BERSAMA HUJAN 29
(Tien Kumalasari)
Dokter Faris menatap ke arah Romi yang berbaring lemas. Beberapa perawat sedang memasang jarum infus di pergelangan tangannya. Lalu memasukkan obat dari dalam suntikan melalui selang infus itu. Semua atas perintahnya. Bibir itu tak berhenti bergerak, dan sesekali terdengar nama Andin di sebutnya.
Dokter Faris menahan gejolak cemburunya. Ia teringat ketika Andin tampak sangat mengkhawatirkannya. Ia melupakan alasan Andin tentang keadaan Romi, bahwa kalau sampai dia meninggal maka ayahnya akan kena perkara pembunuhan. Rasa cemburu yang membakar justru menghubungkan kekhawatiran Andin dengan disebutnya nama Andin oleh Romi yang berulang didengarnya.
Dokter Faris keluar dari ruangan, lalu menelpon Aisah.
“Ada apa lagi Mas? Romi meninggal?”
Ya ampun, kenapa semuanya mengkhawatirkan Romi?
“Tolong bilang kepada keluarga Romi, agar mereka membawakan baju ganti untuk Romi.”
“Ya ampun, aku nggak punya nomor kontak keluarga Romi, aku harus datang ke sana lagi nih.”
“Tolong, bajunya basah kuyup. Mungkin perawat sudah menggantikannya dengan baju rumah sakit, tapi ada baiknya kamu mengingatkan mereka.”
“Sebenarnya …._”
Aisah menghentikan kata-katanya karena dokter Faris sudah menutup pembicaraan itu. Aisah belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi. Tapi sekilas ketika pertama kali menelpon, dokter Faris mengatakan bahwa ia menemukan Romi tergeletak di halaman rumah Andin.
“Oh ya, lari lagi ke rumah bu Rosi deh,” katanya ketika ingat pesan kakak misannya, barusan, padahal sebenarnya dia ingin menelpon Andin. Tadi sudah dicobanya menelpon, tapi belum tersambung. Entah apa yang terjadi.
Ketika menuju rumah bu Rosi, satpam yang berjaga mengatakan bahwa bu Rosi baru saja pergi bersama Elisa.
Aisah menghela napas. Pastinya mereka buru-buru berangkat setelah mendengar berita darinya. Apa boleh buat. Aisah kembali ke rumah, dan berusaha menelpon Andin.
***
Sementara itu dokter Faris bersiap pergi ke rumah Andin, karena dia juga mengkhawatirkan keadaan pak Harsono yang mengamuk di halaman dan membiarkan tubuhnya terguyur hujan. Tapi tiba-tiba seseorang memeluknya.
Dokter Faris mendorong pelan wanita yang memeluknya.
“Elisa?”
“Bagaimana keadaan suami aku?”
Dokter Faris baru ingat wanita yang belum lama ini datang ke tempat prakteknya, kemudian dia menyatakan bahwa Elisa hamil.
“Romi ada di sini bukan?”
“Dokter, apakah anak saya ada di sini? Namanya Romi,” sambung bu Rosi dengan suara bergetar karena khawatir.
“Ya, ibu … siapanya?” tanya dokter Faris yang tidak memperhatikan Elisa.
“Saya ibunya. Anak saya kenapa?”
“Dia sedang dirawat, belum sadar.”
“Dia kenapa?”
“Nanti ibu tanyakan sama dia, kalau sudah sadar. Ibu boleh masuk, tapi sebentar saja. Dia masih dalam perawatan.
Bu Rosi masuk, diikuti Elisa. Ia segera menubruk anak semata wayangnya yang tergolek lemas. Badannya terasa panas. Wajahnya membengkak dan tampak beberapa lebam di sekitarnya.
“Romi, Romi … kamu kenapa?” tangis bu Rosi tak terbendung.
Tapi Romi tak menjawabnya. Lagi-lagi bibir pucat itu menyebutkan sebuah nama.
“Andin, maafkan aku … Andin.”
“Siapa Andin?” Elisa setengah berteriak. Bagaimanapun ia tak senang mendengar suaminya menyebut nama wanita lain, dalam keadaan tak sadar. Pasti dia wanita yang istimewa baginya, karena yang disebut dalam keadaan tak sadar, pastilah seseorang yang benar-benar ada di dalam hatinya.
“Ibu, pak Romi sedang dalam pengawasan, saya harap ibu menunggu diluar saja. Kalau ada apa-apa, kami akan menghubungi ibu,” kata seorang perawat.
“Lakukan yang terbaik untuk anak saya,” pinta bu Rosi.
Keduanya keluar. Bu Rosi bertanya ke setiap petugas yang ada, apa penyebab anaknya seperti itu, tapi tak seorangpun bisa menjawabnya. Ada seorang perawat yang mengatakan bahwa yang membawa ke rumah sakit adalah dokter Faris. Karena itulah bu Rosi mencari dokter Faris.
“Dokter Faris itu, yang tadi kita ketemu pertama kali, Ma,” kata Elisa.
Bu Rosi teringat ketika begitu datang Elisa memeluknya, tapi kemudian didorong oleh sang dokter dengan perasaan tak senang.
“Kamu kenal dia?”
“Elisa sering memeriksakan kesehatan ke sana.”
“Coba cari dia, mama ingin tahu apa yang terjadi.”
Elisa segera menghampiri petugas dan menanyakan di mana dokter Faris berada, tapi ia mendapat jawaban bahwa dokter Faris sudah pergi.
Bu Rosi duduk menunggu dengan perasaan kecewa.
“Kenapa anakku sampai seperti itu?” katanya sedih.
“Mobil Romi juga tidak kelihatan disekitar tempat ini,” kata Elisa yang rupanya mencari-cari barangkali ada diantara mobil yang diparkir adalah milik Romi.
“Ya sudah, kita menunggu saja di sini, semoga Romi segera sadar.”
***
Dokter Faris kembali ke rumah Andin. Ketika hampir memasuki halaman, dia melihat mobil terparkir di luar pagar. Dokter Faris turun dan mendekati mobil itu, ternyata tidak dikunci. Ia melongok ke dalam, dan melihat ponsel tergeletak di jok depan dan setumpuk buku tebal. Dokter Faris menyalakan lampu di dalam mobil itu, dan melihat nama Romi di buku itu. Rupanya itu adalah buku skripsi yang dibuat Romi. Dokter Faris tak melihat judulnya, segera menutup buku itu, lalu melihat bahwa kunci mobil itu masih tergantung di tempatnya.
“Beruntung tak ada orang jahat lewat. Tampaknya semuanya aman," Ia menutup mobil itu dan menguncinya, tanpa mengambil barang yang ada di dalamnya. Lalu dia masuk ke dalam mobilnya sendiri, dan membawanya memasuki halaman.
Sebelum dia turun, dia melihat korden di jendela depan tersingkap. Rupanya orang di dalam rumah ingin melihat siapa yang datang. Tak lama kemudian pintu pun terbuka. Ia sudah tahu, bahwa yang mengintip sebelumnya adalah Andin.
“Dokter ….”
“Bagaimana keadaan bapak?” tanya dokter Faris sambil melangkah ke dalam. Ia melepas dulu sepatunya karena menginjak tanah yang becek dan berlumpur.
“Sudah tidur, tapi badannya agak panas.”
“Kamu memberinya obat?”
“Belum.”
“Aku akan melihatnya.”
Andin mempersilakan dokter Faris masuk ke kamar ayahnya. Pak Harsono tampak tertidur, tapi wajahnya sedikit pucat. Tak mungkin dia baik-baik saja setelah berhujan-hujan saat menghajar orang yang dibencinya.
Dokter Faris memeriksanya, dan itu membuat pak Harsono membuka matanya.
“Nak Dokter?”
“Iya. Bapak merasakan apa?”
“Saya baik-baik saja. Mengapa repot malam-malam datang kemari?”
“Bapak agak panas. Kenapa hujan-hujanan?” kata dokter Faris sambil tersenyum.
“Kalau Andin tidak menghentikannya, bapak sudah membunuhnya,” katanya masih dengan nada geram.
“Dia sudah terhukum. Rasa sesal itu sendiri adalah hukuman.”
Pak Harsono diam. Dokter Faris mengakhiri pemeriksaannya atas pak Harsono. Ia mengambil obat yang dibawanya, diberikannya kepada Andin.
“Minumkan sekarang, selanjutnya tiga kali sehari. Kalau panasnya tidak menurun, kabari aku.”
Andin mengangguk. Ia mengambil sebutir kapsul yang diberikan dokter Faris, dan meminta ayahnya agar meminumnya. Ada segelas minuman yang masih hangat di atas nakas. Pak Harsono menurutinya.
“Bapak istirahat ya.”
“Apakah dia masih hidup?”
“Dia dalam perawatan. Bapak harus bisa mengendapkan perasaan Bapak, ya. Semuanya akan baik-baik saja.”
“Dia berbuat sekali tapi membuat anakku menderita selama hidupnya,” katanya masih dengan nada geram.
Dokter Faris menepuk tangan pak Harsono pelan.
“Dia sudah terhukum. Bapak harus melupakannya. Andin tidak akan menderita selamanya. Dia akan bahagia.”
Pak Harsono menatap dokter Faris lekat-lekat. Ia ingat janji dokter itu, bahwa dia akan mencintai dan menjaga Andin, serta akan membuatnya bahagia. Seulas senyum tampak dibibirnya yang menua. Ia berharap, semoga semua ucapan dokter itu bukan hanya sekedar ucapan.
***
Andin menghidangkan minuman hangat kepada dokter Faris, karena udara begitu dingin setelah hujan mengguyur sejak sore.
Ia menemaninya duduk dan mengucapkan terima kasih karena dokter Faris selalu membantunya dalam segala kesulitan.
Dokter Faris tersenyum menanggapi.
“Itu tidak gratis,” katanya sambil menghirup minumannya dengan nikmat.
Andin terbelalak. Jadi dia harus membayarnya? Bahkan biaya rumah sakit saat ayahnya dirawat? Berapa tahun ia harus memberikan gajinya sehingga dia bisa melunasinya? Wajahnya pucat tiba-tiba.
“Berapa … berapa … saya harus … membayarnya?”
Dokter Faris tertawa mendengar pertanyaan itu.
“Banyak.”
“Dokter kan tahu, saya tidak punya apa-apa. Harta orang tua saya juga tidak banyak … jadi … saya akan mencicilnya.”
“Aku tidak mau dicicil.”
Andin ketakutan, darimana dia bisa membayar kalau tidak boleh dicicil? Itupun akan menghabiskan waktu berapa lama?
“Kami tidak punya harta, jadi ….”
“Siapa yang minta agar kamu membayarnya dengan harta?”
“Apa maksudnya?”
“Bayarlah dengan cinta,” enteng sekali dokter Faris mengucapkannya. Lalu ia meraih minumannya dan menatap wajah Andin yang kemudian bersemu merah.
“Kamu pasti punya rasa itu. Mengapa kamu menyembunyikannya? Apakah itu terlalu berat untuk kamu?
“Jadi … Dokter menjual kebaikan …. buktinya Dokter meminta bayaran.” kata Andin hati-hati.
“Tidak, kamu salah mengartikannya. Aku melakukan kebaikan kepada semua orang, tanpa imbalan sekalipun. Tapi kamu berbeda.”
“Sama saja.”
“Kamu kan bodoh dalam hal cinta? Jadi aku tahu kalau kamu tidak akan mengerti.”
Andin mengerucutkan bibirnya karena dokter Faris mengulangi kata 'bodoh dalam cinta' itu lagi.
Dokter Faris tertawa pelan. Selalu merasa lucu melihat bibir mengerucut itu. Andin kesal tapi tidak terlalu berani menumpahkannya.
Dan melihat gadisnya menahan kesal, akhirnya dokter Faris mengalah.
“Baiklah … baiklah, aku meralat kata-kata aku. Aku hanya bercanda, nanti kamu kira aku menjual kebaikan pula. Jadi nggak enak. Semuanya gratis untuk kamu. Kamu boleh tidak usah membayar apapun. Bahkan cinta yang aku minta, boleh kamu abaikan. Aku tahu bahwa kamu akan memilih Romi.”
“Apa?” Andin berteriak sangat keras. Beruntung kamar ayahnya tertutup, kalau tidak, teriakannya pasti akan membangunkannya.
Dokter Faris tidak tersenyum lagi. Ia teringat ketika Romi mengigau menyebut namanya, teringat ketika Andin menanyakan keselamatannya.
“Kalau ada orang yang paling saya benci, itu adalah dia. Bagaimana Dokter bisa mengatakan bahwa saya akan memilihnya?”
“Aku mendengar dia mengigau tadi, dia selalu memanggil-manggil nama kamu. Kamu juga mengkhawatirkan keselamatannya bukan?”
“Saya mengkihawatirkan keselamatannya, karena saya juga mengingat keselamatan bapak. Kalau dia mati, bapak pasti dipenjara.”
Dokter Faris yang dibakar cemburu baru memahami kata-kata itu, yang sudah diucapkan berulang kali oleh Andin. Bahkan sesaat setelah dia membawa Romi ke rumah sakit. Tapi ucapan Romi saat mengigau masih mengganggunya.
“Benarkah kamu tidak suka sama dia? Dia sudah menyesali perbuatannya, dan minta maaf, bahkan ingin menjadikan kamu sebagai istri.”
“Saya maafkan dia. Titik. Tidak boleh ada kelanjutannya,” kata Andin masih dengan bibir mengerucut.
“Kalau begitu, siapa yang pantas kamu cintai?”
“Dokter, sudah berkali-kali saya mengatakan bahwa_”
“Hentikan kata-kata usang itu. Aku menerima kamu dengan segala kelebihan dan kekurangan kamu. Kamu paham? Mengapa kalau cinta kamu harus menyembunyikannya? Cinta itu tidak perlu diucapkan, dari sorot mata yang terpancar, akan terlihat bagaimana isi hati seseorang.
“Masa sih?”
“Tuh, kamu melihatku begitu, itu tandanya kamu cinta sama aku,” kata dokter Faris yang tak sabar menunggu Andin mengakuinya. Dan nyatanya Andin kelabakan menolaknya. Ia berkata tidak? Bukan. Ia hanya tersipu menundukkan wajahnya yang memerah. Dokter Faris tersenyum manis. Yang diterimanya bukan jawaban melalui mulut mungilnya, tapi itu sudah cukup baginya. Rupanya seorang dokter juga bisa mendeteksi suara hati seseorang, entahlah. Dokter Faris sendiri merasa begitu, barangkali.
***
Romi sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Wajah lebamnya masih kelihatan. Bercak-bercak kebiruan juga belum lenyap sepenuhnya dari sana. Tapi dia sudah bisa diajak bicara. Hanya saja dia tak mau mengatakan penyebab dirinya mengalami luka seperti itu, bahkan hampir kehilangan nyawa.
Bu Rosi sudah menemui dokter Faris, tapi dokter Faris hanya mengatakan bahwa sebaiknya bu Rosi bertanya kepada Romi. Bahkan ketika dokter Faris mengantarkan mobil Romi yang ditinggalkan di depan rumah Andin, ia juga tak mengatakan apapun, karena hanya Romi yang bisa mengatakannya.
“Kalau Ibu ingin melaporkannya pada polisi, sebaiknya Ibu bicara dulu sama Romi,” kata dokter Faris waktu itu.
“Mengapa kamu tidak mau mengatakannya? Mama akan melaporkannya pada polisi atas perlakuannya itu. “
“Jangan. Tidak usah dilaporkan.”
“Apa maksudmu? Kamu terluka parah dan mama hampir kehilangan kamu, mengapa kamu melarang mama melaporkannya pada polisi?”
“Tidak usah. Romi yang salah.”
“Kamu salah apa?”
“Ma, tanyakan sama dia, siapa perempuan yang disebutnya bernama Andin. Mungkin dia berantem karena perempuan itu,” sambung Elisa yang waktu itu menemani ibu mertuanya menunggui Romi.
“Diam kamu. Jangan sok tahu,” hardik Romi sambil melotot ke arah istrinya.
“Bukankah ini masalah serius? Siapa sebenarnya Andin?”
“Seorang wanita yang akan Romi jadikan istri,” kata Romi lugas, membuat sang mama dan juga istrinya terkejut.
***
Besok lagi ya.
πΎπΏπΎπΏπΎπΏπΎπΏ
ReplyDeleteAlhamdulillah "BeHa" 29
yg dinanti sdh tayang.
Penisirin gimana kbr Romi,
stl babak belur dipukuli
Pak Harsono...
Andin apakah menerima
cinta Dr. Faris?
Matur nuwun Bu Tien.
Tetap sehat & smangats
slalu. Salam aduhaiππ¦
πΎπΏπΎπΏπΎπΏπΎπΏ
πππ
DeleteYes
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang
ReplyDeleteOptimis sekali Romi mengatakan akan menjadikan Andin sebagai istrinya. Coba berani datang lagi ke rumah pak Harsono, bakalan jadi lebih parah akibatnya.
DeleteMenunggu nasib Kinanti, apa benar berani hidup mandiri.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Trmksh
ReplyDeleteAlhamdulillah ... *Bersama Hujan* sudah tayang.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien πΉπΉπΉπΉπΉ
Alhamdulillah BH 29 sudah tayang
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien
Yes tayang
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tienku sayang. Salam sehat selalu
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien Bersama Hujan eps 29 sdh hadir..
Salam sehat dan tetap berkarya.
Mtrnwn πππ
ReplyDeleteMatur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSemoga selalu sehat
Salam Aduhaaiii
Alhamdulillah BERSAMA HUJAN~29 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Alhamdulilah..
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien..
Yg ditunggu sdh tayang...
Semoga bunda sehat selalu..
Matur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur sembah nuwun mbsk Tien
Sehat selalu..ππ₯°
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih
Semoga bunda Tien selalu sehat
Alhamdulillah.... sehat slalu njih bu Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah.... terimakasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah ... salam sehat selalu bu Tien
ReplyDeleteSebentar lagi juga rahasia Elisa akan tetbongkar? Kan dr Faris tahu, bahwa dia hamil 2 bln, setelah tiba di Ind. Jadi rahasia yg bukan akan menjadi rahasia lagi. Bagaimana nanti ibu Tien akan menguraikannya.
ReplyDeleteNggak sabar untuk menunggu episode yg selanjutnya.
Selamat malam.
Sebentar lg rahasia kehamilan Elisa juga akan terbongkar..
Deletejadi Romi akan mencari Kinanti yg mengandung calon anaknya..
drpd Elisa mendingan Kinanti lah..
Tambah penasaran..
ga sabar nunggu bsk lg..
Salam aduhai utk bunda Tien..
Semoga bunda sehat" dan berbahagia selalu..
Aamiin yra.. ππππΉ❤️
" Bayarlah dengan Cinta" ...
ReplyDeleteAduhai sekali...π₯°π₯°
Matur nuwun bunda Tien, Sehat selalu kagem bunda...π€²π
Hatur nuhun bunda Bersama hujannya..slmt MLM dan slmt istirahat..slm Seroja unk bunda ππππΉ
ReplyDeleteTur Nuwuun mbak Tien ....BeHa 29 nya yg bikin baper.....
ReplyDeleteSemoga senantiasa sehat wal afiat....
Salam Aduhai dr Surabaya πππ❤️
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
salam sehat selalu
Terima kasih Mbu tien... wah makin penasaran endingnya.... sehat sllu brsama kluarga trcnta
ReplyDeleteMakin seru...
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun Bunda
ReplyDeleteElisa semakin kelabakan mendengar Romi mau menjadikan Andin istrinya. Rasain kamu Elisa situkang bohong. Sekarang kena pembalasanmu.
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Alhamdulilah Bersama Hujan sdh hadir, t ksh bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah BH episode 29 sdh tayang Terima kasih bu Tien , smg bu tien selalu sehat dan bahagia serta selalu dalam lindungan Allah SWT, salam hangat dan aduhai bundaku sayang.
ReplyDeleteAndin semangat ya...Insyaa allah andin tidak akan menggubris romi.. tenang saja dr Faris...pak harsono jg sdh setuju
.
Ye... Dokter Romi cemburu niye
ReplyDeleteCemburu berarti sayang.....
Matur nuwun bunda Tien sehat selaly doaku
Andin...masihkah kamu ragu? Aduhai..
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien,sehat sll
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah,,
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Salam sehat wal'afiat selalu
Ayo Din ,, kamu tuh susah bener untuk menerima dr Faris ,nt nyesel lo kl diambil Kinanti ππ€
Salam aduhaiii bu Tien π€π₯°
Alhamdulillah Bh~29 sudah hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun, semoga bunda Tien dan keluarga selalu sehat dan bahagia ...
Alhamdulillah.... Matursuwun Bu Tien "Bersama Hujan 29" sdh hadir..
ReplyDeleteSalam sehat dan tetap semangatπ₯°πͺ
Alhamdulillah Bersama Hujan-29 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bshagia selalu
Aamiin
Alhamdulilah, maturnuwun mbakyu Tienkumalasari dear sampun tayang episode baru, salam sehat dan tetap semangat inggih , wassalam dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteWuih
ReplyDeleteMasih aja ngotot, mau sama Andin, saking didesaknya bisa diantara mereka yang keceplosan, terus anakmu yang ada pada Kinan mau kamu buang; wuah tambah lagi korban kebusukan perilaku Romi, terus gimana tuh.
Andin mana mau, ketemu aja muak katanya .. apalagi bapaknya.
Nah lho, janji lagi nanti kalau pak Harsono sudah sehat, segeralah Faris melamar Andin.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Bersama hujan yang ke dua puluh sembilan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Terima kasih bu tien
ReplyDeleteSemoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... Aamiin yra
Hamdallah.. Bersama Hujan 29 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin
ReplyDeleteRomi klu sdh menyadari kesalahannya dan minta maaf, maka jangan hanya ke Andin dong, tapi juga ke Kinanti yng sdh halim tanpa Ayah. Tuh Rom..tunjukan tanggung jawab mu ke Kinanti ya...π
Salam hangat nan Aduhai dari Jakarta
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien, mbak membuat saya penasaran.
ReplyDeleteSalam sehat selalu.
Nah lo...Romi kena batunya, terkapar dihajar pak Harsono...gitu kok masih mimpi menikahi Andin...belum kapok apa...π€πππ
ReplyDeleteBtw, Pemirsa sekalian π€, saya pengguna baru blog ini. Gimana caranya menampilkan list/daftar judul karya? Atau memang ngga ada? Yang saya dapat dari web version hanya jumlah karya per bulan.
ReplyDeleteSama....sy jg penasaran agar bs cek per judul...gmn caranya yaa
Delete