KUPETIK SETANGKAI BINTANG 04
(Tien Kumalasari)
Minar terpana. Seperti juga ayahnya, ia sangat terkejut mendengar kata cerai dari mulut ibunya.
“Itu benar, apa dia tidak mengatakannya padamu?” tanya Birah tanpa beban.
Minar hanya menggeleng, tak mampu mengatakan apa-apa.
“Kamu tidak usah terkejut. Sudah lama ibumu ini menderita karena ayahmu tidak pernah memberi kesenangan, kecuali hanya keprihatinan. Kamu kan tahu sendiri, kita tidak pernah mendapatkan sesuatu seperti yang orang lain mendapatkannya? Tapi kamu tidak perlu khawatir. Dengan wajah cantik kamu itu, nanti ibu akan mencarikan jodoh yang baik, yang kaya, yang bisa membuatmu hidup berkecukupan dan tentu saja kamu akan bahagia,” kata sang ibu panjang lebar.
Wajah Minar sangat muram. Kebahagian baginya adalah hidup bersama kedua orang tuanya, walaupun hidup sederhana dan kekurangan. Bukan karena harta dan kekayaan.
“Mengapa Ibu tega meninggalkan bapak?”
“Tega nggak tega, ibu harus melakukannya. Ini jalan terbaik, agar beban ayahmu berkurang. Kelak kalau kamu menikah, beban itu akan lebih ringan lagi. Bukankah ini justru membuat ayahmu senang?”
“Tidak semua kesenangan didapat dari harta yang dimilikinya.”
“Jangan bodoh, Minar. Kalau kita tidak punya harta, dari mana kesenangan itu bisa didapatkan? Serba kekurangan, bagaimana bisa hidup senang? Pikirkan itu baik-baik. Jangan hanya kasihan pada ayahmu, lalu kamu menyalahkan ibumu ini. Ibu melakukan ini demi kebaikan kita bersama.”
“Sebenarnya ibu mau ke mana?” Minar menatap ibunya dengan tatapan tajam. Minar mencurigai, pemberi makanan dan uang kemarin adalah orang yang membuat ibunya tiba-tiba ingin bercerai. Entah itu seorang perempuan, ataukah laki-laki.
“Kamu tidak perlu bertanya ibu mau ke mana. Nanti setelah kamu berpisah dengan ibu, ibu akan tetap memikirkanmu. Kamu pasti akan mendapatkan suami yang_”
“Jangan mencarikan Minar suami,” kata Minar tandas, lalu pergi meninggalkan ibunya.
“Dasar bodoh!!”
“Ada apa? Tiba-tiba Sutar sudah ada di ruang makan itu, kemudian duduk di kursi, mencomot singkong yang masih hangat.
“Kenapa Bapak tidak memberi tahu Minar tentang pembicaraan kita semalam?”
“Nanti juga dia akan tahu,” jawabnya tanpa menoleh kepada sang istri.
“Dia tidak bisa mengerti, bahwa maksudku baik. Kalau aku pergi, bebanmu akan berkurang bukan?”
Sutar tidak menjawab. Dalam hidup berumah tangga, sebuah beban untuk hidup, bukanlah bernama beban, tapi kewajiban. Tapi tampaknya Birah tidak mengerti. Kalaupun dia mengerti, dia akan pura-pura tidak mengerti, karena keinginan yang sebenarnya adalah tidak lagi mau hidup susah. Jadi apapun yang akan dikatakannya tidak akan bisa menghentikan keinginannya. Karenanya dia hanya diam sambil menikmati singkong sebagai sarapannya.
Melihat suaminya acuh, Birah kemudian meninggalkannya. Keinginan cerai sudah bulat, dan hari ini juga dia akan mengurusnya.
“Minar ….”
Minar mendekati ayahnya. Memang dia ingin mendekat setelah ibunya pergi dari sana. Matanya basah, membuat Sutar merasa iba.
“Mengapa kamu menangis? Kalau memang ibumu berniat meninggalkan kita, kamu tidak usah menangisinya. Dia tidak mau hidup susah, jadi biarkan dia pergi.”
Minar tak menjawab, lalu duduk di hadapan ayahnya.
“Makanlah sarapan kita.”
“Bapak mau bekerja?”
“Ini hari pertama aku.”
“Tapi Bapak kelihatan pucat.”
“Tidak. Jangan mengkhawatirkan bapak,” kata Sutar sambil tersenyum.
“Minar sudah membungkus beberapa potong singkong, untuk bekal Bapak.”
Sutar tertawa, menatap Minar dengan mata berbinar. Sesungguhnya Minar lebih pengertian dari ibunya.
“Terima kasih. Karena kamu, bapak tidak akan kelaparan di tempat kerja,” katanya sambil tersenyum.
Minar ke belakang, mengambil bungkusan singkong yang ditempatkannya di sebuah wadah plastik, dimasukkannya wadah itu ke dalam keresek.
“Ini, juga ada air putih untuk minum.”
Sutar mengangguk, sambil meneguk segelas air putih yang disiapkan anaknya.
“Bapak akan berangkat sekarang, kamu bisa membeli beras dengan uang yang tadi bapak katakan. Ada di bawah tumpukan baju. Bawa saja semuanya.”
“Baik, Pak. Di mana sebenarnya nanti Bapak akan bekerja?”
“Agak jauh, di dekat kantor pos, ada bangunan yang akan dipergunakan untuk perumahan. Di sana bapak bekerja.”
“Tak apa, Bapak jalan kaki? Bukankah Bapak sedang tak enak badan?”
“Tidak, bapak baik-baik saja.”
Minar mengantarkan ayahnya sampai ke teras depan. Air matanya kembali menitik, melihat punggung ayahnya yang tidak lagi tegap, berjalan keluar dari halaman rumahnya yang sempit.
“Kasihan ayahku, mengapa ibu tega meninggalkannya? Hanya karena ayahku miskin?” gumamnya pilu.
Minar masih termangu di bawah pohon jambu di depan rumah, ketika melihat ibunya sudah bersiap untuk pergi. Baju yang dipakainya tak lagi lusuh. Sang ibu berdandan, memakai bedak dan lipstik. Aroma wangi juga menebar ke sekeliling halaman kecil itu, membuat perut Minar menjadi mual.
“Minar, ibu mau ke pasar dulu, nanti ibu beli beras, tak akan lupa.”
“Bapak sudah memberi uang untuk beli beras,” kata Minar sambil masuk ke dalam rumah.
Birah tak peduli. Ia sudah berjanji akan ketemu lagi dengan Murtono di rumah makan yang kemarin. Di sana nanti Murtono akan memberinya uang lagi. Tapi sebelum itu Birah akan mengurus perceraiannya dengan Sutar.
***
Minar mengambil sapu, mulai membersihkan rumah. Rumah yang terasa lengang menghimpit perasaannya yang terasa sakit. Sampai ia selesai mengerjakan pekerjaan itu, air matanya tak berhenti menetes.
Lalu dia teringat untuk memberi beras. Ia mengambil uang yang disimpan ayahnya, lalu pergi ke warung. Ia juga ingin membeli sayur dan akan menggoreng tempe. Dia ingin mengejutkan ayahnya dengan membawakan nasi dan lauknya ke tempat kerja. Ya, mengapa tidak? Tiga potong singkong yang tadi dibawakannya, tak akan membuat ayahnya kenyang, sementara ia tahu bahwa pekerjaan kuli bangunan sangatlah berat.
Minar membersihkan diri dan berganti pakaian bersih. Bukan pakaian yang semalam dibelikan ibunya. Tidak. Minar tidak suka memakai pakaian yang uangnya diberi oleh seseorang yang tidak jelas siapa. Minar tak perlu bersolek. Ia melangkah ke pasar dan tampil seperti apa adanya. Siapa bilang dengan pakaian sederhana wajah Minar tak kelihatan cantik? Cantik kok. Matanya yang bening, hidungnya yang mancung, alisnya yang tebal, bibir tipisnya yang selalu menyunggingkan senyum, juga kulitnya yang bersih, adalah kecantikan alami yang tidak mengecewakan.
Tapi mata bening itu sekarang sedang tampak sayu. Kuyup oleh derita, dengan keinginan ibunya untuk bercerai. Apakah keluarga yang tak lagi utuh bisa membuatnya bahagia? Minar kecewa pada sikap ibunya.
***
Minar memasuki dapur dan menanak nasi, sambil memasak sayur bening, lalu menggoreng tempe. Ketika semuanya matang, ia tak sempat membuat sambal. Ia belum membeli cabe, karena memang uang yang dibawa tadi tidak bersisa. Tak apa, ia berharap ayahnya suka.
Tempat kerja ayahnya lumayan jauh. Tapi tadi ayahnya berjalan kaki. Itu sebabnya ayahnya berangkat pagi-pagi. Tadi ia sudah diberi tahu, di mana ayahnya bekerja.
Di bawah matahari terik, Minar berjalan, semoga sebelum waktu istirahat, ia sudah sampai di sana.
Sebentar-sebentar ia mengelap keringat yang meleleh di dahinya, dengan ujung kerudung yang dipakainya.
Minar tak mengeluh. Ia berharap ayahnya senang melihat dia datang.
Sekarang Minar sudah sampai di tempat sebuah gedung yang sedang dibangun. Pasti di situlah ayahnya bekerja.
Ketika ia berdiri dan mengamati keadaan sekelilingnya, ia mendengar dua orang pekerja mengomel.
“Nggak tahu itu pak Mandor, mempekerjakan orang malas. Sebentar-sebentar istirahat.”
“Tampaknya dia sedang sakit.”
“Baru hari ini dia bekerja, bermalasan dengan alasan sakit?”
“Aku melihat wajahnya pucat, tampaknya ia benar-benar sakit.”
“Huh, percaya amat kamu sama penampilan palsu itu. Nanti aku akan melaporkannya pada pak Mandor,” sungut orang itu.
Hati Minar tercekat. Ia yakin yang dibicarakan orang itu adalah ayahnya. Jadi karena keadaannya yang lemah, ada yang kesal pada ayahnya, dan mengira dia hanya bermalas-malasan.
Minar melongok ke arah dalam. Memang waktunya istirahat.
“Di mana ya bapak?” gumamnya.
Ia ingin bertanya kepada orang yang mengomel tentang ayahnya, tapi diurungkannya. Kesal karena ayahnya dikira malas dan berpura-pura sakit.
Minar masih melongok-longok, ketika seseorang menyapanya.
“Mencari siapa?”
Minar menatap laki-laki yang sekarang berdiri di depannya. Laki-laki setengah tua yang pakaiannya lebih bersih. Apakah dia mandor bangunan di tempat itu?
“Mencari siapa?” ulang laki-laki itu.
“Eh, anu … saya mencari ayah saya.”
“Ayahmu siapa?”
“Pak Sutar, baru hari ini dia masuk.”
“O, kamu anaknya Sutar?”
Minar mengangguk. Laki-laki itu melirik ke arah rantang yang dibawa Minar.
“Itu apa?”
“Ayah saya sebenarnya sedang tidak enak badan, tapi nekat berangkat karena ini hari pertamanya. Jadi karena mengkhawatirkan keadaannya, saya mengirimkan makanan untuk dia.”
“Ayo ikut aku, aku antarkan kamu kepada ayahmu.”
Minar mengangguk. Ia mengikuti laki-laki setengah tua itu.
“Namamu siapa?” laki-laki itu bertanya.
“Saya Minar. Minarni.”
“Bagus namamu. Kamu tahu aku siapa?”
Minar tentu saja menggelengkan kepalanya.
“Aku mandor yang menerima ayahmu bekerja. Beberapa laporan mengatakan bahwa ayahmu malas. Ternyata dia sakit?” kata mandor yang ternyata ramah itu.
“Saya sudah melarangnya pergi, tapi katanya ini hari pertamanya, jadi dia harus berangkat.”
“Aku mengerti. Kalau dia masih sakit, tak apa kalau besok dia libur dulu. Kalau sudah baik, boleh masuk.
“Terima kasih Pak.”
Tiba-tiba pak mandor menunjuk ke arah sebuah pohon besar. Minar tercekat melihat ayahnya berbaring di sana, beralaskan akar pohon yang menjorok ke tanah.
“Bapaaak!” Minar berteriak sambil berlari mendekat.
Sutar yang memang sedang beristirahat, sangat terkejut. Ia bangkit, wajah pucatnya menatap Minar tak berkedip.
“Mau apa kamu kemari?”
“Minar membawakan makan untuk Bapak,” kata Minar sambil ngelesot di depan ayahnya.
“Bukankah kamu sudah membawakan bekal untuk bapak?”
“Ini nasi sama sayur, ada lauknya tempe. Minar memasak tadi, dan teringat bahwa dengan tiga potong singkong yang Bapak bawa, pasti Bapak masih lapar.”
Mandor yang semula menyaksikan pertemuan ayah dan anak itu terharu. Rupanya keluarga Sutar benar-benar kekurangan, karena si anak membawakan bekal hanya tiga potong singkong.
“Sutar, kalau kamu masih sakit, besok boleh libur dulu,” kata pak Mandor.
Sutar menatap pak Mandor. Tadi dia tidak memperhatikan, ternyata ada mandor yang mengantar anaknya menemui dirinya.
“Oh, ada pak Mandor. Terima kasih Pak, tidak apa-apa. Saya hanya masuk angin.”
“Tapi wajahmu memang pucat. Di samping bangunan ini ada puskesmas. Berobatlah ke sana sekarang, biar anakmu mengantarnya.”
“Tapi ….” Minar bingung, karena ia tak membawa uang.
“Di puskesmas bayarnya tidak mahal. Ini uang, aku kira cukup.”
“Tidak Pak, baru sehari masuk sudah merepotkan,” sanggah Sutar.
“Jangan menolak, kalau kamu tidak minum obat apapun, bagaimana kalau kamu justru tidak bisa bekerja berhari-hari?”
“Tt..tapi … ini ….”
“Pakai saja dulu uangnya, tapi kalau kamu sungkan, kamu bisa mencicilnya nanti.”
Minar menghela napas lega. Mandor ini ternyata bukan hanya ramah, tapi juga baik hati.
“Segera berangkat sana, keburu tutup.”
Minar menatap ayahnya. Sesungguhnya Sutar keberatan, ia masih merasa kuat, tapi Minar tampaknya memang mengkhawatirkannya. Jadi akhirnya Sutar menurut. Nasi yang dibawa Minar akan dimakan ketika mereka sedang menunggu giliran.
Banyak yang merasa iri karena Sutar diperlakukan istimewa oleh pak Mandor.
“Orang baru, tapi pak Mandor sangat perhatian ya?”
“Jangan-jangan pak Mandor suka sama anaknya.”
“Apa?”
“Oh, ya… itu benar, anaknya cantik sih.”
“Hush, hati-hati ngomongnya, kalau pak Mandor mendengar, bisa dihajar kalian,” ada yang mengingatkan, seorang buruh yang masih muda.
“Oh, kamu membela dia, jangan-jangan kamu juga suka pada anaknya,” ejek yang lain.
“Ngawur.”
“Siapa kira, Sutar mempunyai anak gadis yang cantik.”
“Sutar itu ketika muda memang ganteng, aku sudah mengenalnya sejak sama-sama muda,” kata salah seorang buruh yang seumuran dengan Sutar.
“O, pantas anaknya cantik.”
Mereka berhenti berkasak kusuk, ketika terdengar tanda bahwa para pekerja harus kembali melakukan tugasnya. Rupanya kedatangan Minar membuat keadaan di tempat itu menjadi sedikit ribut. Ada yang iri melihat Sutar diperlakukan sangat baik oleh pak Mandor, ada yang membicarakan kecantikan Minar sambil bersenda gurau.Maklumlah semuanya laki-laki, jadi kedatangan seorang gadis kemudian menjadi bahan perbincangan yang mengasyikkan.
Minar membawa ayahnya ke puskesmas di samping bangunan, seperti saran pak Mandor, tapi sebelum memasuki halaman, sebuah mobil hampir menyerempet Sutar, dan membuat Sutar dan Minar jatuh bersamaan. Saat mencoba bangun, dari jendela mobil yang kemudian terbuka, mereka melihat wajah seseorang di dalam mobil itu.
***
Besok lagi ya.
Kejora pagi
ReplyDeleteRabu, 22 Mei 2024
ððŠīððŠīðĨðŦðĨðŠīððŠīð
ðžðĄðððĒððŠðĄððĄðĄðð.......ðð
ððĒððīððĶ_04 ðīðķðĨðĒðĐ ðĩðĒðšðĒðŊðĻ.
ððĒðĨðķðĐ.... ððŠðŊðĒðģ ðĨðĒðŊ ððķðĩðĒðģ ðĐðĒðŪðąðŠðģ ðĨðŠðīðĶðģðĶðŪðąðĶðĩ ðŪð°ðĢðŠð ðšðĒðŊðĻ ðĨðŠ ðĩðķðŪðąðĒðŊðĻðŠ seseorang......
ððĒðĒðĩ mðĒðķ ðŽðĶ ððķðīðŽðĶðīðŪðĒðī.
ððððĨðð ðð ðĻððĻððĪð§ððĢð ððĐðŠ? ð―ðð ððĢ ðĨððĢððĻðð§ððĢ ðĨððĒðððð ððð, ðĒð―ðð ððððĢ ð ðððð.....
ðððĐðŠð§ ðĻððĒððð ðĢðŠðŽðŠðĢ ðĒð―ðð ððððĢ, ðĻððĄððĒ ðĻððððĐ ð§ðĪðððĢð & ðððĻðĒððĢð ðĻðð§ðĐð ðĐððĐððĨ ðžðŋðððžð ❤️ð·ðđ
ððŠīððŠīðĨðŦðĨðŠīððŠīð
Sami2 mas Kakek
DeleteAduhai deh
Trmksh mb Tien
ReplyDeleteSmg sll sht dan bahagia
DeleteAamiin
DeleteMatur nuwun Yangtie
Alhamdulillah *KUPETIK SETANGKAI BINTANG*
ReplyDeleteepisode 4 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI
Aamiin yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang
ReplyDeleteMaturnuwun buuu
ReplyDeleteSami2 ibu Ratna
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien ð
Sami2 ibu Indrastuti
DeleteHoooreeee.... tayang gasik, salam bugar dan sehat sellalu bunda Tien
ReplyDeleteSalam sehat sejahtera ibu Wiwik
DeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ðđðđðđðđðđ
Sami2 ibu Susi
DeleteMatur nuwun bunda Tien...ðð
ReplyDeleteSehat selalu kagem bunda...
ðĪēðĪē
Aamiin yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Padmasari
Alhamdulillah KSB 4 ,sampun tayang ,matur nuwun Bunda Tien,mugi bunda tansah pinaringan kasarasan.
ReplyDeleteAamiin yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Isti
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatir nuwun ibu Atiek
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Salamah
DeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Aamiin yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Arif
Wah seru nih,,,,kl yg di mobil itu Birah n Murtono,,
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat selalu yaðĪðĨ°ðŋ❤️
Aamiin yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Birah nekat meninggalkan keluarga, demi hidup 'bahagia' bersama sang mantan. Tapi benarkah sang mantan mampu memberikan kebahagiaan...
ReplyDeleteGara gara ke Puskesmas Minar ketemu orang bermobil. Mudah mudahan ada pertolongan dari orang itu.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin..
Aamiin yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah lah .terima ksih bunda..slm sht sll dari skbmiððððđ
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam sehat juga
Aamiin yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Munthoni
Aamiin yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Ning
Matur nuwun Mbak Tienku sayang. Salam sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 jeng Ira.
DeleteLama nggak komen
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteWaaa dicegat wis telat adoh ,,,gak ikut disnsen kakek ððð Matur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteMlayune kurang banter mbak Yanik
DeleteAlhamdulillah KSB- 04 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Allahumma Aamiin
Aamiin yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~04 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..ðĪē.
Aamiin yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah KSB 04 sdh tayang matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteBaca dulu ah,penasaran dg nasibnya p.Sutar.
Sami2 ibu Wiwik
DeleteWaduh Sutar dan Minar hampir kesrempet mobil hingga jatuh. Siapa ya kira" yg didlm mobil .....sabar dong tunggu besok lagi yaaaaa
ReplyDeleteMks bun *KSB* 4 sdh tayang....selamat malam salam sehat
Sam12 ibu Supriyati
DeleteAlhamdulillah.KSB baru episode 4 sudah seru.semoga Bunda tetap sehat semangat.cerbung hebat.Maturnuwun
ReplyDeleteAamiin yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu.
ReplyDeleteAamiin yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Aamiin yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Sri
Kasihan tokoh bapaknya sakit2an, jadi ingat kisah Anjani yg nyaris dikorbankan ibu tirinya juga.
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...salam sehat.ððð
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sehat juga
Baru
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Ibu Tien ð
Sami2 ibu Tri
DeleteYang di dalam mobil itu ibunya...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 MasMERa
DeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu aduhai
Sami2 ibu Sul
DeleteAduhai deh
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Nanik
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDelete