Friday, November 30, 2018

SEPENGGAL KISAH L

Keluarga Prasojo merasa lega ketika bu Prasojo telah sadar. Kepalanya berbalut perban dan wajahnya pucat. Pak Prasojo mendekat dan mengelus kepalanya. Bagaimanapun menjengkelkannya dia tetap isterinya yang harus dilindunginya. Bowo dan Dewi berdiri berdekatan, disisi sebelahnya.

"Bagaimana perasaanmu bu?" tanyanya lembut.

"Sepeda motor itu menyeberang tiba2, aku banting setir kekiri dan kemudian tidak ingat apa2 lagi. "

"Ya bu, semuanya sudah berakhir, cepat sembuh ya."

"Mobilku rusak?"

"Biarkan saja mobil rusak, yang penting ibu selamat. Ibu tadi kehilangan darah, dan butuh transfusi. Untung ada Dewi yang menolong ibu dan bersedia mendonorkan darahnya untuk ibu. Kami berterimakasih pada Dewi, untungnya lagi golongan darah Dewi sama. Kalau tidak .. entah apa yang akan terjadi.. so'alnya ibu kehilangan darah banyak sekali."

"Oh, jadi Dewi yang menyelamatkan aku? Sini nak..." tangan bu Prasojo melambai, dan Dewi mendekat . Senang hatinya karena dianggap berjasa. Entah darimana asalnya Dewi menempelkan plester pada lekukan sikunya, untuk menimbulkan kesan bahwa benar memang dia yang telah mendonorkan darahnya. Bukankah keberuntungan sedang berfihak padanya?

Sebelah tangan bu Prasojo merangkul Dewi. :"Darahmu mengalir pada tubuh ibu ini nak, sudah ibu duga, kamu memang ditakdirkan untuk menjadi keluarga ibu."

Dewi menangis terisak isak. Aduhai,  alangkah mudah Dewi mengalirkan air matanya, sementara sama sekali bukan dia yang berhak mendapatkan pujian ini.

"Bowo, sekarang kamu tau, Dewi telah menyelamatkan ibu, kalau tidak ada dia maka ibu ini sudah meninggal."

"Bowo sudah mengucapkan terimakasih bu." jawab Bowo.

"Ucapan itu tidak cukup nak... kamu harus membalasnya lebih, dengan...."

"Bu, sudah.. sekarang ibu istirahat saja, kami akan menunggu diluar,"

Kata2 bu Prasojo terhenti karena pak Prasojo memotongnya.

Kalau ibunya tidak sedang sakit, pasti Bowo sudah menjawab kata2 ibunya tadi dengan kesal, pak Prasojo sudah disuruhnya pulang karena khawatir bapaknya kacapean. Bowo menyuruh Dewi juga pulang tapi gadis itu menolaknya, Kesempatan bagus untuk berdekatan dengan Bowo ini tidak boleh disia siakannya. Bowo sungguh merasa kesal. Kecelakaan ini  tiba2 bisa dijadikan alasan bagi ibunya untuk menyinggung nyinggung so'al perjodohan itu lagi.Pastinya.. kemudian Bowo duduk disebuah kursi yang terpisah dari Dewi, tapi kemudian Dewi menyusulnya.

"Mas Bowo pasti haus, mau Dewi ambilkan minum?" 

"Tidak, terimakasih,"Bowo menjawab singkat.

"Atau makan barangkali? Ini sudah malam dan mas Bowo pasti lapar.."

"Tidak, aku hanya mengantuk. Biarkan aku memejamkan mata disini dan jangan mengganggu, tolong." pinta Bowo sambil menyandandarkan kepala disandaran bangku itu, lalu memejamkan matanya.

Huh, masih sombong juga dia, pikir Dewi.  tapi bukan Dewi namanya kalau tidak nekat. Ia justru duduk disebelah Bowo dan ikut2an menyandarkan kepala serta memejamkan mata. Ada harapan2 yang diimpikannya mendengar kata2 bu Prasojo tadi. Mungkin mas Bowo itu memang jodohku, demikian Dewi berpikir lagi. Dewi tersenyum, membayangkan mimpinya akan menjadi nyata.

 

"Aduuh, cantiknyaaa..." Asri menoleh ketika sedang menyiangi rumput2 diantara tanamannya. Seorang laki2 muda berjalan mendekat. Asri belum pernah melihatnya, tapi Asri kurang suka melihat cara laki2 itu memandanginya,

"Cantik sekali ya.." kata laki2 itu lagi.Asri  belum pernah mengenalnya tapi dia  menggoda dengan kata2 yang tak pantas. Asri merasa risi. Kebetulan bapaknya ada dibelakang, sehingga Asri sendirian menghadapi lelaki itu.

"Nama saya Ongky..." lanjur laki2 itu.

Aduuh.. kalau mau beli bunga kenapa harus memperkenalkan diri? Asri menghadapinya dengan wajah yang dipaksakan seramah mungkin. Bukankah pembeli adalah raja?

"Mas mau beli yang mana?"

"Ow..saya suka semuanya. Saya punya rumah baru diseberang, dan saya ingin ada banyak bunga dihalaman saya."

"Oh... baiklah ..Silahkan memilih..."

"Saya minta tolong mbak agar memilih untuk saya... yang mana saja..

"Nggak enak mas kalau saya yang memilih, nanti mas nggak suka.."

"Nggak, saya suka, pasti suka..  seorang gadis cantik pasti pintar memilih bunga yang cantik."

Daripada kelamaan menghadapi laki2 yang sedikit genit  ini Asri langsung memenuhi permintaannya. Diambilnya beberapa mawar, sedap malam, aster..dan tanaman2 lain yang menurutnya bagus lalu diletakkannya dihadapan laki2 yang mengaku bernama Ongky.

"Masih kurang kah?"

"Woouw... bagus semua .. aku suka...Begini, saya punya uang 500 ribu, kasih aja bunga2 yang mbak suka, yang seharga uang saya ini."

"Asri sebenarnya senang. Jarang ada yang memborong bunganya tanpa memilih dan langsung sebanyak 500 ribu..tapi ia kurang senang pada pembeli itu. 

"Ini mbak, terima dulu uangnya."

Laki2 itu membuka dompet dan mengulurkan uangnya pada Asri. Tapi Asri hampir menjerit, ketika memberikan uang itu Ongky juga sambil mengelus tangan Asri. Asri melepaskannya dengan halus dan berteriak. :" Bapaaak...tolong Asri pak.."

#ada lanjutannya#

2 comments:

  1. Bu tien....aduh bikin baper teyus nih pdhal wis.....

    ReplyDelete
  2. Mbak Tien kalo bikin drama... bikin baper bener......

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...