Friday, September 15, 2023

BUNGA TAMAN HATIKU 34

 BUNGA TAMAN HATIKU  34

(Tien Kumalasari)

 

Ratih menatap Nijah tak percaya. Mengapa setelah selamat dia tak mau kembali pulang?

“Nijah, kita harus pulang, kamu, dan juga aku.”

“Tidak, biarkan saya pergi.”

“Ini adalah kasus penculikan, kita harus lapor polisi.”

“Tidak usah, ini semua kan salah saya.”

“Apa maksudmu, Nijah.?"

“Saya penyebab semua ini, saya membuat non Ristia marah dan melakukan semua ini, jadi lebih baik saya tidak usah kembali, supaya non Ristia bisa menjadi istri seutuhnya.” katanya sendu.

Ratih terbelalak. Nijah berpikir dengan sangat sederhana. Semua kejadian dianggapnya adalah karena kesalahannya, dan dia tidak mau kembali pulang untuk membuat rumah tangga suaminya kembali baik?

“Tapi ini sebuah kejahatan, Nijah. Kita harus melaporkannya pada polisi.”

“Kita ke balai desa saja Mbak, biar mereka mengurusnya. Lagian disana nanti MBak bisa membersihkan diri dan beristirahat. Mbak kelihatan sangat letih dan kotor terkena tanah,” kata laki-laki itu.

“Ayo kita ke sana,” kata Ratih sambil menarik tangan Nijah, sedangkan laki-laki itu membantu menarik kopor Ratih yang tidak begitu besar.

“Tapi sungguh, aku tidak mau pulang,” kata Nijah yang ngotot ingin pergi dari rumah.

“Baiklah, hal itu kita pikirkan nanti, hal terbaik adalah menuruti kata bapaknya itu, karena kita juga butuh perlindungan. Yang harus kita perhitungkan adalah bagaimana kalau penjahat itu kembali kemari lalu mengambil kita. Nyatanya kita kan tidak tahu, mengapa kita ditinggalkan di sini begitu saja.”

Karenanya maka mereka mengikuti laki-laki itu, yang akan membawanya ke balai desa. Mereka berjalan sangat lambat, karena baik Ratih maupun Nijah, merasa belum begitu kuat untuk berjalan. Pengaruh bius itu membuatnya lemas dan hampir kehilangan tenaga, apalagi Nijah yang sudah dibius dua kali sejak kemarin siang. Ia berjalan lebih pelan, dan sering kali tertinggal oleh Ratih, yang kemudian menunggunya, lalu menariknya agar terus melangkah.

Tapi tak lama kemudian Nijah kembali tertinggal. Untunglah, Ratih adalah orang yang penuh pengertian. Ia dengan sabar selalu menunggu sampai Nijah bisa menyusulnya.

Perjalanan ke balai desa itu kalau bagi laki-laki dusun itu tidaklah jauh, karena ia sudah biasa berjalan dari dusun ke tegal yang lumayan jauh jarak dari rumahnya, tapi bagi Ratih dan Nijah, tempat itu sangat jauh.

“Masih jauhkah?” tanya Ratih.

“Tidak Mbak, itu, sudah kelihatan,” kata laki-laki itu sambil menunjuk ke suatu tempat diantara deretan rumah. Tapi yang ditunjuk itu adalah tempat dimana sebelumnya ada sawah beberapa petak membentang.

Ratih menghela napas. Ia menoleh ke arah Nijah yang lagi-lagi tertingal di belakang.

“Apakah kamu butuh istirahat?” tanya Ratih kepada Nijah.

“Tidak, jangan sampai kita tertangkap lagi," katanya terengah.

Mereka terus melangkah

"Ada becak?” tanya Ratih yang terdengar aneh. Mana ada becak di desa terpencil yang tak banyak penduduknya?

“Tidak ada Mbak. Angkutan umum juga tidak ada. Jadi kita harus tetap berjalan,” terangnya sambil terus menarik kopornya, diikuti oleh Ratih, dan Nijah yang agak jauh di belakang Ratih.

Tiba-tiba Ratih melihat mobil berjalan ke arah mereka. Ratih berdebar. Mereka sudah sampai di tengah hamparan sawah yang belum ditanami. Jadi tak ada tempat untuk sembunyi. Dan seketika itu juga, mobil itu berhenti di samping mereka.

Dua orang laki-laki turun mendekat, lalu mengamati mereka.

“Ternyata bukan Nijah,” kata salah satu diantaranya.

Ratih tercekat, mereka ternyata mencari Nijah, pasti kawanan penculik itu lagi. Tapi jelas bukan yang kemarin. Yang kemarin itu adalah dua orang laki-laki berwajah bengis, matanya merah ganas, dan tubuhnya agak kecil dari dua orang yang baru saja datang. Mereka ini masih lebih muda, tapi dua-duanya berwajah bersih terawat, bahkan sangat tampan.

Tapi mendengar mereka menyebut nama Nijah, Ratih heran, kemudian menoleh ke arah belakang. Ratih terkejut karena tak melihat Nijah.

“Nijah! Nijah!” Ratih berteriak. Dua orang laki-laki itu adalah Satria dan Bowo, yang di pagi buta sudah bangun dan berangkat pergi menyusuri jalan yang semalam mereka lalui ke arah vila milik Andri.

“Mbak bersama Nijah?” tanya Satria.

Ratih agak merasa tenang, karena wajah kedua laki-laki muda itu tidak tampak seperti orang jahat.

“Mbak bersama Nijah?” Bowo mengulangi pertanyaan Satria.

Tiba-tiba Satria ingat, tentang istri Andri yang bernama Ratih, dan katanya membawa Nijah keluar dari vila.

“Apakah Mbak ini Ratih, istrinya Andri?” tanya Satria kemudian.

Ratih yang begitu yakin bahwa keduanya bukan orang jahat, mengangguk pelan. Tapi kemudian membalikkan badan dan mencari-cari.

“Nijah?” Ratih berteriak lagi. Laki-laki yang menarik kopor itupun mencari-cari.

“Tadi ada Nijah bersama kamu, Ratih?” tanya Satria panik.

“Iya, tadi kami berjalan bertiga. Kok tiba-tiba dia nggak ada?”

“Nijaaah!”

“Nijaaaah!” semuanya memanggil-manggil nama Nijah.

“Kok aneh sih, tadi ada di belakang saya,” kata Ratih kebingungan.

Tiba-tiba laki-laki yang membawa kopor itu melongok ke arah parit, dan berteriak.

“Itu, itu mbak Nijah!”

Semuanya menghambur ke arah parit, dan melihat Nijah berjongkok diantara rumput-rumput liar yang tumbuh di tepi parit itu.

“Nijah!” Satria lebih dulu turun, lalu tanpa ragu mengangkat tubuh Nijah naik ke atas. Nijah tampak tersipu.

“Ternyata mas Satria, sama Bowo,” katanya malu-malu.

“Mengapa kamu masuk  ke situ? Ada apa Nijah?”

“Aku kira … mobil yang datang dan tampak di kejauhan, adalah mobil dua penjahat tadi,” katanya malu-malu.

Satria memeluk NIjah dengan terharu. Pakaian Nijah basah dari pinggang sampai ke bawah.

Semua orang tertawa geli melihat kelakuan Nijah.

“Lalu kamu menceburkan diri ke parit di sebelah itu?” kata Bowo.

“Iya, maksudku aku bersembunyi di situ,” kata Nijah masih dengan tatapan malu.

“Lihat, Nijah, bajumu basah.”

“Yah, biar saja, mau bagaimana lagi, aku nggak bawa baju, dan belum ganti sejak kemarin. Ini baju yang aku pakai ketika seseorang membawaku pergi. Aku tidak membawa apa-apa, kan aku sedang membantu bibik belanja.”

“Nijah, di kopor itu ada baju ganti punya aku. Tubuh kita hampir sama tinggi dan besarnya, kamu bisa memakainya sekarang,” kata Ratih.

“Bagaimana aku mengganti baju di tempat terbuka seperti ini?” kata Nijah bingung.

“Nijah, ganti di dalam mobil itu saja, kami semua kan ada di sini,” kata Satria.

“Nah, itu benar,  ayo ganti di dalam situ, nanti kamu masuk angin,” kata Ratih sambil  mengambil kopornya, dibawanya masuk ke dalam mobil, diikuti Nijah.

Bowo dan Satria menatap laki-laki yang sejak tadi hanya terdiam, tak tahu harus berbuat apa. Setelah ketemu kerabatnya, ia merasa tak ada yang perlu dilakukan.

“Kalau mbak-mbak itu tadi sudah bertemu keluarganya, saya permisi dulu, mau ke ladang sebenarnya saya ini,” katanya.

“Tunggu dulu, sebenarnya Bapak ini siapa? Bagaimana bisa bertemu saudara-saudara saya tadi?” tanya Satria yang masih belum sempat bertanya apapun gara-gara Nijah bersembunyi di dalam parit.

“Tadi masih agak gelap Pak, saya mau berangkat ke ladang, tiba-tiba saya menemukan kopor. Hanya kopor, tak ada siapa-siapa di sekitar tempat kopor itu tergeletak. Saya ingin tahu apa isinya, jangan-jangan mayat, tapi kopor itu berbau wangi. Lagi pula saya tidak bisa membukanya karena dikunci. Lalu saya bermaksud membawa kopor itu ke kelurahan, biar orang balai desa mengurusnya. Tapi dalam perjalanan ke balai desa itu, saya melihat dua wanita tadi tergeletak di tanah. Saya pikir orangnya sudah meninggal, tapi kemudian salah satunya sadar, disusul satunya lagi.”

Lalu laki-laki itu menceritakan apa yang dikatakan Ratih dan Nijah, bahwa mereka sedang melarikan diri dari orang jahat, kemudian diculik lagi. Tapi entah mengapa, penculik itu membiarkan mereka di pinggir jalan begitu saja. Saya tidak tahu ceritanya bagaimana. Sebenarnya saya akan mengantarkan mereka ke balai desa, tapi kemudian Mas-mas ini datang dan ternyata kerabatnya, jadi sekarang saya pamit dulu, mau ke ladang.”

“Oh, iya, nggak apa-apa Mas, terima kasih telah banyak membantu mereka,” kata Satria sambil mengambil uang dari dompet dan memberikan beberapa lembar ratusan ribu kepada  laki-laki itu, tapi dia menolak.

“Tidak usah Mas, terima kasih banyak,” katanya sambil melangkah pergi, tapi Satria mengejarnya, dan memaksa memasukkan uang itu langsung ke dalam sakunya.

“Alhamdulillah, saya senang sekali, Nijah sudah ketemu.”

“Ya Mas, saya juga merasa berbahagia. Kalau keadaannya sudah aman-aman saja, saya bisa kembali ke Jakarta sore nanti.”

“Jangan dulu Mas, kita harus melaporkan penemuan Nijah ini ke kantor polisi, sebagai kelengkapan laporan dan bukti bahwa Nijah tadinya diculik.”

Ratih dan Nijah sudah keluar dari mobil, dengan berganti pakaian bersih. Walau tampak lelah, keduanya sudah tidak pucat seperti tadi.

“Bowo, kenapa kamu ada di sini?” tanya Nijah.

“Aku ada di sini karena mendengar kamu diculik. Bahkan mas Satria pada awalnya mencurigai aku yang membawa kabur kamu,” jawab Bowo.

“Sebaiknya kita pergi dari sini, bisa jadi penculik itu akan kembali, karena kami juga bingung, mengapa kami ditinggalkan begitu saja di tepi jalan, dalam keadaan pingsan terbius.”

"Mari kita masuk ke dalam mobil.  Kalian tampak lelah, barangkali ada tempat untuk minum secangkir kopi panas, atau makanan untuk mengisi perut. Di sana aku bisa mendengarkan semua ceritanya sehingga kemudian Nijah bisa bersama Ratih. Bukankah Ratih ini pengantin baru?”

Ratih tersenyum pahit.

“Pengantin yang tidak dihendaki. Andri setiap hari hanya memaki-maki aku, berharap aku akan pergi meninggalkannya.”

“Mengapa begitu?”

“Andri tidak mencintai aku, dia …. “

“Dia menyukai Ristia?”

“Maaf, iya,” kata Ratih hati-hati, karena saat di dalam mobil untuk berganti pakaian tadi Nijah sudah menceritakan semuanya tentang Ristia, dan yang datang itu adalah Satria, suaminya.

“Baiklah, ayo naik ke mobil,” kata Satria.

Tapi tiba-tiba sebuah mobil berhenti, dan seseorang turun dari dalamnya.

“Andri?” seru Satria.

Memang benar, dia adalah Andri. Andri yang bermaksud bersembunyi di suatu tempat, tiba-tiba melihat Ratih, istrinya. Kemarahannya memuncak, karena mengira bahwa Ratih lah yang telah melaporkannya kepada polisi.

“Ratih !!” begitu datang Andri langsung berteriak.

Ratih hanya menatapnya, tapi tak bergerak dari tempatnya berdiri.

“Ratih! Mau ke mana kamu? Sini!! Dasar perempuan jahat. Kamu yang melaporkan aku ke polisi bukan?”

“Tidak. Aku tidak melapor kemana-mana. Atau … belum, atas semua kejahatan kamu.”

Andri melangkah mendekati Ratih dan menarik tangannya, tapi Ratih meronta.

“Jangan paksa aku.”

“Ratih! Kamu itu istri aku, sejak kapan kamu berani membangkang pada perintah suami kamu?” Katanya sambil terus menarik dengan paksa. Tiba-tiba sebuah tangan kekar memegang lengannya dan menariknya kuat, sehingga cengkeraman pada tangan Ratih terlepas.

“Hei, apa maksudmu? Ini istri aku. Jangan ikut campur.”

“Aku bukan istrinya.”

“Ratih!”

“Kamu tidak memperlakukan aku sebagai istri. Kamu mengumpat aku memaki aku setiap hari, dan selalu mengatakan bahwa kamu tidak mencintai aku.”

“Kita harus bicara.”

“Lepaskan dia!” Bowo yang merasa kesal atas perlakuan kasar Andri kemudian menarik Andri menjauh.

Karena marah, Andri memukul Bowo sekeras kerasnya. Tapi sayang pukulan itu tak mengenai  sasaran. Andri justru hampir jatuh tertelungkup karena memukul angin. Kemarahan Andri semakin memuncak, lalu terjadilah sebuah pergumulan seru. Ratih berteriak-teriak menghentikannya, tapi keduanya tak hendak berhenti bertarung.

“Tolong hentikan. Bicara dengan baik.” teriak Nijah. Satria merengkuhnya erat.

 Ia baru saja menelpon polisi.

Ratih hanya memandang kosong ke arah kedua laki-laki yang sedang bertarung. Ratih merasa kesal. Ia tahu, kalaupun nanti dia menuruti kemauan Andri, barangkali dia justru akan disiksanya karena dituduh melaporkannya pada polisi. Sejak meninggalkan vila itu, Ratih bertekat untuk bercerai. Dia akan segera mengurus perceraian itu, setelah menemui ibu mertuanya dan mengatakan semuanya dengan hati-hati. Maklum, Ratih tahu bahwa sang ibu mertua mempunyai penyakit jantung, dan tak boleh menerima berita yang mengejutkan.

Andri berkali-kali jatuh bangun oleh pukulan Bowo, tapi tak membuatnya surut. Sebagai seorang laki-laki, memalukan kalau ia harus mundur dan mengaku kalah. Jadi walau sudah babak belur, dia terus saja berusaha untuk balas menyerang.

Saat itu tiba-tiba terdengar sirene mobil polisi. Andri sangat terkejut, dan baru sadar bahwa dia seharusnya segera bersembunyi sejak semalam. Tadi ia berhenti hanya karena marah melihat Ratih, karena dianggapnya telah melaporkannya pada polisi. Sekarang Andri melompat menjauh, lalu berusaha mendekati mobilnya. Tapi mobil polisi itu telah lebih dulu menghadangnya.

Saat polisi membawa Andri pergi, ponsel Ratih berdering. Dari rumah keluarga Widodo.

***

Besok lagi ya.

46 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah,....
      BeTeHa_34 sdh tayang.... Terima kasih bu Tien.....
      Makin seru, makin penasaran.......
      Tetap Semangat dan ADUHAI.....
      Sehat Terus dan Terus Sehat.......

      Delete
  2. 🍓🫐🍓🫐🍓🫐🍓🫐
    Alhamdulillah BeTeHa 34
    sudah tayang...
    Matur nuwun Bu Tien
    Tetap sehat & smangats
    selalu yaa Bu...
    Salam Aduhai 🦋💐
    🍓🫐🍓🫐🍓🫐🍓🫐

    ReplyDelete
  3. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Taman Hatiku telah tayang

    ReplyDelete
  5. Akhirnya Satria & Bowo menemukan Ratih tapi Nijah masih misterius .bersambung lagi makin gemesin 🤔.Maturnuwun Bunda 🙏💪

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun mbak Tien

    ReplyDelete
  7. Alhamdulilah..
    Tks banyak bunda Tien..

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah BUNGA TAMAN HATIKU~34 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah... Nijah org baik dan selamat... legaaa... smga Ratih ttp pd pendiriannya.... terima kasih Mbu Tien... sehat sllu bersma keluarga trcnta

    ReplyDelete
  11. Penjahat telah tertangkap, tinggal menunggu eksekusi.
    Lanjut kisah Bowo yang masih jomblo, mungkinkah bersanding dengan (calon) janda kembang?
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  12. Dengan hsti deg deg an saya baca cerita ini cepat2. Seperti biasanya, akan saya baca ulang2, spy lebih mengerti.
    Biarlah Andri dkk akan menerima 'hadiah' yg setimpal
    Demikian juga Satria dan Nijah, serta Bowo dan Ratih, akan mendapatkan apa yg mereka dambakan dalam hidup mereka.
    Ibu Tien, trima kasih untuk Bunga Taman Hatiku.
    Selamat malam, salam hangat selalu.

    ReplyDelete
  13. Alhamdulilah.. Nijah tertolong pak Tani yg mau ke ladang..
    Miris juga Nijah & Ratih tergeletak di pinggir jln dlm kondisi terbius dan pingsan

    Nasib baik.. Satria & Bowo bs menemukannya..
    Ayooo Bowo selamatkan Ratih dari Andri yg jahat.. Kamuu bisaa...

    Tks banyak nunda Tien.. semoga mereka happy end

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah , Terima kasih bunda tien semoga sehat walafiat 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  15. Alhamdulilah BTH 34 sdh tayang... terima kasih bu Tien semoga bunda selalu sehat dan bahagia salam hangat dan aduhai....

    Nijah kembali dg satria dan ratih dg bowo sepertinya bagus..dan andri dan ristia bersama di penjara...nikmati hasil perbuatan kalian

    ReplyDelete
  16. Begitulah bunyinya
    Satria tanpa sungkan memeluk Nijah; setelah berusaha ngumpet, sayang ketahuan petani lokal, nyebur keselokan, takut kali, di kasih saputangan berbius lagi.
    Jalan makadam dideket balai desa cuma pas buat simpangan mobil, rupanya andri mau pulang kerumah sambil bawa Ratih.
    Ratih menolak bahkan Bowo yang maju, wuah membela yang benar hé hé hé hé.
    Nah baru beberapa jurus sudah bengep tuh si andri.
    Yå nggak bisa lari, orang polisinya mau nangkap andri.
    Mau di interogasi sama ristia tercinta yang sudah nunggu di tahanan kantor polisi.
    Tuh mertua nya sadar terus nelpon Ratih; nggak tahu ngejawab apa, yang jelas ada berondong yang lebih meyakinkan, lebih seger lagi.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Bunga taman hatiku yang ke tiga puluh empat sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  17. Mtr nwn Bu Tien, BTH 34 sdh tayang.
    Akankah Ratih memaafkan Andri? Krn Ratih sangat mencintainya....🤭

    ReplyDelete
  18. Terimakasih bunda Tien, salam sehat, semangat dan aduhai selalu...

    ReplyDelete
  19. Maaf.. komen sy sering tidak bisa terkirim

    ReplyDelete
  20. Sulit nembus.. Alhamdulilah sekarang bisa.

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah...
    Maturnuwun bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah matursuwun Bu Tien Be Te Ha 34 sdh tayang
    Salam sehat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah...
    Matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat selalu 🤗🥰

    Alhamdulillah,,, sdh ketemu Satria n Bowo , lega rasa nya ,,, yg baca jd ikut was - was 🤭 ,,,ceritanya seolah di kamera yg besar terlihat jelas
    Aduhaaaii bu Tien ,, 🙏😊

    ReplyDelete
  24. Alhamdilillah BTH-34 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, Nijah dan Ratih sudah aman.
    Semoga Ratih jodohnya Bowo.

    Matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  26. Gerombolan Ristia ditangkap.
    Ratih menggugat cerai Andri.
    Satria juga menggugat cerai Ristia.

    Ada Bowo
    Ada Ratih biar janda tapi masih kempling segelan
    Ada Satria
    Ada Nijah .......

    Salam sehat
    Salam aduhai....


    Cuthel 🤪🤪🤪🤪🤪🤭🤭🤭🤭🤭🤭

    ReplyDelete
  27. BeTeHa 34 tayang
    Alhamdulillah org baik selalu aj ada pertolongan yg datang

    Andri ternyata dgn asyiknya berantem meskipun udah kalah melawan Bowo ttp gengsi
    🤣🤣🤣🫢
    Wow mau lari kemana kau udah di kepung polisi

    Yg jelas tertangkap deh
    Ayo Ratih segera aj kabar in klrg Widodo lepas dari penyakit jantung bu Widodo buat apa kau bertahan jadi istri Andri yg gak ada Harga sama skli di mata Andri

    Yah lbh baik lepas deh
    Gak tau deh bgmn kelanjutannya
    Kita tunggu besok lagi ya

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Dan tetap ADUHAI

    ReplyDelete
  28. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu...

    ReplyDelete
  29. Hamdallah BTH ke 34 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Solo, Aamiin.

    Cerita nya msh mencekam, kayak ada hantu di siang hari bolong, maka Ratih dan Nijah msh ketakutan klu ada mobil lewat.

    Inyonge setuju dengan komennya Bunda Maryani.

    Seperti biasanya Cerbung Bunda Tien Komalasari selalu di akhiri dengan Happy Ending.

    Nijah di pelukan Satria, Ratih s Janda Kembang bersanding dengan Bowo, Ristia dan Andri yang sama sama bau Kerbau bertemu dan mendekam di Rumah Prodeo. 😁😁

    Salam Hangat nan Aduhai dari Jakarta

    ReplyDelete
  30. Puji Tuhan ibu Tien selalu sehat, semangat dan produktip shg BTH 34 hadir bagi kami penggandrungnya.

    Allah memang maha pengasih, melindungi orang2 baik, Nijah, Ratih, Bowo, Satria sdh bertemu dlm sukacita. Biarlah Andri dan Ristia mempertanggung jawabkan perbuatan jahatnya, semoga menyadari kesalahannya dan mau bertobat.
    Semoga semua semakin bahagia, Bowo bisa bersatu dgn Ratih.
    Semoga telpon dari rumah kel Sadono kalau toh berita buruk, bisa diterima dgn iklas...

    ReplyDelete
  31. Bowo sama Ratih saja...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  32. Makasih mba Tien.
    Bowo ketemu jodohkah?

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah... Ratih dan Nijah selamat. Terimakasih... Bu Tien Semoga sehat selalu ditunggu lanjutannya. Apa konflik masih seperti naik coaster?

    ReplyDelete
  34. Terima kasih Bunda Tien...
    BTH 34 yang ditunggu sudah tayang....👍
    Sehat selalu Bunda bersama keluarga tercinta ❤️
    Salam aduhai...🌈❤️😇
    Berkah Dalem Gusti 🙏😇🛐

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah akhirnya Ratih dan Nijah selamat. Ikut menjadi mak comblang jadiannya Ratih dan Bowo setelah Ratih resmi menjadi janda.... janda yang gadis he he he

    ReplyDelete

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 18

  JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  18 (Tien Kumalasari)   Kinanti bangkit dari tempat duduknya, berharap kalau sewaktu-waktu Guntur bangun, tak ...