Tuesday, September 5, 2023

BUNGA TAMAN HATIKU 25

 BUNGA TAMAN HATIKU  25

(Tien Kumalasari)

 

Nijah tegak didepan pintu mobil. Sambil memegangi daun pintu, Satria tampak menunggu. Apa yang harus dikatakannya, Nijah sangat bingung. Ia belum pernah jatuh cinta. Dan yang mana rasa cinta itu, Nijah masih meraba-raba. Wajah laki-laki didepannya adalah seorang ‘tuan’ yang sangat tampan. Matanya teduh bibirnya selalu mengulaskan senyum yang membuatnya berdebar. Tatapannya yang tajam menusuk, serasa merontokkan jantungnya. Nijah hanyalah seorang gadis kampung yang sangat lugu dan sederhana. Kalau dia menjalaninya, berarti dia sudah mantap memikirkannya. Tapi kalau ditanya apakah dia cinta, Nijah bingung menjawabnya.

“Nijah.” Satria tak mengalihkan tatapannya, membuat Nijah seperti ingin terbang saja keatas sana agar bisa menghindari tatapan mematikan itu.

“Kamu pasti bisa menjawabnya. Aku merasakannya, tapi aku ingin kepastian dari ucapan yang keluar dari mulut kamu.

Mata Nijah berkedip, menahan air mata yang nyaris meluncur turun. Haruskah dia menjawabnya?”

“Susahkah menjawab ‘ya’ atau ‘tidak’?”

Nijah membeku dalam diam, manik matanya yang berair segera mengalirkannya, meleleh di sepanjang pipinya. Satria mengangkat sebelah tangannya, dengan jarinya dia mengusap air mata itu.

“Baiklah, apakah kamu tidak mencintai aku? Membenciku? Merasa bahwa aku telah membelenggu kamu?” rupanya pertanyaan ini lebih bisa dijawab oleh Nijah, terbukti kemudian dia menggelengkan kepalanya.

“Kamu tidak membenciku?” Lagi-lagi Nijah menggeleng.

“Kamu tidak suka padaku?” gelengan itu semakin keras.

“Jadi kamu suka, kamu cinta?” Satria menekannya. Nijah menatap Satria dengan mata yang basah.

“Mengakui sebuah cinta, bukan sesuatu yang hina. Cinta itu indah, membelit hati dan susah dilepaskan. Kamu merasakannya?”

Mata basah itu menatapnya tak berkedip. Laki-laki tampan yang sangat baik, bahkan ingin menyatukan dirinya dengan Bowo apabila mereka saling mencintai. Tapi Nijah tidak merasa bahwa dirinya menginginkan Bowo. Bowo adalah sahabat terbaiknya.

Satria menatap gadis lugu itu dengan perasaan tak menentu. Ia belum pernah merasakan hal seperti yang dirasakannya saat itu. Bahkan kepada Ristia sekalipun. Ristia adalah keindahan dalam bercinta, tapi Ristia bukan Nijah, gadis cantik sederhana yang memiliki pesona tersembunyi. Nijah adalah bukit kehijauan yang begitu menenangkan. Ia hampir sempurna sebagai wanita. Tapi ia tampak begitu tinggi dan susah dijangkau.

“Nijah, sudahlah, jangan menangis. Ayo kita pergi, sebelum Bowo benar-benar meninggalkan kota ini.”

Nijah naik perlahan ke dalam mobil, Satria menutupkan pintunya, kemudian mengemudikan mobilnya keluar dari area rumah makan.

***

Mereka membisu beberapa saat dalam perjalanan ke bandara. Nijah menatap ke arah depan, entah apa yang dipikirkannya. Sebenarnya dia tak ingin bertemu Bowo. Melihatnya kecewa, sangat membuatnya sakit. Laki-laki baik itu harus menemukan kebahagiaan, tapi bukan dirinya pemberi rasa bahagia itu. Nijah akan mendoakannya. Ia berdebar ketika Satria sudah memarkir mobilnya dan kemudian mengajaknya melangkah memasuki lobi bandara.

“Nijah, kamu tidak usah khawatir. Kalau Bowo memang mencintai kamu, dan kamu juga mencintainya, kalian wajib untuk bersatu. Aku mendukung kalian,” kata Satria sambil terus melangkah. Matanya mencari-cari, tapi rupanya dia tak usah mencari-cari lagi ketika sebuah panggilan menghentikan langkah mereka.

“Nijah!”

Satria dan Nijah menoleh ke arah datangnya suara. Wajah Satria berbinar, ia melangkah mendekati Bowo yang kemudian berdiri menyambutnya, Nijah mengikuti di belakangnya.

“Mas Satria,” tangan Bowo menyalami Satria dengan hangat, lalu ia juga menyalami Nijah yang tangannya tiba-tiba berkeringat.

“Ada apa kalian kemari? Mau bepergian juga?” Bowo heran karena Satria maupun Nijah tak membawa kopor atau apapun yang biasanya dibawa orang setiap mau bepergian.

“Kami datang untuk menemui mas Bowo, mengantarkan kembalinya mas Bowo ke Jakarta, barangkali semalam belum sempat mengucapkan selamat jalan,” kata Satria sambil tersenyum ramah.

“Oh, ya ampun, Terima kasih banyak. Hal itu saya kira tidak begitu penting.

Nijah masih menangkap gurat kekecewaan diwajah Bowo, hatinya kembali teriris.

“Tapi ada hal yang lebih penting,” sambung Satria. Nijah berdebar.

“Apakah itu?”

“Saya mengenal Nijah baru beberapa bulan, dan saya menemukan sesuatu yang menarik dari padanya. Bukan sekedar nafsu atau perasaan cinta yang saya rasakan, ketika saya ingin memperistri Nijah. Saya tidak tahu bahwa ada hubungan khusus antara Nijah dan mas Bowo. Maafkanlah saya.”

Bowo tak menjawab. Ia belum begitu mengerti apa yang sebenarnya Satria maksudkan.

“Kemudian saya berpikir, kalau memang mas Bowo dan Nijah saling mencintai, alangkah jahatnya saya kalau sampai saya menghancurkan percintaan itu.”

“Tidak, mengapa mas Satria berkata begitu?”

“Kalau memang itu yang terjadi, saya rela melepaskan Nijah. Bawalah Nijah dan menikahlah.”

“Tidaaak,” tiba-tiba Nijah terpekik.

“Mas Satria, saya memang mencintai Nijah, tapi kami tidak harus bersatu, karena Nijah tidak mencintai saya.”

“Benarkah?” tanya Satria sambil menatap Nijah.

“Bowo, kamu belum menyelesaikan kuliah, jangan sampai terganggu oleh masalah ini. Aku berjanji untuk selalu mendoakan kamu, agar kelak menemukan bunga cantik yang sepadan, dan bisa menjadi penghias kehidupan kamu di masa mendatang,” tiba-tiba Nijah lancar berkata-kata.

Bowo tersenyum tipis.

“Terima kasih Nijah, semoga kamu berbahagia,” kata Bowo tulus.

“Saya serius, mas Bowo.”

“Saya sangat serius. Saya bahagia, Nijah hidup bersama seorang laki-laki baik seperti mas Satria. Sungguh saya akan berdoa untuk kebahagiaan kalian."

Air mata Nijah menitik.

“Maafkan aku, Bowo.”

“Mengapa harus minta maaf? Kamu tidak bersalah, jalani hidupmu dengan baik.”

Mereka berpisah ketika Bowo sudah harus masuk ke ruang tunggu. Ketika melangkah, Bowo melambaikan tangannya dengan senyum mengembang. Mereka menatapnya sampai Bowo menghilang dibalik pintu.

Satria mengajak Nijah kembali ke mobil, dengan perasaan lebih ringan.

***

“Apakah kamu bersedih?” tanya Satria ketika mereka turun dari mobil sesampai di rumah.

“Tidak. Saya merasa lega, Bowo bisa mengerti.”

“Syukurlah, aku senang kamu tidak menangis lagi. Tapi aku tetap ingin mendengar kamu mengatakannya, apakah kamu mencintai aku?” katanya sambil mendahului Nijah, kemudian berdiri di depannya.

“Tuan, sudahlah …”

“Sudahlah apa?”

“Biarkan saya masuk.”

“Jawab dulu, kalau tidak, aku tidak akan menyingkir.”

“Tuan ….”

“Jawab.”

“Ya.”

“Ya apa?”

“Tuan …”

“Ya apa?”

“Itu … pertanyaan tuan.”

“Yang mana?”

Nijah merasa kesal, walau dihadang tuan muda di depannya, ia terus saja melangkah, menerobos di sampingnya, lalu melangkah tergesa ke belakang. Satria yang tidak menduga terhuyung ke samping. Jatuh menabrak pintu.

“Nijah!” teriak Satria.

Nijah menoleh sesaat, tapi tidak berhenti. Dia langsung ke dapur, lalu mengambil minuman dingin segelas, diminumnya sampai habis.

“Nijah? Kamu sudah pulang?”

“Iya Bik, mana yang harus aku bantu?”

“Hei, cuci kaki tangan dulu, dan ganti bajumu.”

Nijah tertawa. Ia berdiri lalu melangkah ke kamarnya. Bibik tersenyum. Nijah tak bisa menyembunyikan rasa bahagia yang menyelimutinya, dan itu membuat bibik merasa senang.

Satria mengomel panjang pendek, ketika melihat Nijah tak peduli. Tapi ia segera naik ke atas, langsung ke kamarnya. Dilihatnya Ristia belum pulang.

“Kemana dia? Mengunjungi temannya lagi? Atau memandikan kerbau?” omelnya kesal.

Tiba-tiba ibunya masuk ke kamar setelah mengetuk pintunya.

“Kamu belanja apa saja?”

“Oh, iya Bu. Belum saya turunkan semua. Baju untuk menikah dan baju-baju untuk Nijah. Kemarin sudah beli perhiasan juga. Biarlah nanti bibik membantu menurunkannya, langsung dimasukkan ke kamar Nijah yang baru.”

“Baiklah, nanti ibu lihat, barangkali ada yang kurang. Pernikahan akan di lakukan di rumah ini saja, dan tidak akan mengundang tamu dari luar. Ya kan?”

“Ya, Bu. Itu lebih baik.”

“Semua sudah diatur oleh bapak, semoga semuanya berjalan lancar.”

“Terima kasih Bu.”

“Istrimu pergi dari pagi.”

“Ke mana dia?”

“Entahlah, ibu sedang belanja ketika dia pergi. Bibik juga tidak tahu dia pergi ke mana. Mungkin ke tempat temannya yang katanya sakit itu.”

“Masa seharian?”

“Nanti kamu tanya sendiri sama dia,” kata bu Sardono sambil keluar dari kamar.

Satria membersihkan badan, kemudian mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah. Ia merasa lelah, lalu membaringkan tubuhnya ke ranjang. Ia tersenyum, tempat dia tidur sudah bersih dan wangi. Rupanya Ristia sudah menggantinya dengan seprei yang baru. Mana tahu Satria bahwa yang menggantinya adalah bibik.

***

Ristia pulang ketika hari mulai remang. Ia masuk ke kamarnya dan melangkah pelan, ketika melihat sang suami sedang tidur. Teringat ketika kemarin Satria mengatakan bahwa tubuhnya bau, maka Ristia langsung masuk ke dalam kamar mandi, mencuci rambut dan tubuhnya sehingga saat keluar ia sudah berbau wangi.

Ia hanya melilitkan handuk di tubuhnya, ketika keluar dari kamar mandi, lalu membuka pintu almari untuk mengambil baju ganti. Ristia terlonjak kaget ketika tiba-tiba Satria menegurnya.

“Sebenarnya apa yang terjadi dengan tubuhmu?”

Ristia terkejut. Walaupun noda merah kebiruan itu sudah tampak samar, tapi belum hilang sepenuhnya, dan rupanya sang suami tidak puas saat kemarin dia menjawab karena masuk angin.

“Sini kamu!” titahnya.

Ristia masih menyelimuti sebagian tubuhnya dengan handuk. Ia mengira sang suami ingin mencumbuinya, tapi ternyata ia hanya mengamati tubuhnya yang berbercak kemerahan.

“Ini bukan karena masuk angin.”

Ristia terpaku di tempatnya berdiri. Ia menutup kembali tubuhnya dengan handuk.

“Aku menggosoknya dengan minyak angin, temanku menggosok sambil mencubit-cubit kulit aku sambil mengolesinya minyak, katanya bisa menghilangkan pusing dan sakit karena masuk angin.”

“Temanmu itu laki-laki?”

“Apa?” Ristia terkejut. Ia ingin menjauh, tapi Satria memegangi tangannya sambil tiduran.

“Yang memijit-mijit kulitmu ini, laki-laki kan? Apa aku bodoh? Tidak ada terapi semacam ini. Dia memilih leher, dada, ini juga… bahkan di kaki kamu.”

“Apa maksudmu, Mas?” tanya Ristia yang tiba-tiba merasa ketakutan.

“Kamu tidak menjenguk teman kamu yang sedang sakit. Kamu bermain dengan kerbau, dan itu yang menyebabkan tubuh kamu bau, semalam.”

Ristia terkejut bukan alang kepalang. Diam-diam dia memaki Andri dalam hati, yang tanpa pikir panjang membuat semuanya menjadi kacau. Ristia naik ke atas ranjang begitu saja, mencoba mendekati Satria dan berusaha meluruhkan hati serta prasangkanya, dengan rayuan yang selalu dibuatnya. Tapi Satria bergeming. Tanda kemerahan itu membuatnya tak berselera, dan membuatnya muak. Ia hampir yakin kalau istrinya berselingkuh.

“Menjauhlah,” katanya sambil mendorong tubuh Ristia yang sudah mulai menjeratnya dengan kata-kata rayuan.

“Mas, aku kangen seharian tidak ketemu, biasanya kan ….”

Tapi Satria sudah keluar dari kamar.

Ristia bangkit dengan wajah pucat. Ternyata suaminya masih ingat tentang bercak-bercak kemerahan di tubuhnya, dan kemarin tidak sempat memperpanjang pertanyaannya karena harus segera pergi.

Ia mengambil baju ganti, lalu duduk di depan cermin. Menyisir rambut basahnya, memoles wajahnya seperti biasa, kemudian dia keluar dari kamar.

Ia melihat ada beberapa bungkusan di meja dapur, dan Nijah sibuk membantu bibik mengaduk sayur.

“Nijah, kamu pulang jam berapa?”

“Baru sore ini tadi, Non sudah pulang rupanya. Mau saya ambilkan minuman hangat?”

“Tidak usah, kamu sedang sibuk, aku mau membuatnya sendiri,” kata Ristia sambil mengambil gelasnya, dan mulai membuat kopi susu kegemaran keluarga, untuk dirinya sendiri.

“Saya bawa ke ruang makan, Non?”

“Tidak, aku minum di sini saja,” katanya sambil duduk, menatap bibik yang sedang mencuci beras.

“Tadi belanja apa saja, Jah?”

Banyak, entahlah. Tuan Satria yang membelinya. Sebenarnya saya tak ingin.

“Tidak apa-apa, calon pengantin harus mendapatkan semuanya yang serba bagus.”

Ristia mencecap minumannya. Nijah juga menghidangkan kue-kue di sebuah piring.

“Ini apa?” tanya Ristia.

“Itu cake tape, rasain deh Non, bibik yang membuat.”

“Oh, iya. Tampaknya enak.”

Ristia mencomot kuenya, mengunyahnya pelan. Cake yang enak, tapi tidak demikian dengan hatinya, Kebenciannya kepada Nijah semakin memuncak, membuat dadanya hampir meledak. Tapi begitu pandainya dia mengendapkan perasaan itu.

Ingatannya melayang kepada Andri yang minggu depan juga akan menikah. Seharian tadi, kecuali membicarakan rencana menghabisi Nijah, mereka juga kembali melampiaskan hasrat setan yang tak mau berhenti.

Ristia mengunyah rotinya, membayangkan sedang mengunyah Nijah mentah-mentah, meremukkan tulangnya, menghisap darahnya.

Besok pagi, semuanya sudah harus terlaksana. Persiapan pernikahan sudah tampak. Banyak bungkusan-bungkusan ditata di sebuah meja. Pasti hadiah untuk Nijah.

Ristia menghabiskan empat potong roti, seperti orang kelaparan.

“Oh ya, Jah. Besok pagi kamu harus ikut aku.”

“Ke mana Non?”

“Kan aku janji akan memberikan hadiah untuk kamu, dan belum terlaksana karena mas Satria lebih dulu mengajak kamu belanja. Jadi besok kita benar-benar akan pergi.”

“Pergi ke mana? Mulai besok Nijah tidak boleh pergi ke mana-mana. Tiga hari menjelang pernikahan, pengantin tidak bisa keluar rumah,” tiba-tiba bu Sardono masuk ke dapur, dan meluluh lantakkan rencana Ristia yang sudah lama dipikirkannya bersama Andri.

***

Besok lagi ya,

 

45 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Taman Hatiku telah tayang

    ReplyDelete
  2. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah..
    Tks banyak bunda Tien..
    Yg ditunggu sdh tayang...
    Salam sehat selalu..

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun bu... lagi seru selak kepingin tau ndoro ganteng Satria..

    ReplyDelete
  5. 💝🌸💝🌸💝🌸💝🌸
    Alhamdulillah BTH 25
    sudah hadir...
    Matur nuwun Bu Tien
    Sehat2 trs nggih Bu..
    Salam Aduhai 🦋💐
    💝🌸💝🌸💝🌸💝🌸

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun mbak Tien..sehat selalu

    ReplyDelete
  7. Alhamdulilah .. Rencana Ristia mengajak Nijah jln" dg maksud jahatnya.. Gatot.. Gagal total dan berantakan.. krn Nijah hrs dipingit di rmh sblm hari H akad nikah..
    Bu Sardono...mtr nuwun ya buuu.. 🤭

    Tambah penasaran bgmn lg rencana jahat Ristia?? Nunggu bsk lg yaa..
    Tks bunda Tien.. Seruuu..👍👍🌹🥰

    ReplyDelete
  8. Bowo sudah mengikhlaskan Nijah nikah dengan Satria, terus yang memata-matai Ristia siapa ya... Mungkinkah Satria sendiri yang memergoki Ristia akan berbuat jahat ?
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  9. Ternyata Nijah tega membiarkan Bowo pergi bersama luka yang dibuat Nijah. Apakah mungkin hidup bahagia dimadu sementara istri tuanya tak merestui? Apakah mungkin cinta sejati tumbuh pada kondisi seperti itu? Ingat pesan Zainuddin pada Hayati "Jangan sampai terlintas di hatimu Hayati ada kebahagiaan melebihi kebahagiaan cinta".

    ReplyDelete
  10. Selamat malam bi tien terima kasih cerbungnya, salam sehat

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari, bth epsd 25 sampun tayang, salam kangen sll dari Cibubur, JakTim

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah terima kasih bu Tien.
    Bu Sardono telah menyelamatkan Nijah, tapi masih geregetan ini Satria belum menyelesaikan masalah noda merah Ristia.... Semoga Nijah selalu dilindungi dan Ristia kena batunya kena penyakit kulit.....
    Salam sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah .... terimakasih bunda

    ReplyDelete
  14. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
    Bagaimana nasib Nijah selanjutnya? Semoga tuhan selalu melindunginya.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah BTH-25 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien semoga Bunda sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  16. Terima kasih Mbu Tien....
    Semoga niat jahatnya selalu terkalahkan oleh semua kabikan Nijah,... tegang dang penasaran menunggu part berikutnya besok...

    ReplyDelete
  17. Penegasan Bowo dan harapan doa untuk nya dari Nijah mendamaikan hati Satria.
    Keusilan Satria berhasil dikerjain Nijah, proteksi mama besar menghancurkan angan Ristia, habis sudah.
    Tinggal penasaran Satria tentang kerbau liar yang kemaren bermaen sampai hampir pagi.
    Membuat tidak respect semua alasan alasan Ristia, luntur seketika.
    Jadi ban sèrêp tèmpèlin dibelakang.
    Tahanan rumah. Setres akut.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Bunga taman hatiku yang ke dua puluh lima sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  18. MasyaAllah baca sambil dag dig dug...smg saja rencana Ristia dan Andri gagal krn pingitan..dan bisa menikah dengan lancar tanpa hambatan...yg jahat pasti kalah

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah Be Te Ha 25 sdh hadir
    Matursuwun Bu Tien. Salam sehat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien BTH 25 sdh tayang
    Ristia sdh selingkuh ... masih juga punya rencana jahat sama nijah
    Kalau ketahuan sama satria maka akan diusir dr rumah p sardono n dicerai satria ..... maka jadilah kau gelandangan atau jadi pesakitan
    Kita tunggu saja esok hari kelanjutan dr bu tien kumalasari
    Salam aduhai ............

    ReplyDelete
  21. Nah lo, buyar deh rencana jahat Ristia , sukuriin......

    Semoga Nijah Aman sampai hari H....

    Matur suwun ibu Tien
    Salam tahes ulales Dan tetap Aduhaiii 🙏❤️

    ReplyDelete
  22. Hamdallah BTH ke 25 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Sehat wal Afiat dan selalu Semangat dalam berkarya. Aamiin.

    Nijah, Bowo dan Satria sdh bertemu, clear sdh masalah mereka bertiga.

    Nijah gadis polos dan lugu, mana mau di suruh mengatakan..aku mencintaimu..😁😁

    Saatnya Satria menangani Istri nya yang selingkuh. Tinggal mencari bukti yng kuat, klu perlu sewa orang buat memata matai setiap gerak gerik nya di luar rumah. Nnt bakalan ketahuan juga perihal rencana jahat dia untuk menghabisi Nijah.

    Salam Sehat penuh semangat dari Jakarta

    ReplyDelete
  23. Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhai...

    ReplyDelete
  24. Trm ksh bu Tien.. Semoga sll sehat dan bahagia bersama kelg. Aamiin

    ReplyDelete
  25. Matur nuwun Bu Tien, ceritanya semakin seru. Tetap sehat njih Bu...

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah, Bunga Taman Hatiku 25 sudah tayang, matur nuwun mbak Tien.
    Semoga mbak Tien tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  27. Salam hangat juga, sehat selalu 🙏🧕

    ReplyDelete
  28. Salam sayang penuh aduhai, bunda Tien❣️

    ReplyDelete

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 22

  JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  22 (Tien Kumalasari)   Kinanti tertegun, untuk sesaat ia tak mampu berkata-kata, membuat Fitria yang menelpon...