BUKAN MILIKKU
28
(Tien Kumalasari)
Bu Kartomo memandang suaminya curiga. Ia yakin
suaminya sedang mencari jalan untuk sesuatu yang tersembunyi, dan itu adalah
uang.
“Tidak usah," sergahnya tandas.
“Mengapa tidak boleh?” protes pak Kartomo.
“Tidak boleh. Ada pembicaraan tentang masakan itu saat
bu Siswanto mencicipinya. Bapak bisa apa?”
“Iya Pak, ini kan tentang masakan. Bapak tidak akan
bisa menjawab kalau ditanya,” kata Retno yang juga kesal melihat sikap ayahnya.
“Ya sudah, aku mau bicara sama nak Sapto saja. Nak
Sapto, mari keluar sebentar, ada yang akan saya bicarakan,” katanya kemudian
kepada menantunya.
Sapto yang semula ragu, kemudian berdiri karena pak
Kartomo terus memandanginya sambil berdiri. Ia mengikuti pak Kartomo ke arah
teras.
“Ada apa Pak?”
“Begini Nak, Nak Sapto kan tahu, sekarang Bapak ini
tidak bekerja, dan tentu saja tidak punya penghasilan. Maksud saya, saya akan
membuka sebuah usaha, untuk kelangsungan hidup saya. Tapi keinginan saya ini
terbentur pada modal. Saya kan tidak punya apa-apa.”
“Memangnya Bapak mau berusaha dalam bidang apa?”
“Apa saja Nak. Yang penting punya penghasilan yang
bisa untuk makan bersama isteri. Selama ini saya kan hanya mengandalkan tenaga,
untuk bantu-bantu siapa saja yang membutuhkan bantuan. Ya membetulkan rumah, ya
membetulkan perabot. Pokoknya apa saja. Tapi akhir-akhir ini saya pikir
pekerjaan itu tidak sepenuhnya bisa mencukupi kebutuhan. Karena tidak setiap
hari ada orang membutuhkan tenaga saya.”
“Yang jelas dong Pak, usahanya apa. Jadi jelas juga
berapa modal yang diperlukan.”
“Bagaimana kalau saya punya sebuah warung sembako?”
“Sembako? Dimana Bapak mau menjualnya?”
“Dirumah sini saja. Setiap hari kan orang butuh beras,
minyak, gula, sabun dan sebagainya, jadi saya yakin akan bisa berhasil.”
“Berapa modal yang Bapak perlukan?”
“Terserah nak Sapto saja. Berapapun modalnya, akan
saya cukupkan untuk penyediaan bahan-bahan pokok itu. Tapi sebelumnya kan harus
ada almari, rak dan sebagainya untuk menempatkan dagangan.”
“Baiklah, nanti akan saya bantu. Tentang almari dan
rak dagangan itu nanti biar Budi yang menyiapkannya. Setelah siap, Bapak akan
saya beri modalnya.”
“Kapan itu Nak?” pak Kartomo kelihatan sangat mendesak.
“Nanti saya akan bicara sama Budi, biarlah Budi yang
mengatur semuanya, berikut penyediaan barang dagangan yang bisa dijual. Eh, tapi tidak usah, saya memberinya modal bukan dalam bentuk uang, tapi barang saja," kata Sapto yang berubah pikiran.
“Bagaimana kalau Nak Sapto memberikan uangnya saja?
Saya merasa nggak enak kalau merepotkan nak
Budi. Dan lagi apa yang saya utarakan ini anggap saja saya berhutang, nanti
kalau sudah jalan, berapapun modalnya pasti akan saya kembalikan.”
“Tidak apa-apa. Kalau barang sudah disediakan, Bapak
tinggal menjual dan memutar dagangan itu sehingga nantinya kalau sudah laku
bisa kulakan lagi. Masalah pengembalian modal itu nanti, yang penting Bapak
bisa menjalankannya dulu.”
Sementara itu Retno dan Budi sudah keluar dari dalam
ruang tamu, bersiap untuk pulang.
“Tampaknya mereka sudah selesai. Siap pulang?”
tanyanya kepada Budi.
“Ya Mas, kita pulang sekarang,” sahut Budi yang
kemudian mencium tangan bu Kartomo dan juga pak Kartomo, setelah Retno yang
kemudian disusul Sapto.
***
“Bicara apa tadi sama nak Sapto?” tanya bu Kartomo
curiga, setelah Retno dan Budi serta Sapto pulang.
“Bicara soal bisnis lah, masa bicara soal masakan,”
jawab pak Kartomo ketus.
“Pasti tentang uang,” tebak bu Kartomo.
“Ya banyak hal. Namanya bisnis ya pasti ada
hubungannya dengan uang.”
“Bapak jangan sembarangan meminta uang. Apalagi kepada
pihak menantu dan besan.”
“Memangnya siapa yang meminta uang?”
“Biasanya kan bapak begitu, ngomong apa saja, larinya
ke uang.”
“Jangan suka menuduh kalau belum tahu buktinya.”
“Berdasarkan pengalaman saja kok.”
“Besok aku akan membuka sebuah toko.”
“Toko apa? Sok amat Bapak nih.”
“Toko sembako. Lengkap. Paling lengkap di kampung ini.”
“Memangnya Bapak punya modal? Jangan sampai Bapak
merepotkan nak Sapto, aku malu, tahu. Kita ini orang tak punya, ya sudah terima
saja apa adanya. Jangan sampai merendahkan diri dengan meminta-minta.”
“Aku bukan minta-minta. Namanya bisnis itu ya memberi
dan menerima.”
“Bisnis … bisnis … sok tahu tentang bisnis. Pokoknya
aku peringatkan Bapak jangan sampai mempermalukan diri sendiri. Kalau Bapak
melakukan hal yang rendah, aku juga akan malu.”
“Kamu itu selalu menganggap aku tidak ada
bagus-bagusnya. Pokoknya diam, dan nanti kamu tidak usah ikutan. Semua biar aku
yang menjalankan,” katanya kemudian pergi keluar rumah sambil mengomel panjang
mendek, entah apa yang diucapkannya.
“Kapan suamiku bisa sembuh dari sifat buruknya itu,”
gumam bu Kartomo sedih.
***
“Bud, ada pekerjaan untuk kamu,” kata Sapto dalam
perjalanan pulang.
“Pekerjaan apa?”
“Pak Kartomo ingin membuka toko sembako.”
Retno mengangkat wajahnya, lalu mendengarkan dengan
seksama pembicaraan kakak beradik itu.
“Lalu?”
“Kamu bisa kan, menyuruh orang membuat almari, atau
rak untuk menata dagangan? Kamu mungkin perlu mengukur ruang disana, supaya
bisa pas nanti membuatnya. Tanyakan pada pak Kartomo apa yang akan dijualnya
dan bagaimana penempatannya.”
“Kapan mulainya?”
“Lakukan secepatnya. Lalu setelah selesai, kamu pesan
apa saja yang akan dijual, aku beri kamu uang untuk kulakan. Apa saja.”
“Tidak,” kata Retno tiba-tiba.
Budi melongok ke arah kaca spion, melihat Retno yang
tampak tidak suka.
“Kenapa Ret?” tanya Sapto.
“Jangan buat apapun untuk ayahku.”
“Ayahmu butuh pekerjaan atau kesibukan, tentunya yang
menghasilkan. Pilihannya adalah jualan sembako.”
“Jangan lakukan. Lebih baik tidak,”
“Kenapa begitu? Biarlah ayah kamu melakukan apa yang
terbaik untuk hidupnya. Sebuah usaha itu bagus, karena dengan berusaha kita
bisa menyesap nikmatnya hasil dari keringat kita,” kata Sapto sambil menoleh ke
arah belakang.
“Ayahku belum tentu bisa mengelolanya. Aku tidak mau
keluargaku merepotkan kalian. Jadi biarkan saja.”
“Jangan begitu Ret, aku sudah menyanggupinya. Aku
tidak akan memberikan uang, tapi barang. Barang yang semoga bisa menjadi awal
dari usaha itu.”
Retno menghela napas.
“Kalau sampai tidak berhasil, aku pasti sangat malu
pada kalian.”
“Tidak masalah, namanya orang berusaha itu
kemungkinannya ada dua. Satu berhasil, dua gagal. Ya sudah. Bagaimana kita bisa
mengetahui bahwa kita berhasil atau gagal, ya kita harus menjalaninya,” kata
Sapto bijak.
Retno diam-diam mengagumi jalan pikiran suaminya.
Tentu saja dia bisa mengatakannya, karena dia seorang pengusaha. Tapi ayahnya,
entahlah. Retno ragu ayahnya akan berhasil mengelolanya. Dan dia sudah
mengingatkan suaminya.
“Nah, kamu sudah mengerti kan Bud apa maksud aku?”
“Ya, mengerti Mas, besok biar orang kantor melihat
lokasinya sehingga bisa mengerti ukuran serta bentuk almari atau rak yang
dimaksud.
***
“Oh, ibumu Ret? Bagus sekali. Aku malah tidak tahu
kalau ibu kamu bisa memasak enak,” kata bu Siswanto kepada Retno.
“Saya tidak tahu apakah enak atau tidak Bu, besok Ibu
mau memberikan contoh masakan dulu, kalau berkenan, ibu saya bersedia
memasakkan, tapi kalau tidak, lebih baik tidak. Ibu takut mengecewakan, karena
biasanya hanya menerima pesanan orang-orang sekampung, atau paling tidak untuk
tetangga kampung.”
“Memangnya apa bedanya lidah orang kampung dan yang
bukan kampung? Tidak apa-apa, aku senang besok akan mencicipi masakan bu Kartomo.
“Semoga tidak mengecewakan.”
“Ya sudah, kamu istirahat saja, pasti capek
muter-muter terus.”
Ketika Retno memasuki kamarnya, dilihatnya Sapto sudah
berbaring di ranjang. Retno ingin duduk di sofa, tapi Sapto memanggilnya.
“Ret, tidurlah sebentar. Kamu harus beristirahat,”
katanya lembut.
“Aku akan duduk saja disini, hari masih sore, nanti
ketiduran,” jawab Retno sambil duduk di sofa, lalu meraih sebuah majalah baru
yang rupanya baru saja dibawa oleh Sapto.
Retno sedang membuka-buka majalah ketika tiba-tiba
Sapto sudah duduk di sampingnya. Retno beringsut sedikit.
“Kok menjauh sih?”
“Gerah.”
“Kan AC nya menyala?”
“Tetap saja gerah.”
“Yang penting kan tidak muntah?”
Retno tetap membalik-balik majalah itu, tak bermaksud
membacanya. Tapi Sapto merasa lega karena Retno bersikap lebih lunak dari
biasanya. Semalam Retno juga tidak menolaknya dengan ancaman ‘itu adalah dosa’.
Retno membenci perasaannya sendiri. Ia merasa sedang
terjebak dalam sebuah kubangan yang membuatnya tak bisa berkutik. Sesekali
bayangan Wahyudi melintas, tapi kemudian disusul oleh bayangan Wuri yang tengil
dan cantik. Retno merasa harus pasrah.
“Gadis itu baik,” gumamnya pelan, dan tanpa sadar
Sapto mendengarnya.
“Gadis mana yang kamu maksud?”
“Gadis yang sering mendampingi dia.”
“Dia siapa?”
“Bekas pacarku,” jawabnya terus terang, tanpa takut
suaminya cemburu.
“Kamu masih mengingatnya?”
“Tentu saja aku mengingatnya.”
“Tak bisa melupakannya?” kali ini ada nada cemburu
pada ucapan Sapto.
“Sulit.”
Sapto menghela napas panjang.
“Aku akan sabar menunggu terbukanya hati kamu.”
“Kira-kira tiga bulan lagi aku akan melahirkan.
Bukankah kamu akan menceraikan aku? Apakah kamu membutuhkan cinta dari seorang
wanita yang nantinya akan pergi dari kehidupan kamu?”
“Aku tidak akan menceraikan kamu.”
Retno menatap suaminya, kemudian menundukkan wajahnya.
“Barangkali bercerai lebih baik. Tapi aku akan tetap
membawa bayiku.”
“Mengapa bercerai lebih baik? Perceraian itu dibenci
oleh Allah.”
“Kehidupan yang menyiksa akan mendapat belas
kasihanNya.”
“Aku akan tetap menjadi suami kamu, dan akan membuat
kamu bahagia.”
“Bagaimana dengan bayi ini?” tanya Retno sambil
menunjuk ke arah perutnya.
Tangan Sapto terangkat, lalu mengelus perut buncit Retno.
“Bayi ini akan tetap menjadi anak kita.”
“Bukankah ayah kamu akan memberikannya kepada Kori?”
“Tak akan aku biarkan,” kata Sapto tandas.
Retno menatap suaminya, mencari kebenaran akan
ucapannya melalui sepasang matanya yang tajam.
“Aku tak yakin.”
“Nanti kamu akan mempercayai aku.”
“Mengapa kamu tidak segera kembali ke Jakarta?”
“Kamu mengusir aku?”
“Bukan mengusir. Kalau isteri kamu datang menyusul,
akan heboh rumah ini.”
“Dia tidak akan menyusul.”
***
Dan Kori memang tidak menyusul. Ia asyik
berjalan-jalan bersama teman-temannya dan tidak pulang sampai suaminya datang.
Sapto tak menemui Kori di rumah. Bibik pembantu yang ditanya
sama sekali tidak tahu kemana perginya sang majikan.
“Ibu tidak pernah mengatakan kemana akan pergi, tapi
sudah dua hari ini belum pulang juga. Ibu juga membawa beberapa potong pakaian,
dan tampaknya akan pergi selama beberapa hari.
Sapto langsung berganti pakaian dan bersiap untuk
pergi ke kantor.
Tapi sebelum dia memasuki mobil, dilihatnya Kori
datang dengan diantar oleh seseorang.
“Mas sudah pulang?” tanya Kori sambil mendekati
suaminya.
“Siapa dia?” tanya Sapto dengan wajah masam.
“O, itu tadi? Yang mengantar aku? Namanya Heru,
anaknya bu Tuti, teman arisan aku.”
“Mengapa tidak membawa mobil sendiri dan harus diantar
oleh dia?”
“Ahaa, Mas cemburu ya? Dia memamg ganteng. Ganteng dan
masih muda. Senyumnya simpatik, dia juga punya kumis tipis yang membuat
senyumnya semakin menarik,” kata Kori yang sengaja memanas-manasi hati Sapto.
“Mengapa pulang? Kan sudah ada cowok ganteng yang
menemani?”
“Besok pergi lagi sama dia,” kata Kori enteng, sambil berjalan
masuk ke dalam rumah.
Sapto membiarkannya. Hari sudah agak siang dan dia harus
segera pergi ke kantor.
***
Bu Kartomo heran ketika hari itu suaminya tampak
berbincang dengan beberapa orang yang kemudian mengukur sana mengukur sini, dan
pak Kartomo sibuk memberi instruksi.
“Untuk apa rumah diukur-ukur lagi?” tanyanya setelah
orang-orang itu pergi.
“Kamu diam saja, menunggu sehari dua hari, lalu
silahkan terkejut melihat apa yang aku lakukan,” kata pak Kartomo dengan
sombongnya.
“Aku sudah mengingatkan, jangan berbuat hal yang
mempermalukan diri kamu sendiri.”
“Kamu itu bicara seperti nenek-nenek saja. Padahal
belum jadi nenek.”
“Sebentar lagi aku akan jadi nenek. Dan aku akan terus
mengomeli kamu.”
“Aku akan beli penutup kuping, agar tidak pernah
mendengar kamu mengomel setiap hari.”
Bu Kartomo masuk ke dalam rumah, dan mulai merajang
sayuran dan bumbu yang akan segera dimasaknya. Ia sudah berjanji akan membuatkan contoh masakan agar dinilai oleh besannya. Sementara pak Kartomo mengambil
sesuatu dari dalam kamarnya, kemudian pergi keluar rumah.
***
Semi kaget ketika tiba-tiba pak Kartomo muncul.
“Apa kabar Mi,” sapanya manis, setidaknya itulah yang
dirasa oleh Kartomo.
“Baik. Mau apa Mas datang kemari?”
“Aku mau makan Mi.”
“Makan apa? Kalau makan ya harus bayar, jangan seperti
biasanya, makan seenaknya, nambah berpiring-piring, tanpa bayar,” sungut Semi.
“Ini, aku titipkan dulu uangku sama kamu. Seratus
ribu, lihat, itu seratus ribu. Cukupkah untuk membayar makananku yang belum
juga aku makan?”
“Oh, baiklah. Mau makan sama apa?” kata Semi yang sikapnya
berubah manis.
“Nanti tidak usah kamu kembalikan sisanya. Untuk kamu
saja.”
“Iya Mas, terima kasih banyak. Ini mau makan sama apa?”
“Nasi pecel telur ceplok sama rempeyek teri,” jawabnya sambil tersenyum.
Semi tersenyum senang. Ia mengambilkan makanan sesuai
pesanan Kartomo, lalu diulurkannya kepada Kartomo.
Kartomo tersenyum, pancingannya mengena. Dengan
selembar uang ratusan ribu, kesombongan Semi sudah runtuh.
“Aku akan membuka sebuah toko, Mi,”Kartomo mulai
membual.
“Toko apa?”
“Toko sembako. Pokoknya lengkap. Kalau kamu mau
membeli beras atau gula atau apa saja, belilah nanti di tempatku.”
“Oh ya? Pasti dong kalau aku yang beli dikasih murah.”
“Tentu.”
“Kapan bukanya Mas?”
“Secepanya, ini lagi mau buat almari dan rak-rak untuk
menata dagangan nanti. Aku sudah habis lebih limabelas juta, bahkan lebih.”
Semi melongo, benarkah apa yang dikatakan Kartomo?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah BM 28 dah tayang
ReplyDeleteMakasih bunda
Aduhaii
Hore mb Nani juara 1
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien untuk BMnya
ReplyDeleteAlhamdulilah kesuwun mbakyu Tienkumalasari BM 28 sudah tayang
ReplyDeleteYessss. 💪💪
ReplyDeleteAlhamdulillah bunda Tien BM 28 sudah hadir , terimakasih selalu sehat dan terus berkarya
ReplyDeleteAlhamdulilah....
ReplyDeleteAlhamdulillah tayang... slmt menjalankan ibadah saum Ramadhan kagem bu Tien n sahabat2 semua disini, smg sehat2 puasanya lancar... Aamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih, Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga selalu sehat dan tetap semangat, puasa kita ditrima Alloh SWT Aamiiin ya Robbal Alamin Bu
ReplyDeleteMakasih Bunda BM nya
ReplyDeleteSehat dan tetap semangat dalam berkarya
Slmt mlm bunda Tien..terima ksihBMnya sdh sayang..slm sht sll dan aduhai dri 🙏🥰
ReplyDeleteAlhamdulilah, tks bu tien ..salam sehat
ReplyDeleteSugeng dalu,,
ReplyDeletealhamdulillah... maturnuwun bu Tien BM nyasalam aduhai dan sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang. Selamat menunaikan ibadah semoga bisa menjalani semua amalan2 di bulan romadhon dan diparingi kesehatan prima.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien BM 28 telah tayang lebih awal..sugeng ngayahi ibadah siam.
ReplyDeleteSalam ADUHAI ..
Mb Tien, maturnuwun sampun gasik
ReplyDeleteSemoga Retno n Sapto ya mb
Salam manis
Yuli Semarang
Alhamdllah yg dtunggu sdh hadir... slmt istirahat... dan slmt mnjlnkn ibaadah puasa...
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 28 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu..
Salam ADUHAI
Alhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 28 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Aku gak bisa balapan
ReplyDeleteHore hore aku gak.menang
Terima kasih Bu TIien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, mugi tansanh pinaringan kasarasan, aamiin....
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
ReplyDeleteWhuahaa...bos Kartomo sebentar lagi buka toko, terus berkembang jadi toserba. Asal tidak bangkrut saja untuk menyenangkan si-dia.
Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah sdh tayang BM28, selamat melaksanakan ibadah puasa Ramadhan untuk bunda Tien sekeluarga dan semua penggemar cerbung bunda Tien.
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien..
ReplyDeleteSalam ADUHAI
Alhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien
𝐒𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮...𝐀𝐚𝐦𝐢𝐢𝐧 𝐘𝐑𝐀.
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Tien..
ReplyDeleteBM 28 sudah hadir....
Semoga ibu Tien dan keluarga sehat selalu,
Aamiin yaa Robbal’alamiin...
Salam SeRoJa....ADUHAI....
Ibu Ketua Juara 1 ....
ReplyDeleteSelamat.
Selamat malam bu Tien, selamat malam sahabat² cerbungku, tetap sehat dan sehat terus. Selamat menunaikan ibadah shaum Ramadhan 1443H, bagi sdr²ku yang melaksanakan. Mohon maaf lahir batin
BM 28.
ReplyDeleteWah wah pak Kartomo... dengan sikap yang sombong mulai memamerkan bahwa akan buka toko Sembako dan seperti biasanya, juga mengatakan bahwa sudah mengeluarkan biaya yang banyak sebagai persiapan toko. Dan tentu membuat wanita yang diincar oleh Kartomo terperangah mendengar bualan Kartomo.
Sementara itu sikap Sapto bertentangan sikap pak Siswanto, yang mengharapkan Sapto menceraikan Retno setelah anak nya lahir, dan mengharapkan anak yang dikandung Retno diserahkan ke Kori.
Salam sehat dan bahagia Mbak Tien.
Alhamdulillah BM~28 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien, semoga tetap sehat dan salam ADUHAI.. 🙏
ReplyDeleteBM 28 untuk teman Malming. Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTrims Bu Tien sdh menghibur sehat selalu Bu tien
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien BM 28 dah tayang,
ReplyDeleteSelamat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan...,
Sehat2 selalu ya Bu Tien & keluarga,
Salam aduhaiii 🙏😍🌹
Makasih mba Tien .
ReplyDeleteSalam sehat dan selalu aduhai
Duh, besok libur sehari...
ReplyDeleteGa sabar nunggu lanjutannya, mbak
Alhamdulillah....BM 28 dah hadir
ReplyDeleteSmoga ibu Tien sll sht dan bahagia bersama kluarga
Salam Aduhai..dari Blora
Trimakasih bu Tien BM28nya..
ReplyDeleteWalah pak Kartomo ndobos sm Semi..😏😏
Aduhaiii...🤭
Tunggu lanjutannya senin lagi...
Menyampaikan selamat menunaikan ibadah puasa bu Tien...semoga sehat selalu dalam menjalankannya dan barokah..🙏🤲🤲
Mtr nuwun bu tien...sehat selalu njih bu...selamat menunaikan ibadah puasa...
ReplyDelete𝘛𝘦𝘳𝘯𝘺𝘢𝘵𝘢 𝘒𝘢𝘳𝘵𝘰𝘮𝘰 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯𝘨 𝘯𝘨𝘪𝘣𝘶𝘭...
ReplyDelete𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯...
Yaah. J. Nani sih langganan juara. Suwun bu Tirn BM28 tayang
ReplyDeleteMenjadi bijak karena sikon. Bu Tien, p. Kartomo dikasih teman, jangan tengil sendirian....ahhhhhh
ReplyDeleteAlhamdulillah sapto pasti akan ceraikan Kori ya ujung2 cinta ma Retno.terina kasih bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, semoga sehat selalu. 👍
ReplyDeleteAssalamualaikum wr wb. Kesombongan Kartomo tdk ada habisnya, malah justru semakin sombong, ketika Sapto memberikan angin kpd nya. Saya tunggu saja lanjutan ceritanya. Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin dan tetap semangat berkarya sebagaimana kita bersemangat menuaikan puasa ramadhan thn ini. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteBener sy jd jengkel dg kelakuan pak kartomo, kok ga malu ya
DeleteHari demi hari Sapto mulai berubah sikapnya sama Retno dan bisa bijaksana untuk menenuhi keingingan mertua yg matre n angkuh. Akankah berubah sifat P Kartono dan bgmn nanti setelah tahu sifat Kori yg suka berfoya2 dg Siswanto. Tetap kekehkah untuk menjadikan mantu kesayangannya ????
ReplyDeleteMatur nuwun M Tien kutunggu eps berikutnya.
Salam sehat dan selamat menjalankan ibadah puasa Romadhon 1443H.
Sapto sudah mulai bersikap baik keoada Retno sebaliknya Retno blm bisa mempercayai Sapto sepenuhnya.Kori ternyata juga mulai bermain dg Heru apakah akan menjadi selingkuhannya dan sepertinya Sapto tidak mempedulikannya siapa yg akan diceraikan Sapto Retno tidak mungkin karena bayinya.Kori ????????
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien. Wah pak Kartomo mulai kumat lagi
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien eps. 28 sudah tayang, ditunggu eps berikutnya.
ReplyDeleteSelamat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan...,
Sehat2 selalu ya Bu Tien... .
Trm ksh ..Bu Tien untuk BM eps 29 ....selalu dan selalu membuat penasaran .....salam sehat dalam aduhai..dari end mashuri Bojonegoro Jatim
ReplyDeleteHehe...eps 28....dan eps 29 selalu ditunggu....Bu Tien dan semuanya sehat selalu nggih .....aamiin....
ReplyDeleteAlhamdulillah, suwun Bu Tien....
ReplyDeleteSalam sehat selalu.....🙏🙏
Alhamdulillah... matursuwun mbak Tien cerita yg menarik telah tayang
ReplyDeleteSehat selalu njih mbak Tien 😘
Aduhai Matur nuwun mbak Tien ... selamat menunaikan rangkaian ibadah di bln Ramadhan ... salam sehat selalu
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Supralina, Endang Mashuri,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....