Monday, February 10, 2020

LASTRI 19

LASTRI  19

(Tien Kumalasari)

"Bapak, ibu..." sapanya sambil mendekat, lalu mencium tangan ibunya. Tapi ketika giliran mau mencium tangan ayahnya, pak Marsudi menarik tangannya dan memalingkan muka.

Bayu tercekat hatinya. Sudah jelas bapaknya marah.

"Ibu.. kok masih sore sudah sampai rumah?"

"Iya, begitu resepsi selesai lalu kami pamit pulang," jawab bu Marsudi.

"Oh.. pasti pak Darmo ngebut."

"Kamu dari mana ?" tanya bu Marsudi lagi, sementara pak Marsudi duduk tegak tanpa memandangi anaknya, wajahnya muram bagai langit tertutup mendung.

Lastri yang sudah tau apa yang terjadi, kemudian masuk kedalam. Ia menyalami bu Marsudi, tapi seperti kepada Bayu, pak Marsudi tidak mau mengulurkan tangannya. Lastri merasa bakal ada huru hara dirumah ini.

Tapi dia langsung kebelakang, bermaksud membuat minuman untuk para majikan.

"Bapak, ibu, saya minta ma'af , kemarin pulang tanpa pamit. Saya menghawatirkan keadaan rumah. Ada yang punya kunci duplikat dan masuk tanpa permisi," kata Bayu meminta ma'af, tapi secara tidak langsung menyerang ayahnya yang telah memberikan kunci duplikat kepada Sapto.

"Kunci duplikat apa?" tanya bu Marsudi tak mengerti.

Pak Marssudi melotot memandangi Bayu. Kemarahannya memuncak.

"Bagus ya perbuatan kamu. Bisa membuat malu orang tua, pergi begitu saja seperti orang liar!!" kata pak Marsudi tanpa memperdulikan kalimat kunci duplikat yang dilontarkan anaknya, dan juga isterinya.

"Ma'af bapak, itu karena..."

"Itu karena Lastri kan? Lastri itu siapa? Bukan siapa-siapa kamu, bukan kerabat kita, dia hanya seorang pembantu yang dipungut ibumu dari limbah kemiskinan! Dijadikan perempuan kota yang berpendidikan !! Tapi tetap saja dia adalah seorang pembantu, Bayu!!" kata pak Marsudi memotong kata-kata Bayu.

"Pak, jangan begitu," tegur bu Marsudi pelan.

"Jangan begitu apanya? Kata-kata bapak itu benar kan?"

"Maksud ibu, jangan merendahkan orang lain. Itu nggak bagus."

"Ibu, kamu tau bagaimana cara menunjukkan seorang anak kepada jalan yang benar? Kalau dia nekat melangkah, maka kita harus menunjukkan dimana salahnya. Yang bapak katakan itu adalah jalan salah yang ditempuh anakmu."

"Ma'af bapak, memberikan duplikat kunci kepada orang dengan harapan orang ibu bisa merusak sesuatu, apakah itu benar?"

Pak Marsudi langsung berdiri dan menuding kearah wajah Bayu dengan mata garang.

"Kamu berani mencela ayahmu? Berani  melawan ayahmu dan menyerang dengan tuduhan ngawur?"

"Bukan ngawur bapak, ini kuncinya sekarang Bayu bawa," kata Bayu sambil mengulurkan kunci duplikat yang kemarin dikembalikan Sapto kepada Lastri.Sejenak pak Marsudi tak bisa berkata-kata,  Tapi kemarahan rupanya sudah tiba diubun-ubunnya.

"Bayu, kamu memang benar-benar kurangajar!! Sekarang yang penting adalah bapak larang kamu mendekati Lastri, atau bapak usir Lastri dari sini !!" hardiknya keras. Bukan karena Lastri menguping, tapi karena pembicaraan itu keras, maka Lastri bisa mendengarnya. Dia letakkan nampan berisi minuman yang telah dibuatnya itu diatas meja dapur, langsung lari kekamarnya dan tak ingin mendengarnya lagi.

Bu Marsudi menarik tangan suaminya, memintanya duduk kembali.

"Pak, sabar pak, jangan begitu. Mari kita bicara dengan baik-baik," kata bu Marsudi yang mulai khawatir.

"Tidak bisa bu, kalau Bayu tidak menurut maka bapak harus mengusir Lastri dari sini."

"Bapak, Bayu mohon ma'af, Bayu sangat mencintai Lastri, apapun yang terjadi Bayu harus menikahi Lastri."

"Apa?" Kamu berani menentang ayahmu gara-gara perempuan dusun itu ?"

"Ma'af pak, Bayu akan memperjuangkan cinta Bayu, apapun yang terjadi." kata Bayu yang kemudian berdiri dan melangkah menuju kamarnya.

Pak Marsudi menggebrak meja dengan keras.

"Pak, sabar pak, mari kita bicara baik-baik, jangan kasar begitu."

"Nggak bisa bu, Bayu sudah berani menentang orang tuanya.!!" Ini pasti karena bujukan perempuan desa itu! Atau mungkin dia kena pelet!!!"

"Astaghfirullah bapak, jangan begitu, sabarlah."

Tapi pak Marsudi justru berdiri dan melangkah keluar.

"Mau kemana pak, mobil bapak kan dibawa Darmo karena bapak menyuruhnya menserviskan besok ?"

"Ambilkan kunci kontak mobil Bayu !"

***

Bu Marsudi mengetuk pintu kamar Lastri. Ia khawatir Lastri mendengar kegaduhan yang lumayan membuat miris bagi semua orang. Bu Marsudi berharap Lastri tak mendengarnya.

"Lastri.." panggilnya perlahan. Lastri yang masih berlinangan air mata segera mengusap matanya, mengeringkannya agar bu Marsudi tak melihat bekas tangisnya.

"Lastri..." panggil bu Marsudi lagi.

"Ya bu.." jawab Lastri yang kemudian membuka pintu kamarnya.

"Lastri, kamu menangis?" tak urung bu Marsudi melihat mata memerah yang diyakininya bekas menangis.

"Oh, tidak bu, Lastri tertidur tadi. Ma'af, ibu mau menyuruh apa?"

"Nggak, biarkan aku masuk ya?" kata bu Marsudi yang langsung masuk kekamar Lastri, lalu duduk di satu-satunya kursi yang ada disitu. Lastri duduk ditepi ranjang.

"Ada apa bu?"

"Kamu mendengar tadi bapak bicara?"

Lastri menggeleng. Lebih baik mengatakan tidak mendengar daripada nanti pembicaraan jadi panjang. Tapi bu Marsudi yakin kalau Lastri berbohong.

"Lastri, kamu tau kalau Bayu mencintai kamu ?"

Lastri terkejut. Tiba-tiba saja bu Marsudi menembaknya dengan sasaran yang mematikan. Lastri tak menjawab apapun, ia justru menundukkan kepala. Tapi sikap itu sudah merupakan jawaban bagi bu Marsudi.

"Apa kamu juga mencintai Bayu?" Ini tembakan kedua kalinya. Lastri bingung menjawabnya. Kalau dia jujur, nanti dikatakan tak tau diri. Kalau mengatakan tidak, bu Marsudi itu orang tua, yang pasti sudah bisa membaca apa yang dirasakannya.

"Lastri, jujurlah dan katakan , aku tidak akan marah kok."

Ada sedikit rasa lega mendengar kata-kata bu Marsudi yang lembut, dan mengatakan bahwa dia tidak akan marah.

"Benarkah ?"

"Kalau itu benar, pantaskah Lastri mengatakannya? Lastri tau diri bu, berkali-kali Lastri mengatakan pada mas Bayu, bahwa Lastri tidak pantas. Mana mungkin orang rendahan seperti Lastri mencintai putera pak Marsudi yang kaya dan terpandang?" Sedikit jawaban Lastri itu menyiratkan bahwa dia mendengar apa yang dikatakan suaminya barusan.

"Bukan masalah Lastri siapa dan Bayu siapa, tapi masalah perasaan kamu itu yang aku ingin tau."

"Tidak bu," itu jawaban bohong Lastri, memang itu yang harus dikatakannya.

Bu Marsudi berdiri dan duduk disamping Lastri, mengelus kepalanya lembut. Gadis ini sangat baik, cantik, santun, dan tau dimana ia harus berdiri, dimana ia harus duduk. Satu saja kekurangannya ialah bahwa dia hanya seorang dusun dan sebatangkara, tak punya derajat dan apalagi harta.

Mendapat elusan tangan majikannya, air mata Lastri berjatuhan. Ada haru yang mengaduk-aduk hatinya karena merasa bahwa bu Marsudi juga sangat mengasihinya. 

"Lastri, memohonlah kepada Tuhan, agar segala cinta akan berlabuh didermaga yang dikehendakinya."

Air mata Lastri semakin deras berderai.

***

Pak Marsudi pernah diberi tau alamat Sapto, tapi persisnya mana, pak Marsudi bingung. Ia sudah sampai dijalan yang dikatakannya. Brig,Jend, Sudiarto, tapi nomornya lupa, sementara jalan itu kan panjang sekali. Juga nggak jelas di barat jalan atau tmur jalan. Pak Marsudi memarkir mobilnya ketepi, lalu memutar nomor kontak Sapto. Tapi tidak tersambung. 

"Dimana anak itu, aku harus tau apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana bisa kacau semua rencanaku. Kalau berhasil, aku bisa punya alasan untuk mengusir Lastri, karena dia telah melayani laki-laki didalam rumahku. Tapi mana Sapto, aduuh.. bodoh ternyata dia." gumam pak Marsudi sambil berkali-kali mencoba memutar nomor tilpunnya.

"Tidak nyambung, dan operator mengatakan bahwa nomor yang saya putar salah? Gila, dari kemarin masih bisa mengapa sekarang dibilang salah?" omel pak Marsudi yang masih saja mencoba memutar walau berulang kali tidak berhasil. Pasti tidak bisa dong, kan Sapto sudah mengganti nomor kontaknya?

Pak Marsudi kemudian menjalankan mobilnya pelan, banyak warung-warung makan berderet disepanjang jalan itu, dimana rumah anak bodoh itu?

Lalu pak Marsudi memutar balik mobilnya, mengamati disebelah kiri jalan karena tadi dia mengamati rumah-rumah diseberangnya. Tapi dia juga bingung, karena Sapto juga tak pernah bilang ancar-ancer rumahnya. Hanya keajaiban yang bisa membuatnya menemukan rumah itu.

Hari semakin sore dan remang senja mulai menyapu alam sekitar. Pak Marsudi yang putus asa hampir memacu mobilnya untuk pulang dan berjanji akan menemuinya dikantor, ketika tiba-tiba dari arah depan sebuah mobil nyelonong masuk kesebuah halaman. Pak Marsudi membelalakkan matanya, apa itu mobilnya Sapto? Sepertinya iya. Pak Marsudi menghentikan mobilnya, lalu turun dan melongok kehalaman itu. Ditungguinya seseorang turun dari kemudi. Dan senja itu memang keberuntungan pak Marsudi, karena itu benar-benar Sapto.

"Nak Sapto !!!!"

Sapto menoleh, tercekat hatinya ketika melihat siapa yang datang. Sapto sesungguhnya segan menemui, tapi pak Marsudi sudah semakin dekat.

"Disini rupanya rumah nak Sapto?"

"Ada apa pak ?" tanya Sapto tanpa ingin mempersilahkan pak Marsudi duduk terlebih dulu."

"Nak Sapto bagaimana, rencana kita jadi buyar. Bagaimana mungkin nak Sapto tidak bisa menjalankan siasat kita dengan baik?"

"Ma'af pak, saya tidak berani."

"Tidak berani bagaimana ? Nak Sapto kan jagonya menundukkan hati setiap perempuan?"

"Kali ini saya tidak berani pak, saya minta ma'af."

"Aduuh... nak Sapto ini bagaimana, sudah susah-susah saya ambilkan kunci, tinggal masuk dan selesai semuanya. Bagaimana bisa gagal?"

"Saya sudah bilang, saya tidak berani."

"Apa nak Sapto ketemu Bayu lalu dia menghalanginya?"

"Tidak pak, saya tidak ketemu Bayu. Saya hanya bertemu Lastri."

"Nah, gampang kan ?"

"Tidak pak, Lastri bukan perempuan biasa. Saya takluk oleh sikapnya. Saya merasa bersalah, saya merasa bahwa jalan hidup saya salah."

"Apa maksud nak Sapto?"

"Justru ketika ketemu Lastri, menyaksikan sikapnya, kata-katanya, membuat saya sadar akan jalan hidup saya, membuat saya harus memperbaikinya, dan..."

"Bodoh !! Bodoh !!" kata pak Marsudi memotong kata-kata Sapto, lalu membalikkan tubuhnya dengan lunglai.

"Saya sudah menyerahkan kunci duplikat itu pada Lastri !!" kata Sapto agak berteriak karena pak Marsudi sudah berjalan semakin jauh.

Sapto menghela nafas, lega setelah menyelesaikan masalahnya dengan pak Marsudi. Dia tak akan kembali lagi karena Sapto tak akan sanggup melakukannya.

***

'Mana mobil Bayu bu?"

"Dipakai bapak, nggak tau mau pergi kemana," kata bu Marsudi menjawab pertanyaan Bayu.

Hari sudah malam, Bayu keluar dari kamar dan ingin pergi entah kemana. Tapi ternyata mobilnya tidak ada.

"Mobil bapak dimana ?"

"Tadi disuruh membawa pak Darmo, besok mau diservis/"

"Lastri mana ?"

"Ada dibelakang. Sedang menyiapkan makan malam untuk kita.

"Apa dia mendengar pembicaraan bapak sore tadi?"

"Ya mendengar lah, masa enggak, tapi dia mengatakan bahwa tak mendengar apapun."

"Bapak sungguh keterlaluan. Pasti Lastri merasa sakit hati."

"Ibu sudah menemui dia setelah itu."

"Apa katanya ?"

"Dia merasa tak pantas mencintai kamu. Apa kamu tak ingin mundur ?"

"Cinta Bayu hanya kepada Lastri. Apapun yang terjadi dia akan menjadi isteri Bayu."

"Jalan yang akan kamu tempuh tidak mudah, karena bapak menghalanginya."

"Ibu, saya akan membawa pergi Lastri."

Bu Marsudi terkejut.

"Jangan le, jangan lakukan itu. Itu tidak baik."

"Lalu bagaimana bu, bapak tidak mengijinkan, malah akan mengusir Lastri."

"Pelan-pelan ibu akan bicara, kamu harus bersabar Bayu."

Bayu tidak menjawab, ia langsng kebelakang menemui Lastri yang sedang memasak sayur.

"Lastri.."

Lastri menghentikan kegiatannya mengaduk sayur, dipandangina Bayu yang sedang mendekat kearahnya. Lastri menghindar, meninggalkan panci berisi sayur yang sudah mulai mendidih.

"Lastri, mengapa menjauh dari aku?"

"Itu harus Lastri lakukan mas, supaya saya tidak dituduh membujuk mas Bayu agar mencintai Lastri."

"Tidak Lastri, kamu tak usah mendengar suara apapun, kamu tutup telinga kamu, tapi terus buka hati kamu untuk aku," kata Bayu setengah bercanda. Tapi itu tidak lucu menurut Lastri.

Hatinya sudah terkoyak oleh kata-kata seorang priyayi yang merasa tinggi dan tak sebanding dengan dirinya yang tanpa pangkat tanpa derajat.

"Lastri, aku akan membawa kamu pergi dari sini."

"Tidak mas, Lastri tak akan mau. Lastri akan mendapat cacat daan cela kalau itu mas Bayu lakukan. Sudahlah mas, lupakan Lastri. Toh Lastri sudah bilang bahwa Lastri tidak mencintai mas Bayu ?"

"Itu kan kata-kata bibir kamu, tapi tidak demikian dengan hatimu bukan?"

"Mas Bayu jangan nekat, itu membuat saya tersiksa," Lastri mulai terisak. Bayu mendekat, ingin memeluknya, tapi Lastri menghindar.

"Jangan lakukan mas, Lastri mohon, betapa besarnya cinta Lastri, tak akan bisa meraih bintang gemerlap diatas sana. Lastri menerima apa yang terjadi, jangan sampai semua ternodai oleh kenekatan mas Bayu."

"Lastri.."

"Percayalah bahwa dalam hal ini Lastrilah yang bersalah, Lastrilah yang telah membujuk mas Bayu.Lastri bukan perempuan semacam itu. Lastri tau diri mas, Lastri tak akan menjangkau bulan dengan lengan sependek ini."

Bayu terpaku ditempatnya. Lastri memang bukan perempuan biasa. Ia harus memperjuangkan cintanya. 

*** 

Pagi hari itu teh hangat, roti panggang, sudah tersedia diruang tengah. Pak Marsudi,bu Marsudi dan Bayu duduk diam sambil menikmati teh dan roti panggang mereka. Tak sepatah katapun keluar dari bibir mereka. Pak Marsudi dengan wajah muram segera menelpon pak Darmo.

"Hallo, Darmo, kamu jemput aku saja dulu baru kamu kebengkel ya. Nggak, aku menunggu kamu saja, baiklah, jangan lama-lama." pak Marsudi menutup telephone nya.

"Bapak nggak bareng sama Bayu saja?"

"Nggak, maunya tadinya begitu, tapi lebih baik dijemput Darmo saja," jawabnya kaku.

"Bayu mau berangkat sekarang saja,"kata Bayu sambil berdiri.

"Baiklah,"

Tapi Bayu melangkah kebelakang, ia ingin melihat Lastri, tak perduli wajah ayahnya bertambah muram.

"Lastri... "

Tak ada jawaban. Apa dia ada dikamar mandi?

"Lastri...."

Tapi kamar mandi itu terbuka. Bayu mengetuk pintu kamar Lastri, tapi pintu itu tidak terkunci. Bayu menguakkan pintu itu, Ranjangnya rapi. 

"Lastri..!"

Bayu nekat masuk kedalam, tapi ia tak melihat Lastri. Ia keluar dan berteriak sekerasnya.

"Lastriiiiii !!!"

*** 

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



17 comments:

  1. Lastriiiii kemana kau ? pergi ya ... pasti ... kalo aq jadi Lastri ya pergi ... pamit dengan surat ... anak baik, jujur, pasti Allah menolongnya ..semoga happy ending ... trims mbak Tien

    ReplyDelete
  2. Langsung ikut mewek saat bayu ditinggal lastri..

    ReplyDelete
  3. Hwuaaaduuu...Lastri pergi kemana yaaa.... Semoga sembunyi di rumah mas Timan.... heheheee ngarang.com 😉😉😉

    ReplyDelete
  4. aduh aku menangis singguh menangis lastri meninggal kan bsyu. atou kemana diaaa. astriiiiiiiiiiiiiii kasihan bayu . lanjut emba . aduuuuh bagai mana nasib nya emba. Tien. ... kutunggu sambungannya..cepat emba

    ReplyDelete
  5. lastri. kemana kou. . bayu mencari mu

    ReplyDelete
  6. Lastri jangan menyerah perjuangkan cintamu. Ditunggu kelanjutanya mbak

    ReplyDelete
  7. Ikut mewek jg ... hu hu... Lastri jgn tinggalkan masmu Bayu

    ReplyDelete
  8. ceritanya semakin membuat penasaran ditunggu kelanjutannya

    ReplyDelete
  9. Lastri...jangan pergi....sediih
    Terima kasih mba tien

    ReplyDelete
  10. Tambah seruuu & penasaran....lanjuuuut

    ReplyDelete
  11. Semakin seru saja. Kemana ya Lastri?
    Ndak sabar nunggu lanjutannya mba Tien

    ReplyDelete
  12. Aduh lastri pergi..apa kerumah mas timan? Jangan sampe lastri jatuh ke tangan2 kotor..lastriii

    ReplyDelete
  13. Keren mbak. Jadi inget harus bijaknya jadi ibu..

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...