Thursday, May 30, 2019

SA'AT HATI BICARA 012

SA'AT HATI BICARA  012

(Tien Kumalasari)


Dokter Santi benar2 kesal mendengar jawaban Panji. Ia merasa disepelekan. Dengan kasar dia berdiri dan langsung pergi meninggalkan Panji. Panji mengheka nafas lega. Ternyata dokter yang terkenal ramah terhadap pasien, mempunyai watak yang menjengkelkan. Suka memaksakan kehendak, semua keinginannya harus dituruti. Tiba2 terbayang wajah Maruti yang lembut dan sedikit pemalu, ah.. alangkah lama ia tak menemui gadis itu. Ada rindu yang tiba2 menyeruak.

***

Sore itu Panji menemui Agus, sa'at sebelum selesai jam kantor. Ada dua keinginan yang terbersit dikepalanya. Ia ingin berbincang dengan sahabatnya, sekaligus ingin mengajak Maruti pulang bareng. 

"Tumben nih.. ada yang penting.." sapa Agus ketika mereka sudah berdua diruangan Agus.

"Nggak terlalu penting sih, cuma ingin ngomong saja, ternyata dokter Santi itu bekas isteri kamu?

Agus tersenyum kecut. 

"Aku benar2 nggak tau.."

"Ya, kabarnya dia itu calon isteri kamu?" tanya Agus tiba2.

Panji terkejut, sedikitpun tidak mengira kalau Agus mengatakan itu.

"Kata siapa?"

"Dia sendiri yang ngomong."

"Nggak.. nggak benar itu. Aku belum berfikir kearah mencari isteri. Tapi aku heran, mengapa kalian bercerai? Kayaknya.. kalian ini pasangan yang cocog .. serasi.. satu cantik.. satunya ganteng.."

Agus tertawa.

"Kalau dilihat dari luarnya sih.. oke.. tapi kamu belum tau watak aslinya."

Tiba2 Agus menghentikan kata2nya.

"Eh.. nanti dulu, kamu sedang memancing mancing aku ya, ingin tau tentang Santi?"

"Oh, jangan salah sangka. Ingin tau sih iya, tapi bukan untuk kepentingan aku.. atau.. hubungannya dengan mencari isteri.. bukaan.. aku .. ma'af.. tidak tertarik kok."

"Sungguh."

"Benar.. dia itu jauh dari impianku tentang seorang isteri."

Agus menghela nafas panjang.

"Aku juga tidak mengira. Dia itu .. kalau punya keinginan harus dituruti. Terkadang juga tidak bisa menghargai suami. Biar aku sedang sibuk dengan pekerjaan, kalau dia minta sesuatu aku harus tinggalkan pekerjaan itu. Kemudian kami sering cek cok.. dan akhirnya memilih untuk berpisah. Dia juga nggak mau membawa anaknya. Aneh juga.. biasanya seorang ibu yang bercerai dari suaminya pasti berupaya agar bisa membawa anaknya. Tapi dia tidak."

"Kasihan juga kamu, terpaksa menjadi ayah.. sekaligus ibu."

"Ya.. itulah aku," Agus tersenyum getir.

"Segera cari ibu bagi Sasa.. kasihan anakmu yang pasti juga membutuhkan sosok seorang ibu."

"Iya, baru nyari nih.." ketika mengucapkan itu, diam2 terbayang wajah Maruti. Dan Agus tersenyum senyum sendiri.

"Oke, aku hanya mampur, ini kan sa'atnya pulang, aku mau mengajak Maruti sekalian pulang."

Tiba2 wajah Agus berubah, ia ingin melarangnya, tapi apa alasannya.. aduh.. dan Panji sudah berjalan kearah meja costumer servis dimana dilihatnya Maruti sedang bersiap siap.

Didengarnya Maruti menyambut kedatangan Panji dengan semringah. 

"Maruti.. sudah mau pulang ya? Aku antar sekalian pulang ."

"Iya, aku kok nggak tau kalau mas Panji datang?" sambut Maruti sambil tersenyum, dan senyum itu sungguh senyum yang sering dirindukan Panji. Senyum yang polos, senyum yang menarik.. dan..sedikit malu2 setiap kali pandangan mereka beradu. Gemeess .. kata hatinya.

"Maruti, kita belum jadi beli buku untuk Sasa bukan?" tiba2 Agus sudah ada diantara mereka.

"Oh.. eh.. iya pak, tapi.." Maruti memandangi Panji seperti minta persetujuan, ada rasa kecewa tampak pada mukanya. Agus kan atasannya, apa dia harus membantah?

"Oh, kalian sudah janjian?" kata Panji penuh tanda tanya.

"Bukan.. bukan.. mm.. apa buku itu .. mm..harus.. segera?"

"Ya enggak, tapi sudah sebulan lebih aku janji mencarikan buku2 untuk anak seusia dia. Tapi kalau belum tepat waktunya ya sudahlah, lain kali saja."

"Pras, bagaimana kalau aku dan Maruti yang mencarikan buku untuk anakmu?" Panji mencoba menawar.

"Wah, merepotkan itu.." kata Agus, iyalah .. maksudnya kan bukan bukunya, tapi kebersamaannya dengan Maruti itu. Tapi Agus melihat Maruti sepertinya ingin bersama Agus. 

"Iya pak, begini saja, saya akan carikan, kalau cocok ya syukurlah, kalau enggak kapan2 bisa kita cari yang lainnya."

"Baiklah, silahkan."

Akhirnya Maruti pergi bersama Maruti. Agus memandangi dengan pandangan kecewa, dan entah mengapa, sakit hatinya melihat mereka pergi berdua. 

"Mengapa aku yang setiap hari bertemu harus kalah dengan Panji yang jarang2 menemuinya? Aku harus mendapatkannya." Agus berjanji dalam hatinya.

***

"Lama ya kita nggak bertemu?" kata Panji sambil mengemudikan mobilnya perlahan. Kebersamaannya dengan Maruti tak harus dilewatinya dengan terburu buru.

 "Ya, sebulan lebih."Maruti ingin mengatakan bahwa dia kangen, tapi tentu dipendamnya dalam hati.

"Kangen aku.." 

Maruti terkejut. Kok Panji yang mengatakan itu. Dia menoleh kearah Panji, yang kebetulan juga memandangnya. Aduuh.. senyum itu lagi. Tapi tiba2 Maruti sadar, Panji akan menjadi milik orang lain. Dialihkannya pandangan kearah depan, dan wajahnya sedikit muram.

"Itu benar Maruti."

"Apanya yang benar?"

"Kangen itu, sama kamu." Panji sepertinya bersungguh sungguh. 

"Jangan kangen sama aku, nanti dokter Santi marah."

"Lho.. apa hak nya dia marah?"

"Bukankah itu calon isteri mas Panji?"

Panji tertawa keras. Tawa itu seperti sedang menenggelamkan kekesalannya pada Santi. Maruti memandanginya dengan heran.

"Apa ada yang lucu?"

"Aku sedang mentertawakan dia."

"Siapa?"

"Santi. Dia bilang kemana mana kalau bakal menjadi isteriku.. hadeew.. sedikitpun aku tidak tertarik." Panji menampakkan wajah muram.

"Tapi itu kan amanah dari orang tua?"

"Bukaaan.. disa'at terakhir ibu hanya bilang, ingin agar aku mendapatkan pendamping yang baik. Tak ada nama Santi kok."

Maruti menghela nafas, lega.. ah.. kok belum2 ke ge eran.. memangnya aku yang dipilihnya? Pikir Maruti yang kemudian tertunduk malu.

"Kita makan2 dirumah makan yang dulu itu ya."

Tanpa menunggu jawaban Maruti Panji sudah memasukkan mobilnya kehalaman parkir dirumah makan. 

 "Disini kita dulu pertama kali makan bersama bukan?"

 Maruti mengikuti Panji dengan perasaan tak menentu.

Mereka kembali memilih tempat disudut ruangan, seperti ketika pertama kali mereka makan bersama. Dulu Maruti masih merasa gugup dan malu2, tapi perasaan itu sekarang sudah sedikit hilang. Mereka memesan makanan kesukaan mereka, dan berbincang dengan lebih santai.

"Jangan lupa nanti beli oleh2 buat Dita ya."

Maruti tersenyum. Teringat olehnya ketika dia dengan gembira menerima oleh2 yang dibelikan Panji.

"Merepotkan saja."

"Nggak apa2, supaya dia tidak marah karena kamu pulang terlambat."

Tiba2 mereka melihat beberapa orang masuk kedalam, dan berbincang sambil tertawa tawa.. dan salah satunya adalah Santi.

***

besok lagi ya


5 comments:

  1. Bu Tien Kumalasari itu menarik nya bagi saya adalah beliau seorang Asisten Apoteker/ tenaga kerja farmasi tempo dulu angkatan lulusan tahun 1968. Sekarang masih eksis kerja di Apotik ... Punya kemampuan untuk menulis novel masa kini... Bagi saya LUAR BIASA. Semoga selalu sehat walafiat. Aamiin Allahumma Aamiinn

    ReplyDelete
  2. Dibanding saya madih senior yg lulusan tahun 1971 dan sudah pangsiun bekerja kebetulan sebagai Pegawai negeri sipil. Kini hanya bisa sebagai MC ...momong cucu tok. 🤭

    ReplyDelete
  3. Dibanding saya masih beliau lebih senior / saya lulusan tahun 1971 dan sudah pangsiun bekerja kebetulan sebagai Pegawai negeri sipil. Kini hanya bisa sebagai MC ...momong cucu tok. 🤭

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...