Saturday, January 21, 2023

KANTUNG BERWARNA EMAS 41

 

KANTUNG BERWARNA EMAS  41

(Tien Kumalasari}

 

Bu Candra menundukkan wajahnya. Masih belum masuk dalam angannya, saat menyadari bahwa suaminya mengetahui tentang pak Biso. Dukun yang dimaki-makinya seharian ini karena dianggap menipu,  tapi kemudian dia tak berani protes karena takut disanthet. Karina lah yang menakut-nakutinya.

“Kamu ini sedari tadi diam, tidak mendengar pertanyaan aku, atau tidak mau mendengar. Sekali lagi aku bertanya, siapa laki-laki bernama Biso dan mengapa kamu menemuinya? Angkat wajahmu, jangan menunduk terus begitu. Kamu kan tidak perlu takut kalau memang tidak bersalah, ya kan?”

Bu Candra mengangkat wajahnya, menatap suaminya dengan pandangan ketakutan. Ia kembali menundukkan wajahnya, lalu terkejut ketika sang suami menghardik lebih keras.

“Siapa Biso, dan kenapa kamu menemui dia?”

“Dia … bukan siapa-siapa …” jawabnya terbata.

“Kenapa kamu menemuinya?”

“Hanya karena kebetulan, pernah kenal, kebetulan bertemu.”

“Oh ya? Mengapa kamu memberinya uang? Lalu pergi berdua, kemana? Aku tidak peduli kalau kamu slingkuh, tapi ini lebih dari itu.”

Bu Candra semakin kaget mendengar tentang uang yang diberikan. Kenapa dia bisa tahu?

“Jawab. Lalu kamu bohong dengan mengatakan bahwa kamu kecopetan, ya kan?”

“Maaf.”

“Maaf untuk yang mana? Yang pura-pura kecopetan atau yang punya maksud buruk dengan menemui dukun itu?”

Bu Candra benar-benar gemetar. Suaminya tahu semuanya. Tentang Biso, tentang uang yang diberikan, bahkan bahwa Biso adalah dukun? Apa dia juga tahu apa yang dilakukannya di rumah dan apa maksudnya?

“Aku tidak punya banyak waktu untuk kamu, karena pekerjaan aku banyak. Tapi aku butuh kepastian. Untuk itu, aku minta kamu bicara terus terang, apa yang kamu lakukan dengan menemui dukun itu. Kamu ingin menyanthet seseorang? Ah, ya … bau tidak enak yang tercium pagi tadi, bahkan di kamar anak-anak, apa ada hubungannya dengan Biso si dukun itu?”

Bu Candra gemetar yang benar-benar gemetar, sampai-sampai pak Candra melihat tangan dan kakinya yang menampakkan hal itu.

“Aku hitung sampai tiga, ada dua pilihan untuk kamu. Mengatakan terus terang tentang semuanya, atau aku lapor polisi supaya polisi yang memaksa kamu bicara,” ancam pak Candra.

Bu Candra mengangkat wajahnya, matanya mulai digenangi cairan bening yang nyaris tertuang membasahi pipi.

“Satu … dua …”

“Akan aku ceritakan semuanya.”

“Cepat, dan awas jangan ada yang terlewatkan, termasuk aroma tak sedap pagi tadi, ada hubungannya atau tidak.”

“Sesungguhnya aku tidak bermaksud jahat.”

“Oh ya? Cepat katakan.”

“Aku hanya ingin, agar Rian dan Nurani bersatu.”

Pak Candra mengerutkan keningnya.

“Bukankah kamu pernah memintanya dan aku tidak mau menerimanya? Pikiran macam apa itu? Oh ... ya, ini hubungannya dengan harta bukan? Supaya harta keluarga Candra tidak jatuh ke tangan orang lain. Apa kamu pikir, seandainya aku mau, maka anak-anak itu bersedia menjalaninya? Lalu apa upaya kamu untuk bisa tercapai mimpi bodohmu itu.”

“Aku menemui dukun itu, untuk membuat Rian dan Nurani melakukan hal yang bisa membawanya ke pelaminan.”

“Apa maksudmu melakukan hal yang bisa membawanya ke pelaminan?”

“Misalnya karena lupa segalanya, lalu _”

“Lalu kamu akan menjebaknya, dan memaksa aku untuk menikahkannya?”

“Iya.”

“Kamu berhasil? Maksudku, apa dukun itu berhasil?”

“Tidak.”

“Apa hubungannya dengan bau pesing itu?”

“Aku tidak tahu. Aku juga heran.”

Lalu bu Candra menceritakan tentang air yang diberikan, yang harus dimasukkan ke kamar kedua anaknya. Tapi ternyata tak terjadi apa-apa.

“Mungkin karena tiba-tiba air itu berbau pesing, entahlah. Atau memang dukun itu berbohong. Ketika pagi aku mau membuangnya, aku terjatuh di depan kamar mandi belakang, dan air pesing itu mengguyur seluruh tubuhku.”

Pak Candra terdiam untuk beberapa saat, tapi matanya menyinarkan kemarahan yang sudah sampai dipuncaknya.

“Tadinya aku mengira kamu sudah sadar, lalu mulai memperbaiki peri laku kamu. Aku hampir percaya. Tapi kemudian aku menyesal telah menuruti permintaan Nurani, agar aku tidak menceraikanmu. Aku salah, Nurani juga tidak peka atas sikap baik yang kemudian kamu tunjukkan. Kamu tetap wanita jahat yang merusak ketenangan di rumah ini.”

“Maafkanlah aku,” Bu  Candra benar-benar menangis, sangat memelas.

Tapi pak Candra bergeming.

“Bersiaplah, karena aku akan segera mengurus perceraian kita.”

“Jangaan. Mohon ampunilah aku. Aku bertobat. Sungguh.”

Pak Candra berdiri, lalu meninggalkan bu Candra untuk kembali ke kantor.

***

Bu Candra menangis mengguguk, sambil bersimpuh di lantai. Sebentar kemudian kakinya menendang-nendang, tanpa ada sesuatu yang ditendang.

Sang suami tampak serius, benar-benar akan menceraikannya. Siapa yang akan membelanya?

Lalu diambilnya ponselnya, kemudian ditelponnya Rian. Tapi lama sekali Rian baru menjawab, itupun dengan jawaban kesal karena pekerjaannya terganggu.

“Ada apa Bu, Rian sedang sibuk nih.”

“Rian, bapakmu mau menceraikan ibu,” tangisnya.

Rian terkejut, tapi kemudian dia mengerti. Pasti ibunya melakukan kesalahan lagi. Sedih sekali, ketika menyadari bahwa ibunya tak benar-benar menyesali perbuatannya, kemudian memperbaikinya.

“Rian, kamu tak mendengar kata-kata ibu?”

“Ibu melakukan apa?”

“Sebenarnya tidak terlalu berat. Tapi bapakmu tak mau memaafkan ibu.”

“Ya sudah, ini Rian sedang sibuk sekali, jadi tak bisa bicara banyak. Tapi satu yang harus ibu tahu, bahwa kalau bapak memutuskan itu, pasti ibu melakukan kesalahan. Apalagi untuk kesekian kalinya. Pasti sulit memaafkan. Dan kalau itu benar-benar terjadi, mohon maaf, Rian tak akan bisa membantu.”

“Riaaan,” pekiknya. Tapi Rian sudah menutup ponselnya.

Bu Candra kembali menangis menggerung-gerung.

 Lalu ia ingat apa yang dikatakan suaminya tadi, bahwa dulu pernah ingin menceraikannya, tapi Nurani mencegahnya. Apakah sekarang Nurani bisa menolongnya?

Dihubunginya nomor Nurani, tapi lama sekali tidak diangkat. Bu Candra sudah mulai putus asa. Rasanya tak ada yang bisa dilakukannya. Kalau dia menemui Karina, lalu Karina bisa apa? Apalagi tidak sembarang waktu bisa menemuinya.

Bu Candra sudah lelah menangis. Ia menuju ke dapur, belanjaan yang diletakkannya di meja dapur tidak disentuhnya. Ia hanya duduk di kursi sambil terus membayangkan kegagalannya. Tapi tak lama kemudian ponselnya berdering. Dari Nurani. Rupanya Nurani baru bisa menghubunginya. Harapan bu Candra timbul kembali.

“Ya nak,” jawabnya lemah.

“Ada apa Ibu menelpon? Tadi Nurani sedang mengikuti kuliah. Sebentar lagi ujian kenaikan tingkat. Ada apa Bu?”

“Nur, tolong ibu Nur,” rintihnya.

“Memangnya Ibu kenapa?”

“Ayahmu mau menceraikan ibu,” sekarang ucapannya diiringi isak.

Nurani terdiam. Tadi pagi seperti tak ada celetukan apapun dari ayahnya. Lalu apa yang sebenarnya terjadi?

“Tolong ibu Nur. Aku mohon.”

“Apa yang bisa saya lakukan Bu?”

“Bujuk ayahmu Nak, jangan sampai ibu diceraikan. Ibu benar-benar bertobat. Ibu akan melakukan hal terbaik untuk keluarga. Sungguh, aku bersumpah.”

“Saya tidak mengerti apa yang terjadi, Bu.”

“Ibu hanya ingin menyatukan kamu dan Rian, cara ibu salah," lanjutnya.

“Bu, saya tidak bisa bicara banyak, nanti Nur akan bicara sama bapak, setelah pulang kuliah. Ini sedang ada kelas. Maaf Bu.”

“Nur, tapi kamu mau menolong ibu kan?”

Tapi Nurani sudah mematikan ponselnya.

Bu Candra menjatuhkan kepalanya di meja dapur. Nurani berjanji akan bicara sama ayahnya, tapi apakah kali ini akan berhasil? Mulut bu Candra berkomat-kamit melantunkan doa. Tapi apa semuanya belum terlambat? Sudah lama dia melupakan Tuhan.

***                                                             

Pak Candra terkejut ketika tiba-tiba Nurani muncul di kantor.

“Ada apa kamu ke sini?”

Nurani duduk di kursi depan ayahnya. Pak Candra menghentikan kesibukannya.

“Apa yang terjadi?” tanya Nur.

“Apa yang kamu tanyakan?”

“Bapak mau menceraikan ibu?”

Pak Candra menyandarkan tubuhnya, menatap tajam Nurani.

“Jangan bilang bahwa kamu mau mencgah keinginan bapak. Kali ini tidak, dan tidak.”

“Ada apa?”

Di sudut sana, Andre menatap punggung Nurani, gadis luar biasa yang sangat dikaguminya. Apakah dia akan merayu ayahnya kembali agar mengurungkan niatnya menceraikan sang istri? Hatinya penuh rasa maaf. Terkadang membuat kesal juga kan.

“Dia hampir saja mencelakai kamu dan Rian.”

“Nurani dan Rian? Bukankah mas Rian itu anak kandungnya? Dicelakai?”

Lalu dengan gamblang pak Candra menceritakan semuanya, bahkan apa yang sudah diakui oleh ibunya. Dan hubungannya dengan bau pesing yang semalam memenuhi kamarnya.

“Sekarang kamu mengerti? Dia tak pernah bisa memperbaiki tingkah lakunya. Tidak, dan kamu tidak usah mencegah bapak. Surat cerai sudah diurus hari ini juga,” kata pak Candra tandas.

Nurani terdiam lemas. Bukan karena tak berhasil mencegah kemauan ayahnya, tapi membayangkan kalau dia dan Rian sampai melakukan hal terkutuk karena jebakan seorang dukun. Lalu terpikir olehnya, betapa susahnya meluruskan hati yang bengkok.

***

“Hei, mau ikut tidak?” Nurani terkejut ketika ayahnya mengacak kepalanya.

Rupanya dia masih termenung di sofa kantor ayahnya, sedangkan Andre dan ayahnya sudah berdiri menunggunya. Dia sungguh tak mendengar ketika sang ayah dan Andre mengajak makan siang diluar.

“Ke … mana?” jawabnya gugup.

“Kamu tadi ketiduran?” tanya ayahnya sambil tertawa.

“Iya, eh … tidak Pak,” jawab Nurani tersipu.

“Mau makan tidak?”

“Oh iya, lapar,” katanya sambil berdiri.

Andre dan pak Candra tertawa.

“Kamu jangan terlalu memikirkan orang jahat itu. Mulai sekarang dia bukan ibumu. Ada kalanya orang harus bersabar, harus mengerti, tapi semua kan ada batasnya. Apa tidak kasihan pada ayahmu ini. Capek, tahu. Dihari tua seperti ini, harus banyak pikiran, harus khawatir setiap saat, bahkan marah-marah tanpa bisa dicegah,” kata pak Candra sambil melangkah keluar kantor bersama-sama.

Nurani mengangguk.

“Kamu bisa mengerti kan?”

“Iya, Nurani mengerti.”

“Nah, sekarang saatnya bapak memikirkan pernikahan Rian, kemudian kamu.”

“Aaap …pa?”

“Kamu sudah cukup dewasa, dan aku yakin Andre akan tetap mengijinkan kamu meneruskan kuliah, walaupun kamu sudah menjadi istrinya.”

Nurani berdebar. Berarti akan ada pemaksaan kehendak nih. Harus segera menikah, walau sambil kuliah. Bisakah Nurani menjalaninya?

***

“Rian, aku minta maaf,” kata pak Candra sore itu ketika Rian pulang dari bekerja.

“Iya Pak, Bapak sudah menceritakan semuanya, dan saya mengerti.”

“Aku akan memberikan rumah kecil untuk ibumu, dan uang belanja ala kadarnya, setelah kami berpisah. Ini sudah aku pikirkan. Apa kamu bisa mengerti atas keputusan bapak ini? Aku tahu, kamu pasti sedih, tapi ini hal terbaik yang harus bapak lakukan. Bapak sudah tua dan lelah, tidak seharusnya banyak memikir hal yang berat. Misalnya selalu khawatir dan selalu marah-marah.”

“Saya mengerti Pak.”

“Kamu tetap anakku. Katakan kapan harus melamar gadis itu, dan tentukan hari pernikahan kalian. Bapak tidak akan mengingkari kewajiban bapak sebagai orang tua kamu.”

“Terima kasih Pak,” kata Rian yang bagaimanapun tak bisa menyalahkan ayah sambungnya.

***

Hari berjalan sangat cepat. Amirah sudah pergi dari rumah ketika Rian melamar Siswati. Amirah bahkan tak hadir ketika Rian menikah. Walau begitu, pak Candra meminta agar Rian dan calon istrinya tetap mendatangi ibunya dan meminta restunya. Perilaku buruk tidak akan menghilangkan status seseorang, antara ibu dan anak. Rian anak baik, ia tetap menghormati ibunya. Siswati juga anak baik, yang tetap menganggap Amirah sebagai mertuanya.

***

“Ibu, ini Nurani.” Kata Andre sambil mengajak Nurani mendekati ibunya yang hadir pada hari pernikahan Rian. Nurani mengulurkan tangannya, disambut calon mertuanya dengan wajah berbinar. Lalu Nurani menciumnya lembut. Ia dengan pakaian Jawa yang anggun, tampak seperti putri dari atas angin, yang melenggang bak bidadari. Senyumnya adalah sinar yang menerangi jiwa setiap yang menatapnya.

“Nurani, kamu cantik sekali,” puji calon mertuanya.

“Terima kasih Bu,” lalu Nurani duduk di sampingnya, menemani menikmati acara pesta yang diadakan pak Candra dengan sangat meriah.

Andre menatap dua wanita yang dicintainya itu dengan tatapan bahagia. Akhirnya Nurani sadar, Andre adalah laki-laki baik yang pantas menjadi pendampingnya. Akhirnya Nurani sadar, bahwa debar dadanya setiap berdekatan dengannya adalah isyarat sebuah cinta.

“Kapan aku boleh melamar kamu?” bisik Andre di dekat telinga Nurani.

Nurani menatapnya lembut.

“Dengan satu syarat,” kata Nurani.

“Aku ijinkan kamu menyelesaikan study kamu. Mengapa tidak?”

Nurani mengangguk bahagia. Alangkah sederhana munculnya sebuah cinta yang tersembunyi di relung hati.

Namun ketika ia memeluk Rian sebagai ucapan selamat, ada juga sendu yang melintas.

“Nur, kamu tidak akan kehilangan aku,” kata Rian.

“Aku yang akan selalu menjaganya,” sambung Andre bahagia.

Dan kedua laki-laki yang disayangi Nurani walau dengan makna yang berbeda itu berpelukan erat.

 Tiba-tiba, " Meaauuuuw...."

Nurani terkejut, si Pusy mengangkat kedua kakinya, lalu ia mengerti. Pusy juga ingin mengucapkan selamat. Nurani mengangkatnya, dan Rian memegang kedua kakinya sambil tertawa. 

"Terima kasih Pusy, teruslah menjaga Nurani."

***

                                  T A M A T

 

 

Dua laki-laki tampan berhadapan dengan tatapan tajam. Masing-masing merasa benar, dan berhak memiliki.

“Aku mencintainya.”

“Aku lebih dulu mencintainya. Jangan sampai ada darah menetes diantara kita,” yang satu menjawab, disertai ancaman.

Ada kisah mengharukan di sini.  SETANGKAI BUNGAKU. Tungguin.

 

 

54 comments:

  1. Replies
    1. Sudah tamat, Alhamdulillah
      Kita tunggu cerbung barunya bunda Tien
      Salam Aduhai ah 😍

      Delete
    2. Juara baruu...
      Selamat utk mbak Isti
      Salam aduhai.. 👍👍👏👏

      Delete
  2. Alhamdulillah matur nuwun bunda Tien

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang

    ReplyDelete
  4. Matur suwun bundaaa..KBE nya cpt tayang..slmt mlm minggu bersm keluarga..slm seroja dan aduhaai dri sukabumi🙏😍🌹❤️

    ReplyDelete
  5. Tks bunda Tien.. Nurani sdh tayang gasik
    Semoga bunda sehat walafiat dan bahagia selalu..
    Aamiin.. 🙏🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  6. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,

    ReplyDelete
  7. Matur suwun bunda Tien ..Kantung berwarna emas sudah tamat ....sehat selalu kagem bunda dan keluarga 🙏💗

    ReplyDelete
  8. Alhmdllh... sdh tamat... trma kaih Mbu tien... cerpen yg sllu luar biasa..... sehat² trs... kami akan sllu menunggu nasihat² kehidupan dlm cerpen² yg Luar biasa

    ReplyDelete
  9. Makasih mba Tien.
    Apa ada boncap nya mba Tien

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah tamat dg happy end🌹
    Syukron nggih Mbak Tien , semoga kita selalu sehat Aamiin 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete

  11. Alhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~41 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  12. Matur nuwun bunda Tien tayang gasik, salam sehat selalu kagem bunda

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah tamat. Matur nuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah berakhir dengan bahagia..Rian dan Siswati..semoga diikuti Andre dan Nurani

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah
    Malem minggu gasik
    Matur nuwun bu

    ReplyDelete
  16. Tiada kata yg bisa ku untai hanya rasa bersyukur dan bersyukur atas Rahmat Allah SWT yg tiada henti hentinya selalu melimpahkan Rahmat Nya pada kita semua. Teriring Do'a untuk mbak Tien Kumalasari semoga selalu dlm lindungan Nya sehat berlimpah Rahmat. Aamiin YRA 🤲

    ReplyDelete
  17. Kutunggu dan kutunggu *SETANGKAI BUNGAKU*

    ReplyDelete
  18. 🌸🍃🌸 Alhamdulillah KBE 41 telah hadir...dan TAMAT dg Happy Ending...👍👏😍. Matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai 🙏🦋🌸

    ReplyDelete
  19. Waawww tamat gening, yang baru ku tunggu

    ReplyDelete
  20. Maturnuwun sanget.akhir yg bahagia semoga Mbak Tien seklrg pinaringan Sehat wal afiat serta Sejahtera Aamiin

    ReplyDelete
  21. Matur suwun bunda Tien, akhir yang bahagia

    Kita selalu menunggu karya bunda selanjutnya

    Matur suwun salam Tahes Ulales

    ReplyDelete
  22. Terima kasih mbak Tien,akhirnya tamat jg kantung berwarna Emas dengan happy ending.
    Ditunggu Setangkai bungaku.Salam seroja dari Tegal.

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 41telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  24. Endingnya bagus banget....saluut....

    ReplyDelete
  25. Bênêr bênêr sudah lelah dan Amirah di eks komunikasi masuk rumah kecil, kandang satpam.
    Sampai nggak berani menampakan diri.
    Bakalan untuk berdua dengan Karina, petualangan mu sudah selesai, merenung dengan dana pensiun mantan madam perusahaan.
    Begitulah bunyinya; sementara Rian tinggal di wisma pondok mertua indah, tinggal giliran Nurani dan Andre, bakal di resmikan nantinya.
    Kebahagiaan itupun ada dan hadir diantara mereka

    Terimakasih Bu Tien
    Kantung berwarna emas yang ke empat puluh satu dan ternyata tamat .
    dinanti judul baru berikutnya

    Setangkai bungaku.

    Terimakasih banyak banyak Bu Tien
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah
    Terima kasih KBE nya bu Tien, kami tunggu SETANGKAI BUNGAKU.
    Salam sehat selalu Bu Tien yang makin aduhai

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah....akhir yg bahagia 🥰

    Matur nuwun bunda Tien..🙏
    Selalu setia menunggu cerita berikutnya..

    ReplyDelete
  28. Terima kasih bu tien ..alhamdulilah tamat dg bahagia ..salam sehat bu tien .

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah.... terimakasih bunda, cerita yg sangat bagus

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah...
    Matur suwun ibu
    Wah kalau KBE nya dilanjut kinten2 seru mboten bu?
    🙏

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah, terimakasih mbakyu... Tammat sudah... Sehat selalu

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah KBE sudah tamat...terimakasih bunda Tien, ditunggu cerbung terbaru.

    ReplyDelete
  33. Waah...tayang awal, kejutan nih...baru mau saya tebak hampir tamat, ternyata oh ternyata berakhir hari ini...terima kasih, ibu Tien...ditunggu karya selanjutnya ya...semoga sehat selalu. Amin.🙏😀

    ReplyDelete
  34. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  35. Aduh lagi2 salah bu Chandra ..trima kasih bu Chandra

    ReplyDelete
  36. Trims Bu Tien cerita udah tamat....menanti cerita baru lagi....sehat2 terus Bu tien

    ReplyDelete
  37. Terimakasih, mbak Tien .. cerita yg indah , memukau ada sdikit tambahan irasionalnya .. hihihi, salam sehat bahagia, ditunggu cerita menarik, ngangeni lainnya

    ReplyDelete
  38. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat 🤗🥰

    Tamat ,meauuuw bahagianya mereka 🌿🌹

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah,matursuwun bu Tien, selalu menunggu cerbung selanjutnya. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  40. Maturnuwun bu Tien... Sehat selalu...

    ReplyDelete
  41. Maturnuwun ... salam sehat kagem bu Tien dalah keluarga.

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...