Wednesday, January 2, 2019

SEPENGAL KISAH 111

Pandu menangis menjerit jerit karena ketakutan. Banyak orang berkerumun, dan ibu penolongnya jatuh tersungkur. Dan si nenek juga ikut menangis sambil menggoyang goyang tubuh anaknya.

Pak Prasojo yang yakin bahwa itu Pandu, segera menggendongnya dan mendekapnya erat.

"Pandu, tenang Pandu, ini kakek.. kita akan pulang bersama sama ya?"

"Ibu.. aku mau ibu.."

"Ya.. ya.. nanti ketemu ibu sayang, diamlah, tenang ya nak...kemana saja kamu.. untung ketemu kakek dan tidak dilarikan orang jahat.

Kerumunan orang2 itu buyar setelah polisi datang dan menyuruh mereka menyingkir.

"Dia bukan orang jahat !!" Tiba2 Pandu berteriak ketik melihat Mimi bangkit perlahan dan polisi siap membawanya.

"Anakku ini .. menemukannya dijalan... bukan menculik.. kita mau mengantarnya kerumah dia !" teriak nenek Surya dengan nada marah ketika polisi akan membawa anaknya.

"Aku mau beli baju.. malu sama ibu pakai baju ini..." kata Pandu pada kakeknya.

Pak Prasojo bingung, jadi cucunya bukan diculik oleh ibu2 itu, justru mau mengantarkannya pulang.

"Kami berhenti disini karena Pandu rewel nggak mau pakai baju kembang2 itu. Katanya malu sama ibunya. Itu baju cucuku waktu masih kecil.. kami memakaikannya karena baju Pandu lusuh berdebu, sejakseharian dipakainya." Ujar bu Surya panjang lebar yang didengarkan pak Prasojo dan polisi itu dengan seksama.

"Jadi ibu yang menemukan cucu saya?" pak Prasojo penuh sesal.

"Makanya kalau teriak jangan asal teriak pak, saya yang kena masalah nih.." ujar Mimi dengan marah.

"Ma'af bu... ma'af sekali, saya panik karena dua hari cucu saya menghilang. Semua bingung mencarinya, lalu kebetulan saya melihatnya disini.Sekali lagi ma'af.. apa ibu perlu pergi kedokter?" tanya pak Prasojo yang melihat tadi Mimi dipukul orang.

"Tidak usah. Biar saya kedokter sendiri !!" jawab Mimi ketus.

Polisi segera pergi setelah ternyata tidak ada masalah disitu. Mimi menggandeng tangan ibunya dan membawanya ke mobil.

"Ibu..." tiba2 Pandu berteriak memanggil Mimi, dan Mimi berhenti. Ia sungguh sayang pada Pandu yang baru ditemuinya kemarin. Anak itu pintar dan sangat menggemaskan, kesedihan yang tampak pada matanya membuatnya trenyuh. Ia mendekati Pandu yang masih digendong kakeknya. Pandu meroosot turun dan merangkul Mimi. 

"Anak baik, kamu sudah bertemu kakekmu ya, ibu mau pulang ya..." Mimi merangkul Pandu dan menciumnya.

"Ibu, saya belum mengucapkan terimakasih. Saya sangat berterimakasih karena ibu telah menolong cucu saya. " Pak Prasojo mengulurkan tangan, Mimi menerimanya dengan acuh, kemudian berlalu.

"Maukah ibu singgah kerumah Pandu dan ketemu ibunya?"

Mimi tidak menjawab, langsung menaiki mobilnya dan langsung memacunya.

Pak Prasojo sangat menyesal telah membuat keributan itu, tapi ia sungguh2 panik dan spontan berteriak menuduh Mimi sebagai penculik. Ia bahkan lupa mananyakan siapa nama perempuan ibu dan ibunya, atau dimana rumahnya.

"Kakek, aku mau ganti bajuku ini, aku malu sama ibu" Pandu teringat kembali baju motif bunga yang dikenakannya.

"Oh, baiklah, akan kakek belikan. Setelah ini kita pulang ya.."

"Aku mau pulang kerumah ibu .."

"Ya, tentu saja, ibumu sudah menunggu.. Oh ya, apakah kamu mau menelpon ibumu dulu?"

"Ya.. ya.. aku mau ..."Pandu melonjak kegirangan sementara kakeknya memutar nomor rumah anaknya. Hatinya lega karena akan bertemu Asri dan sudah menemukan Pandu pula.

Pak Marsam berteriak girang setelah menerima telepon dari pak Prasojo, ia langsung memanggil Asri yang masih duduk dengan wajah sayu.

"Asri... Asri... ini pak Prasojo bersama anakmu.. ia ingin bicara.."

"Pandu?" Asri melompat dan berlari mendekati telephone.

"Hallo ibu..." Suara nyaring itu seperti  memukul jantungnya keras2. Ai mata Asri meleleh, kali ini air mata bahagia.

"Pandu... anakku... Pandu. ayo pulang nak.. ini ibu.."

"Iya ibu, Pandu mau beli baju dulu sama kakek,"

Ponsel diminta pak Prasojo dan berbicara dengan Asri. :" Asri, nanti aja ceriteranya, ini Pandu minta baju, biar aku beli dulu supaya bisa segera ketemu kamu."

"Iya pak, baiklah."

Asri meletakkan telephone kemudian mengambur kekamar mandi. Ia ingin mandi bersih2, wangi, ganti baju untuk menyambut anak kesayangannya. Pak Marsam mengawasinya dengan mata berkaca kaca. Sedikit masalah hampir terselesaikan. Tapi mereka belum tau, dimana Bowo berada.

Kedatangan Pandu disambut suka cita oleh seisi rumah. Asri memeluk Pandu erat2 dan tak pernah dilepaskannya sambil duduk dihadapan pak Prasojo. Pak Prasojo masih melihat gurat kesedihn dimata Asri. Hati pak Prasojo pun ikut sedih.

"Belum pernah mendengar kabar tentang Bowo?"

Asri menggeleng sedih. Ia sungguh tak tau dimana Bowo berada. Semarah itukah Bowo padanya sehingga tega meninggalkannya selama berhari hari?

"Sesungguhnya bapak tidak percaya kamu melakukan hal2 buruk untuk keluargamu."

"Terimakasih atas kepercayaan bapak. Saya sungguh terkena musibah. Laki2 itu bekas teman sekolah Asri. Memang dulu kami saling suka, tapi kemudian kami berpisah dan dia menikah dengan wanita lain. Saya tidak mengira nasibnya begitu buruk sehingga membuat hati saya merasa trenyuh. "

Dengan berterus terang Asri menceriterakan pada ayah mertuanya tentang pertemuannya dengan Damar. Dan bahwa sa'at berpegangan tangan itu bukan berarti dia menyukai pertemuan itu, bahwa Damar memang masih mencintainya tapi dirinya tidak lagi. 

"Asri sudah memiliki suami yang baik, yang melindungi dan mencintai Asri, dan Asri juga sudah punya Pandu yang menjadi buah cinta kami. Asri bersumpah tidak ada lagi lelaki lain didunia ini pak, sungguh." Mata Asri berkaca kaca lagi.

"Baiklah Asri, bapak sudah mendengar semuanya, dan bapak percaya sama kamu. Mungkin secara kebetulan Dewi menemukan bukti untuk menghancurkan rumah tangga kamu."

"Asri sungguh tidak mengira Dewi begitu tega berbuat begitu. Dan sampai sekarang Asri tidak tau dimana mas Bowo berada."

"Berkali kali bapak menghubunginya tanpa hasil."

"Bapak, Asri minta tolong, pintakan ma'af Asri pada ibu karena telah sangat marah dan berkata kasar.. Asri lupa diri karena kalut dan ketakutan atas hilangnya Pandu."

Pandu mengusap air mata ibunya yang menetes dan mengalir disepanjang pipinya. Seakan ia tau derita apa yang menimpa ibunya. Asri tersenyum dan mencium Pandu berkali kali.

"Ibu tidak apa2 sayang... ibu senang kamu telah pulang. Jangan pergi kemana mana lagi ya?"

Pandu mengangguk, dan kembali mengusap air mata ibunya.

" Ya Asri, bapak mengerti .. dan bapak juga mintakan ma'af ibumu karena telah menuduhmu yang bukan2."

"Asri bisa memakluminya pak.."

Ketika itu ponsel Asri berdering, Asri hampir melonjak kegirangan karena nomor Bowo tercantum disitu.

"Ini mas Bowo pak, kata Asri pada mertuanya sebelum mengangkat telponnya.

"Hallo mas..."

"Hallowww.... Asri.." dan Asri terkejut karena itu suara seorang wanita. 

#adalanjutannyaya#


No comments:

Post a Comment

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 18

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  18 (Tien Kumalasari)   Satria tentu saja terkejut. Bagaimana bisa, kehilangan seorang putri tanpa tahu di ...