BUKAN MILIKKU 22
(Tien Kumalasari)
“Kok tiba-tiba datang sih,” gumam bu Siswanto sambil
melangkah ke depan.
“Ibu … Kori
bawa cemilan enak nih Bu,” teriaknya lagi begitu melihat bu Siswanto
mendekatinya.
“Ada apa, kok tiba-tiba datang?”
“Kangen sama Ibu,” katanya sambil duduk begitu saja di
sofa.
“Yu Asih … buatin jus segar dong,” teriaknya lagi .
“Kamu datang endiri? Mana Sapto?”
“Mas Sapto sedang ke Semarang, katanya menemui pemesan di sebuah perusahaan yang baru atau entahlah, Kori tidak mengerti
bisnis.”
“Sapto tahu, kalau kamu pergi ke Solo?”
“Tidak, Kori tidak bilang, Kori sangat kangen sama
Ibu.”
“Seharusnya, seorang isteri itu kalau pergi kemanapun,
harus bilang sama suaminya, tidak boleh semau-maunya begini.”
“Ya ampun Bu, kan Kori sudah bilang kalau Kori kangen
sama Ibu.”
“Itu bukan alasan untuk tidak berpamit sama suami.
Lain kali kamu tidak boleh begitu.”
“Ya,” jawabnya singkat menahan rasa kesalnya.
“Mana Yuuu,” teriaknya sambil berdiri menuju ke dapur,
khawatir ibu mertuanya masih mngomelinya lagi. Wajahnya sangat gelap.
“Lama sekali sih Yu, katanya sesampainya di dapur,
tapi wajahnya menjadi semakin gelap ketika mengetahui Retno ada di dapur juga.
“Eeh, ada pembantu baru,” ejeknya sambil tersenyum
sinis.
“Jangan begitu, Bu Kori, ini kan juga isterinya pak
Sapto,” kata Asih mengingatkan.
“Oh, iya aku lupa. Tapi mengapa ya, isteri mas Sapto
berkutat di dapur seperti pembantu? Pasti ibu menyuruhnya karena memang
sepantasnya dia juga melakukan semua pekerjaan pembantu,” lanjutnya sambil
duduk di kursi yang ada di dapur itu.
“Ini bukan karena disuruh ibu, tapi kemauan bu Retno
sendiri. Ibu bahkan melarangnya,” bela Asih yang kesal mendengar ejekan Kori
yang dirasanya sangat kasar dan merendahkan, sementara Retno melanjutkan
kesibukannya menumis bumbu, tanpa menjawab sepatah katapun.
“Kok kamu ngebelain dia sih Yu?”
Asih diam saja. Ia meletakkan jus jeruk di atas meja,
dimana Kori duduk di depannya.
“Ini jus apa Yu?”
“Jus jeruk, Bu.”
“Aku maunya jus mangga,” katanya sambil menjauhkan
gelas berisi jus itu dari hadapannya.
“Tidak ada jus mangga Bu, sedang tidak musim mangga,
jadi tidak ada yang jualan mangga.”
Lalu Asih melanjutkan pekerjaannya menggoreng.
“Kamu ngapain duduk di situ Kori?” kata bu Siswanto.
“Ini, minta jus mangga, tapi Yu Asih tidak punya.”
“Minum apa yang
ada saja. Jangan mencari yang tidak ada. Lalu lebih baik kamu istirahat saja.”
Kori meneguk jus jeruk yang tadi ditolaknya, kemudian
berdiri dan berjalan ke arah kamar tamu.yang memang disediakan untuk Kori dan
Sapto apabila pulang ke Solo, tapi berbeda dengan kamar yang ditempati Retno.
“Bapak kemana ni Bu, tanya Kori tanpa memandang ke
arah mertuanya.
“Ke kantor, ini kan jam kerja.”
“Masih ke kantor juga, padahal sudah di serahkan ke
Budi?”
“Suka-suka bapak lah, kan bapak pemiliknua.,” jawab Bu Siswanto kesal.
Kori yang tak kurang kesalnya hanya diam saja,
langsung masuk ke kamarnya dan menguncinya dari dalam.
***
“Kalau majikan yang satu itu datang, Yu Asih bawaannya
kepengin marah saja,” omel Asih sambil menggoreng tahu.
“Yu Asih sungguh berani menjawab ocehan dia.”
“Lama-lama Yu Asih juga berani Bu. Bicara kok seenaknya.”
“Bagaimana kalau dia mengadu sama “ibu atau bapak,
lalu Yu Asih dimarahi?”
“Ibu tidak akan memarahi Yu Asih, soalnya ibu sendiri
juga tidak suka sama tabiatnya. Lagi pula Yu Asih kan bicara apa adanya. Kalau
bapak sih, mungkin membelanya. Bapak kan sangat menyayangi bu Kori.”
“Ya sudah Yu, lebih baik aku segera masuk ke kamarku,
takut ketemu sama dia, lalu dia ngomong macam-macam. Daripada nambahin dosa.”
“Ya sudah bu, kan sudah di masukkan semua bumbunya,
nanti tinggal menambahkan santannya. Biar yu Asih yang melanjutkan.
“Terima kasih ya Yu, aku mau ke kamar dulu.”
“Ya Bu Retno, lebih baik Ibu istirahat saja. Ini kan
hampir selesai. Sebentar lagi Yu Asih antarkan jus jeruknya ke kamar.”
“Nanti saja kalau sudah selesai Yu.”
“Sudah hampir selesai kan? Dan jusnya juga sudah siap
kok.”
“Terima kasih ya Yu.”
Retno bergegas ke kamarnya, membersihkan diri dan beristirahat.
Ia tak ingin bertemu Kori yang pasti hanya akan menyakitinya.
Sementara itu Kori di dalam kamarnya mengeluh dengan
penuh kesal, karena ibu mertuanya selalu bersikap tak suka terhadapnya. Hanya
pak Siswanto yang menyayanginya dan selalu menyenangkannya.
“Aku akan menelpon bapak saja. Supaya bapak cepat
pulang dan ada yang membelaku. Aku yakin ibu mertuaku tak akan bersikap ramah
kepadaku,” gumamnya sambil mengangkat telponnya dan memutar nomor kontak bapak
mertuanya.
“Hallo, Kori?” sambut pak Siswanto begitu tahu bahwa
menantu tersayangnya yang menelponnya.
“Iya Bapak, Ini saya ada di rumah.”
“Di rumah mana?”
“Di Solo Pak, cepat Bapak pulang ya. Sedih kalau Bapak
nggak ada.”
“Aduh, ini Bapak lagi di luar kota. Sore baru bisa
pulang.”
“Yaaah ….” keluh Kori kecewa.
“Tungguin Bapak ya. Kamu sama Suami kamu?”
“Tidak, Mas Sapto ke Semarang sejak kemarin.”
“O iya, ada pembicaraan penting dengan pelanggan besar
di sana.”
“Bapak cepat pulang ya,” rengek Kori.
“Iya, akan Bapak usahakan. Tapi mungkin sore baru bisa
pulang. Nanti Budi yang pulang duluan. Kalau kamu pengin jalan-jalan, ajak Budi
saja.”
“Budi mana mau…”
“Kalau kamu ingin jalan, bilang sama Bapak, nanti Bapak
yang akan memberitahu Budi agar mau mengantarkan kamu.”
“Baik Pak, paling agak siangan, pengin beli batik.”
“Ya, bilang kalau sudah mau berangkat, nanti Bapak yang
akan memerintahkan Budi agar mau mengantarkan kamu. Dia tak akan menolak.”
“Baiklah Bapak, Kori mau tidur dulu sebentar, semalam
tidur larut, dan tadi pagi-pagi sudah harus bersiap ke bandara.”
“Jangan terlalu capek, ya sudah tidur saja dulu, kalau
mau jalan, kabari Bapak ya.”
“Baik Bapak, terima kasih.”
Kori tersenyum senang, lalu diletakkannya ponselnya
dan berusaha tidur.
***
Bu Kartomo agak kesal, karena beberapa hari ini
suaminya sering pergi malam-malam, dan pulang setelah larut. Pagi hari itu pak
Kartomo juga tampaknya sudah bersiap akan pergi lagi, karena bangun lebih pagi
dan langsung ke kamar mandi.
Bu Kartomo membawa sapu untuk membersihkan kamar
suaminya. Sudah sejak menikahkan Retno, pak Kartomo dan bu Kartomo tidak tidur
sekamar. Pak Kartomo lebih suka tidur sendirian di kamar, karena sekarang
mempunyai kegemaran merokok. Bu Kartomo kesal karena kamar suaminya selalu
berbau rokok.
Ketika menyapu itu tiba-tiba ia melihat selembar uang
terjatuh di dekat kolong. Ia mengambilnya dan merasa heran, karena uang itu
adalah uang ratusan. Ia mengamati uang itu dan berpikir darimana suaminya
mendapatkannya. Tiba-tiba suaminya sudah selesai mandi dan masuk ke
dalam kamarnya.
“Apa yang kamu lakukan?” hardik pak Kartomo.
“Aku sedang membersihkan kamar,” katanya sambil
mengacungkan uang yang dibawanya.
“Kamu mengambilnya dari saku bajuku?” pak Kartomo
melotot.
“Selamanya aku tidak pernah merogoh saku baju atau
celama kamu. Ini tadi jatuh disitu dan aku menemukannya.”
Pak Kartomo meraih uang itu dengan kasar.
“Dari mana Bapak mendapatkan uang itu?”
“Kamu tidak perlu tahu. Memangnya hanya kamu yang bisa
mendapatkan uang?”
“Ibu khawatir itu uang yang haram.”
“Haram apa maksudmu? Aku mencuri?” tanyanya dengan
mata melotot marah.
“Berjudi ?”
“Bodoh. Sudah jangan banyak tanya. Itu uang halal. Aku
bukan penjudi dan bukan pencuri,” katanya sambil mengambil baju dari dalam
almari.
Bu Kartomo berjalan keluar kamar. Beribu prasangka
memenuhi benaknya. Tentu ia sama sekali tak tahu, bahwa masih banyak
lembaran-lembaran serupa yang tersimpan didalam dompet suaminya.
“Aku hanya tak ingin bapak melakukan perbuatan dosa, Berlakulan
sederhana seperti adanya, dan jangan berbuat yang tidak wajar,” katanya sebelum
menutup pintu kamarnya.
“Dasar bodoh. Aku diberi besanku yang kaya itu. Tapi
jangan harap aku mau memberikannya sama
kamu,” gumamnya sambil mengenakan pakaian. Ia lalu menyisir rambutnya dengan
rapi. Hari ini dia berjanji akan mengajak tetangganya untuk makan pagi di
warungnya yu Semi, janda cantik yang kalau tertawa kelihatan satu gigi emasnya.
Tampaknya itu membuat pak Kartomo terpesona.
Bu Kartomo yang sedang menyapu di ruangan lain, heran
mencium bau minyak wangi dari kamar suaminya.
“Aku mau pergi dulu,” kata pak Kartomo tiba-tiba. Ia
sudah memakai celana hitam yang kemarin dibelinya di pasar, dan kaos merah
menyala dengan gambar spiderman. Ia merasa menjadi anak muda kembali, atau
kalaupun sudah setengah tua tapi masih tampak keren.
“Baunya wangi bener?”
“Aku baru beli kemarin di toko. Tapi jangan
sekali-sekali kamu memakainya. Itu minyak wangi untuk pria.”
“Aku nggak suka pakai minyak wangi. Apalagi minyak wani
seperti yang Bapak pakai. Pusing aku. Ya sudah kalau mau pergi, sebelum aku
pingsan karena bau wangi yang bikin puyeng,” kata bu Kartomo sambil meneruskan
menyapu.
“Dasar orang desa bodoh, bau minyak wangi begini segar
kok bisa puyeng,” katanya sambil melangkah keluar. Ia memasukkan kedua
tangannya ke saku. Rupanya pak Kartomo menirukan gaya seorang anak muda keren, seperti yang dilihatnya di televisi. Aduhai.
***
“Bu Retno, saatnya makan siang, Ibu menunggu di ruang
makan,” kata Asih ketika memasuki kamar Retno.
“Sebenarnya aku segan, tapi sungkan sama ibu,” kata
Retno sambil bangkit dari ranjangnya.
“Ibu hanya sendiri, bu galak itu tidak ikut makan,”
terang Asih.
“Baiklah Yu, aku segera ke sana.”
Retno merapikan bajunya, kemudian melangkah keluar,
menuju meja makan. Memang benar, bu Siswanto sedang duduk menunggu, sendirian.
“Retno, ayo makan.”
“Ibu kok sendirian?” kata Retno sambil duduk.
“Iya, Kori sudah dipanggil, tapi tidak menjawab.
Mungkin tidur. Biar saja nanti makan sendiri.
Retno menyendokkan nasi untuk mertuanya.
“Biar sayurnya aku mengambil sendiri. Baunya sedap.
Kata Asih, kamu yang memasaknya.”
“Iya, tadi coba-coba membumbui sendiri, nggak tahu
rasanya bagaimana, karena tadi yang melanjutkan yu Asih.”
Bu Siswanto mencicipi sayur yang sudah dituangkan ke
piringnya.
“Hm, enak Ret, rasanya pas. Enak sekali.”
“Masa sih Bu? Ibu hanya ingin menyenangkan saya kan?”
“Tidak, ini benar. Ya kan Sih?” kata bu Siswanto sambil
memandang Asih yang duduk didekat pintu, disebuah kursi kecil yang selalu didudukinya
setiap kali menunggui majikannya makan.
“Ibu tidak bohong. Masakan Bu Retno memang enak sekali,”
kata Asih sambil mengacungkan jempolnya.
Retno tersenyum senang.
“Terima kasih Ibu, terima kasih Yu Asih,” kata Retno
sambil menyendok makanannya. Ia memang merasa, masakannya enak. Dan itu
membuatnya bersemangat.
“Sungguh enak, aku harus makan lebih banyak siang ini.”
“Ibu, kok aku tidak diajak makan sih?” tiba-tiba Kori
masuk ke ruang makan, dengan rambut masih acak-acakan.
“Tadi Asih sudah membangunkan kamu, tapi rupanya kamu
pulas tertidur,” kata bu Siswanto tanpa menghentikan menyendok makanannya.
“Masa sih? Bener Yu?” tanyanya sambil duduk begitu
saja di kursi makan, berseberangan dengan Retno, yang diam tanpa menatapnya.
“Saya sudah teriak-teriak, bahkan mengetuk pintu
keras, tapi Bu Kori tak menjawab. Jadi saya pikir ya tidur.
“Ya sudah, kalau mau makan ya makan saja.”
“Apa ini lauknya Yu?” tanya Kori kepada Asih.
“Sayurnya kare. Bu Retno yang memasak.”
Kori sudah mengambil nasinya sendiri, dan menyendok
sayurnya.
“Wuah, ini makanan apa? Nggak ada rasanya,” pekiknya
setelah menyendok sayur.
Bu Siswanto menatap menantunya kesal. Retno tak
memperhatikannya, ia meneruskan makan dan berharap segera menyelesaikannya.
“Makanan begini enak kok dibilang nggak ada rasanya?”
tegur bu Siswanto.
“Yu, minta garam sedikit. Bagi aku ini nggak ada
rasanya.”
“Sudah ada garam di meja. Ini, kalau mau menambahi,”
kata bu Siswanto sambil menyodorkan mangkuk kecil berisi garam yang memang
selalu tersedia di meja makan.
Kori mengambilnya sedikit, lalu membubuhkannya di
piringnya, lalu tampak dia mengernyitkan bibirnya. Memang sih, masakan sudah
pas rasanya, masih ditambahi garam gara-gara ingin mengejek Retno, jadi
akhirnya malah ke asinan. Tapi Kori tak mau mengatakannya. Malu mengakui
kesalahannya.
“Ibu, bolehkah saya duluan pergi, badan saya agak
nggak enak, ingin istirahat saja.”
“Baiklah, kamu kecapekan Retno. Cepat istirahat saja,”
kata bu Siswanto sambil tersenyum.
Retno melangkah pergi kembali ke kamarnya.
Kori mencibir.
“Manja !” gerutunya sambil menambah kuah kare di
piringnya, karena merasa ke asinan.
“Dia sama sekali tidak manja. Dia rajin dan sangat
santun,” kata bu Siswanto sambil meneruskan makan.
Kori mencibir sekali lagi, lalu menyendok sayurnya
yang sudah berkurang asinnya. Bu Siswanto mengacuhkannya.
***
Retno berbaring di ranjangnya, memejamkan matanya,
mencoba meredam kekesalannya karena kehadiran Kori di rumah itu. Ia bukannya
cemburu karena Kori isteri Sapto, tapi ia kesal dengan setiap ucapan yang
dilontarkannya. Kalau mungkin dia ingin membalasnya dengan dampratan yang keras,
tapi ia tak ingin menghabiskan tenaga demi mengumbar kemarahannya.
Retno hampir terlelap, ketika tiba-tiba merasakan
elusan lembut di pipinya. Ia membuka matanya, dan terbelalak ketika melihat
siapa yang datang.
***
Besok lagi ya.
Siiip
ReplyDeleteAlhamdulillah yang ditunggu hadir, matur nueun bunda Tien
DeleteYipppii, juara j. Nani
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAku di jalan sinyalku Jreeeeng...juara 1
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteTerima kasih oleh2nya, enak sekali
DeleteADUHAI jeng Dewi
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien ... 🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah .... terimakasih bunda, iseng2 ngintip ini td
ReplyDeleteTrimakasiih bu Tien..BM22nyaa...
ReplyDeleteHoree tayang sore..👏👏
Mantu kesayangan pak Siswanto nyebelin bener..😠
Smoga Sapto bs tegas sm istrinya..
Salam sehat selalu dan aduhaii bu Tien...🙏🌷
Mohon maaf tdk bisa gabung acara di Solo..🙏😘
Padahal karo silahturahmi ke Delanggu , lho..... Cedak wisan
DeleteAlhamdulillah,
ReplyDeleteMakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu.
Matur nuwun mbak Tien-ku, Bukan Milikku tayang sore.
ReplyDeleteMakin asyik dibacanya, Sapto 'terjebak' apa tidak ya oleh Kori.
Nunggu nasib Yudi yang makin dekat dengan Wuri.
Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Ma kasih bu Tien bm tayang gasik. Takut g konsentrasi ya, hehehe
ReplyDeleteAlhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSelalu sehat wal afiat, bahagia . .
Wow kereeeen bu tien ..tayang gasik maturnuwun bu tien ..salam sehat 👅👍👍👍
ReplyDeleteAlhamdulilah yg di tunggu2 udah hadir
ReplyDeleteTrims Bu. Tien
Maturnuwun mbak Tien
ReplyDeleteBM tayang sore bonus... trmksh mb Tien gantinya td mlm menunggu smp ketiduran🤗... smg sore dan mlm ini seterusnya cerah stlh sempat turun hujan sore td ... galabo menunggu ... happy dinner with pctk gathering...🤲😘🌺
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, yang selalu di tunggu² datang 👍👍
ReplyDeleteAlhamdulillah.jaga sehat&tetap semangat nggih Mbak.u/hari bahagia ini.Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulilah....akhirnya yg ditunggu hadir...suwun bunda Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah BM hadir.. Matur nuwun ibu Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteAkhirnya BM 22 tayang juga....BM 23 nti malam ya, bu Tien ? Sehat selalu
ReplyDeleteMakasih Bunda, baru plg dari Yogya macet maklum malam Minggu
ReplyDeletePlg dari Yogya jam 15.00 sp Solo jam 18.00
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien untuk BMnya
Sabar ya Retno,,,siapa yg ngelus pipi ya,, mungkin Sapto kah
Salam sehat wal'afiat semua ya bu Tien
Salam ADUHAAII 🤗💖
Alhamdulillah BM~22 telah hadir .. maturnuwun bu Tien 🙏
ReplyDeleteAkhirnya yg di tunggu hadir.....Maturnuwun bu bu Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat ber istirahat semoga Bu Tien selalu sehat, selalu dalam perlindungan Allah SWT... Salam aduhai 🙏🙏🙏
ReplyDelete𝐌𝐀𝐓𝐔𝐑 𝐒𝐔𝐖𝐔𝐍 𝐁𝐔 𝐓𝐈𝐄𝐍 𝐀𝐊𝐇𝐈𝐑𝐍𝐘𝐀 𝐁𝐌22 𝐓𝐀𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐆𝐀𝐒𝐈𝐊...𝐒𝐀𝐋𝐀𝐌 𝐒𝐄𝐇𝐀𝐓 𝐒𝐄𝐋𝐀𝐋𝐔 𝐁𝐔𝐀𝐓 𝐁𝐔 𝐓𝐈𝐄𝐍 𝐃𝐀𝐍 𝐊𝐄𝐋𝐔𝐀𝐑𝐆𝐀.
ReplyDeleteAlhamdulillah... tayang gasik sdh kangen lanjutannya. Matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien. Bukan Milikku sudah tayang. Semoga Bu Tien selalu sehat. Aamiin.
ReplyDeletealhamdulillah. sudah tayang
ReplyDeletematurnuwun bu Tien, sehat selalu
bu aduhai....
Terima ksih cerbung tayang gasik semoga no 23 bosa tayang malam ini menunggu Senin ga sabar.
ReplyDeleteMaturnuwun, mb Tien. BM dtg gasik.
ReplyDeleteKmrn ngintip trus....
Tp sebel sama Kori
Salam manis nan aduhai
Yuli Semarang
Matursuwun mbak Tien...BM malam ini tayang gasik...
ReplyDeleteAlhamdulillah
Semakin seru...
Bersabar nggih...besok HR Minggu libur😁
Selamat berkumpul ria para anggota PCTK...happy happy dan sehat semuaaanya 😍
Yuuks merapat udh di Solo nih mau bertemu ria dengan mbakyu Tienkumalasari yg tercinta, salam aduhaai dari jl Slamet Riyadi, Solo
DeleteAlhamdulillah..
ReplyDeletetrims bunda tien..
Matur tengkiu Mbak Tien .. Salam ADUHAI jangann lupa bahagia
ReplyDeleteJebul sampun awit sonten nggih..
ReplyDeleteMatur nuwun.buuu
Alhamdulillah maturnuwun Bu Tien 🙏, sehat selalu beserta keluarga,dan semakin ADUHAI ceritanya
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, semoga ibu selalu sehat..
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 22 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Terima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillaah tayang
ReplyDeleteMakadih bunda sehat selalu
Alhamdulilah dari kemaren malam sudah tengak tengok eh sekarang muncul. Makasih M Tien moga sehat selalu dan lancar terus
ReplyDeleteMenanti episode 23.... Ditunggu ya hu Tien... Semoga sehat selalu
ReplyDeleteBM 23 belum muncul...ya ? Mksh
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah BM sdh terbit kembali setelah libur 😊...suwun Bu Tien....
ReplyDeleteSemoga sehat selalu....Aamiin
Alhamdulillah, suwun bu Tien BM22nya. Suka banget alurnya semakin ADUHI
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Alhamdulillah baru ngintip ee ternya kok dah tayang ...terimakasih Bu Tien semoga selalu sehat dan selalu berkarya
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat selalu mba. Aduhai
✍️ ^Pantun utk Bu Tien Kumalasari :
ReplyDelete"Duduk melamun ditepi pantai,
Memandang langit membiru kelabu...
Selamat Ultah Bu Tien Kumalasari,
Karya mu selalu ditunggu para penggemarmu. 🙏
Alhamdulillah sdh smp rmh stlh diberi kesempatan ikut acr jumpa fans pctk di Hotel Loji Solo, 27 Maret 2022... Slm aduhai utk mb Tien yg selalu cantik dan bikin kangen dg cerbungnya.. dan mb Nur'aini nwn sdh dpt tiket pengganti serta slmt jln utk seluruh pctk yg akan kondur ketempat domisili msg2...trmksh juga utk mb Irma lumpianya 👍... terakhir slm seroja utk semuanya🤗
ReplyDeleteSugeng ambal warso bu Tien. Mugi pinaringan yuswo kakatun ingkang barokah. Aamiin.... ya Rabb.
ReplyDeleteWahyudi
ReplyDeleteTerima kasih cerbungnya bu Tien Kumalasari
Assalamualaikim wrwb
ReplyDeleteAduhai..
Susah sekali masuk..����
Hore,, alhamdulilah busa masuk
ReplyDeleteLagi,,🤲🤲