DALAM BENING MATAMU 57
(Tien Kumalasari)
Aji memandangi laki-laki tampan dihadapannya yang menatapnya penuh kebencian. Untuk kedua kalinya wajahnya kena kepalan tangannya. Dua orang polisi menghampiri, lalu membawanya masuk karena sebenarnya Aji berada dalam status tahanan. Aji heran melihat Adhit datang ke kantor polisi. Ia sama sekali tak mengira bahwa kedatangannya ada hubungannya dengan kasusnys. Bahkan akan menjerumuskannya kedalam penjara yang mungkin akan menyekapnya selama puluhan tahun.
Adhit kemudian menemui polisi jaga dan mengutarakan apa yang akan dilaporkannya.
Adhit kemudian baru tau bahwa Aji adalah benar- benar terdakwa pembunuh seorang wanita bernama bu Sukiman.
Geram sekali rasanya, membayangkan Mirna akan terseret kedalamnya. Beruntung Adhit segera datang dan mengatakan semuanya.
Ia juga minta agar bapaknya Mirna yang disekap Aji segera dibebaskan.
***
Ketika semuanya selesai.. Adhit baru membuka ponselnya dan melihat beberapa panggilan telephone tak terjawab.
Dari ayahnya dan juga dari Raharjo. Pasti ada yang penting. Adhit memutar nomor telephone Raharjo dengan hati berdebar. Adakah jawab dari pertanyaan yang selama ini mengganjal dihatinya?
"Hallo om.. ma'af, tadi lagi ada urusan..jadi nggak bisa menerima telephone dari om," sapa Adhit begitu telephone diterima Raharjo.
"Sekarang sudah selesai urusannya?"
"Sementara sudah. Bagaimana om? Ada berita baik untuk Adhit?"
"Dhit, besok kamu jangan ke Jakarta dulu,"kata Raharjo yang kemudian membuat Adhit berdebar. Pasti Raharjo belum menemukan jawaban yang diharapkan.
"Kabar buruk ya om?"tanyanya pelan seperti putus asa.
"Tidak.. bukan kabar buruk nak. Kabar yang sangat baik," jawab Raharjo pelan. Ada getar lembut mengusik dadanya ketika menyadari dirinya sedang berbicara dengan darah dagingnya.
"Jadi..... " kata Adhit yang kemudian merasa lega.
"Besok aku mau kembali ke Medan , jadi datanglah ke Medan," kata Raharjo yang kemudian bisa menata hatinya.
"Tapi sebenarnya bagaimana om, benar kabar baik ?"
"Benar nak, pokoknya datanglah ke Medan. Kita akan bicara banyak."
Ada rasa lega ketika Adhit mendengar tentang berita baik yang dibawa Raharjo. Walau belum tersirat jelas, tapi Adhit menerima berita baik itu sebagai keberhasilan Raharjo membujuk ayahnya sehingga mengijinkan dirinya mencintai Dinda.
Adhit begitu yakin, walau belum pernah mendengar bahwa Dinda mencintai dirinya, tapi Adhit yakin bahwa suatu hari nanti hal itu pasti akan terjadi.
Adhit kemudian memesan tiket untuk berangkat je Medan esok hari, dan akan menemui Dinda sore nanti.
***
Mirna sangat bahagia ketika sore hari itu ayahnya datang menjenguknya.
Ia tau pak bos ganteng telah membantunya.
"Bapak.. apa yang telah dilakukannya pada bapak? Apa dia menyakiti bapak?" tanya Mirna sambil mencoba duduk. Kekuatannya tiba-tiba pulih, mungkin karena hatinya lega.
"Tidak, ia tak melakukan apa-apa dalam arti menyakiti tubuhku, tapi ia menyakiti perasaanku. Ia membuatmu menderita, membuatmu kehilangan bayimu.." kata pak Kadir dengan berlinangan air mata.
"Jangan sedih bapak, semuanya sudah berlalu. Kita akan menikmati semuanya dengan penuh damai dan bahagia. Yang penting bapak bisa pulang dalam keadaan baik-baik saja," kata Mirna sambil memeluk ayahnya, bersandar didadanya, dan membiarkan lelaki setengah tua itu mengelus kepalanya.
"Bapak, hari ini Mirna harus pulang, maukah bapak menanyakan ke kantor untuk melihat berapa yang harus kita bayar untuk perawatan Mirna, karena pasti belum ada yang mengurusnya. Lalu bapak lihat apakah sisa tabungan Mirna masih cukup? Kalau tidak, Mirna akan menjual kalung Mirna yang Mirna beli dari hasil kerja Mirna dulu."
"Baiklah, bapak juga bisa usahakan nanti kalau ada kurangnya," kata pak Kadir sambil melepaskan pelukan Mirna lalu keluar dari kamar.
Mirna turun dari tempat tidur dan melipat selimutnya. Disebelahnya, terpisah dengan sekat sehelai gorden berwarna hijau terdengar ramai oleh pengunjung yang membezoek keluarganya. Ada tawa dan celoteh orang-orang yang mengomentari penyakit pasien yang baru saja dioperasi karena hamil anggur. Ti ba-tiba ada sesal dihati Mirna karena ia harus kehilangan bayi yang dikandungnya. Kesedihan, kekecewaan dan tekanan dari Aji yang menyekap ayahnya, membuatnya begitu lemah dan itu berpengaruh pada kandungannya. Mirna menghela nafas panjang. Bagaimanapun ia harus bersyukur karena bertemu Dewi yang sangat memperhatikannya. Dan sang bos ganteng yang telah menolongnya. Ia ingat ketika kembali menjenguknya setelah selesai membuat laporan tentang kejahatan Aji, Adhit mengatakan kalau ia tetap akan dipanggil dalam persidangan sebagai saksi.
"Tapi kamu tidak usah khawatir Mirna, kamu tidak bersalah, dan tak tau apa-apa tentang pembunuhan itu. Kamu hanya sebagai saksi yang tadinya mendapat tekanan karena Aji telah menyekap ayahmu."
Pesan Adhit kembali terngiang di telinganya. Suaranya begitu lembut dan penuh perhatian. Jauh bedanya dengan Aji yang hanya bersikap manis ketika menginginkan tubuhnya. Tiba-tiba Mirna merasa muak, dan membenci hari-hari yang pernah dilaluinya bersama Aji.
"Mirna..." suara ayahnya mengejutkannya.
"Bagaimana bapak, masih banyak ya kurangnya?"
"Tidak, kita tidak perlu membayar apapun karena srseorang telah melunasinya."
"Siapa," tanya Mirna terkejut.
"Nggak tau.. orang itu tidak mengatakannya."
"Pasti mbak Dewi."
Tapi ketika Dewi datang, dia mengatakan bahwa bukan dia yang telah membayarkannya.
"Pasti Adhit, siapa lagi."
***
Dinda terkejut ketika diruang tamu tempat kost nya ada seseorang yang sedang menunggu, dan itu adalah Adhit.
"Mas Adhiiit.." pekiknya kegirangan begitu melihat siapa yang datang. Dan dengan entengnya kemudian Dinda memeluknya, membuat detak jantung Adhit berdegup tak karuan. Ia bahkan tak ingin melepaskan ketika Dinda kemudian mendorong tubuhnya perlahan.
"Iih.. mas Adhit.. nanti dikira kita pacaran, tau !!"tegurnya sambil mendorong tubuh Adhit lebih keras. Adhit tersenyum manis. Mungkin itulah senyum termanis yang pernah diberikannya begitu mendengar berita baik yang dikatakan Raharjo.
"Sudah mandi?"tanya Adhit sambil berdiri.
"Sudah dong, apa aku belum wangi?"
"Kamu kan selalu wangi."
"Huh.. itu kan rayuan seorang lelaki kepada perempuan yang disukai."
"Sudah pernah dirayu laki-laki?"
"Sering... mas Adhit tuh yang sering ngrayu," jawab Dinda sambil duduk.
Adhit tertawa.
"Duduk dong mas, kok malah berdiri," tegur Dinda ketika melihat Adhit berdiri.
"Ayo kita keluar," kata Adhit kemudian.
"Kemana?"
"Jalan-jalan lah. Makan, minum es krim..*
"Asyiik...," Dinda bersorak.
"So'alnya besok aku mau ke Medan."
"Ke Medan?"mata Dinda terbelalak.
"Iya, mau ikut ?"
"Ngapain ke Medan?"
"Ngelamar kamu."
***
besok lagi ya
bagus alur ceritanya..enak bahasanya....
ReplyDeleteTerima kasih, ditunggu kelanjutannya segera.....
ReplyDeleteKonflik belum selesai ya?
ReplyDeleteselalu ditunggu....kalau bs jgn satu seri satu seri....
ReplyDelete