisa mencukupi kebutuhan makan kita. Ya kan?”
“Semoga yang terbaik untuk kehidupan kita.”
“Aamiin.”
Sutar sudah selesai sarapan, kemudian berdiri untuk memakai sepatu yang sudah dibersihkan Minar karena lama tidak dipakai.
Minar sebelumnya agak kesal, sang ibu belum pulang juga. Menginap di mana? Bersama laki-laki itu? Ia ingin mengatakan sesuatu tentang ibunya, tapi diurungkannya. Minar khawatir perkataan tentang ibunya akan melukai hati sang ayah. Barangkali tidak mudah melupakan sesuatu yang akan tidak lagi dirasakannya. Berpisah dengan istri, dikhianati, dan ….
“Didekat situ ada pangkalan ojol. Apa perlu Minar panggilkan?” akhirnya Minar teringat bahwa memanggil ojol bagi mereka haruslah pergi ke pangkalan ojol.
“Tidak usah, bapak bisa kesana sendiri sambil sekalian berangkat.”
“Baiklah, hati-hati ya Pak.”
***
Matahari menerobos dari kaca jendela, yang kordennya tersibak. Sinar kehangatan itu menembus dan mengusik dua sosok manusia yang masih terbaring di atas ranjang. Mereka adalah Birah dan Murtono.
Berani melangkah dan menyingkirkan segala tata krama, dari yang hanya bergandengan tangan, kemudian berani beralih naik ke atas ranjang. Sebuah perilaku yang menyimpang dari tata susila, dari sedikit .. kemudian semakin tenggelam. Siapa yang harus di salahkan, kalau iblis-iblis selalu mengipasi jiwa ringkih tak beriman?
Birah menggeliat, agak terkejut ketika terbangun dari atas tempat tidur yang nyaman. Bukan di atas kasur yang mulai mengeras dan berbau sedikit apak.
Ia membuka matanya lebar. Melihat kamar yang luas, tempat tidur yang empuk, dan di sisinya ada sesosok manusia yang …. Birah menutup mulutnya.
“Aku tidur bersama mas Murtono?” gumamnya. Lalu melihat pakaian yang berserakan entah kemana.
Adakah sesal?
***
Besok lagi ya.
ππͺ΄ππͺ΄π₯π«π₯πͺ΄ππͺ΄π
ReplyDelete“Itu benar, bapak kalau berpakaian rapi begini, masih kelihatan gagah dan ganteng kok. Kalau sama laki-laki yang kemarin bersama ibu … jauh.”
πΈππππππ¦ππππππ...
ππͺπ¦ππ£π π ππΉππ ππππ....
πππππππ ππππΌππππΌπ π½ππππΌππ ππ₯π¨ #07
ππ¦πππ π₯ππͺπππ
ππͺ΄ππͺ΄π₯π«π₯rπͺ΄ππͺ΄π
Matur nuwun mas Kakek
Deleteπ§π»♀️π«π§π»♀️π«π§π»♀️π«π§π»♀️π«
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
KaesBe_07 sdh hadir.
Matur nuwun Bu Tienkuuh...
Doaku semoga Bu Tien
selalu sehat & bahagia
bersama kelg tercinta.
Salam seroja...ππ€©
π§π»♀️π«π§π»♀️π«π§π»♀️π«π§π»♀️π«
Aamiin Yaa Robbalalamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Trmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yang tie
DeleteAlhamdulillah *KUPETIK SETANGKAI BINTANG*
ReplyDeleteepisode 7 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbalalamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 ibu Susi
DeleteMatur nuwun
ReplyDeleteTerima kssih, bu Tien cantiiik... salam sehat selalu, yaaπ
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, mugi Ibu lan keluarga tansah pinaringan sehat.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbalalamiin
DeleteMatur nuwun pak Sis
Alhamdulillah, pinanggih wonten mriki
alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Endah
DeleteMantab pak kakek Habi selalu terdepan... Maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Nin
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBalapan.komen gak pernah bisa
ReplyDeleteSering sering mas Kakek yang nomer s
atu
Mlayune kurang banter
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbalalamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat selalu ya π€π₯°πΏπ
ReplyDeleteAstaghfirullaah, Birah ....
Aamiin Yaa Robbalalamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Birah kebablasen.Alhamdulillah Maturnuwun Bunda semoga tetap sehat wal afiat.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbalalamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Kupetik Setangkai Bintang 07* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Yaa Robbalalamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah, suwun mbakyu... Sehat selalu njih...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbalalamiin
DeleteMatur nuwun ibu Kun
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteBirah sudah bertekad bulat meninggalkan Sutar, demi Murtono yang kaya raya.
ReplyDeleteUntung Minar dapat menghibur ayahnya dengan kalimat yang dewasa.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbalalamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Terima kasih bu Tin K ... KSB 07 sdh tayang ... Smg bu Tin & keluarga sll sehat dan bahagia ... Salam Aduhai.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbalalamiin
DeleteMatur nuwun ibu Enny
Makasih mba Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Sul
DeleteRohana kakak tiri Birah lain ayah lain ibu? Tetangga dong kalau gitu...π
ReplyDeleteDisebut hanya 'meninggalkan" Murtono demi pria lain...berarti mereka belum bercerai ya? Seru nih nanti ceritanya...
Terima kasih, ibu Tien. Sudah menyempatkan menulis sebelum nonton WO favorit.ππ
Sami2 ibu Nana
DeleteSungguh" sdh terhasut oleh syetan si Birah, sdh bener" keterlaluan, tdk punya iman sama akali....menyesalkah dia....aaaaah tunggu jawaban nya besok saja
ReplyDeleteMks bun KSB 7 nya....selamat malam semoga bunda Tien sll sehat
Alhamdulillah KSB - 07 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, sem9ga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Aamiin Yaa Robbalalamiin
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Ting
Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~07 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Djodhi
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteDoaku smg Bu Tien selalu sehat dan semangat bersama keluarga dan penggemarnya, aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteSami2 ibu Umi
Aamiin Yaa Robbalalamiin
ReplyDeleteMatur nuwun iibu Supriyati
Aamiin Yaa Robbalalamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Sri
Biraaaahhhhh
ReplyDeleteOh Biraaaaahhhh
Tekadnya sudah bulat meninggalkan Sutar,,,
Dan sudah bertelanjang bulat untuk mendapatkan Murtono,,,
Saat ini birah sudah merasa bahagia berasa jadi orang kayaaahhhh,,,,,
Birahhhh oh Biraaaaahhhh
Kasihan kamuh birah,,,
kamu tidak tahu masa depanmu nanti seperti apa,,,
Karena Masa depan mu itu sesungguhnya ada di ujung jari Bunda Tien,,,
He he he he
Salam aduhai Bunda
Sehat wal'afiat selalu ya bund,,,
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Jainah
Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 07 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Sutar sangat terharu thd Kirani...rupa nya...asmara terpendam nya msh di bawa sampai kini..
Minar mengakui ayah nya masih gagah, klu berpakaian rapi.
Apalagi klu Kirani melihat nya nanti ππ
Weleh...weleh...Subirah dan Murtono, melakukan kumpul Kebo..ππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 MasMERa
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, ceritanya semakin menarik. Tetap sehat njih Bu....
ReplyDeleteMartono dan Birah gak ada akhlak. Terimakasih Bunda Tien sehat selalu dan semangat menghibur pembaca
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Tien yg sll menyuguhkan cerita yg sangat menarik.
ReplyDelete