Monday, March 4, 2024

ADA CINTA DI BALIK RASA 33

 ADA CINTA DI BALIK RASA  33

(Tien Kumalasari)

 

Laki-laki tua itu masih tertegun, mengawasi gadis di depannya. Ia merasa pernah melihatnya dan mengenalnya. Tapi dalam keadaannya yang seperti ini, ia tak ingin ada yang mengenalinya. Ia ingin tenggelam dalam dunianya sendiri, tak ingin berbaur dengan dunia orang lain.

Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya dan bergegas menjauh.

“Pak, tunggu Pak.”

Baskoro melangkah lebih cepat. Nilam ingin mengejar, tapi kemudian laki-laki itu menghilang entah ke mana. Ada jalan kecil berbelok di depan sana, Nilam melangkah mendekat. Menengok ke arah gang kecil itu. Tapi bayangan laki-laki itu tak tampak lagi.

Mobil Wijan meluncur ke arah di mana Nilam melangkah. Agak heran menyaksikan sikap Nilam yang aneh.

Nilam membalikkan tubuhnya, dan melihat mobil Wijan mengikutinya. Ia mendekat dengan pasrah ketika tak berhasil menghentikan buruannya. Ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.

“Ada apa sih? Kamu mengejar pengemis itu? Apa dia menipu kamu?”

“Tidak. Aku sudah dua kali ketemu dia. Pertama ketika habis makan siang bersama bapak, di sebuah restoran. Lalu ini tadi.”

“Memangnya kenapa?”

Wajahnya itu, mirip dengan dia.”

“Dia siapa?”

“Baskoro. Mas masih ingat kan?”

“Dia …. bukannya dia dipenjara?”

“Mungkin sudah dibebaskan, siapa tahu.”

“Kamu hanya mengira-ira. Wajah bisa jadi mirip."

“Entahlah. Tapi ketika tadi aku menyebut nama Baskoro, dia langsung kabur. Entah bersembunyi di mana dia. Menurutku, dia benar Baskoro. Kalau tidak, kenapa dia lari ketika aku menyebut nama itu?”

“Lalu untuk apa kamu mengejarnya? Sepertinya kamu tadi sudah memberinya uang.”

“Aku beri dia uang, lalu aku bertanya. Apakah dia bernama Baskoro? Lalu dia kabur. Alasan apa yang membuatnya kabur, coba?”

“Kenapa kamu mengejarnya? Kalau dia kabur, berarti dia tak ingin identitasnya kamu ketahui.”

“Sebenarnya … aku ingin bertanya tentang ibu,” kata Nilam pelan.

Wijan menatap Nilam, sambil terus mengemudikan mobilnya. Ada tatapan sedih di wajah itu. Wijan mengerti. Bagaimanapun Rusmi pernah merawatnya, walaupun kelakuan buruknya membuat Nilam kehilangan rasa cinta terhadapnya.

“Kamu ingin ketemu ibumu?”

“Sebenarnya dia bukan ibuku. Kakakku yang mengatakannya. Kami yatim piatu yang dipungut olehnya, lalu bapak mengambilnya sebagai istri. Entah aku ii anak siapa. Setelah aku dewasa, aku ingin sekali mengetahui siapa orang tuaku.”

“Nanti akan aku carikan informasi tentang ibu Rusmi. Apakah dia masih di penjara atau sudah bebas seperti Baskoro, kalau memang dia itu benar adalah Baskoro.”

“Terima kasih ya Mas.”

Mereka sudah sampai di rumah sakit, dan bertemu pak Marjono yang waktu itu sudah bisa duduk, dan makan dengan disuapi Anjani. Tapi selang infus masih terhubung di lengannya.

“Nak Wijan? Nak Nilam?” seru Marjono.

“Diselesaikan dulu makannya Pak, kami akan menunggu,” kata Wijan yang kemudian mengajak Nilam duduk di sofa yang ada di situ.

“Anjani, sudah makannya,” kata pak Marjono.

“Lhoh, ini kurang sedikit, kok sudah?”

“Sudah kenyang. Kurang tiga suap lagi, nih.”

“Iya Pak, di habiskan dulu,” kata Nilam.

“Sudah kenyang. Sungguh sudah kenyang. Aku mau minum saja.”

Anjani meletakkan nampan   berisi sisa makanan ayahnya, lalu mengambilkan air dalam gelas, yang kemudian diminum  Marjono.

“Bagaimana keadaan Bapak?” tanya Wijan yang segera mendekati Marjono.

“Yah, begini ini Nak, kalau rasanya sih sudah lebih enak. Saya berharap bisa segera diijinkan rawat jalan saja.”

“Iya Pak, kalau memang keadaan kesehatan Bapak sudah membaik, pasti bisa segera diijinkan rawat jalan.”

“Anjani tampaknya juga ingin segera mulai bekerja.”

“Pelan-pelan saja. Pasti akan bisa.”

Mereka berbincang tidak lama, karena jam bezoek juga sudah habis, karenanya mereka segera berpamitan.

“Anjani, kami mau makan siang, apa kamu mau ikut?” tanya Wijan.

“Bagaimana kalau saya ikut, bapak tidak ada temannya.”

“Anjani, kalau mau pergi, pergi saja. Bapak tidak apa-apa,” sambung Marjono.

“Nggak ah, nanti merepotkan mas Wijan, harus mengantarkan saya lagi kemari. Lagipula Anjani sudah beli makanan untuk makan siang ini.”

“Makan untuk siang, dimakan nanti malam,” sambung Nilam.

“Nggak enak dong mbak, ada sedikit kuahnya, nanti basi. Sudah, kalian makan berdua saja. Ini sudah lewat jam makan lhoh.”

Nilam dan Wijan meninggalkan rumah sakit, seperti janji Wijan yang hanya akan ke rumah sakit sebentar saja.

Anjani membersihkan sisa makan ayahnya.

“Mengapa tidak mau ikut? Kamu berbohong kan, kamu belum beli makan untuk kamu sendiri, kenapa mengatakan kalau sudah beli?”

“Tidak apa-apa Pak, sungkan ikut makan, lalu setelahnya mereka harus mengantarkan lagi Anjani.”

“Tapi nak Wijan sepertinya kecewa.”

“Masa sih, hanya karena makan, lagian waktunya yang tidak tepat.”

“Bapak suka melihat nak Wijan. Dia baik, bukan?”

“Ya, dia baik. Mbak Nilam juga baik, pak Raharjo juga baik, ya kan? Sekarang Anjani mau membersihkan sisa-sisa makan Bapak ini dulu ya,” kata Anjani yang ingin menghindari perkataan ayahnya tentang rasa sukanya pada Wijan, dan keinginannya agar dirinya mau didekati Wijan.

***

Marjono sudah pulang ke rumah, seminggu setelahnya. Agak terkejut ketika ada seorang perawat yang menyiapkan segala keperluannya, dari mandi sampai meminum obat. Perawat itu seorang laki-laki yang tidak lagi muda, bernama Daniel.

Marjono ingin menolak, tapi perawat itu mengatakan bahwa semuanya sudah diatur oleh Wijan. Marjono geleng-geleng kepala. Bahkan Wijan memperhatikan semua yang dibutuhkan, agar Anjani bisa segera masuk bekerja.

“Sebenarnya aku sudah bisa melakukan semuanya sendiri. Nak Wijan repot-repot untuk saya,” katanya pada Daniel ketika hari pertama dia bekerja.

“Pak Wijan sudah mempersiapkan sebelumnya, Bapak tidak perlu sungkan. Saya siap melayani Bapak, dan katakan kalau ada yang Bapak butuhkan, atau ada yang salah dalam saya melayani Bapak.”

Anjani yang semula keberatan, harus menerima Daniel untuk melayani ayahnya, karena dia memang sudah harus bekerja. Satu dua hari pertama, Anjani menunjukkan apa-apa yang harus dilakukannya. Di mana kamar mandi, di mana perlengkapan mandi, perlengkapan makan, dan semuanya.

Anjani merasa senang, karena Daniel mengerjakan semuanya dengan telaten dan sangat baik. Daniel pulang pada sore harinya, setelah Anjani pulang dari bekerja.

***

Jatmiko yang berkunjung ke rumah setelah pulang dari bekerja, merasa senang pak Marjono dirawat dengan baik.

“Mas Wijan seorang laki-laki baik, Jani. Semua itu dilakukannya karena dia sangat mencintai kamu,” kata Jatmiko kepada Anjani ketika mereka sedang duduk berdua.

Anjani menampakkan wajah muram. Dia sedikit kesal, karena ketika mengucapkan kata-kata itu, tak tampak nada cemburu pada wajahnya. Apakah benar, bahwa Jatmiko sama sekali tidak menaruh perasaan cinta padanya?

“Kamu harus berbahagia, kalau kelak bisa hidup berdampingan dengan mas Wijan. Dia tampan, dia baik, dia kaya raya. Semua yang diimpikan para gadis-gadis, ada padanya.”

“Kamu seperti tukang promosi saja. Oh, iya … aku lupa, kamu kan ahli marketing,” ejek Anjani.

“Kamu jangan bercanda, aku serius.”

“Tapi aku mendengarnya, seperti kamu sedang mempromosikan suatu produk. Dia tampan, dia baik, dia kaya raya, silakan dinikmati, wahai para gadis,” lalu Anjani tertawa. Namun Jatmiko tidak tertawa. Dia kesal Anjani mengejeknya.

“Miko, apa benar, kamu ingin agar aku bisa bersama mas Wijan?”

“Mengapa kamu menanyakannya? Aku ingin melihat kamu bahagia, karena kebahagiaan kamu adalah juga kebahagiaan aku.”

“Bagaimana kalau aku tidak bahagia?”

“Apakah mas Wijan masih ada kekurangannya, menurut kamu?”

“Apa kamu yakin, bahwa tampan dan kaya bisa meruntuhkan sebuah cinta?”

“Apa kamu tidak mencintainya?”

“Kalau aku mencintainya, apakah kamu tidak cemburu?”

Jatmiko menatap Anjani serius.

“Bukankah sudah aku katakan bahwa kalau kamu bahagia maka aku juga akan bahagia? Mengapa aku harus cemburu?”

Anjani tak menjawab. Pembicaraan itu membuatnya kesal. Jatmiko tidak cemburu, dan Jatmiko menginginkan dia bersama laki-laki lain. Dan itu adalah jawaban dari perasaannya terhadap Jatmiko. Dia tidak mencintainya. Lalu Anjani merasa patah hati.

 “Anjani, kenapa wajahmu muram? Apa kamu tidak mencintainya?”

Anjani tidak menjawab dan merasa tidak perlu menjawabnya. Bukankah sebuah sikap sudah cukup berbicara untuk semua yang terungkap di dalam rasa? Tapi terkadang seseorang butuh ungkapan nyata, dan Anjani tidak menyadarinya. Hatinya diliputi rasa gundah, dan penuh pertanyaan, apakah hatinya patah?

“Oh ya, kemarin mas Wijan menelpon aku.”

Anjani enggan mendengarkannya. Apakah Wijan mengungkapkan isi hatinya kepada Jatmiko bahwa dia menyukai dirinya?

“Dia mengajak kita jalan-jalan bersama, besok malam Minggu ini.”

Anjani mengangkat wajahnya.

“Kamu mau kan? Aku sudah mengiyakan, sebuah niat baik, agar kita bisa lebih dekat, tak harus ditolak bukan?”

“Tapi aku tak bisa. Kalau malam, pak Daniel sudah pulang. Mana bisa aku meninggalkan bapak sendirian?”

“Bagaimana kalau minta pak Daniel agar malam itu jangan pulang dulu?”

“Kok maksa sih?”

“Bukan maksa, ide mas Wijan untuk mengajak jalan-jalan itu baik. Ada mas Wijan, Nilam, aku dan kamu. Nanti aku mau bilang pada bapak. Aku yakin bapak akan mengijinkan. Lagipula sungkan menolak keinginan mas Wijan, apalagi kamu bekerja di sana.”

“Dia tidak mengatakan apa-apa sama aku.”

“Belum, barangkali. Dia baru mengatakan pendapat dan keinginannya, dan aku setuju.”

Walau dalam hati tak ingin, tapi Anjani tak bisa menolak. Bukan apa-apa, tapi hanya karena Wijan adalah atasannya.

***

Nilam sudah selesai mengerjakan tugasnya hari itu. Wijan sedang bertelpon dengan seseorang yang entah siapa, tapi Wijan tampak sangat gembira. Tak mungkin menelpon Anjani, soalnya Anjani ada di kantor ini. Lagipula Wijan menyebutnya ‘mas’, jadi si penelpon adalah seorang laki-laki.

“Baiklah, saya memang belum mengatakan apa-apa pada Nilam dan Anjani, tapi nanti akan saya katakan. Terima kasih, Mas.”

Wijan menutup ponselnya. Nilam terkejut karena Wijan juga menyebut namanya dan juga nama Anjani. Ia menatap Wijan, tapi belum sempat ia menanyakan sesuatu, Wijan sudah lebih dulu memberi tahu.

“Aku sudah bilang pada mas Jatmiko, bahwa besok malam Minggu kita akan jalan-jalan.”

“Kita?”

“Aku, kamu, mas Jatmiko dan Anjani.”

Nilam tidak menanggapinya dengan gembira. Wijan sudah pernah mengatakannya, dan Nilam tahu, bahwa itu hanyalah alasan Wijan agar bisa bepergian dengan Anjani.

“Kamu mau kan?”

Nilam ingin menolak, tapi tidak ingin dianggap cemburu. Karenanya dia hanya mengangguk.

“Nanti saat makan siang, katakan pada Anjani.”

“Mengapa tidak mas Wijan saja yang mengatakannya pada Anjani?”

“Kalau siang kan biasanya kamu makan bersama Anjani. Aku tidak mau memperlihatkan kedekatan aku dengan salah seorang karyawan wanita. Nanti belum-belum sudah menjadi bahan pembicaraan.”

Memang benar. Di kantor, Wijan selalu menjaga jarak, dan tidak memperlihatkan bahwa dia menyukai Anjani. Dia selalu makan siang bersama ayahnya, dan membiarkan Nilam bersama Anjani. Kedekatan tidak harus diperlihatkan di tempat kerja, karena sebuah pergunjingan akan sangat mengganggu.

Seperti kata Wijan, ketika makan siang bersama Anjani, Nilam mengutarakan keinginan Wijan tersebut.

“Terserah saja, kalau mbak Nilam mau, aku tidak bisa menolak,” jawab Anjani ketika itu.

“Tidak apa-apa kah, bapak ditinggalkan sendiri malam-malam?”

“Jatmiko sudah minta pada pak Daniel, agar tidak pulang malam itu.”

“Syukurlah.”

Ada rasa saling cemburu diantara keduanya, tapi tidak diperlihatkannya. Bukankah Wijan menyiratkan bahwa dia tidak menyukai dirinya tapi menyukai Anjani? Di dalam hati Anjani pun juga ada perasaan itu. Meskipun belum secara jelas, tapi Jatmiko memperlihatkan bahwa dia lebih perhatian kepada Nilam.

Tapi perasaan halus dan hati yang baik dari mereka, sama sekali tidak menumbuhkan kebencian, Sesal itu ada, cemburu pasti ada, tapi rasa benci itu tidak ada.

***

Dan malam Minggu itu sudah tiba. Mereka berempat sudah jalan bersama. Tidak ada yang memilih harus berdekatan dengan siapa, karena Nilam mengajak Anjani berjalan di depan.

Mereka baru saja keluar dari gedung bioskop, dan menyaksikan pemutaran film drama percintaan yang menggelitik hati mereka yang sedang jatuh cinta.

“Ayo duduk di taman itu saja, aku belum lapar.” kata Nilam.

Semuanya setuju. Mereka duduk di sebuah taman, di atas bangku yang berderet di sana. Mereka berbincang ringan dan bercanda.

Tiba-tiba Anjani melihat tukang sate di seberang jalan.

“Lihat, aku ingin sate lontong,” kata Anjani.

“Ayo kita beli.”

“Kalian, gadis-gadis cantik, duduk di sini saja, aku sama mas Wijan yang akan beli. Asyik makan sate lontong di tempat ini,” kata Jatmiko yang sudah berdiri.

Wijan mengikuti. Keduanya menyeberang jalan, ke arah tukang sate yang mangkal di sana.

Karena agak lama belum juga kembali, Nilam mengajak Anjani untuk menyusulnya.

Mereka bergandengan tangan dan siap menyeberang. Tapi rupanya mereka kurang hati-hati. Sebuah mobil menyerempet keduanya, membuatnya terpelanting tak sadarkan diri.

Suara derit rem yang keras, dan jeritan, membuat Jatmiko dan Wijan terkejut. Mereka berlari ke arah jalan, melihat Nilam dan Anjani diam tak bergerak. Entah kekuatan apa dan siapa yang meminta, Wijan justru memburu Nilam dan Jatmiko mendekati Anjani. Keduanya menggendongnya ke tepi, dan seseorang diminta memanggil ambulans.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

69 comments:

  1. 🪻🪷🪻🪷🪻🪷🪻🪷
    Alhamdulillah 🙏🌸🦋
    ACeDeeR_33 sdh tayang.
    Matur nuwun Bu Tien
    yang baik hati
    Sehat2 selalu dan
    tetep smangaats nggih.
    Salam aduhai...😍💞
    🪻🪷🪻🪷🪻🪷🪻🪷

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah ACeDeeR 33 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

    Salam sayang dari Jogja
    Ttp semangat dan
    ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang

    ReplyDelete
  6. Terima kasih, ibu Tien cantiik.... semoga sehat dan semangat sekeluarga

    ReplyDelete

  7. Alhamdullilah
    Ada Cinta Dibalik Rasa 33 telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  8. Sugeng ndalu Bunda Tien.

    Hamdallah cerbung Ada Cinta di Balik Rasa..33 telah tayang.

    Sekali lagi daya ingat Nilam bagus, yang tebak nama nya Baskoro. Seakan akan Nilam kembali ke masa bocah dulu, yang trauma melihat Baskoro...

    Bagaimana ya reaksi Baskoro setelah melihat Nilam dan Wijan sdh menginjak remaja semua

    Alhamdullilah
    Semoga ALLAH memberikan..kesehatan yang sempurna kagem Bunda Tien

    🤲❤

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  9. Alhamdulillah...
    Maturnuwun Bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah .
    Terima kasih bunda Tien ,
    Semoga sehat walafiat 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Endah

      Delete
  11. Salam sehat selalu dan semangat untuk berkarya

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat. Rasa Cinta Indah pada waktunya 👍 Maturnuwun 🪷🪷🪷🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  13. Alhmdllh... terima kasih mkin serruu sekali.... semoga baik baik saja..

    Di jawa Barat ada lagu doel sumbang yg mirip cerita ini. _Miko bogoh ka Nilam, Nilam bogoh ka Wijan, Wijan bogoh ka Jani, Jani bogoh ka Miko_ bogoh(suka)

    Segay sllu bersama keluarga...

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah sudah tayang. Sayang koq terjadi kecelakaan ya.. tapi nanti siapa yang jadian sama Wijan, Nilam atau Anjani? Yang digendong Wijan Nilam, yang digendong Jatmiko Anjani...wah jadi bingung nih bu Tien. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien semoga sehat selalu... lam ADUHAI 💗

    ReplyDelete
  16. The power of girls....hehehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baik bu... Maaf baru bisa komen. Beberapa waktu lalu ganti hp malah jadi banyak error...

      Delete
  17. Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~33 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  18. Alhamdulilah acdr 33 sudah tayang ..terima kasih bunda Tien semoga ibu sekeluarga sll sehat dan bahagia ...salam hangat dan aduhai bun ...

    Hubungan yang rumit ..dua gadis saling cemburu..

    ReplyDelete
  19. Waduh... kok ya mendapat kecelakaan bersentuhan dengan mobil. Jadi kacau balau Double Date -nya. Tapi sudahlah semoga semua baik-baik saja.
    Bagaimana dengan Baskoro, masih mau bersembunyi apa pengin ketemu seseorang...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  20. Makasih mba Tien.
    Salam hangat dan bahagia selalu.
    Aduhai

    ReplyDelete
  21. Hehe...kalau begini terus alurnya, apakah ada kemungkinan jodoh mereka ditukar ya? Wijan-Nilam, Jatmiko-Anjani...semua ada di tangan ibu Tien.😁

    Terima kasih sudah mengadul-adukhati pembaca, bu...salam sehat selalu.🙏😀

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah sudah Senin lagi.....ketemu Wijan, Nilam, Jatmiko, dan Anjani lagi. Matur nuwun Bu Tien, sehat-sehat njih Bu....aamiin.

    ReplyDelete
  23. Di tandai dengan musibah kecelakaan yng menimpa Nilam dan Anjani. Wijan menggendong Nilan dan Anjani di gendong Miko.
    Barangkali Bunda Tien ingin meluruskan kisah asmara mereka.
    Miko jadi kasihan dan tumbuh cinta nya kpd Anjani, juga Wijan kpd Nilan. Klu ini iya, maka kisah cinta mereka tdk bertepuk sebelah tangan. Mau nya begitu...tapi tentunya sang Sutradara sdh mengatur semuanya...😁😁🌹🌹

    ReplyDelete
  24. Sy bingung, nanti akhirnya Anjani sm siapa ya. Aduhaiii...Terserah Bu Tien sj. Mtr nwn Bu Tien, sehat sll.

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, sehat selalu mbakyu🙏🙏❤

    ReplyDelete
  26. Wah... semakin membingungkan... ditunggu part berikutnya. Terimakasih Bunda Tien sehat semangat di dunia nyata dan dunia halu semakin Aduhai

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah Matur nuwun Bu Tien 🤗🥰, salam sehat wal'afiat semua ya

    Kita tunggu saja ,,,Bu Tien bikin heboh kita para pembaca ,,🤩👍👍👍
    Sungguh iii.

    ReplyDelete
  28. “Wijan menutup ponselnya. Anjani✔️terkejut karena Wijan juga menyebut namanya dan juga nama Anjani.”
    “Anjani✔️ ingin menolak, tapi tidak ingin dianggap cemburu. Karenanya dia hanya mengangguk.”
    Yang bertanda ✔️ sepertinya keliru nama, harusnya Nilam. Sebelumnya ada juga saya lihat seperti ini, tapi ngga saya komen

    ReplyDelete
  29. Replies
    1. Saya lebih senang kalau diingatkan kesalahan saya, mas Sungut

      Delete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 31

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  31 (Tien Kumalasari)   Sinah terkejut. Pandangan mata simboknya sangat terasa menghujam di dadanya. Ia tah...