ADA CINTA DI BALIK RASA 28
(Tien Kumalasari)
Marjono membuka matanya lebar-lebar. Ia mendengar jelas apa yang dikatakan kedua perawat itu, dan mereka menyebut istrinya juga nama Anjani. Ada polisi. Apa yang sebenarnya terjadi?
“Suster … suster … “ panggilnya. Salah satunya kemudian mendekat.
“Ya Pak.”
“Ada apa? Ada apa dengan anak saya?” tanyanya agak terengah karena merasa khawatir.
“Bapak tenang saja. Tidak ada apa-apa, kok.”
“Tadi saya mendengar, ada nama anak saya disebut. Saya tidak apa-apa … kalau memang terjadi sesuatu pada anak saya … saya harus tahu.”
Suster itu tersenyum ramah. Ia harus menenangkan hati pasiennya, setelah menyesali pembicaraan dengan temannya, tadi.
“Bapak tidak perlu khawatir. Mbak Anjani baik-baik saja.”
“Saya dengar ada polisi juga, anak saya terlibat?”
“Tidak … tidak, ada yang ditangkap polisi, bukan mbak Anjani.”
Marjono merasa lebih tenang.
“Tolong panggilkan Anjani, saya ingin melihatnya.”
Perawat itu mengangguk.
“Tapi sebentar saja ya, tadi Bapak sudah bicara agak lama.”
“Hanya ingin memastikan … bahwa … dia baik-baik saja.”
“Baiklah.”
Tak lama kemudian Anjani masuk. Marjono menatapnya lega.
“Bapak tidak tidur?”
“Kamu baik-baik saja?”
“Iya. Memangnya kenapa?”
“Tadi ada polisi?”
Anjani heran, ayahnya bisa mendengarnya.
“Dari mana Bapak tahu? Tidak ada apa-apa kok.”
“Jangan bohong, supaya bapak lebih tenang.”
“Tapi Bapak tidak usah memikirkannya ya. Tadi ada yang bersembunyi di ruang rawat yang akan Bapak pakai. Ternyata dia ibu Estiana. Polisi sedang mengejarnya, entah karena apa. Ketika melihat Anjani, dia berteriak memaki Anjani. Tapi polisi sudah membawanya pergi.”
“Mengapa dia?”
“Anjani juga tidak tahu. Bapak tidak usah memikirkannya. Nanti kalau Bapak memikirkannya, kondisi Bapak akan tidak bagus, kemudian Bapak masih akan ada di tempat ini, belum boleh ke ruang rawat inap, di mana kita bisa bebas bertemu dan berbincang.”
“Iya sih.”
“Ya sudah, Bapak tidur lagi saja. Ingat, tidak boleh memikirkan apapun. Yang penting Anjani baik-baik saja.”
Marjono mengangguk, dan membiarkan Anjani keluar. Tapi ia tetap saja memikirkan, kenapa Estiana bisa ada di dalam kamarnya, dan mengapa ditangkap polisi.
***
Ketika Anjani keluar, Jatmiko segera berpamit. Ia akan ke kantor polisi, untuk melaporkan apa yang dilakukan Erma terhadap Anjani, dan percobaan perkosaan yang dilakukan Usman.
“Kamu baik-baik saja ya, kalau ada apa-apa segera kabari aku.”
“Terima kasih Miko.”
Anjani melepas kepergian Jatmiko dengan perasaan tak menentu. Perkataan Jatmiko yang menganggap dirinya adalah adiknya, membuatnya kecewa. Ada banyak harapan yang ditumpukan pada Jatmiko, yaitu tentang cinta yang ingin dijalin bersama. Tapi tidak. Rupanya dia bertepuk sebelah tangan. Rasa kecewa itu membuatnya melamun dan galau.
“Anjani.”
Anjani hampir terlonjak karena terkejut. Tiba-tiba saja Wijanarko sudah berdiri di depannya sambil tersenyum. Senyum yang selalu memikat, tapi ternyata belum bisa menjatuhkan hati Anjani. Bayangan Jatmiko masih kuat menguasainya. Tapi rupanya Wijan tak hendak mundur. Ia melihat Anjani seperti tak sepenuhnya menolak, tapi ada yang lebih kuat menariknya. Jatmiko? Wijan duduk di samping Anjani. Ia mengulurkan kotak berisi makanan.
“Ini, apa kamu sudah makan?”
“Mas Wijan, kenapa repot-repot membawakan makanan? Saya baru saja makan bersama Jatmiko.”
Tuh kan, dia kalah dulu dengan Jatmiko? Tapi Wijan tak harus berkecil hati. Ia melihat sinar berkelip, walau hanya seujung lidi, dan sinar itu akan menjadi besar, ketika angin berhenti meniupnya.
“Ini nasi dengan lauk kering. Kalau kamu sudah makan pagi, kamu bisa memakannya nanti, saat makan siang.”
Anjani tersenyum. Perhatian calon atasannya ini membuatnya harus mengucapkan terima kasih dengan senyuman paling manis yang mampu diberikannya.
“Mas Wijan, terima kasih, ya. Sudah banyak yang mas Wijan lakukan untuk saya. Bahkan semalaman mas Wijan pasti tidak bisa tidur nyenyak karena tidur di bangku yang sama sekali tidak nyaman.”
“Tidak, aku tidur nyenyak, kok.”
“Masa? Biasanya tidur di kasur empuk dan nyaman, lalu tidur di bangku yang dingin dan keras seperti ini?”
“Iya. Lihat saja, aku tidak kelihatan mengantuk kan?”
“Ya sudah, pokoknya terima kasih banyak, ya Mas.”
“Bagaimana keadaan bapak?”
“Tadi sempat bicara agak banyak. Kata dokter, kalau seharian ini keadaan stabil, besok bisa pindah ke ruang rawat.”
“Syukurlah, semoga semakin membaik.”
“Mas Wijan tidak ke kantor?”
“Tadi sudah, sebentar, lalu aku tinggal kemari. Tadi pagi lupa memikirkan sarapan untuk kamu, jadi aku langsung keluar dan membelikan ini. Ini nasi dan lauknya disendirikan, jadi bisa dimakan sekarang atau siang nanti, bahkan untuk makan malam. Ditanggung masih enak.”
“Terima kasih sekali lagi. Tapi jangan sampai pekerjaan mas Wijan terbengkalai gara-gara saya.”
“Tidak, aku punya wakil yang cekatan dan bisa mengatasi semua masalah.”
“Mbak Nilam?”
“Iya.”
“Mbak Nilam cantik dan pintar.”
“Kamu juga cantik.”
Anjani tersenyum. Sepagi ini sudah ada dua laki-laki memujinya cantik. Apakah yang dirasakannya sekarang sama dengan yang dirasakan ketika Jatmiko juga memujinya cantik? Anjani merasakannya berbeda. Ada rasa gelisah mengingat Wijan menyatakan cintanya semalam. Kepada siapa dirinya akan bersandar dan menyerahkan hatinya? Ketika yang diharap terlepas dari angan, haruskah dia menerima yang satunya? Anjani tak bisa menjawabnya. Barangkali sebuah rasa tak mudah berpindah tempat berlabuh. Tapi yang jelas, sekarang ini ia lebih fokus kepada keadaan ayahnya.
“Mengapa diam? Ada yang kamu pikirkan?”
“Agak khawatir memikirkan bapak. Semoga bapak baik-baik saja.”
“Aamiin. Aku akan ikut mendoakan.”
Tiba-tiba Anjani teringat bahwa ayahnya menyuruh menelpon pemilik rumah yang akan dibeli oleh ayahnya. Sebenarnya Anjani melarang ayahnya memikirkan rumah itu, tapi sang ayah khawatir ada pembeli lainnya yang lebih dulu mendahului membelinya. Itu sebabnya Marjono menyuruh Anjani menelponnya untuk memastikan keinginannya membeli.
“Sebentar, aku mau ke kamar dulu. Ponselku tertinggal di sana,” kata Anjani sambil berdiri.
“Aku antar?”
“Mas Wijan tunggu saja di sini, saya tidak akan lama,” kata Anjani yang kemudian melangkah pergi.
Wijan mengangguk. Ia mengambil ponselnya dan menelpon Nilam, dan menanyakan tentang pekerjaan yang harus diselesaikannya.
“Tenang saja, semuanya beres, jadi kalau mau pulang sampai malam juga nggak apa-apa,” kata Nilam, yang menurut Wijan, suara itu mengandung rasa kesal terhadap dirinya.
“Nilam, suara kamu itu terdengar nggak ikhlas lho. Aku yakin, pasti ketika menjawab, mulut kamu mengerucut seperti_”
“Awas ya, jangan lagi bilang seperti pantat ayam!” ancam Nilam yang sudah dipastikan mulutnya tetap saja mengerucut setiap kali merasa kesal.
Wijan tertawa keras. Sangat menyenangkan mengganggu adik tersayangnya itu. Adik perempuan yang sangat mencitainya dan dicintainya, walau dengan jenis cinta yang berbeda.
“Aku tidak akan lama, Nilam, sebelum saat makan siang aku sudah ada di kantor.”
“Benar?”
“Benar. Aku tadi hanya mengantarkan makanan untuk Anjani. Kasihan tidak ada yang memikirkannya.”
Nilam menekan rasa perih yang mengiris dadanya. Ia sudah tahu, Wijan mencintai Anjani, tapi tetap saja, ketika melihat Wijan begitu perhatian terhadap Anjani, masih ada rasa perih yang menggigit.
Tiba-tiba seorang dokter terlihat bergegas berlari ke arah ruang, dimana Marjono dirawat.
“Nilam, tutup dulu saja. Ada yang penting.” kata Wijan sambil menutup ponselnya tiba-tiba. Ia bangkit dan bergegas mendekati pintu, dimana ada perawat yang akan keluar.
“Ada apa?”
“Pak Marjono mengalami sesak napas. Mas tunggu di luar saja, dokter sedang menanganinya.
Wijan kembali ke tempat duduk, melihat Anjani belum terlihat kembali.
Ia menatap ke arah pintu ruangan di sampingnya dengan perasaan khawatir. Apakah Anjani harus segera tahu?
Wijan bangkit lalu bergegas menuju ke arah ruang rawat inap Marjono. Dilihatnya Anjani sedang bertelpon, tapi segera ditutup ketika Wijan berdiri di depan pintu.
“Ada apa? Saya sedang menelpon pemilik rumah yang akan dibeli bapak.”
Wijan merasa sedikit lega. Tadinya ia mengira Anjani sedang menelpon Jatmiko.
Anjani keluar dan menutupkan pintunya.
"Tadi bapak berpesan, agar saya menelponnya, hanya untuk memastikan bahwa bapak pasti akan membelinya. Khawatirnya kedahuluan orang lain,” kata Anjani sambil keduanya berjalan kembali ke arah ruang di mana Marjono sedang dirawat.
“Mengapa Mas Wijan menyusul saya? Apa dokter menanyakan saya?”
“Tidak. Tapi aku tadi mendengar bahwa pak Marjono mengalami sesak napas.”
Anjani terkejut. Ia berlari ke arah pintu, tapi dicegah oleh Wijan.
Aku tadi mau masuk, tapi dilarang. Dokter sedang menanganinya.
Anjani merasa gelisah. Perasaan khawatir memenuhi dadanya. Wijan menuntunnya agar duduk kembali.
“Tenanglah Anjani, dokter sedang menanganinya. Bapak pasti baik-baik saja.”
“Pasti karena kejadian itu. Bapak kepikiran jadinya.”
“Kejadian apa?”
Lalu Anjani menceritakan semuanya, sejak pagi tadi melihat Estiana menyelinap dan bersembunyi di dalam kamar, sampai kemudian ditangkap polisi dan berteriak-teriak.
“Bagaimana bapak bisa mendengar? Apakah pintunya terbuka?”
“Entahlah, saya juga tidak tahu. Tapi sebenarnya saya sudah masuk ke dalam dan menenangkannya. Barangkali bapak masih terus memikirkannya,” kata Anjani lirih.
Ia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, menahan air matanya yang nyaris keluar. Tadi ayahnya baik-baik saja, mengapa kemudian menjadi sesak napas?
***
Sementara itu di kantor, Nilam duduk termangu di meja kerjanya. Ia kesal terhadap Wijan. Katanya sebelum saat makan siang sudah akan kembali, nyatanya setengah jam yang lalu dia sudah menunggu, dan Wijan belum tampak batang hidungnya.
“Dasar pembohong! Pendusta!” omelnya dengan mulut mengerucut.
Tiba-tiba pintu terbuka, Raharjo berdiri di depan pintu.
“Kamu tidak makan?”
Nilam mencoba memperbaiki raut wajah kesalnya. Ia tersenyum melihat ke arah Raharjo, lalu bangkit berdiri.
“Tadinya menunggu mas Wijan. Katanya akan kembali ke kantor sebelum jam makan siang.”
“Wijan sedang menemani Anjani.”
“Tapi dia bilang mau kembali sebelum jam makan siang,” gerutu Nilam yang terus berjalan, di samping Raharjo yang rupanya juga sedang berjalan ke kantin.
“Barangkali ada yang membuat Wijan belum bisa kembali. Mau makan di luar saja, bersama bapak?”
Nilam berhenti melangkah. Barangkali udara luar bisa mengendapkan hatinya yang galau.
“Makan di luar? Mauuu,” jawabnya riang.
Raharjo tersenyum. Mereka membalikkan tubuhnya dan keluar dari area kantor. Sopir yang sudah ditelpon Raharjo, kemudian menyiapkan mobilnya di lobi.
Mereka keluar untuk makan, menuju ke arah restoran langganan.
Raharjo menatap wajah Nilam yang sudah duduk di arah belakang, karena restoran agak penuh. Maklumlah, memang waktunya makan siang.
“Kamu kesal, Wijan tidak kembali untuk makan siang?”
“Soalnya dia sudah berjanji,” jawab Nilam dengan wajah tidak suka.
“Mungkin ada sesuatu. Telpon saja dia.”
“Nggak ah, nanti mengganggu.”
“Kamu cemburu?”
Bibir Nilam mengerucut mendengar tuduhan ayahnya. Tapi memang benar sih, ada rasa cemburu itu. Nilam sudah berusaha mengendapkannya, tapi memang tidak mudah melakukannya.
“Bukankah bapak pernah mengatakannya, bahwa mencintai itu bukan berarti memiliki? Kalau Wijan bahagia, apakah kamu tidak merasa bahagia?”
Nilam mengangguk lesu.
“Nilam mengerti.”
“Kamu membenci Anjani?”
“Tidak, mengapa Bapak berkata begitu?”
“Bagus. Senang bapak mendengarnya. Sekarang pesan makanan pilihan kamu. Pelayan sudah menunggu.”
Mereka memilih makan dan minum yang dipilihnya, lalu duduk menunggu.
“Bapak mendengar perusahaan pak Usman segera ditutup. Kasihan. Entah bagaimana nasib para karyawannya,” Raharjo mengalihkan topik pembicaraan, berharap Nilam bisa melupakan rasa kesalnya pada Wijan.
“Iya. Jatmiko sudah mengatakannya.”
“Tapi dia sudah mendapat pekerjaan yang lain, bukan?”
“Ya, dia mengatakannya.”
“Kemarin ibumu menelpon bapak.”
“Ibu Suri?”
“Ya.”
“Kenapa? Tumben ibu menelpon.”
“Dia bilang, dia menyukai laki-laki bernama Jatmiko itu. Dia ingin mengambilnya menantu.”
Nilam terbatuk-batuk. Untunglah minuman yang dipesannya sudah dihidangkan. Ia segera meneguknya.
“Kenapa kamu ini?”
“Ibu suka begitu. Sudah lama ibu menginginkan itu.”
“Bagaimana dengan kamu?”
“Entahlah. Nilam tidak bisa dengan mudah jatuh cinta.”
“Menurut bu Suri, Jatmiko laki-laki yang baik. Tapi baiklah, kita lihat saja nanti. Kalau jodoh tidak akan ke mana, kan?”
Nilam meraih piring berisi makanan yang dipesannya, agak segan memikirkan jodoh menjodohkan itu.
***
Ketika Raharjo dan Nilam keluar dari rumah makan itu dan menuju ke arah mobil, seorang laki-laki berpakaian lusuh yang mengenakan topi lebar, tiba-tiba melepaskan topinya yang dibalikkannya, bermaksud orang yang berbelas kasihan mau meletakkan sekeping atau selembar uang belas kasihan.
Nilam membuka dompetnya, meletakkan selembar uang sepuluhan ribu di atas topi itu. Si pemilik topi mengangguk, kemudian mengambil uangnya, menyimpan di saku dan mengenakan lagi topinya.
Raharjo sudah naik ke dalam mobil, tapi Nilam terus mengamati laki-laki lusuh itu. Ia seperti pernah melihatnya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah ACeDeeR_28 sdh tayang.....
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien..
Salam ADUHAI, tetap sehat selalu......
Sami2 mas Kakek
DeleteADUHAI deh
Matur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Atiek
Deletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteSuwun
ReplyDeleteSami2 pak Wirasaba
DeleteAlhamdulillah, manusang bu Tien, slm aduhai
ReplyDeleteHanupis pak Djoni
DeleteApa kabar, kangen komennya lhoh
Alhamdulillah ... maturnuwun bunda salam aduhai
ReplyDeleteSami2 ibu Endang,
DeleteMatur nuwun
Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~28 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah.... tayang gasik
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Wiwik
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien 🙏
Sami2 ibu Indrastutid
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah sudah tayang. Siapa laki laki berpakaian lusuh? Jangan jangan mantannya bu Suri. Nuwun bu Tien,, semoga pal Marjono baik baik saja. bu Tien sehat selalu. aamiin
ReplyDeleteSami2 ibu Noor
DeleteSehat juga untuk ibu
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteWow Baskoro jadi laki-laki lusuh juga jadi pengemis
ReplyDeleteGak bs tebar pesona yah
Rasain loh, Suri yg kau sia2 kan skrg jd wanita yg berhasil
Mksh bunda Tien
Bikin penasaran kita aj
Yuuk kita tunggu lanjutannya
ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Sami2 jeng In
DeleteADUHAI ADUHAI ADUHAI
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteJgn2 laki2 itu Baskoro? Slm seroja dan salam aduhai utk mb Tien dan para pctk...
ReplyDeleteAduhai juga untuk ibu Sapti
DeleteHanupis Bunda Acdr,a,,,
ReplyDeleteTambah seruuuuuu,,,,
Asyek mulai tebak tebakan niiii,,,
kayak,a yg jadi pengenis itu Baskoro deh ya,,, c,pria bberjambang,,, he he
Hanupis juga ibu Jainah
DeleteApa kabar?
Alhamdulillah A C D R - 28 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga bunda sehat selalu.
Aamiin Allahumma Aamiin
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Alhamdulillaah dah d baca, mungkinkah yg bertopi dan minta uang Baskoro... Mantan supi ibu angkat Nilam... Entahlah hanya Bunda yg tau... Terima kasih Bu da salam sehat
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas,
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah Terima kasih bunda Tien somoga sehat walafiat
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Wah, kalau Baskoro muncul lagi, ada kemungkinan rujuk dengan bu Suri kah? Sama2 membesarkan Nugi...tunggu ide ibu Tien sajalah daripada menebak2.😀
ReplyDeleteSalam sehat, bu Tien...terima kasih sdh terus berkarya.🙏
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sehat juga
Apa Baskoro sdh bebas ya??? Siapa manusia berpakaian pengemis??? Kita tunggu besok....Salam sehat selalu bu Tien..🙏🙏
ReplyDeleteSalam sehat pak Indriyanto
DeleteApa kira kira Baskoro ya
ReplyDeleteYang laki laki lusuh itu
Sapa ya, mbak Yanik ?
ReplyDeleteAlhamdulillah,matur nuwun Bu Tien 🤗🥰, salam sehat wal'afiat selalu
ReplyDeleteApakah Baskoro sdh bebas atau p Usman yg kabur ,,, Bu Tien bikin penasaran
Aduhaiii sekali 🤩🤩🤩🤭
Sami2 ibu Ika
DeleteSalam sehat juga
Muncul pemain baru, lelaki berpakaian lusuh, jadi pengemis. Siapa ya..
ReplyDeletePak Marjono tidak sembuh sembuh, jadi ikut prihatin, semoga cepat teratasi dengan baik.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Aamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Sri
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien .
ReplyDeleteSemoga selalu sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga 🤲🏽🌹
Mungkin si pengemis itu Baskoro yang sudah bebas dari penjara . . .
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
ReplyDeleteAlhamdullilah
Ada Cinta Dibalik Rasa 28 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Tks mbak Tien,semakin kesini semakin seru nih ada muncul pengemis apakah itu Baskoro yg sudah bebas dari tahanan?Sampai besok lagi ....Salam seroja dr Neni Tegal
ReplyDeleteSami2 ibu Neni
DeleteSalam hangat dari Solo
Matur nuwun Bu Tien...tetap sehat njih Bu...
ReplyDeleteAlhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat.sebuah rasa pasti tidak salah berlabuh👍 Maturnuwun 🌹🌹🌹🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien...salam sehat selalu njih Bu...
ReplyDelete💚🌿💚🌿 💚🌿💚🌿
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🌸🦋
ACeDeeR_28 sdh hadir.
Telat buka HP nih...😁
Suwun nggih Bu Tien
yang baik hati.
Semoga sehat2 selalu
bersama kelg tercinta.
Salam aduhai...😍🤩
💚🌿💚🌿 💚🌿💚🌿
Sugeng ndalu Bunda Tien.
ReplyDeleteHamdallah cerbung Ada Cinta di Balik Rasa..28 telah tayang. Matur nuwun
Memang susah klu Nilam tdk ada rasa cinta thd Miko, begitu juga Anjani thd Wijan. Tapi dengan sering nya ketemu, semoga rasa cinta mereka jadi ada. He..he
Alhamdullilah
Semoga ALLAH memberikan..kesehatan yang sempurna kagem Bunda Tien....tercinta..Salam sehat dan selalu Bunda
🤲❤
Apakah laki² itu Baskoro?...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Terimakasih bunda Tien, Baskoro hadir kembali... Apakah bu Suri masih mau menerima?
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat selalu dan selalu aduhai
👀
ReplyDeleteMemori nya Nilam, bikin perhatian lebih sampai perlu sedikit konsentrasi; apakah ini garangan jambul yang bikin berantakan rumah tangga orang. Yang akhirnya di tendang Rangga.
ReplyDeleteBelum sempat menikmati hasil penjualan perhiasan, sudah dipaksa nungguin sel penjara bersama doi.
Keluar nya nggak bareng tentu jadi berjuang sendiri.
Biar tetep bertahan hidup, nah lho pulang kerumah Nilam cerita sama bu Suri; ya gimana lagi, sakitnya tuh disini.
Syukur lah ada tanda tanda kehidupan.
Nggak tahu kehidupan yang mana, duplikatnya sudah ada disini.
Kalau masih punya cermin tentu bengong lihat Nugi.
Tapi itu keponakan Nilam, anak Bu Suri yang juga ibunya Nilam.
Wah bundhed; Nugi kalau manggil Jatmiko jadi gimana tuh; Kang Paman atawa Kang Oom aja deh.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Ada cinta dibalik rasa yang ke dua puluh delapan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Terimakasih... Bunda Tien, Semoga sehat jasmani rohani ekonomi Aduhai
ReplyDelete