Saturday, February 3, 2024

ADA CINTA DI BALIK RASA 09

 ADA CINTA DIBALIK RASA  09

(Tien Kumalasari)

 

 

Usman berdiri beberapa saat, sampai Raharjo dan tamunya melangkah keluar menuju pintu.

Anjani diam membisu, tak bereaksi, meneruskan menyendok makanannya seperti terburu-buru, karena ingin segera pulang setelah makan.

“Itu tadi pak Raharjo. Pengusaha batik terkenal. Pabrik ku sering mengambil batik dari sana."

Anjani terkejut. Perusahaan batik? Raharjo? Apa ada hubungannya dengan perusahaan yang dia tadi melamarnya? Sudah tua tapi kharismatik. Pasti iya. Anjani tersenyum dalam hati. Kelak kalau dia diterima, dia akan menjadi karyawan pak Raharjo. Pria setengah tua yang karismatik, murah senyum dan matanya teduh.

"Kalau kamu melamar ke sana, aku bisa merekomendasikan agar kamu bisa diterima di sana."

Anjani tak menjawab. Ia tak mau lagi menambah utang budinya kepada Usman, dengan tambahan rekomendasi dari dia. Anjani bahkan berharap agar dia tak diterima diperusahaan batik itu, kalau nanti Usman merasa berjasa. Tapi tidak, Anjani tidak mau mengatakan ke mana dia melamar. Lebih-lebih mengatakan bahwa dia besok akan memenuhi panggilan wawancara.

“Kamu makan begitu cepat. Mau nambah lagi? Pesan apa?”

“Tidak, ini sudah cukup,” katanya sambil menutupkan sendok garpunya di atas piring, lalu meneguk minumannya, dan mengelap bibirnya.

Ketika membuka tas kecilnya, dia teringat pada gelang motenya yang hilang. Harapan untuk menemukannya sudah pupus. Gelang itu hanya terbuat dari mote. Ketika orang menemukannya, pasti menganggap bahwa benda itu tak berharga. Barangkali sudah dibuang ke tempat sampah. Sedih Anjani memikirkannya.

“Memikirkan apa? Dari tadi seperti melamun."

“Sudah makan, saya ingin segera pulang.”

“Sebentar, ini belum terlalu malam. Bagaimana kalau jalan-jalan ke mal? Disana ada butik terkenal, kamu boleh memilih baju atau pesan model baju seperti yang kamu inginkan..”

“Baju untuk apa? Di rumah sudah banyak baju. Meskipun tidak mahal, tapi cukup untuk saya.”

“Apa kamu lupa? Maksudku baju untuk pernikahan kita nanti. Meskipun masih lama, tapi kita bisa pesan yang bagus, dari desainer terkenal, jangan sampai memalukan, aku ini pengusaha. Masa sama dengan orang biasa,” ucapnya sombong. Membuat Anjani kembali merasa mual. Sudah tua mau menikah dengan suasana mewah, memalukan.

“Bagaimana menurutmu?”

“Aku belum memikirkannya,” jawabnya singkat.

“Kalau kita memilih yang terbaik, tidak bisa cepat selesai, pasti memakan waktu, bisa berbulan-bulan."

“Entahlah,saya belum ingin memikirkannya.”

“Kita lihat saja sekarang, barangkali kamu bisa memilih."

“Kapan-kapan saja, saya hanya ingin cepat pulang. Tidak bisa meninggalkan bapak terlalu lama.”

“Ayahmu kan tahu, bagaimana anak muda yang sudah bertunangan pergi berdua. Masa tidak bisa memaklumi.”

Anjani hampir tertawa, mentertawakan ucapan ‘anak muda’ yang terucap dari bibir Usman. Muda apanya? Pemikiran itu memunculkan senyuman sinis di bibir Anjani.

“Kamu jangan mentertawakan aku. Biarpun aku agak tua, tapi jiwaku masih muda. Kamu bisa membuktikannya nanti.”

Anjani tak menjawab. Ia menghabiskan minumannya dengan wajah kesal.

Sebenarnya Usman merasa kesal karena Anjani selalu menunjukkan sikap menjengkelkan setiap sedang bersamanya. Bukan hanya wajahnya yang masam, tapi ucapannya tajam setajam silet. Tapi Usman berusaha sabar. Ia ingin menunjukan kesan baik dihadapan Anjani, agar kelak dia mengerti, betapa sabar dan penuh pengertiannya laki-laki yang dianggapnya tua dan dia seperti mentertawakannya, walau dalam hati..

“Baiklah, kamu benar-benar tak ingin jalan-jalan dulu? Lihatlah, aku tadi melihat rembulan sedang bersinar terang. Suasananya sangat romantis, kalau kita berjalan berduaan bermandikan cahaya bulan pasti sangat menyenangkan."

Bbbuaaahhh, romantis? Rokok, makan, gratis? Anjani teringat canda teman-temannya ketika ada yang berucap kata ‘romantis’.  Sungguh mengerikan dia beromantis ria dengan laki-laki tua yang tak tahu diri ini.

“Lebih baik kita pulang,” kata Anjani tandas.

“Baiklah, ayo kita pulang,” katanya menahan kekesalan hati. Tapi Usman berjanji, suatu saat nanti apabila sudah menjadi istrinya, ia akan mengurung  sang istri muda dan cantik ini di dalam sangkar emas.

***

Estiana sedang duduk di teras bersama suaminya. Sebenarnya mereka sedang menunggu kepulangan Anjani yang sedang bepergian bersama Usman.

“Ke mana sebenarnya mereka?” tanya Marjono.

“Namanya juga sedang pacaran, mengapa Bapak memikirkannya? Yang penting mereka bahagia.”

“Apakah menurutmu Anjani benar-benar suka sama pak Usman?”

“Mengapa tidak? Tak ada seorangpun tidak menyukai pria baik seperti nak Usman.”

“Aku melihat wajah Anjani, seperti tidak tampak bahagia.”

“Bapak mengada-ada. Kalau tidak bahagia, mengapa mau diajak ke mana-mana?”

“Bapak itu tidak usah berpikir yang bukan-bukan. Yang penting kita mendapatkan menantu yang baik, yang bukan saja memperhatikan calon istrinya, tapi juga sangat peduli pada orang tuanya," lanjutnya

“Rasanya lebih baik aku tidak usah operasi saja.”

“Apa? Mengapa Bapak berkata begitu? Bukankah kalau tidak segera dioperasi maka penyakit Bapak itu bisa merenggut nyawa? Bapak mau, segera mati?” kata Estiana dengan nada tinggi tanpa rasa hormat kepada suaminya.

“Aku sudah merasa lebih baik. Lagi pula jangan lebih membebani orang lain dengan penyakitku ini. Sudah banyak kita menerima kemudahan, jadi aku sudah bisa menerima takdirku. Apakah aku akan segera meninggal, atau masih diperkenankan hidup lebih lama, aku berserah kepada kemauan Yang Maha Kuasa.”

“Tidak bisa begitu Pak, jadwal operasi sudah ditentukan. Bapak tinggal menjalani, karena nak Usman sudah mencukupi semua biaya untuk operasi nanti.”

“Apa tidak bisa dibatalkan?”

“Bapak ingin mengecewakan orang yang sudah begitu baik kepada kita? Dia pasti kecewa kalau Bapak membatalkannya. Dengar Pak, semua biaya sudah dibayar. Setelah Bapak sehat, maka kita segera menikahkan Anjani. Apa Bapak tidak ingin melihat Anjani bahagia?”

“Benarkah Anjani bahagia?”

“Omong kosong apa yang Bapak katakan itu. Sudah, sudah, aku tidak mau mendengarnya. Mengecewakan orang yang sudah berbaik hati kepada kita, akan sangat membuatnya sakit hati,” kata Estiana yang segera meninggalkan suaminya masuk ke dalam rumah.

Marjono masih duduk di teras, termenung untuk beberapa saat lamanya.

Ia mencoba mengurai apa yang sebenarnya terjadi pada keluarganya. Bisa mendapatkan perawatan yang sangat baik sehingga dirinya nyaris sembuh, lalu membiayai operasi yang akan dilakukan dokter segera, besok bulan depan, lalu anak gadisnya tiba-tiba mengaku suka kepada laki-laki setua Usman?  Apa itu benar? Ada prasangka buruk yang melintas dibenaknya, yang ia belum bisa mengatakannya.

Tiba-tiba sebuah mobil memasuki halaman. Marjono melongok ke arah depan, lalu melihat Anjani turun dari mobil setelah Usman membukakan pintunya.

Anjani langsung masuk ke rumah, menyalami dan mencium tangan ayahnya.

“Sudah pulang, Jani?”

“Iya Pak, hanya makan, lalu pulang. Pak Usman membawakan oleh-oleh untuk Bapak, akan saya bawa kebelakang,” katanya sambil langsung masuk ke dalam rumah, sementara Usman segera duduk di hadapan calon mertuanya.

“Kok Bapak sendirian?

“Iya, ibu Jani baru saja masuk.”

Tiba-tiba Usman mengeluarkan kotak kecil yang tadi di simpan di saku bajunya, lalu diletakkannya di atas meja, di depan Marjono.

“Ini apa Pak Usman?”

“Ini tadi sebenarnya saya beli untuk Anjani, tapi Anjani tidak mau menerimanya, mungkin sungkan. Jadi saya tinggalkan saja di sini, agar nanti Anjani menyimpannya.”

“Oh, apa ini? Kelihatannya bagus?” pekik Estiana yang tiba-tiba keluar dari dalam.

Ia membuka kotak itu dan matanya berkilat-kilat. Segera diambilnya gelang permata dari kotaknya lalu dilingkarkannya di pergelangan tangannya.

“Bagus kan Pak? Lihat. Sangat menyenangkan bila  memiliki benda berharga seperti ini. Apa Bapak bisa membelikannya?”

Marjono menatap istrinya dengan kesal.

“Itu tadi sebenarnya untuk Anjani Bu, tapi karena dia menolaknya, maka saya bawa saja ke sini, barangkali nanti Anjani mau memakainya,” kata Usman yang kesal melihat tingkah Estiana.

“Iya Nak, ibu tahu. Biar saya menyimpannya dulu, nanti akan saya berikan pada Anjani,” kata Estiana dengan riang, nada suaranya terdengar seperti  berdendang.

“Pak Usman jangan memberikan apapun lagi kepada kami, sudah banyak yang Pak Usman lakukan,” kata Marjono dengan wajah muram.”

“Tidak apa-apa Pak, sebenarnya saya membelikan gelang itu, karena gelang Anjani hilang, tapi Anjani belum mau menerimanya.”

“Jangan khawatir Nak, nanti dia pasti mau. Masa dibelikan calon suami akan menolak, tadi pasti dia hanya sungkan,” kata Esiana sambil menimang-nimang gelangnya dengan mata berkilat-kilat.

Wajah Marjono gelap seperti awan.

“Sebenarnya saya mau bilang, Pak Usman. Seandainya saya tidak usah dioperasi saja bagaimana ya? Operasi itu kan mahal. Lagi pula saya sudah merasa lebih baik.”

“Bapak jangan begitu. Meskipun Bapak merasa lebih baik, tapi nyatanya dokter menyarankan untuk operasi, berarti ada yang masih kurang dalam menyempurnakan kesehatan Bapak.”

“Tapi, Pak ….”

“Lagi pula saya sudah menitipkan uang yang cukup untuk biaya operasi itu. Jadi Bapak tidak perlu khawatir. Pokoknya saya ingin Bapak segera sehat, lalu saya bisa menikah dengan Anjani.”

“Sudahlah Pak, jangan banyak alasan. Menjalani sesuatu untuk kebaikan saja kok susahnya bukan main.”

Marjono tak menjawab. Ia merasa, istrinya selalu memaksakan kehendak, dan cenderung tidak punya malu. Tapi Marjono tidak ingin berdebat. Ketika ia agak merasa kesal sedikit saja, dadanya sudah terasa sesak.

“Ya sudah Pak, karena sudah malam, saya mohon pamit,” katanya sambil berdiri.

Ia mendekati Marjono dan mencium tangannya, lalu ia menyalami Estiana. Entah mengapa ia enggan mencium tangan calon ibu mertuanya tersebut.

“Tolong bilang sama Anjani, bahwa saya pulang, ya Bu.”

“Ya Nak, tentu. Nanti akan saya sampaikan pada Anjani. Barangkali karena capek dia sudah masuk ke kamarnya."

Ketika Usman mendekati mobilnya, Estiana lupa mengantarkan seperti biasanya. Ia langsung masuk kedalam, lalu masuk ke dalam kamarnya. Dengan wajah berseri dia terus menatap gelang itu. Yakinlah bahwa Estiana tak akan memberikannya pada Anjani.

***

 Hari itu Anjani bangun lebih pagi. Setelah menyiapkan teh hangat untuk sang ayah, menyediakan cemilan, lalu memasak untuk sarapan.

Setelah itu ia mandi, dan bersiap pergi ke kantor Raharjo Sentosa untuk wawancara.

Tiba-tiba ia berharap, pemilik perusahaan itu adalah benar pak Raharjo yang ditemuinya semalam. Menurut perasaannya, pak Raharjo itu baik, seperti majikan tempatnya bekerja sebelum ini.

Ketika ia melewati ruang tengah, dilihatnya sang ayah sedang menikmati teh pagi, tapi wajahnya tampak muram.

“Jani, kamu jadi wawancara hari ini?”

“Iya Pak, makanya pagi-pagi Anjani sudah bersiap-siap. Takut terlambat.”

“Ini masih sangat pagi.”

“Daripada terburu-buru. Doakan ya Pak.”

“Duduklah sebentar.”

Anjani duduk di hadapan ayahnya, meraih cemilan yang tersedia. Ibunya belum kelihatan keluar dari kamarnya. Mungkin belum bangun, atau entahlah.

“Apakah kamu benar-benar menyukai pak Usman?”

Anjani menatap ayahnya. Ia merasa sang ayah tidak mempercayainya. Tapi ia akan berusaha membuat perasaan ayahnya tidak terganggu atas kesediannya dinikahi Usman. Ia tak ingin sang ayah merasa bersalah karena penyakitnya, sehingga membuatnya terpaksa mau menikah dengan bandot tua.

“Bukankah Bapak sudah pernah menanyakannya?”

“Tapi bapak kurang yakin dengan jawaban kamu.”

Anjani mengulaskan senyuman.

“Bapak harus percaya pada Anjani.”

“Apa kamu kehilangan gelang?”

“Oh, iya. Tapi hanya gelang mainan.”

“Gelang mainan bagaimana? Gadis dewasa seperti kamu, menyimpan gelang mainan?”

Anjani tertawa kecil, tapi ada kesedihan tergurat di sana.

“Waktu Anjani masih kecil, sering meminta ibu agar membawakan roti lebih banyak, agar Anjani bisa berbagi dengan kawan Anjani yang kurang mampu.”

“Biar bapak tebak, lalu dia memberi kenang-kenangan berupa gelang, yang kamu simpan sampai sekarang?”

“Gelang itu adalah gelang mote buatan Anjani. Anjani membuat dua, yang satu Anjani simpan, satunya Anjani berikan kepadanya sebelum kami berpisah.”

“O, begitu. Tapi kemudian gelang kamu hilang?”

“Iya Pak, Anjani sedih. Padahal Anjani berharap bisa bertemu dia pada suatu hari nanti, dan gelang itu sebagai tanda bahwa kami pernah bersahabat.”

“Sungguh manis kedengarannya. Lalu kamu belum pernah bertemu dengannya?”

“Sejauh ini belum pernah. Justru gelang itu hilang,” kata Anjani dengan wajah sedih.

“Ya sudah, tidak usah dipikirkan. Kalau Allah menghendaki kalian bisa bertemu, pasti kalian akan bertemu.”

Anjani mengangguk.

“Dan pak Usman menggantikannya dengan gelang berlian.”

Anjani menggelengkan kepalanya.

“Anjani tidak mau menerimanya.”

“Anak baik. Apa yang kamu lakukan itu sudah benar. Tidak boleh menerima pemberian dari seseorang tanpa alasan jelas.”

“Dan berlebihan.”

Pak Marjono mengangguk senang.

“Apa kamu tahu? Sesungguhnya bapak tidak rela kamu menjadi istri pak Usman. Seandainya bisa, bapak ingin membatalkannya.”

Dan ketika itu, Estiana muncul dengan wajah masam, karena dia mendengar apa yang dikatakan suaminya.

***

Besok lagi ya.

 

81 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selamat Kung Latief juara ku malam ini.....

      Matur nuwun bh Tien, senajan isih krembyah-krembyah paningale, isih nekad nyerat buat sahabat² cerbung penyemangat Bunda senang.
      Sudah buda baca lanjutan ACeDeeR_9 yang sempag libur 3 hari.
      Salam SEROJA dan tetap ADUHAI.

      Delete
  2. Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~09 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  3. Sugeng ndalu Bunda Tien..selamat berakhir pekan dengan Keluarga nggeh.

    Hamdallah cerbung Ada Cinta di Balik Rasa..09 telah tayang. Matur nuwun

    Alhamdullilah
    Semoga ALLAH memberi kesembuhan ..kesehatan yang sempurna kagem Bunda Tien....tercinta🤲❤

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Terima kasih pak Munthoni

      Delete
  4. Alhamdulillah...
    Maturnuwun Bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah , Terima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat

    ReplyDelete
  6. Terima.kasih bu Tien cantiiik.... semoga sudah sehat matanya💕

    ReplyDelete
  7. 🌾☘️🌾☘️🌾☘️🌾☘️
    Alhamdulillah 🙏🌹🦋
    ACeDeEr_09 sdh hadir.
    Matur nuwun nggih Bu Tien.
    Salam sehat selalu
    dan aduhai...
    🌾☘️🌾☘️🌾☘️🌾☘️

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, Terimakasih Bude Tien sudah BS Tayang malam ini, sehat2 selalu 🌹🌹😘😘

    ReplyDelete
  9. Bersyukur ibu Tien sudah lanjut menulis...semoga makin pulih penglihatannya, ibu...sehat selalu.🙏

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah sudah tayang Terimakasih Bude, sehat2 selalu 🌹😘

    ReplyDelete
  11. Masyallah.... ibu Tien kita yg selalu membahagaikan dg cerbungnya. Maturnuwun buuu

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat . Maturnuwun Cerbungipun 🌹🌹🌹🙏

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah .
    Syukron mggih Mbak Tien .. ya Alloh ,demi kebahagian kami membaca CerBung tetep di bela2-in nulis .. semoga semakin sehat nggih Peningalipun ...Aamiin.🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  14. Wah jian...Estiana ngrekes tenan. Lihat barang bagus langsung diembat.
    Anjani masih berharap ketemu Miko ya, bagaimana kalau diganti Wijan saja, he he he..
    Malah ayah Anjani yang berani menyatakan kurang suka kepada Usman. Jadi kalau Anjani memang tidak suka biar tidak ragu mengatakan.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  15. Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Terima kasih pak Subagyo

      Delete
  16. Alhamdulillah sdh tayang lgi, semakin sehat ya bunda

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah Bu Tien Sudah sehat kembali.....

    Matur nuwun Bu Tien.....

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah tayang.. sehat bunda... Semoga selamanya d sehatkn aamiin

    ReplyDelete
  19. Aamiin Allahumma Aamiin
    Terima kasih ibu Engkas

    ReplyDelete
  20. Aamiin Allahumma Aamiin
    Terima kasih pak Arif

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah sudah tayang lagi
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien semakin sehat aamiin

    ReplyDelete
  22. Aamiin Allahumma Aamiin
    Terima kasih ibu Salamah

    ReplyDelete
  23. Aamiin Allahumma Aamiin
    Terima kasih ibu Ting

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah ACeDeeR sudah kembali tayang.
    Alhamdulillah Bu Tien sdh sehat

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah Wijan dah datang lagi.
    Sehat selalu bu Tien..

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah...matur nuwun BuTien, semoga cepat recovery pasca operasi kataraknya. aamiin..

    ReplyDelete
  27. Waduh sudah banyak berharap sangat, tombok akèh untuk 'beli' bini baru yang dijanjikan ibu tiri yang berjudul Estiana.
    Ternyata pak Marjono masih bisa mengerti dari Anjani bicara dan menyikapi ulah Usman.
    Bahkan menyatakan kalau tidak setuju bila Anjani diperistri Usman.
    Tiap dapat sesuatu yang berharga dikoleksi Estiana ibu tiri Anjani.
    Semoga sewaktu wawancara penerimaan karyawan bisa dapat berita tentang dimana Jatmiko berada, setelah keterkejutan Anjani dapat cerita dari Nilam yang penasaran ingin melihat sendiri seperti apa seeh tampang Anjani.
    Benarkah mata bulatnya ada pada Anjani.
    Betapa herannya Rahardjo, melihat mereka bertiga segera akrab.
    Bisa bisa Jatmiko ketahuan Rahardjo kalau anaknya naksir Anjani.
    Atau Rahardjo sengaja memberikan pilihan untuk berharap agar segera Jatmiko punya pasangan.
    Tentu Usman ada info dari Estiana, buat menghalang halangi agar itu tidak terjadi.
    Anjani tentu berusaha mengembalikan dana Usman yang nyata-nyata bantuan itu untuk 'membeli' Anjani.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Ada cinta dibalik rasa yang ke sembilan sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku
    yang kini sudah bisa menatap birunya langit dengan segala keindahan alam karunia Nya dengan rasa syukur tak terukur pada Nya.
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun pak Nanang atas kecrigisannya

      Delete
  28. Oh so sweet sekali ,, jd terharu ,, pak Maryono & Anjani,, sabar ya ceritanya masih panjang hihi😁😁😁


    Alhamdulillah ,Bu Tien mulai menggoreskan kisah Ada Cinta dibalik Rasa ,,matur nuwun,, tambah sehat wal'afiat selalu ya Bu Tien 🤗🥰
    Salam Aduhaiii 😍

    ReplyDelete
  29. Terima kasih Mbu Tien... semoga sllu sehat bersama keluarga trcnta...

    ReplyDelete

  30. Alhamdullilah
    Ada Cinta Dibalik Rasa 09 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah Ada Cinta Dibalik Rasa 09 sdh tayang kembali menyapa penggemarnya
    Matur nuwun bu Tien semoga makin sehat dan bahagia sll bersama keluarga tercinta.Aamiin

    ReplyDelete
  32. Terima kasih bu Tien atas ACDR 09... alhamdulilah ibu Tien sdh sehat kembali dan sdh bisa berkarya spt semula...salam.sehat..salam hangat dan salam aduhai untuk bu Tien

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah. Mba Tien sudah sembuh.
    Semoga tetap sehat dan bahagia selalu.
    Terimakasih mba Tien

    ReplyDelete
  34. Semoga bu Tien tetap sehat & tetap semangat berkarya...🙏🙏

    ReplyDelete
  35. Aamiin Allahumma Aamiin
    Matur nuwun pak Indriyanto

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah... sdh sehat Bu Tien, semoga sehat dan berkarya kembali

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah, sehat selalu ya mbakyu... Telat hehe

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 13

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  13 (Tien Kumalasari)   “Kamu tidak menjawab pertanyaanku, Tangkil? Apa yang kamu lakukan di sini?” Tangkil...