Friday, April 26, 2024

M E L A T I 29

 M E L A T I    29

(Tien Kumalasari)

 

Dering ponsel terus bergema, Melati ragu menerimanya, bukan karena marah. Ia hanya tak ingin memberikan sesuatu yang nantinya hanya akan menyakiti dirinya sendiri. Tangannya sudah memegang ponsel itu, matanya menatap pada gambar laki-laki tampan yang matanya seakan menyorotnya tajam. Melati memalingkan wajahnya. Dering itu tak mau berhenti. Ia ingin mengabaikannya, tapi tak sampai hati. Ingin mengangkatnya, tapi tak tahu apa yang akan dikatakannya. Melati menghela napas panjang sebelum akhirnya mengangkat.

“Assalamu’alaikum,” sapa Melati pelan.

“Wa’alaikumussalam. Melati, apa kamu sudah tidur? Apa aku mengganggu?” sederet pertanyaan berdenging, karena ia menempelkan ponsel itu begitu dekat di telinganya.

“Hampir. Ada apa Mas?”

“Maaf, ini sudah malam, tapi aku ingin mendengar suaramu.”

Melati berdebar. Selalu saja Daniel mengatakan sesuatu yang membuatnya berdebar. Bukan perkataan biasa, dan pasti ada makna yang terselip di dalamnya.

“Ada apa?”

“Aku sudah ada di rumah, agak pagi pulang dari rumah sakit.”

“Aku ikut senang. Syukurlah.”

“Kapan kita bisa bertemu?”

Melati kembali menghela napas.

“Mas kan baru pulang dari rumah sakit, jadi harus banyak istirahat untuk benar-benar menjadi pulih.”

“Aku baik-baik saja.”

“Jangan terburu-buru merasa sehat. Luka Mas cukup parah.”

“Aku sudah seminggu di rumah sakit, dan benar-benar merasa sehat.”

“Tapi kan masih harus istirahat beberapa hari lagi.”

“Kamu keberatan bertemu aku, Mel?”

Melati tertegun. Bertemu laki-laki yang dikagumi, bukankah sesuatu yang menyenangkan? Tapi ketika bayangan Nurin yang sedang mengambil barang-barang di rumah Daniel kembali terbayang. Mereka kelihatan rukun, serasi. Siapa Melati yang hanya anak seorang penjahit? Hanya pegawai perusahaan katering?

“Melati, kamu masih di situ?”

“Oh, eh … iya Mas, bagaimana?”

“Kamu diajak ngomong … ternyata ngelamun. Memikirkan apa sih?”

Melati tertawa lirih.

“Maaf, sebenarnya saya … sangat mengantuk.”

“Ah, yaa … aku mengerti, aku yang salah. Ini sudah malam, sudah saatnya tidur, dan aku mengajakmu berbincang. Baiklah, Mel. Tidurlah, besok saja kita bicara lagi.”

“Maaf ya Mas,”

“Tidak apa-apa, aku mengerti.”

Melati menutup ponselnya ketika tak lagi terdengar suara. Ada sesal karena telah bersikap yang berlawanan dengan hatinya. Mengapa sih, Daniel masih saja bersikap seperti sangat mengharapkannya, sementara ada Nurin yang lebih pantas berada di sampingnya? Melati kembali menutupi wajahnya dengan bantal, mencoba mengibaskan bayangan laki-laki yang selalu menggodanya, sampai kemudian kantuk menjemputnya.

***

Sementara itu Daniel merasa tak nyaman dengan sikap Melati. Mengapa gadis itu seperti enggan berbicara dengannya? Karena kantuk? Sepertinya tak mungkin. Malam belum larut benar. Daniel menatap ke arah jam di meja samping tempat tidurnya. Baru jam sembilan lewat lima menit. Terlalu larutkah saat itu untuk sekedar melepaskan rindu? Haa, rindu. Sesungguhnya Daniel memang sangat merindukan Melati. Kurang apa dirinya sehingga Melati tidak tampak antusias ketika tahu bahwa dirinya tertarik padanya? Sudah punya pacar? Tampaknya tidak. Oo, karena dia seorang duda? Daniel tak pernah merasa kekurangan di wajahnya. Beberapa teman wanita tertarik padanya, bahkan tidak peduli walau tahu dirinya duda. Beberapa diantara mereka banyak yang mengatakan dirinya ganteng. Tapi Melati tidak tertarik? Daniel bangkit dari tidurnya, dan berdiri di depan cermin  yang ada di almari pakaiannya. Seperti seorang peragawan dia berputar-putar di depannya, tersenyum-senyum sendirian.

“Aku sudah gila? Mana ada peragawan memakai sarung?”

Daniel terkekeh, kemudian menghempaskan tubuhnya di atas kasur.

“Melati, kamu membuatku tak bisa tidur malam ini.”

Seperti Melati, Daniel menutupi wajahnya dengan bantal. Ia berharap bisa terlelap membawa Melati kedalam mimpinya.

***

Nilam terbaring lemah di atas ranjang, dalam ruang rawat inap yang sejak siang dihuninya. Ia telah melahirkan bayi montok yang menggemaskan, yang menebarkan kebahagiaan dalam keluarga Raharjo, dan tentu saja Suri.

Wijan yang tak pernah beranjak di sampingnya, menatap penuh haru pada wajah lelah yang sedikit kepucatan. Tapi rona bahagia pada sinar matanya, tak bisa disembunyikannya. Wijan tak merasa lelah walau sudah berjam-jam menemani sang istri, sejak dia dipindahkan dari ruang operasi, ke dalam ruang rawat inap yang sejak awal sudah dipesannya.

“Mas, tidurlah. Apa Mas tidak capek?”

Wijan tersenyum, mengelus rambut sang istri dengan lembut.

“Tidurlah, mana bisa aku capek? Kamu itu pastinya yang capek.”

“Iya, aku sangat mengantuk. Mas sudah melihat bayinya?”

“Ya sudah dong, dia ganteng seperti aku. Tapi mulutnya seperti kamu. Yang suka manyun tapi menggemaskan.”

Nilam tersenyum. Dicubitnya tangan suaminya yang tak pernah melepaskan pegangannya.

“Tidurlah, aku akan menunggui kamu sampai kamu terlelap.”

“Jangan Mas, Mas harus tidur juga. Ini sudah malam. Besok Mas kan harus bekerja.”

“Nggak apa-apa, aku biasa tidur malam, tapi bangunnya pagi kok.”

“Kamu selalu begitu sih Mas, keras kepala.”

“Ibu … jangan galak-galak dong, nanti anak kita kamu galakin juga, bagaimana?” goda Wijan.

“Kamu itu ngeyel, jadi harus digalakin,” kata Nilam tandas, tapi masih kelihatan lemah. Barangkali karena masih ada pengaruh bius dan dia masih terbawa oleh efek bius itu.

Wijan tertawa. Dia mencium tangan Nilam, kemudian membetulkan letak selimutnya, lalu pergi ke sofa yang disediakannya untuk tidur.

“Besok biar bibik saja yang menemani di sini, Mas kan harus bekerja,” masih dengan pesannya ketika melihat suaminya merebahkan dirinya.

“Iya, gampang.”

Tak lama kemudian keduanya terlelap dalam rasa bahagia.

***

Baskoro bangun pagi-pagi, dan sudah menyiapkan minum hangat serta makan pagi untuk Daniel. Ia sudah rapi dan siap pergi ke warung untuk mulai memasak dagangannya, ketika Daniel keluar dari kamarnya. Tampaknya dia sudah selesai sholat subuh. Ia ingin pergi ke dapur, ketika melihat sudah tersaji nasi liwet dan minuman hangat di ruang makan.

“Pak Bas … masih pagi, dan sudah menyiapkan ini semua?” kata Daniel ketika melihat Baskoro mendekat.

“Soalnya saya mau ke warung pagi-pagi. Beberapa pelanggan minta agar warung buka lebih pagi.”

“Kalau begitu pak Bas tidak usah repot-repot untuk saya. Saya kan bisa mengurus diri saya sendiri. Nanti pak Bas jadi kerepotan.”

“Tidak, mengapa repot? Ini kan sekalian membuat minum untuk saya sendiri, sekalian sarapan juga untuk saya sendiri.”

Keduanya duduk berhadapan di meja makan, meneguk kopi hangat kemudian menikmati nasi liwet yang juga masih hangat.

“Pak Bas juga sempat membeli nasi liwet juga?”

“Kan penjualnya nggak jauh dari rumah? Saya tinggal menyeberang, sampai deh.”

“Baiklah, terima kasih pak Bas. Saya jadi merasa menemukan keluarga, dengan adanya pak Baskoro di sini.”

“Jangan begitu Nak, sayalah yang merasa menemukan keluarga setelah sendirian selama bertahun-tahun.”

“Baiklah, jadi kita sekarang keluarga kan Pak? Kita tidak akan kesepian.”

“Bagaimana dengan calon istri?”

Mereka berbincang sambil menikmati nasi liwet, dan Baskoro kembali menyinggung masalah istri untuk Daniel.

Daniel hanya tertawa.

“Masih susah kayaknya Pak. Mungkin karena saya duda, susah cari yang mau sama saya,” keluh Daniel, tapi disertai tawa yang renyah.

“Duda tapi keren. Orang-orang menyebut duren. Mana mungkin ada yang menolak nak Daniel, kalau memang nak Daniel mau. Oh ya, saya jadi ingat yang kemarin itu. Siapa nak? Mmm… Nurin … nah, gadis itu cantiknya bukan main lhoh. Tampaknya dia juga menaruh perhatian sama nak Daniel.”

“Pak Bas bisa saja. Dia itu hanya temannya Nilam.”

“Teman Nilam atau teman siapa, kalau memang dia suka, bagaimana?”

“Nggak, bukan begitu Pak. Maksud saya, karena dia teman Nilam, jadi juga menjadi teman saya.”

“Teman hidup, barangkali.”

Daniel ngakak. Ia jadi ingat, bagaimana ketusnya dia saat menghadapi Nurin sebelum ini. Pasti Nurin masih sakit hati, dan sampai sekarang Daniel masih merasa bersalah. Bagaimana cara menebus kesalahannya itu?

“Nah, sekarang melamun kan? Ayolah, mau cari yang bagaimana lagi?” Baskoro masih terus-terusan menggoda.

“Bukan dia Pak.”

“Oh ya? Ada yang lain?”

“Pak Bas tinggal mendoakan saja, semoga saya berhasil.”

“Saya lupa-lupa ingat, sepertinya nak Daniel pernah menceritakan mengenai seorang gadis ya?”

“Ya, itu dia. Tapi dia belum kelihatan seperti mengimbangi perasaan saya.”

“Pasti gadis itu akan menyesal kalau benar-benar menolak nak Daniel,” kata Baskoro sambil berdiri. Dia sudah menyelesaikan makan paginya.

“Pokoknya doakan saja.”

“Baiklah, pasti saya doakan. Saya berangkat sekarang ya? Pasti anak-anak sudah menunggu.”

“Baiklah. Saya mau ke rumah sakit, melihat anak Nilam, kemarin belum sempat kesana, hanya menelpon mas Wijan.”

“Baiklah, saya nitip ucapan selamat atas kelahiran bayinya,” kata Baskoro sambil berlalu. Tapi kemudian dia menoleh lagi.

"Sepeda motor ada di garasi, tapi saya sarankan, kalau nak Daniel mau pergi-pergi, jangan dulu naik motor. Lengan nak Daniel belum benar-benar sembuh.”

Daniel hanya mengangguk, kemudian berdiri setelah meneguk habis minumannya, lalu membersihkan meja dan mencuci gelas-gelas dan piring kotor.

Ia masih memiliki libur selama tiga hari, sebelum cuti yang diberikan habis. Ia harus membersihkan rumah dan mengumpulkan pakaian kotor yang lebih baik dibawa saja ke laundry, karena sesungguhnya memang dia belum merasa kuat benar. Apalagi lengannya yang terluka, masih terasa ngilu. Baskoro benar, dia bahkan belum bisa naik motor, jadi nanti ke rumah sakit dia akan naik ojol saja.

***

Karti sedang duduk bersama Melati untuk sarapan, sebelum Melati berangkat bekerja. Pagi-pagi Melati sudah memasak, oseng kangkung dan tempe goreng tepung.

“Jam berapa kamu bangun? Kok sempat memasak juga. Padahal ibu ingin beli soto di seberang.”

“Bangun seperti biasanya kok Bu, Ibu saja yang bangun kesiangan. Ibu lembur semalaman?”

“Pesanan bu Nikmah mau diambil pagi ini, jadi ibu menyelesaikannya semalam.”

“Ibu kenapa tidak menyuruh Melati membantu?”

“Kamu kan juga capek, lagian tinggal memasang kancing dan menjahit bagian bawahnya. Semalam ada yang menelpon kamu?”

“Ibu mendengarnya?”

“Kan ibu masih terjaga.”

“Iya, hanya saling mengabarkan saja, dari mas Daniel.”

“Bagaimana hubungan kamu dengan dia?”

“Biasa saja. Lagipula hanya sebentar. Melati sudah ngantuk berat.”

“Ya sudah, kalau kamu memang menolaknya, ya tolaklah dengan cara yang baik, jangan sampai saling menyakiti.”

“Iya Bu. Oh ya, Ibu tadi bilang mau beli soto? Ibu ingin soto?”

“Ya sudah enggak lagi, kan kamu sudah memasak. Oseng kangkung ini cukup untuk makan sampai siang nanti.”

“Tapi kalau Ibu mau, nanti Melati akan beli soto setelah pulang dari bekerja. Sotonya enak kan?”

“O, yang kamu pernah beli, ketika ibu merasa agak sakit itu?”

“Iya. Ibu bilang enak kan? Nanti Melati belikan deh. Tapi sepulang kerja. Mudah-mudahan belum tutup.”

“Kalau sudah tutup ya sudah, biarkan saja. Nanti ibu bisa masak sendiri kok.”

“Kalau jahitan Ibu banyak, lebih baik tidak usah memasak. Kalau sempat, Melati yang akan memasak, kalau tidak bisa, ya beli lauk matang, kan kita hanya berdua.”

“Baiklah, terserah kamu saja. Memang akhir-akhir ini jahitan agak banyak. Mungkin mendekati lebaran, banyak yang ingin membuat baju baru.”

Melati berdiri, kemudian mengangkut perabot kotor dari meja makan, membawanya ke dapur.

Diam-diam Karti memikirkan perkataan Melati, yang tampaknya tidak terlalu berharap untuk melanjutkan hubungannya dengan Daniel, kearah hubungan yang lebih serius. Melati terlalu perasa dan rendah diri, tapi Karti bisa mamakluminya. Melati sudah dewasa, ia sudah tahu mana hal terbaik yang harus dilakukannya.

***

Hari itu warung Baskoro tutup agak sore. Karena ada liburan di sekolah di depannya, entah karena apa, jadi pelanggannya berkurang. Tapi mengingat anak buahnya yang pastinya sudah capek, Baskoro memintanya untuk bersiap menutup warung. Namun tiba-tiba sebuah mobil berhenti.

Baskoro heran, apakah ada yang mau beli soto di saat sore seperti ini?

Tapi ketika melihat siapa yang turun dari mobil, Baskoro tersenyum. Dia mengenalnya, ketika menjemput Daniel  kemarin.

“Selamat sore,” sapa Nurin dengan wajah ceria.

“Nak Nurin?”

“Pengin makan nih, masih adakah? Kok sudah sepi?”

“Masih ada, silakan duduk, akan saya siapkan.”

Nurin tersenyum, ia mengangkat makanan yang tertutup tudung. Ada pekedel yang langsung dicomotnya.

Tapi sebelum selesai menghabiskan perkedel itu, terdengar seseorang dari luar warung.

“Pak, sotonya masih ada?”

“Melati?” pekik Nurin.

***

Besok lagi ya.

 

53 comments:

  1. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  2. 🌼🌹🌼🦋🌼🌹🌼🦋

    Alhamdulillah MELATI_29 sudah tayang.
    Matur nuwun Bu Tien, salam SEROJA dan tetap ADUHAI serta BERSYUKUR......

    🌼🌹🌼🦋🌼🌹🌼🦋

    ReplyDelete
  3. Hamdallah...cerbung Melati 29 telah tayang

    Taqaballahu Minna Wa Minkum

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala.
    Aamiin

    Melati cemburu melihat Daniel berada di mobil Nurin.

    Telpon dari Daniel terima ya Melati, agar kamu tdk salah paham, dan rasa cemburu mu..berkurang...😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  4. 💝🌷💝🌷💝🌷💝🌷
    Alhamdulillah 🙏🦋
    MELATI 29 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu Tienkuuh...
    Doaku smoga Bu Tien
    selalu sehat & bahagia
    bersama kelg tercinta.
    Salam aduhai...😍🤩
    💝🌷💝🌷💝🌷💝🌷

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, MELATI 29 telah tayang, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  6. alhamdulullah
    maturnuwun bunda
    semoga selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Nanik

      Delete
  7. Alhamdulilah episode teranyar telah tayang matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, salam hangat dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun mbak Tien-ku Melati tayang

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillaah dah tayang makasih bunda

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat,Kisah si Melati&Nurina mengejar Arjuna kian Bagus👍.
    Maturnuwun🌷🌻🙏🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  11. Matur nuwun bunda Tien..🙏🙏
    Mugi tansah sehat selalu njih bun...🤲🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Padmasari

      Delete
  12. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah..... terimakasih Bunda

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun Bu Tien, semoga tetap sehat penuh barakah.....

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah Melati-29 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat selalu.
    Aamiin Allahumma Aamiin

    ReplyDelete
  16. Tadi salah kamar...Baru saja tayang koq sudah banyak komen....ketinggalan nih. Alhamdulillah episode 29 sudah tayang. Alhamdulillah Nilam sehat dan anaknya juga sehat. Nah ini dua penggemar Daniel bertemu...bagaimana jadinya? tunggu episode selanjutnya. Salam sehat da semangat berkarya katur bu Tien.

    ReplyDelete

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien
    Sehat wal'afiat selalu 🤗🥰

    Kok bisa ketemu bareng di soto nya pak Baskoro,, wah ceritanya jd seru nih
    🤩

    ReplyDelete

  18. Alhamdullilah
    Cerbung *MELATI 29* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
  19. Makasih mba Tien.
    Apa Nurin mau manas²in Melati?
    Salam sehat selalu aduhai

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah MELATI~29 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲.

    ReplyDelete
  21. Wah... Melati ketemu Nurin lagi, bisa bisa nanti dikompori tentang Daniel yang Nurin antar. Tapi pak Baskoro justru dapat menilai bagaimana sifat dua gadis itu.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  22. Maturnuwun bu Tien melati 29 sampun tayang, semoga bu Tien sekeluarga sehat , salam hangat dan aduhai bun ❤️❤️

    ReplyDelete
  23. Nah, ini saatnya menguji kekuatan cinta yg dahsyat...ayo Melati ga usah minder, wong kamu yg dipilih Daniel kok...😀

    Trmksh, ibu Tien...sehat selalu ya...🙏😘😘

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, sehat selalu Bu Tien

    ReplyDelete
  25. Mbak Tien luar biasa...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  26. Apa yg akan terjadi dg Nurin dan Melati ketika bertemu? Sabar nunggu episode berikutnya! Terimakasih Bunda Tien... Sehat selalu lahir batin

    ReplyDelete
  27. Ngintip Melati 30 kok durung ketok...😃😃

    ReplyDelete
  28. Capek minggunya bu Tien, 30 jadi penasaran terus ceritanya

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...