Saturday, June 25, 2022

KEMBANG CANTIKKU 05

 

KEMBANG CANTIKKU  05

(Tien Kumalasari)

 

Seorang wanita cantik turun dari dalam mobil, segera meraih anak kecil yang digendong Wahyudi. Wahyudi membungkukkan badannya.

“Kamu mau menculik cucuku?” tanyanya dengan tatapan tajam.

“Tidak Bu, anak kecil ini lari ke jalan, tanpa sadar ada sepeda motor lewat, lalu saya menggendongnya dan mengajaknya minggir.

“Haah? Tinah ? Betul yang dikatakan pria ini?” tanyanya sambil memandang wanita berbaju putih yang menundukkan kepala, ketakutan.

“Jawab Tinah!” kata sang nyonya dengan nada tinggi.

“Iy .. iya Bu, ssaya … tidak tahu ..ttad … tadi.” Tinah ketakutan.

“Bagaimana kamu ini? Momong anak kecil saja tidak becus? Lagi ngapain kamu tadi? Pasti mainan ponsel, ya kan?”

“Mm … maaf Bu, lain kali tidak lagi,” jawabnya gemetar.

“Maaf … maaf … kamu pikir dengan permintaan maaf itu kamu merasa sudah cukup? Bagaimana kalau cucuku kenapa-kenapa? Untung ada masnya ini yang menyelamatkannya, bagaimana kalau tidak?”

Tinah menangis terisak.

“Kamu mau saya pecat?” hardik nyonya itu sambil menunjuk ke arah hidung Tinah.

“Jangan Bu, saya mohon. Maafkan … saya … dan jangan pecat ss… saya Bu, saya mohon, ampuun Bu … saya tidak akan mengulanginya. Tadi saya baru menerima kabar, saudara ada yang sakit, tidak sadar, Mila lari ke jalan … ampun Bu … saya janji … tidak akan mengulanginya …” isaknya sambil berlutut di kaki sang nyonya,

Wahyudi hendak berlalu, tak sampai hati melihat Tinah berlutut sambil menangis. Tapi sang nyonya melihatnya.

“Eh Mas … tunggu Mas …”

Wahyudi berhenti.

“Sampeyan mau ke mana?”

“Saya … mau … pullang Bu ..” katanya ragu, karena sebenarnya dia tidak tahu harus pulang ke mana.”

“Rumahnya mana? Ayo masuklah dulu …” kata nyonya cantik yang sedang menggendong cucunya itu, sambil memintanya masuk ke rumah.

Wahyudi mengikutinya, dengan  perasaan masih merasa ragu. Sungguh dia akan kebingungan apabila mendapatkan banyak pertanyaan tentang dirinya.

“Ayo masuklah. Mm … baiklah, duduk di teras sini saja,” katanya sambil masih menggendong cucunya. Tiba-tiba anak kecil berkucir dua dan bernama Mila itu merosot turun dan menghampiri Wahyudi. Wahyudi merengkuhnya, lalu mendudukkan di pangkuannya.

Sang nyonya cantik tersenyum cerah.

“Mila kok tiba-tiba suka sama sampeyan? Berarti sampeyan ini orang baik, karena anak kecil lebih peka perasaannya. Dia tidak akan lengket dengan orang yang berniat jahat.”

“Terima kasih Bu,” dan lagi-lagi Mila berdiri di pangkuan Wahyudi, lalu mempermainkan rambut ikalnya.

“Rumahnya di mana Nak?” kata nyonya itu sambil membuka dompetnya, kenudian  menyerahkan sejumlah uang, diulungkannya pada Wahyudi.

“Oh, ini … untuk apa?”

“Sebagai rasa terima kasih saya Nak, karena sampeyan telah menyelamatkan cucu saya.”

“Tidak Bu, saya melakukannya bukan karena menginginkan uang. Mana mungkin saya akan membiarkan seorang anak mengalami celaka di jalan? Pasti semua orang juga akan melakukannya.”

“Baiklah, itu benar, tapi tolong terimalah ini. Kalau kurang akan saya tambahin. Ini hanya satu juta.”

“Ya ampun, bukankah itu sangat banyak?”

“Apa artinya dibandingkan dengan nyawa cucu saya?”

“Tolong Bu,” Wahyudi menolaknya.

“Tolong juga Nak, jangan membuat saya berhutang.”

“Ibu tidak akan berhutang apapun sama saya. Saya tidak menghutangkan apapun.

“Ya Tuhan, bagaimana ada orang sebaik sampeyan? Tapi tolong terimalah.”

Wahyudi menggelengkan kepalanya pelan, tapi merasa kasihan melihat nyonya cantik itu memohon-mohon sambil tetap mengulurkan uangnya.

Wahyudi menerimanya dengan gemetar dan berlinang air mata. Sesungguhnya bukan uang itu yang diinginkannya, tapi kembalinya ingatannya.

“Terima kasih Nak. Senang sekali, sampeyan mau menerimanya. Tapi sampeyan belum menjawab pertanyaan saya. Dimana rumah sampeyan?”

“Saya … “ Wahyudi tampak bingung.

“Jauhkah?”

“Sesungguhnya, saya tidak ingat apa-apa …” jawabnya dengan wajah pilu, tapi kemudian dia mencium pipi Mila ketika gadis itu mengusap air matanya.

“Tidak ingat apa-apa? Apa maksudnya Nak?”

“Saya … sakit, tidak ingat siapa saya dan apa yang terjadi. Saya bingung dimana rumah saya, siapa keluarga saya.”

“Ya Tuhan. Bagaimana bisa begitu?”

Wahyudi menggelengkan kepalanya pelan.

“Kalau nama … ?”

“Katanya, nama saya Wahyudi.”

“Kok katanya? Kata siapa?”

“Kata … orang yang menolong saya, atau … entahlah, saya juga bingung.”

“Siapa yang menolong sampeyan?”

“Seseorang, namanya Tukiyo, tapi saya juga bingung, bagaimana asal mulanya. Mungkin dia menemukan saya dalam keadaan sakit, lalu ditolongnya, tapi anak pak Tukiyo mengatakan bahwa saya ini calon suaminya.”

“Jadi sampeyan calon menantu orang yang bernama Tukiyo itu?”

“Entahlah, saya bingung sekali.”

“Di mana rumah Tukiyo itu?”

“Saya tidak tahu Bu, saya tadi mengikutinya, tapi saya jalan sendiri dan tersesat, lalu saya bingung. Jangan bertanya apapun, saya tidak akan bisa menjawabnya.”

“Ya ampuun, pasti calon istri sampeyan juga bingung mencari sampeyan.”

“Entahlah, saya tidak suka dia. Entah kapan saya berniat mau memperistrikannya, saya tidak pernah merasa suka, tapi saya tidak bisa menolaknya.”

Nyonya cantik itu geleng-geleng kepala. Ikut bingung mendengar kisah Wahyudi.

“Lalu sekarang sampeyan mau ke mana?”

“Entahlah … saya tidak tahu.”

Nyonya cantik itu diam sesaat, merasa iba melihat wajah ganteng yang tampak kusut itu.

“Maukah sampeyan tinggal disini?”

“Ssaya? Tinggal disini?”

“Iya, maukah ? Saya yakin sampeyan bukan orang desa, walaupun pakaian sampeyan sangat sederhana. Kulit sampeyan begitu bersih, tutur kata sampeyan sangat bagus dan santun.”

“Entahlah Bu, saya bingung.”

“Disini rumah saya. Saya tinggal bersama pak Kartiko, suami saya. Kami punya sebuah usaha dibidang properti. Sampeyan tahu apa itu properti?

“Itu … usaha … bangun perumahan .. dan sebangsanya, bukan?”

“Benar. Nah, ternyata sampeyan tidak bodoh. Sampeyan hanya bingung. Suami saya sakit strook dan tidak bisa berjalan. Barangkali sampeyan juga bisa membantunya melayani suami saya, Apa sampeyan mau? Sampeyan bukan saya anggap sebagai pembantu, tapi keluarga."

“Maksud ibu?”

“Bekerjalah sama saya, dapat gaji.”

“Tapi … saya kan”

“Coba saja. Daripada sampeyan berjalan tanpa tujuan. Nanti kalau ada keluarga sampeyan yang mencarinya kan gampang. Bagaimana?”

Wahyudi masih termangu.

“Mengapa Ibu percaya pada saya? Bagaimana kalau sebenarnya saya ini orang jahat yang bisa saja mencelakai keluarga Ibu?”

Bu Kartiko tak bisa menjawabnya. Ia menatap Wahyudi tanpa berkedip. Iya juga sih, mengapa dia sangat mempercayai Wahyudi, dan malah ingin mempekerjakannya?

“Kalau sampeyan menanyakan hal itu, saya  tak bisa menjawabnya. Tiba-tiba timbul rasa iba di hati, karena yakin bahwa sampeyan orang baik.

“Kalau begitu uang Ibu saya kembalikan saja.”

“Lho, bagaimana sih Nak?”

“Kan saya sudah boleh tinggal di sini dan bekerja, dan dapat gaji.”

“Dengar, sampeyan bisa mempergunakan uang itu untuk beli pakaian yang lebih pantas. Nanti Nano sopir saya akan mengantarkan sampeyan belanja, tapi sekarang istirahatlah dulu. Sampeyan belum makan bukan?”

Wahyudi tertunduk malu.

“Nano …” teriak bu Kartiko memanggil sopirnya.

“Ya Bu,” kata Nano, sopir yang umurnya sebaya Wahyudi, sambil mendekat.

“Ini lho No, ini namanya Wahyudi. Dia akan bekerja disini, tapi dia tidak punya pakaian pantas. Nanti ajak dia makan dulu di belakang sana, lalu antarkan dia beli pakaian beberapa potong. Pokoknya pakaian ganti, dari pakaian dalam sampai luar, dan semua kebutuhannya. Tidak usah yang mahal, tapi yang bagus dan pantas. Belikan juga sepatu dan sandal untuk harian. Dia sudah membawa uang, kalau kurang, tolong pinjamin dulu, nanti aku ganti.”

“Baiklah Bu,” katanya sambil menatap Wahyudi. Wahyudi mengangguk sopan.

“Ini namanya Wahyudi, dan ini, Nano sopir saya Nak,” kata Bu Kartika sambil mengambil Mila dari pangkuan Wahyudi, lalu masuk ke dalam.

“Ajak makan dulu sekarang No.”

“Iya Bu”

Sunguh unik nasib Wahyudi. Tiba-tiba saja ada yang menaruh iba, tiba-tiba mendapat uang satu juta, tiba-tiba juga disuruh bekerja, tanpa curiga. Tapi bukankah orang baik selalu mendapatkan kebaikan?

***

Tukiyo masih mondar mandir di sekitar tempat dia berpisah dengan Wahyudi. Lalu berjalan ke arah pertokoan, barangkali Wahyudi ingin beli sesuatu, ke deretan warung-warung, barangkali Wahyudi merasa haus dan lapar. Tapi tak ada gambaran kemana Wahyudi menghilang.

Tukiyo pulang dengan tangan hampa.

Sunthi yang terus menungguinya di depan rumah, sangat kecewa melihat ayahnya pulang sendirian.

“Tidak ketemu Pak?” tanya mbok Tukiyo yang berdiri di samping anaknya.

Pak Tukiyo menggeleng, pasrah. Ia duduk di bangku yang ada di pelataran, tampak letih.

“Aku nggak punya calon suami dong,” celetuk Sunthi sedih.

Tukiyo terkejut, menoleh ke arah anaknya yang kemudian bersimpuh begitu saja di tanah.

“Apa maksudmu?” tanya Tukiyo.

Sunthi terkejut. Tadi ia tak sadar mengucapkannya, dan merasa malu ketika ayahnya menatapnya.

“Mengapa kamu menganggapnya sebagai calon suami? Apa dia pernah melamar kamu? Mengatakan sama kamu bahwa kamu akan diambilnya sebagai istri?”

“Maaf Pak, aku hanya berharap.”

“Apa?”

“Pak, Sunthi itu suka sama nak Wahyudi. Dia bahkan menipu nak Wahyudi, bahwa dia adalah calon istrinya,” terang mbok Tukiyo yang khawatir suaminya akan semakin marah.

“Memalukan. Kalau dia sudah melamar kamu, boleh saja kamu bilang begitu.”

“Tapi mas Wahyudi tidak menolak kok.”

“Kamu mempergunakan keadaannya yang lupa ingatan untuk membohongi dia? Kalau dia tiba-tiba ingat dan ternyata kamu bukan calon istrinya, apa kamu tidak malu? Pantesan kemarin dia ngomong aneh, dan aku tidak mengerti,” kesal Tukiyo.

Sunthi menundukkan kepalanya.

“Kalau suatu hari dia pulang kemari, kamu harus minta maaf sama dia dan mengatakan bahwa kamu bersalah telah membohongi dia,” tegas kata Tukiyo.

“Yaah, Pak … aku malu dong.”

“Sebuah kejujuran tidak membuat seseorang mempermalukan kamu,” kata Tukiyo bijak.

“Bukankah lebih memalukan kalau dia teringat kemudian ternyata sadar bahwa kamu bukan calon istrinya?” lanjutnya.

Sunthi menundukkan wajahnya.

“Benar apa yang dikatakan bapakmu nduk, kalau memang dia jodohmu, pasti akan terjadi. Jodoh itu pemberian dari Gusti Allah,” hibur simboknya.

“Besok aku akan mencarinya lagi,” kata Tukiyo sambil berdiri, kemudian masuk ke dalam rumah.

“Simbok gimana sih, kok nggak bantuin Sunthi?” gerutu Sunthi ketika simboknya juga beranjak memasuki rumah.

“Kamu sudah melakukan kesalahan. Bagaimana aku bisa membantu kamu? Sekarang yang kamu lakukan adalah menunggui dia untuk meminta maaf.”

“Simbok kok gituuu!” kata Sunthi setengah berteriak.

Tapi tiba-tiba terbit keinginan Sunthi untuk pergi mencarinya.

***

“Siapa dia yang kamu maksud itu Bu?” tanya pak Kartiko ketika istrinya mengatakan bahwa akan ada yang melayaninya.

“Dia itu namanya Wahyudi. Tadinya dia menolong cucu kita yang mau tertabrak sepeda motor di jalan, tapi dia itu sedang sakit, ibu kasihan sama dia.”

“Ibu gimana, orang sedang sakit, kenapa disuruh melayani aku? Nanti aku ketularan sakit, bagaimana?”

“Dia itu bukan sakit karena penyakit pak, tapi sakit ingatan.”

“Dia gila?”

“Bukan juga. Dia lupa segala-galanya, bahkan namanya juga karena diberi orang dengan nama itu. Tapi dia itu baik, jujur, ibu beri dia uang, tadinya menolak mentah-mentah, sampai aku memohon-mohon, barulah dia menerima. Sekarang dia sedang pergi sama  Nano, ibu suruh beri pakaian.”

“Beli pakaian?”

“Iya, soalnya pakaian yang dipakainya itu warnanya sudah lusuh, dan celananya itu celana pendek selutut, komprang. Padahal orangnya bersih, dan kelihatannya bukan orang desa.”

“Mengapa Ibu tidak menyuruhnya ketemu aku dulu, supaya aku tahu seperti apa dia. Kalau aku tidak suka dilayani dia, bagaimana?”

“Tadi Bapak sedang tidur, jadi ibu tidak menyuruhnya ketemu Bapak dulu. Memang ibu tidak melihat ke dalam, tapi waktu itu adalah waktu tidurnya Bapak. Nanti kalau dia datang, ibu suruh ganti pakaian dulu, supaya kelihatan bersih dan rapi, lalu biar ketemu Bapak.”

“Semoga saja aku suka.”

“Bapak pasti suka, dia baik kok.”

“Ibu baru saja ketemu, bagaimana bisa bilang bahwa dia baik?”

“Dari cara dia bicara, dari sikapnya, kan kelihatan Pak.”

“Jaman sekarang banyak orang tipu-tipu.”

“Tidak, ibu yakin tidak. Entah mengapa ibu merasa iba, dan sangat percaya sama dia. Tapi kalau nanti Bapak memang tidak suka, akan ibu kasih dia pekerjaan lain. Tampaknya dia bingung mau pergi ke mana, gitu. Habis dia lupa segala-galanya. Kalau dia bisa bekerja dengan baik, ibu akan membawanya ke dokter.”

“Ya sudah, terserah Ibu saja. Tapi kalau ternyata dia bukan orang baik, ibu tanggung sendiri akibatnya ya.”

Bu Kartiko hanya tersenyum, dia yakin tak akan mengecewakan suaminya.

***

Hari itu Sunthi berjalan-jalan di sekitar pasar. Dia pergi ketika ayahnya sedang beristirahat kelelahan. Dia sungguh tidak terima kalau Wahyudi tidak bisa ditemukan.

“Masa dia mau menghilang begitu saja? Tapi kan nyatanya dia memang menghilang?” gumam Sunthi sambil terus mencari-cari.

Ia terus berjalan, dan sampai di sebuah deretan pertokoan.

“Masa, dia akan berjalan sampai kemari? Bukankah dia tak punya uang, dan bapak hanya memberinya duapuluh ribu rupiah?

Tiba-tiba Sunthi terbelalak, melihat bayangan Wahyudi sedang membawa beberapa bungkusan besar, bersama seorang laki-laki muda.

“Benarkah dia mas Wahyudi? Tapi itu pakaian yang dikenakan, bukankah itu pakaian bapak?”

Dia memang Wahyudi, yang sedang berbelanja pakaian bersama Nano. Beberapa bungkusan besar dibawa keduanya, kemudian Nano masuk kedalam mobil.

Sunthi melongo, terpaku tak tahu harus bagaimana. Ia sadar dan berteriak, ketika mobil itu berlalu. Sunthi terkejut, berlari mengejarnya sambil terus berteriak.

***

Besok lagi ya

 

35 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah KC 05. Hadir gasik. Nderekke jeng Wiwik Suharti yg njrantal duluan 😂😂

      Delete
    2. Selamat jeng Wiwik Juara 1 di episode ke 5 malam ini.
      Terimakasih bunda sdh menayangkan Kembang Cantikku episode 5. Semoga bunda Tien sehat selalu dan selalu sehat.
      Aamiin ya Robbal'aalamiin.

      Delete
  2. Alhamdulillah
    Datang gasik
    Matur nuwun ibu Tien

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah bisa mengikuti kisah Wahyudi lg. Matur nuwun M Tien semoga sehat selalu dan selalu bahagia.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah cerbung edisi sore hari.Makasih Bunda

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah masih sore sdh tayang
    Trimakasih

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah akhirnya tayang diintip2 dri semalam....

    ReplyDelete
  8. 𝐀𝐥𝐡𝐚𝐦𝐝𝐮𝐥𝐢𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐞𝐩𝐬 5 ...𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐮𝐭𝐤 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 & 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, Matur nuwun buTien 🤗🥰

    Salam sehat wal'afiat semua ya bu Tien 😊

    ReplyDelete
  10. Duh kasihan Wahyudi ya, apa sembuhnya setelah ketemu qila? Semoga baik 2 saja selanjutannya. Terima kasih Mbak Tien, salam sehat dan aduhai ..

    ReplyDelete
  11. Alhamdullilah KC 05 cpt tayangnya..masih bunda Tien..slmt mlm n slmt week and..slm sht sll dri sukabumi 🙏😘😍

    ReplyDelete
  12. Semoga Wahyudi segera mengingat kembali siapa dirinya,
    Terimakasih Bunda Tien ...🙏🙏🙏
    penasaran pengen segera baca sambungannya,
    sehat2 selalu Bunda Tien dan salam aduhaiii

    ReplyDelete
  13. Alhamdullilah KC 05 sdh hadir, terima kasih mbak Tien.
    Salam sehat dan bahagia, selamat berakhir pekan

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun mbak Tien-ku, Kembang Cantikku sudah tayang.
    Wah unik sekali pengalaman Wahyudi, sekarang pindah ke rumah yang besar.
    Terus Sunthi sudah melihatnya naik mobil. Dapat menemukan apa tidak ya...
    Salam sehat mbak Tien, yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun, bu Tien
    Tombo kangen kmrn libur. Met malming

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 05 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  17. Alahamdulilah sudah tayang lebih awal, bust teman malming..🥰

    Matur nuwun bunda Tien...salam ADUHAI selalu...🙏

    ReplyDelete
  18. Sunthi melongo, terpaku tak tahu harus bagaimana. Ia sadar dan berteriak, ketika mobil itu berlalu. Sunthi terkejut, berlari mengejarnya sambil terus berteriak.
    Kasihan Sunthi.....

    Rasanya kok muk sadulit wis bar olehku maca, apa merga ora akeh koreksine ?
    Siapa pula pak Kartiko..... semua anak perempuan cantik kucir dua benar2 Qila dan perempuan yang turun dari mobil itu bu Siswanto..... Jebule aku salah ampunnnn..... ampunnnn, bunda.
    🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  19. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  20. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  21. P E N G U M U M A N

    Telah Terbit NOVEL CINTAKU DI ANTARA MEGA karya TIEN KUMALASARI 335 halaman (tayang 25 Juni sd 03 Juli 2020)
    Harga Rp, 110,000/eksp, belum termasuk ongkos kirim.
    Harga Rp.100.000/eksp untuk pembelian kolektif minimal 5 eksp, belum termasuk ongkos kirim.
    Dapat dipesan :
    1. Ibu Tien Kumalasari
    082226322364;
    2. Ibu Iyeng Santoso
    08179226969;
    3. Bpk. Djoko Budi Santoso. 085101776038.

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, KC sdh tayang kembali....suwun Bu Tien....🙏
    Salam sehat selalu...😊🙏

    ReplyDelete
  23. Mbak Tien memang luar biasa...
    Terimakasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  24. Makasih bu Tien .semangat hari libur

    ReplyDelete
  25. P E N G U M U M A N

    Telah Terbit NOVEL CINTAKU DI ANTARA MEGA karya TIEN KUMALASARI 335 halaman (tayang 25 Juni sd 03 Juli 2020)
    Harga Rp, 110,000/eksp belum ongkir.
    Harga Rp.100.000/eksp untuk pembelian minimal 5 eksp atau lebih, belum termasuk ongkos kirim.
    Dapat dipesan :
    1. Ibu Tien Kumalasari
    082226322364;
    2. Ibu Iyeng Santoso
    08179226969;
    3. Bpk. Djoko Budi Santoso. 085101776038.
    BURUAN PESAN... EDISI PERDANA TERBATAS.

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 18

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  18 (Tien Kumalasari)   Satria tentu saja terkejut. Bagaimana bisa, kehilangan seorang putri tanpa tahu di ...