KEMBANG CANTIKKU
05
(Tien Kumalasari)
Seorang wanita cantik turun dari dalam mobil, segera
meraih anak kecil yang digendong Wahyudi. Wahyudi membungkukkan badannya.
“Kamu mau menculik cucuku?” tanyanya dengan tatapan
tajam.
“Tidak Bu, anak kecil ini lari ke jalan, tanpa sadar
ada sepeda motor lewat, lalu saya menggendongnya dan mengajaknya minggir.
“Haah? Tinah ? Betul yang dikatakan pria ini?”
tanyanya sambil memandang wanita berbaju putih yang menundukkan kepala,
ketakutan.
“Jawab Tinah!” kata sang nyonya dengan nada tinggi.
“Iy .. iya Bu, ssaya … tidak tahu ..ttad … tadi.”
Tinah ketakutan.
“Bagaimana kamu ini? Momong anak kecil saja tidak
becus? Lagi ngapain kamu tadi? Pasti mainan ponsel, ya kan?”
“Mm … maaf Bu, lain kali tidak lagi,” jawabnya gemetar.
“Maaf … maaf … kamu pikir dengan permintaan maaf itu
kamu merasa sudah cukup? Bagaimana kalau cucuku kenapa-kenapa? Untung
ada masnya ini yang menyelamatkannya, bagaimana kalau tidak?”
Tinah menangis terisak.
“Kamu mau saya pecat?” hardik nyonya itu sambil
menunjuk ke arah hidung Tinah.
“Jangan Bu, saya mohon. Maafkan … saya … dan jangan
pecat ss… saya Bu, saya mohon, ampuun Bu … saya tidak akan mengulanginya. Tadi
saya baru menerima kabar, saudara ada yang sakit, tidak sadar, Mila lari ke jalan …
ampun Bu … saya janji … tidak akan mengulanginya …” isaknya sambil berlutut di
kaki sang nyonya,
Wahyudi hendak berlalu, tak sampai hati melihat Tinah
berlutut sambil menangis. Tapi sang nyonya melihatnya.
“Eh Mas … tunggu Mas …”
Wahyudi berhenti.
“Sampeyan mau ke mana?”
“Saya … mau … pullang Bu ..” katanya ragu, karena
sebenarnya dia tidak tahu harus pulang ke mana.”
“Rumahnya mana? Ayo masuklah dulu …” kata nyonya
cantik yang sedang menggendong cucunya itu, sambil memintanya masuk ke rumah.
Wahyudi mengikutinya, dengan perasaan masih merasa ragu. Sungguh dia akan
kebingungan apabila mendapatkan banyak pertanyaan tentang dirinya.
“Ayo masuklah. Mm … baiklah, duduk di teras sini
saja,” katanya sambil masih menggendong cucunya. Tiba-tiba anak kecil berkucir
dua dan bernama Mila itu merosot turun dan menghampiri Wahyudi. Wahyudi
merengkuhnya, lalu mendudukkan di pangkuannya.
Sang nyonya cantik tersenyum cerah.
“Mila kok tiba-tiba suka sama sampeyan? Berarti
sampeyan ini orang baik, karena anak kecil lebih peka perasaannya. Dia tidak
akan lengket dengan orang yang berniat jahat.”
“Terima kasih Bu,” dan lagi-lagi Mila berdiri di
pangkuan Wahyudi, lalu mempermainkan rambut ikalnya.
“Rumahnya di mana Nak?” kata nyonya itu sambil membuka
dompetnya, kenudian menyerahkan sejumlah uang, diulungkannya pada Wahyudi.
“Oh, ini … untuk apa?”
“Sebagai rasa terima kasih saya Nak, karena sampeyan
telah menyelamatkan cucu saya.”
“Tidak Bu, saya melakukannya bukan karena menginginkan
uang. Mana mungkin saya akan membiarkan seorang anak mengalami celaka di jalan?
Pasti semua orang juga akan melakukannya.”
“Baiklah, itu benar, tapi tolong terimalah ini. Kalau
kurang akan saya tambahin. Ini hanya satu juta.”
“Ya ampun, bukankah itu sangat banyak?”
“Apa artinya dibandingkan dengan nyawa cucu saya?”
“Tolong Bu,” Wahyudi menolaknya.
“Tolong juga Nak, jangan membuat saya berhutang.”
“Ibu tidak akan berhutang apapun sama saya. Saya tidak
menghutangkan apapun.
“Ya Tuhan, bagaimana ada orang sebaik sampeyan? Tapi
tolong terimalah.”
Wahyudi menggelengkan kepalanya pelan, tapi merasa
kasihan melihat nyonya cantik itu memohon-mohon sambil tetap mengulurkan
uangnya.
Wahyudi menerimanya dengan gemetar dan berlinang air
mata. Sesungguhnya bukan uang itu yang diinginkannya, tapi kembalinya
ingatannya.
“Terima kasih Nak. Senang sekali, sampeyan mau
menerimanya. Tapi sampeyan belum menjawab pertanyaan saya. Dimana rumah
sampeyan?”
“Saya … “ Wahyudi tampak bingung.
“Jauhkah?”
“Sesungguhnya, saya tidak ingat apa-apa …” jawabnya
dengan wajah pilu, tapi kemudian dia mencium pipi Mila ketika gadis itu
mengusap air matanya.
“Tidak ingat apa-apa? Apa maksudnya Nak?”
“Saya … sakit, tidak ingat siapa saya dan apa yang
terjadi. Saya bingung dimana rumah saya, siapa keluarga saya.”
“Ya Tuhan. Bagaimana bisa begitu?”
Wahyudi menggelengkan kepalanya pelan.
“Kalau nama … ?”
“Katanya, nama saya Wahyudi.”
“Kok katanya? Kata siapa?”
“Kata … orang yang menolong saya, atau … entahlah,
saya juga bingung.”
“Siapa yang menolong sampeyan?”
“Seseorang, namanya Tukiyo, tapi saya juga bingung,
bagaimana asal mulanya. Mungkin dia menemukan saya dalam keadaan sakit, lalu
ditolongnya, tapi anak pak Tukiyo mengatakan bahwa saya ini calon suaminya.”
“Jadi sampeyan calon menantu orang yang bernama Tukiyo
itu?”
“Entahlah, saya bingung sekali.”
“Di mana rumah Tukiyo itu?”
“Saya tidak tahu Bu, saya tadi mengikutinya, tapi saya
jalan sendiri dan tersesat, lalu saya bingung. Jangan bertanya apapun, saya
tidak akan bisa menjawabnya.”
“Ya ampuun, pasti calon istri sampeyan juga bingung
mencari sampeyan.”
“Entahlah, saya tidak suka dia. Entah kapan saya
berniat mau memperistrikannya, saya tidak pernah merasa suka, tapi saya tidak
bisa menolaknya.”
Nyonya cantik itu geleng-geleng kepala. Ikut bingung
mendengar kisah Wahyudi.
“Lalu sekarang sampeyan mau ke mana?”
“Entahlah … saya tidak tahu.”
Nyonya cantik itu diam sesaat, merasa iba melihat
wajah ganteng yang tampak kusut itu.
“Maukah sampeyan tinggal disini?”
“Ssaya? Tinggal disini?”
“Iya, maukah ? Saya yakin sampeyan bukan orang desa,
walaupun pakaian sampeyan sangat sederhana. Kulit sampeyan begitu bersih, tutur
kata sampeyan sangat bagus dan santun.”
“Entahlah Bu, saya bingung.”
“Disini rumah saya. Saya tinggal bersama pak Kartiko,
suami saya. Kami punya sebuah usaha dibidang properti. Sampeyan tahu apa itu
properti?
“Itu … usaha … bangun perumahan .. dan sebangsanya,
bukan?”
“Benar. Nah, ternyata sampeyan tidak bodoh. Sampeyan
hanya bingung. Suami saya sakit strook dan tidak bisa berjalan. Barangkali
sampeyan juga bisa membantunya melayani suami saya, Apa sampeyan mau? Sampeyan
bukan saya anggap sebagai pembantu, tapi keluarga."
“Maksud ibu?”
“Bekerjalah sama saya, dapat gaji.”
“Tapi … saya kan”
“Coba saja. Daripada sampeyan berjalan tanpa tujuan.
Nanti kalau ada keluarga sampeyan yang mencarinya kan gampang. Bagaimana?”
Wahyudi masih termangu.
“Mengapa Ibu percaya pada saya? Bagaimana kalau
sebenarnya saya ini orang jahat yang bisa saja mencelakai keluarga Ibu?”
Bu Kartiko tak bisa menjawabnya. Ia menatap Wahyudi
tanpa berkedip. Iya juga sih, mengapa dia sangat mempercayai Wahyudi, dan malah
ingin mempekerjakannya?
“Kalau sampeyan menanyakan hal itu, saya tak bisa
menjawabnya. Tiba-tiba timbul rasa iba di hati, karena yakin bahwa sampeyan
orang baik.
“Kalau begitu uang Ibu saya kembalikan saja.”
“Lho, bagaimana sih Nak?”
“Kan saya sudah boleh tinggal di sini dan bekerja, dan
dapat gaji.”
“Dengar, sampeyan bisa mempergunakan uang itu untuk
beli pakaian yang lebih pantas. Nanti Nano sopir saya akan mengantarkan
sampeyan belanja, tapi sekarang istirahatlah dulu. Sampeyan belum makan bukan?”
Wahyudi tertunduk malu.
“Nano …” teriak bu Kartiko memanggil sopirnya.
“Ya Bu,” kata Nano, sopir yang umurnya sebaya Wahyudi,
sambil mendekat.
“Ini lho No, ini namanya Wahyudi. Dia akan bekerja
disini, tapi dia tidak punya pakaian pantas. Nanti ajak dia makan dulu di
belakang sana, lalu antarkan dia beli pakaian beberapa potong. Pokoknya pakaian
ganti, dari pakaian dalam sampai luar, dan semua kebutuhannya. Tidak usah yang
mahal, tapi yang bagus dan pantas. Belikan juga sepatu dan sandal untuk harian.
Dia sudah membawa uang, kalau kurang, tolong pinjamin dulu, nanti aku ganti.”
“Baiklah Bu,” katanya sambil menatap Wahyudi. Wahyudi
mengangguk sopan.
“Ini namanya Wahyudi, dan ini, Nano sopir saya Nak,”
kata Bu Kartika sambil mengambil Mila dari pangkuan Wahyudi, lalu masuk ke
dalam.
“Ajak makan dulu sekarang No.”
“Iya Bu”
Sunguh unik nasib Wahyudi. Tiba-tiba saja ada yang
menaruh iba, tiba-tiba mendapat uang satu juta, tiba-tiba juga disuruh bekerja,
tanpa curiga. Tapi bukankah orang baik selalu mendapatkan kebaikan?
***
Tukiyo masih mondar mandir di sekitar tempat dia
berpisah dengan Wahyudi. Lalu berjalan ke arah pertokoan, barangkali Wahyudi
ingin beli sesuatu, ke deretan warung-warung, barangkali Wahyudi merasa haus dan
lapar. Tapi tak ada gambaran kemana Wahyudi menghilang.
Tukiyo pulang dengan tangan hampa.
Sunthi yang terus menungguinya di depan rumah, sangat
kecewa melihat ayahnya pulang sendirian.
“Tidak ketemu Pak?” tanya mbok Tukiyo yang berdiri di
samping anaknya.
Pak Tukiyo menggeleng, pasrah. Ia duduk di bangku yang
ada di pelataran, tampak letih.
“Aku nggak punya calon suami dong,” celetuk Sunthi
sedih.
Tukiyo terkejut, menoleh ke arah anaknya yang kemudian
bersimpuh begitu saja di tanah.
“Apa maksudmu?” tanya Tukiyo.
Sunthi terkejut. Tadi ia tak sadar mengucapkannya, dan
merasa malu ketika ayahnya menatapnya.
“Mengapa kamu menganggapnya sebagai calon suami? Apa
dia pernah melamar kamu? Mengatakan sama kamu bahwa kamu akan diambilnya
sebagai istri?”
“Maaf Pak, aku hanya berharap.”
“Apa?”
“Pak, Sunthi itu suka sama nak Wahyudi. Dia bahkan
menipu nak Wahyudi, bahwa dia adalah calon istrinya,” terang mbok Tukiyo yang
khawatir suaminya akan semakin marah.
“Memalukan. Kalau dia sudah melamar kamu, boleh saja
kamu bilang begitu.”
“Tapi mas Wahyudi tidak menolak kok.”
“Kamu mempergunakan keadaannya yang lupa ingatan untuk
membohongi dia? Kalau dia tiba-tiba ingat dan ternyata kamu bukan calon
istrinya, apa kamu tidak malu? Pantesan kemarin dia ngomong aneh, dan aku tidak
mengerti,” kesal Tukiyo.
Sunthi menundukkan kepalanya.
“Kalau suatu hari dia pulang kemari, kamu harus minta
maaf sama dia dan mengatakan bahwa kamu bersalah telah membohongi dia,” tegas
kata Tukiyo.
“Yaah, Pak … aku malu dong.”
“Sebuah kejujuran tidak membuat seseorang
mempermalukan kamu,” kata Tukiyo bijak.
“Bukankah lebih memalukan kalau dia teringat kemudian
ternyata sadar bahwa kamu bukan calon istrinya?” lanjutnya.
Sunthi menundukkan wajahnya.
“Benar apa yang dikatakan bapakmu nduk, kalau memang
dia jodohmu, pasti akan terjadi. Jodoh itu pemberian dari Gusti Allah,” hibur
simboknya.
“Besok aku akan mencarinya lagi,” kata Tukiyo sambil
berdiri, kemudian masuk ke dalam rumah.
“Simbok gimana sih, kok nggak bantuin Sunthi?” gerutu
Sunthi ketika simboknya juga beranjak memasuki rumah.
“Kamu sudah melakukan kesalahan. Bagaimana aku bisa
membantu kamu? Sekarang yang kamu lakukan adalah menunggui dia untuk meminta
maaf.”
“Simbok kok gituuu!” kata Sunthi setengah berteriak.
Tapi tiba-tiba terbit keinginan Sunthi untuk pergi mencarinya.
***
“Siapa dia yang kamu maksud itu Bu?” tanya pak Kartiko
ketika istrinya mengatakan bahwa akan ada yang melayaninya.
“Dia itu namanya Wahyudi. Tadinya dia menolong cucu
kita yang mau tertabrak sepeda motor di jalan, tapi dia itu sedang sakit, ibu kasihan
sama dia.”
“Ibu gimana, orang sedang sakit, kenapa disuruh
melayani aku? Nanti aku ketularan sakit, bagaimana?”
“Dia itu bukan sakit karena penyakit pak, tapi sakit
ingatan.”
“Dia gila?”
“Bukan juga. Dia lupa segala-galanya, bahkan namanya
juga karena diberi orang dengan nama itu. Tapi dia itu baik, jujur, ibu beri
dia uang, tadinya menolak mentah-mentah, sampai aku memohon-mohon, barulah dia
menerima. Sekarang dia sedang pergi sama Nano, ibu suruh beri pakaian.”
“Beli pakaian?”
“Iya, soalnya pakaian yang dipakainya itu warnanya
sudah lusuh, dan celananya itu celana pendek selutut, komprang. Padahal orangnya
bersih, dan kelihatannya bukan orang desa.”
“Mengapa Ibu tidak menyuruhnya ketemu aku dulu, supaya
aku tahu seperti apa dia. Kalau aku tidak suka dilayani dia, bagaimana?”
“Tadi Bapak sedang tidur, jadi ibu tidak menyuruhnya
ketemu Bapak dulu. Memang ibu tidak melihat ke dalam, tapi waktu itu adalah
waktu tidurnya Bapak. Nanti kalau dia datang, ibu suruh ganti pakaian dulu,
supaya kelihatan bersih dan rapi, lalu biar ketemu Bapak.”
“Semoga saja aku suka.”
“Bapak pasti suka, dia baik kok.”
“Ibu baru saja ketemu, bagaimana bisa bilang bahwa dia
baik?”
“Dari cara dia bicara, dari sikapnya, kan kelihatan
Pak.”
“Jaman sekarang banyak orang tipu-tipu.”
“Tidak, ibu yakin tidak. Entah mengapa ibu merasa iba,
dan sangat percaya sama dia. Tapi kalau nanti Bapak memang tidak suka, akan ibu
kasih dia pekerjaan lain. Tampaknya dia bingung mau pergi ke mana, gitu. Habis
dia lupa segala-galanya. Kalau dia bisa bekerja dengan baik, ibu akan
membawanya ke dokter.”
“Ya sudah, terserah Ibu saja. Tapi kalau ternyata dia
bukan orang baik, ibu tanggung sendiri akibatnya ya.”
Bu Kartiko hanya tersenyum, dia yakin tak akan
mengecewakan suaminya.
***
Hari itu Sunthi berjalan-jalan di sekitar pasar. Dia pergi ketika
ayahnya sedang beristirahat kelelahan. Dia sungguh tidak terima kalau Wahyudi
tidak bisa ditemukan.
“Masa dia mau menghilang begitu saja? Tapi kan
nyatanya dia memang menghilang?” gumam Sunthi sambil terus mencari-cari.
Ia terus berjalan, dan sampai di sebuah deretan pertokoan.
“Masa, dia akan berjalan sampai kemari? Bukankah dia
tak punya uang, dan bapak hanya memberinya duapuluh ribu rupiah?
Tiba-tiba Sunthi terbelalak, melihat bayangan Wahyudi
sedang membawa beberapa bungkusan besar, bersama seorang laki-laki muda.
“Benarkah dia mas Wahyudi? Tapi itu pakaian yang
dikenakan, bukankah itu pakaian bapak?”
Dia memang Wahyudi, yang sedang berbelanja pakaian
bersama Nano. Beberapa bungkusan besar dibawa keduanya, kemudian Nano masuk
kedalam mobil.
Sunthi melongo, terpaku tak tahu harus bagaimana. Ia
sadar dan berteriak, ketika mobil itu berlalu. Sunthi terkejut, berlari
mengejarnya sambil terus berteriak.
***
Besok lagi ya
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah KC 05. Hadir gasik. Nderekke jeng Wiwik Suharti yg njrantal duluan 😂😂
DeleteSelamat jeng Wiwik Juara 1 di episode ke 5 malam ini.
DeleteTerimakasih bunda sdh menayangkan Kembang Cantikku episode 5. Semoga bunda Tien sehat selalu dan selalu sehat.
Aamiin ya Robbal'aalamiin.
Alhamdulillah..🙏
ReplyDeleteHoréé...
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteDatang gasik
Matur nuwun ibu Tien
Alhamdulilah bisa mengikuti kisah Wahyudi lg. Matur nuwun M Tien semoga sehat selalu dan selalu bahagia.
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung edisi sore hari.Makasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah masih sore sdh tayang
ReplyDeleteTrimakasih
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷
Alhamdulillah akhirnya tayang diintip2 dri semalam....
ReplyDeleteTerima kasih......
ReplyDelete𝐀𝐥𝐡𝐚𝐦𝐝𝐮𝐥𝐢𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐞𝐩𝐬 5 ...𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐮𝐭𝐤 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 & 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..🙏🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, Matur nuwun buTien 🤗🥰
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat semua ya bu Tien 😊
Duh kasihan Wahyudi ya, apa sembuhnya setelah ketemu qila? Semoga baik 2 saja selanjutannya. Terima kasih Mbak Tien, salam sehat dan aduhai ..
ReplyDeleteAlhamdullilah KC 05 cpt tayangnya..masih bunda Tien..slmt mlm n slmt week and..slm sht sll dri sukabumi 🙏😘😍
ReplyDeleteSemoga Wahyudi segera mengingat kembali siapa dirinya,
ReplyDeleteTerimakasih Bunda Tien ...🙏🙏🙏
penasaran pengen segera baca sambungannya,
sehat2 selalu Bunda Tien dan salam aduhaiii
Alhamdullilah KC 05 sdh hadir, terima kasih mbak Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan bahagia, selamat berakhir pekan
Terimakasih bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Kembang Cantikku sudah tayang.
ReplyDeleteWah unik sekali pengalaman Wahyudi, sekarang pindah ke rumah yang besar.
Terus Sunthi sudah melihatnya naik mobil. Dapat menemukan apa tidak ya...
Salam sehat mbak Tien, yang selalu ADUHAI.
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTombo kangen kmrn libur. Met malming
Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 05 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
alhamdulillah
ReplyDeleteAlahamdulilah sudah tayang lebih awal, bust teman malming..🥰
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...salam ADUHAI selalu...🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteSunthi melongo, terpaku tak tahu harus bagaimana. Ia sadar dan berteriak, ketika mobil itu berlalu. Sunthi terkejut, berlari mengejarnya sambil terus berteriak.
ReplyDeleteKasihan Sunthi.....
Rasanya kok muk sadulit wis bar olehku maca, apa merga ora akeh koreksine ?
Siapa pula pak Kartiko..... semua anak perempuan cantik kucir dua benar2 Qila dan perempuan yang turun dari mobil itu bu Siswanto..... Jebule aku salah ampunnnn..... ampunnnn, bunda.
🙏🙏🙏
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteP E N G U M U M A N
ReplyDeleteTelah Terbit NOVEL CINTAKU DI ANTARA MEGA karya TIEN KUMALASARI 335 halaman (tayang 25 Juni sd 03 Juli 2020)
Harga Rp, 110,000/eksp, belum termasuk ongkos kirim.
Harga Rp.100.000/eksp untuk pembelian kolektif minimal 5 eksp, belum termasuk ongkos kirim.
Dapat dipesan :
1. Ibu Tien Kumalasari
082226322364;
2. Ibu Iyeng Santoso
08179226969;
3. Bpk. Djoko Budi Santoso. 085101776038.
Alhamdulillah, KC sdh tayang kembali....suwun Bu Tien....🙏
ReplyDeleteSalam sehat selalu...😊🙏
Mbak Tien memang luar biasa...
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien...
Makasih mba Tien
ReplyDeleteMakasih bu Tien .semangat hari libur
ReplyDeleteP E N G U M U M A N
ReplyDeleteTelah Terbit NOVEL CINTAKU DI ANTARA MEGA karya TIEN KUMALASARI 335 halaman (tayang 25 Juni sd 03 Juli 2020)
Harga Rp, 110,000/eksp belum ongkir.
Harga Rp.100.000/eksp untuk pembelian minimal 5 eksp atau lebih, belum termasuk ongkos kirim.
Dapat dipesan :
1. Ibu Tien Kumalasari
082226322364;
2. Ibu Iyeng Santoso
08179226969;
3. Bpk. Djoko Budi Santoso. 085101776038.
BURUAN PESAN... EDISI PERDANA TERBATAS.