Thursday, September 19, 2019

DALAM BENING MATAMU 03

DALAM BENING MATAMU  03

(Tien Kumalasari)

Mirna menundukkan wajahnya dan menekuni pekerjaannya begitu Adhit masuk keruangannya. Adhit memandangnya sekilas, lalu melihat ponsel Mirna ergeletak dimeja disamping laptopnya.

"Kalau masih ingin menelpon, mengapa tiba-tiba dihentikn?" tegur Adhit karena tadi sempat melihat Mirna meletakkan ponsel dengan gugup begitu dia masuk.

"Nggak pak, dari ibu, menanyakan apakah saya sudah makan atau belum," jawab Mirna pelan.

"Ibumu sangat perhatian pada anak gadisnya."

"Ibu hanya hidup bersama saya pak. Sejak saya masih kecil. Dia sangat menderita," kata Mirna pelan, dan terdengar pilu.

"Tapi ibumu beruntung memiliki anak sebaik kamu."

Mirna tersenyum, ia mengangkat wajahnya, memandangi Adhit dengan rasa terimakasih. Adhit melihat kilatan mata yang belum dimengerti artinya.

Mirna tiba-tiba ter batuk-batuk. Ia menghentikan pekerjaannhya, lalu merogoh kedalam tas yang ada di almari mejanya, seperti mencari sesuatu. Adhit yang melihatnya segera menunjuk kearah almari obat yang ada disudut ruangan.

"Ada obat gosok disitu, kamu mencari obat gosok kan?"

Mirna mengangguk, kemudian berdiri mengambil obat gosok kearah yang ditunjuk Adhit. Diambilnya obat itu lalu kembali duduk. Ia membuka sedikit kerah bajunya, barangkali lupa ada Adhitama disana, atau memang sengaja, ia menggosokkannya dengan santai dengan tangan agak masuk kedalam dadanya. Adhit tak menatapnya, ia sibuk membalik balikkan map yang tergeletak dimejanya. Mirna menghela nafas, melirik sekilas kearah priya ganteng yang sedang menunduk dan tak mengecuhkannya. Ada rasa kecewa yang dirasakannya. Namun ia kemudian menyadari bahwa laki-laki yang diam-diam dikaguminya itu memang tak mudah dibuatnya tertarik pada dirinya.

"Hm, apakah ayahnya dulu juga melukai ibuku dengan kebekuan hatinya?" bisik batin Mirna yang kemudian mengembalikan obat gosok itu ketempatnya semula.

Terbayang kembali sa'at ia masih berumur 5 tahunan, ayahnya sepulang dari kerja tiba-tiba menempelang ibunya sehingga ibunya terpelanting ke lantai.

"Siapa laki-laki itu? Yang mengajakmu makan dirumah makan mewah?"

"Bukan siapa-siapa, dia teman aku," pekik ibunya sambil menangis.

"Tapi dia juga membawamu ke hotel !!" hardik ayahnya sambil menampar lagi wajah yang masih terkulai dilantai.

Ibunya menjerit.

"Bohong !!"

"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kamu keluar bergandengan tangan dari hotel itu!!"

"Tidaak !!"

"Jangan menyangkal! Perempuan ntak tau malu kamu, perempuan murahan! Kecantikanmu kau pergunakan untuk menggoda banyak lelaki yang menganal kamu!!"

Tiba-tiba ayahnya mengambil sebuah botol yang tadi diletakkannya dimeja, membuka tutupnya dan disiramkannya ke wajah ibunya. Mirna menangis keras melihat ibunya ber guling-guling kesakitan, lalu melihat ayahnya pergi dan tak pernah kembali lagi kerumah itu.

Menitik air mata Mirna yang kemudian diusapnya dengan tissue yang ada dihadapannya. Beruntung Adhit tak memperhatikannya.

Ibunya yang buruk muka selalu memakai penutup muka kalau mau pergi ke mana-mana. Ia bekerja keras menyekolahkan dirinya hingga menjadi sarjana. 

Kemudian ia mendapatkan tugas yang maha berat dari ibunya. Melampiaskan dendamnya.

Ia tak mengerti mengapa dendam itu dijatuhkannya bukan pada orang yang telah membuatnya cacat, tapi kepada seseorang yang dia tidak mengenalnya.

"Aku ter lunta-lunta, dibuang oleh keluargaku karena dia, karena dia !! Lalu laki-laki brengsek yang bilang mencintaiku telah berlaku kejam kepadaku. Dia.. bukan ayahmu awal mula petaka ini, jangan sampai aku mati membawa dendamku," tegas waktu itu pesan ibundanya.

Sekali lagi ia mengusap setitik bening yang mengambang dimatanya. Ada rasa ingin berontak, tapi derita ibunya kembali membayang dipelupuk matanya.

"Tapi bagaimana kalau aku tiba-tiba jatuh cinta padanya?" tanya Mirna pada ibunya pada suatu malam.

"Tidak! Jangan sekali-sekali kamu jatuh cinta pada lelaki. Kamu boleh menggodanya, membuat mereka jatuh bangun karena kecantikan kamu, tapi jangan pernah kamu jatuh cinta. Seperti ibu ini, tak pernah memiliki cinta, kecuali dirimu," kata ibunya sambil menatapnya tajam.

Mirna menghela nafas dalam-dalam, ia melirik kearah Adhit yang masih sibuk dengan pekerjaannya, dan ada debaran aneh memenuhi dadanya. Alangkah ganteng laki-laki ini, alangkah mempesona setiap tutur kata dan senyumannya. Ia terkejut ketika tiba-tiba Adhit mengangkat kepalanya dan menatapnya. Adhit merasa Mirna sudah lama menatapnya.

"Ada apa? " tanya Adhit

Mirna terkejut, buru-buru ditundukkannya wajahnya.

"Kamu tidak apa-apa?"

"Sebetulnya, saya.. sedikit pusing," jawabnya sekenanya.

"Kamu mau minum obat? Ada obat pusing disana," kata Adhit sambil menunjuk kearah almari obat itu lagi.

"Tidak, bolehkah.. saya.. saya.. minta ijin untuk.. pulang .. sekarang?" tanyanya terbata.

"Oh, tentu .. kalau kamu memang sakit, bisa pulang sendiri?"

Mirna berdebar, apakah Adhit akan mau mengantarkannya pulang?

"Kalau tidak bisa biar Sarno mengantar kamu pulang, akan aku panggil dia."

Mirna kecewa. Kalau hanya diantar sopir, lebih baik pulang sendiri, bisik batinnya.

"Tidak, saya bisa pulang sendiri."

*** 

"Mas, mengapa sesiang ini sekretaris mas sudah pulang?" tanya Ayud ketika menjelang pulang memasuki ruang kerja kakaknya.

"Dia sakit, katanya kepalanya pusing?"

"Tapi aku melihat dia bercanda sama anak-anak yang didepan itu, nggak kelihatan sakit deh."

"Ah, kamu itu.. memang sih kalau nggak suka sama orang tuh semua-semua jadi nggak bagus," tegur Adhit sambil membenahi map-map dimejanya.

"Itu benar, masa sih aku meng ada-ada."

"Ayo, bantuin aku mengemasi barang-barang ini, kita harus cepat pulang, nanti ada janji jalan-jalan sama Raka kan?"

"Mengapa bukan sekretaris mas tadi yang mas suruh ngeberesin semua ini?" sungut Ayud.

"Kamu itu... sudah lah, lakukan saja, ini perintah atasan, tau!"

Ayud mencibir, dan Adhit memandangi dengan tersenyum menang. Ayud yang sedikit bandel tak pernah membantah apa kata kakaknya. Ia gadis manis yang amat penurut. Tapi ketika dia tidak menyukai seseorang, susah mengendapkannya.

"Aku tadi sudah menel;pon Dinda."

"Oh ya, kamu rayu dia agar mau kuliah disini?"

"Ya, tapi dia bilang sedang merayu ibunya."

"Ngangenin anak itu ya."

"Hei, dia masih kecil tau, jangan sampai mas mengganggunya."

"Enak saja, memangnya aku tukang mengganggu gadis-gadis?"

"Biasa lah, laki-laki kalau mersa ganteng lalu di mana-mana tebar pesona."

"O, jadi kamu mengakui kalau kakak kamu ini ganteng?"

"Eit.. nggak jadi," lalu keduanya terkekeh senang.

"Udah terlanjur tuh, sorry ya.... "

"Aku panggil pak Sarno dulu, supaya siapkan mobilnya."

***

Hari itu hari Minggu, ketika Adhit pergi bersama Raka, Ayud memilih berbelanja bersama neneknya disebuah supermarket. Banyak belanjaan mereka, dan karena kelelahan Ayud mengajak neneknya minum di sebuah rumah makan.

"Eyang, bolehkah nanti Dinda tinggal disini ?"

"Dinda siapa?"

"Dinda teman bermain Ayud waktu di Jakarta,"

"Dia mau bekerja disini ?"

"Bukan, dia baru saja lulus SMA, kalau diperbolehkan sama orang tuanya, dia ingin kuliah disini. Boleh ya  yang?"

"Boleh saja, rumah kita kan besar, seneng kalau bisa tinggal rame-rame."

"Semoga saja jadi.."

"Kamu tuh ingin punya teman main ya?"

"Dia itu cantik, baik, pintar lho yang.. Dinda suka punya adik seperti dia."

"Sayangnya dulu kamu nggak punya adik lagi ya?"

"Ya nggak apa-apa eyang, bisa cari adik yang lain. Habis kalau sama mas Adhit bertengkar melulu. Mas Adhit suka deh nggangguin Ayud."

Bu Brroto tertawa sambil menepuk pipi Ayud pelan.

"Itu karena kakakmu itu sayang sama kamu. Ayu sekarang kita pulang, masih mau makan juga kamu?"

 "Nggak, kan yu Supi sudah masak enak buat kita, kalau kita makan disini nanti masakan yu Supi nggak laku deh."

"Iya, kamu benar."

Ketika keluar dari rumah makan itu, Ayud mendahului mengambil mobil di parkiran, sedangkan neneknya disuruhnya menunggu di lobi.

Bu Broto duduk disebuah bangku yang ada disana, lalu tiba-tiba dilihatnya seorang perempuan  sedang duduk sambil menoleh kesana kemari, lalu membuka bungkusan belanjaan yang ada disampingnya, sambil duduk diatas tangga . Perempuan itu tampak bingung, ia yang tadinya  duduk kemudian berdiri sambil  me raba-raba saku baju panjangnya. Tampaknya ada yang dicarinya tapi tidak ketemu. Karena kasihan bu Broto mendekatinya, karena tangga itu letaknya tak jauh dari bangku dimana dia duduk.roto yang kemudian terkejut melihat perempuan itu memakai cadar yang hampir menutupi seluruh wajahnya. Hanya sepasang matanya yang menyorot tajam tampak tergenangi butiran bening. 

"Jangan menangis, ada apa?"

"Dompet saya hilang," kata perempuan itu sambil mengusap air matanu Broto mengamatinya dengan iba. Perempuan itu berpakaian lusuh, tampaknya habis membeli sesuatu disekitar tempat itu, tapi kemudian menyadari bahwa dompetnya hilang.

"Isinya banyak?" tanya bu Broto.

"Uang belanja dari majikan saya, sekarangpun saya nggak bisa pulang karena nggak punya ongkos.

"Rumahnya jauh?"

"Kampung Nusukan,"

"Kok belanjanya jauh sekali sampai disini?"

"Saya bekerja didaerah sini, karena hari Minggu saya boleh pulang setengah hari."

Sementara itu mobil yang dibawa Ayud telah sampai didepan lobi, lalu dibunyikannya klakson agar neneknya memasuki mobil. Ayud melangkah turun untuk membukakan pintu bagi neneknya. Mata perempuan bercadar itu berkilat menatapnya.

Bu Broto membuka dompetnya, lalu memberikan selembar uang ratusan ribu kepada perempuan itu.

"Sekedar buat ongkos pulang ya bu," kata bu Broto sambil berlalu, lalu memasuki mobilnya. Tapi ketika melihat sorot kedua mata perempuan itu, ada rasa merinding yang meremangi bulu kuduknya.

Perempuan itu menerimanya, dan memasukkannya kedalam saku bajunya, lalu berdiri dan melangkah pergi, tapi ia sempat mencatat nomor mobil itu.

Bu Broto memasuki mobil cucunya yang kemudian berjalan keluar dari arena parkir.

"Siapa tuh yang?"

"Orang, hampir menangis kehilangan dompetnya."

"Aku kasih dia uang untuk ongkos pulang."

"Rumahnya jauh?"

"Nusukan atau mana, katanya.."

"Mengapa belanja sejauh itu?"

"Dia bekerja disebuah rumah didekat situ, itu tadi mau pulang dan mampir belanja. Tapi dompetnya hilang."

"Perempuan bercadar, Ayud jadi ingat sesuatu..," gumam Ayud. 

***

 besok lagi ya

 

 


No comments:

Post a Comment

SURAT KEPADA KAWAN

  SURAT KEPADA KAWAN. (Tien Kumalasari)   Kawan, SEPENGGAL KISAHku, sudah aku ungkapkan SAAT HATI BICARA. Juga saat SEKEPING CINTA MENUNGGU ...