Thursday, August 21, 2025

MAWAR HITAM 46

 MAWAR HITAM  46

(Tien Kumalasari)

 

Pak Hasbi melotot memandangi wajah Dewi dengan kesal, seperti melihat orang asing yang tiba-tiba ingin mendekatinya, entah dengan maksud apa. Dewi membalas tatapan itu dengan linglung.

“Kakek,” ucapnya lirih, tanpa beranjak dari tempatnya berdiri.

“Kamu memanggil aku apa? Kakek? Kapan aku menikah dengan nenekmu?”

“Kakek bercanda kan?”

“Apa maksudmu? Memangnya kamu siapa sehingga aku mengajakmu bercanda? Mengajak bercanda orang asing, membuang-buang waktuku saja. Pergilah,” katanya sengit.

Dewi tertegun, Pak Hasbi benar-benar tidak sedang bercanda. Tapi ia mencoba mengajaknya bicara lagi.

“Kakek, aku ini Bening,” katanya hati-hati.

“Apa? Kamu pikir aku ini, karena tua, lalu kamu menganggapku pikun, sehingga kamu bisa menipuku begitu saja?”

Dewi terpana. Sekarang ia yakin, pak Hasbi sudah sadar bahwa dirinya bukan Bening. Memang, pada awal pemeriksaan, ketika dokter bisa membuatnya sadar, secara terpisah Dewi dan Satria mengatakan kepada dokter, bahwa pak Hasbi memerlukan diperiksa oleh seorang psikiater, dan Dewi lalu menceritakan semuanya tentang sikap pak Hasbi yang menganggapnya sebagai cucunya yang sudah meninggal. Pemeriksaan syaraf juga segera dilakukan.

“Apakah Kakek sudah sadar?” gumamya lirih.

“Mengapa kamu tidak pergi juga? Jangan lagi memanggilku kakek. Aku bukan kakekmu. Aku ini sebatang kara, aku ini sendirian … sepi … senyap … dan aku seperti melayang diudara, tanpa pegangan, tanpa tahu harus berbuat apa. Bolehkah aku mati saja menyusul anak dan cucuku? Mengapa mereka yang masih muda sudah lebih dulu pergi, sedangkan tulang tua ini masih harus hidup merasakan sepi dan kesepian?” suara pak Hasbi semakin lirih, air matanya bercucuran. Dewi ikut merasa sedih. Berhari-hari bersama pak Hasbi, ia merasa disayang dan dicintai, walaupun sayang dan cinta yang semu karena yang dimaksud bukan dirinya. Sekarang melihat pak tua itu tampak begitu sedih, Dewi tak bisa lagi menahan air matanya.

Perlahan dia mendekat, meraih tissue dan mengusap lembut pipi tua yang basah oleh air mata.

“Kakek,” ucapnya lembut.

Pak Hasbi membuka matanya yang tak segarang tadi. Kesedihan membuatnya luluh dalam rasa yang tak bisa dilukiskannya. Seorang gadis memanggilnya kakek dengan lembut.

“Kamu bukan Bening,” bisiknya dengan bibir gemetar.

“Kakek, aku memang bukan Bening. Aku Dewi.”

“Mengapa kamu tega berbohong pada laki-laki tua kesepian ini? Apa yang kamu harapkan dari aku dengan kebohongan itu?”

Ini namanya celaka tigabelas. Pikir Dewi. Dia yang nekat tapi sekarang menuduhnya berbohong. Dewi tak tahu harus dari mana dia mengatakan semuanya. Barangkali tak mudah juga.

“Jangan diam. Katakan apa maksudmu.”

“Kakek, aku tidak ingin membohongi Kakek.”

“Mengapa kamu menangis? Apa maksudmu dengan tangis itu? Mengasihani aku? Apakah rasa kasihan itu bisa menghilangkan kesedihanku? Kesepianku? Aku tidak butuh belas kasihanmu. Pergilah, apa pedulimu dengan nasib laki-laki tua seperti aku?”

“Kalau Kakek merasa kesepian, tidak apa-apa menganggapku sebagai Bening,” Dewi mencoba menghibur pak Hasbi dengan perkataan itu. Tapi pak Hasbi justru menatapnya dengan kesal.

“Bening itu cucuku, tak tergantikan. Apa maksudmu dengan menganggap dirimu sebagai Bening?”

“Kakek yang selalu menganggapku sebagai Bening, apa Kakek lupa?”

“Apa? Kamu pintar mengada-ada ya. Mana simbok, Simboook!” panggilnya keras.

“Simbok baru membawa pakaian kotor ke rumah, nanti dia akan kemari kalau pekerjaannya sudah selesai. Dia juga akan membawa pakaian bersih untuk kakek.”

“Kamu jangan sok tahu tentang pembantuku. Dia itu pembantu setiaku, yang menemani aku sejak anakku belum menikah.”

“Saya mengenal simbok dengan baik.”

“Apa kamu tetangga desanya yang sering mendengar cerita keluargaku dari pembantuku itu?”

" Waduh, kok jadi ngelantur begini." keluh Dewi dalam hati.”

“Baiklah Kakek, aku mau kuliah dulu, nanti aku kemari lagi,” katanya sambil meraih tangan pak Hasbi dan diciumnya.

“Kamu pastinya gadis baik, jangan sekali-sekali melakukan perbuatan buruk dengan berbohong,” kata pak Hasbi, tak ada manis-manisnya.

Tak ada yang bisa diperbuat Dewi kecuali pergi meninggalkannya, masih dengan rasa kasihan yang memenuhi kepalanya. Pak Hasbi sudah ingat bahwa Bening sudah meninggal, tapi tidak ingat bahwa dia telah menemukan dirinya saat terluka lalu menganggapnya sebagai Bening, cucunya.

Kakek menatap punggung Dewi yang kemudian menghilang di balik pintu. Tiba-tiba perasaan kosong menyergapnya.

“Mengapa aku merasa mengenal gadis itu? Benarkah dia punya niat jahat?”

Pak Hasbi memijit kepalanya yang berdenyut.

***

Adisoma dan Saraswati masih berada di rumah yang ada di Jogya. Mereka sedang memperbincangkan Sinah yang melarikan diri dari tahanan.

“Kok bisa ya Kangmas. Sinah itu kan perempuan. Dia bisa memanjat tempat air di kamar mandi, lalu melompat ke arah lobang angin, trus terjun ke bawah, dan masih bisa lari.”

“Sinah itu kan sudah menjadi penjahat yang benar-benar penjahat. Pasti punya banyak cara untuk melakukan sesuatu. Tapi ia tidak akan selamat. Mau lari ke mana dia?”

“Buktinya sudah dua hari belum juga tertangkap. Sungguh aneh. Bagaimana caranya dia menyembunyikan diri?”

“Entahlah, aku juga belum bisa membayangkan, bagaimana dia bisa melarikan diri. Padahal katanya dibelakang kantor polisi itu ada sungai.”

“Kabarnya ditepian sungai sudah diobrak-abrik, dan polisi juga sudah menyusuri sepanjang aliran sungai. Tapi tidak ketemu.”

“Jangan-jangan dia sudah meninggal karena tenggelam.”

“Ah, Kangmas jangan mendoakan itu, kasihan mbok Manis.”

“Aku tidak mendoakan. Kemungkinan itu kan ada.”

“Kalau meninggal pasti hanyut. Tapi tidak. Semoga dia selamat. Biar dipenjara tapi jangan meninggal. Mbok Manis pasti sedih sekali. Sekarang saja dia sudah jatuh sakit, pasti karena memikirkan anaknya.”

“Bagaimanapun aku sudah senang, Dewi sudah kembali ke rumah.”

“Dewi masih memikirkan pak Hasbi. Dia itu hatinya penuh kasih sayang. Dia tidak tega meninggalkan pak Hasbi sendirian.”

“Berarti kalau pak Hasbi sembuh dan pulang, dia akan ikut bersama dia lagi?” kata Adisoma tak senang.

“Kangmas jangan khawatir. Dewi pasti punya cara untuk melakukan yang terbaik. Terbaik untuk dirinya, untuk kita, dan pastinya juga untuk pak Hasbi.”

“Sampai kapan akan begitu terus?”

“Kangmas harus sabar ya, pasti ada saatnya kita akan bersama lagi. Kita kan juga ada di Solo, anggap saja Dewi sedang kost di rumah pak Hasbi.”

“Hm, kamu dengan anakmu itu sama saja. Selalu memikirkan orang lain, bukan dirinya sendiri. Setiap hari, sebelum masuk kuliah, dibela-belain ke rumah sakit dulu, lalu sepulang kuliah juga begitu. Sore hari dia baru pulang kemari,” omel Adisoma.

Saraswati tersenyum.

“Kita hidup bersama orang lain, tentu saja kita juga harus memikirkan orang lain. Kalau kita berbuat baik, balasannya pasti juga baik.”

Adisoma tak menjawab. Ia menyeruput wedang sereh buatan mbok Randu. Saat mendung di pagi hari, minum wedang sereh terasa hangat dan nikmat.

“Tapi besok aku harus pulang. Aku sudah lama meninggalkan tugasku di keraton.”

“Kangmas, bolehkan aku berada di sini untuk beberapa hari? Aku masih ingin bersama Dewi setelah dia mengalami malapetaka. Lagipula Mas kan mau membelikan sepeda motor lagi untuk Dewi? Sepeda motornya rusak dan masih ada di kantor polisi.”

Hari ini juga aku akan membelikannya. Diajeng mau ikut memilih?”

“Boleh, berangkat sekarang? Tapi mendung lho Kangmas, nanti hujan.”

“Kita kan naik mobil, mana bisa kehujanan.”

***

Sepulang kuliah Dewi bukan langsung ke rumah sakit. Ia ke rumah pak Hasbi untuk bertemu simbok. Untunglah simbok belum berangkat ke rumah sakit.

“Untunglah saya belum berangkat, Non. Ada apa? Tuan memesan sesuatu?”

“Tidak Mbok, aku cuma mau berpesan sama Simbok, nanti kalau sampai di rumah sakit, simbok mau kan bercerita pada kakek, tentang pertemuannya dengan aku beberapa minggu yang lalu?”

“Maksud Non, bercerita tentang apa?”

“Alhamdulillah kakek sudah ingat bahwa Bening sudah meninggal.”

“Syukurlah, berarti Tuan sudah sehat dan sadar?”

“Tapi dia tidak ingat pada Dewi. Ketika aku datang dan mengaku sebagai Bening, kakek marah-marah.”

“Marah Non?”

“Marah, karena sudah ingat kalau Bening sudah meninggal, jadi dia marah karena aku mengaku sebagai Bening. Tapi sedihnya, kakek tidak ingat aku sama sekali. Aku dituduh mengada-ada, dan punya maksud buruk.”

“Owalah, apa Non tidak menceritakan bagaimana tuan menolong Non waktu itu?”

“Bagaimana aku bisa cerita Mbok, aku ngomong sedikit saja, sudah dimarahi. Kakek nggak akan mau mendengarnya. Aku sedih Mbok.”

“Jadi, Non minta agar saya berterus terang pada tuan mengenai bertemunya tuan dengan non Dewi?”

“Iya Mbok, barangkali setelah Simbok cerita, kakek bisa mengerti, lalu tidak membenciku.”

“Tapi nanti setelah tuan mengerti, dan ingat semuanya, apa Non akan pergi dari rumah ini?”

“Bagaimanapun aku terlanjur sayang pada kakek. Kalau kakek tidak keberatan, aku mau kok tetap dianggap sebagai cucunya.”

“Bukan main Non ini, hatinya sungguh baik dan mulia,” puji simbok.

“Ya bukan begitu Mbok, semua orang pasti juga akan melakukan hal yang sama kalau mengalami kejadian seperti aku.”

“Masa sih Non.”

“Ya sudah, simbok segera ke rumah sakit, nanti kakek menunggu lama, marah-marah lagi. Kan hatinya sedang kesal sejak aku menemuinya dan mengaku sebagai Bening.”

“Ya sudah, simbok berangkat sekarang, cari becak dulu.”

“Kita berangkat sama-sama saja. Sepeda motorku masih di kantor polisi, kalau tidak, simbok pasti aku boncengin. Itu becakku masih menunggu.”

“Kok di kantor polisi sih Non? Sepeda motornya salah apa?”

“Bukan sepeda motornya yang salah, tapi nanti akan dijadikan barang bukti, karena waktu kejadian, aku sedang memakai sepeda motor itu. Lagi pula motor itu rusak, jadi aku ke mana-mana naik becak lagi.”

“Ya sudah, saya ambil makanan dan baju-baju tuan dulu.”

***

Simbok sudah ada di rumah sakit. Bisa diduga, begitu simbok datang, pak Hasbi langsung bercerita tentang kedatangan seorang gadis bernama Bening, sementara dirinya sudah ingat kalau Bening sudah meninggal lama.

“Tuan tidak ingat gadis itu siapa?”

“Lupa-lupa ingat, seperti pernah melihat wajah seperti itu, tapi aku tidak mau kalau dia mengaku bernama Bening.”

“Tuan, dia itu non Dewi.”

“Tuh kan, dia tetangga kampungmu sana? Makanya dia bilang kalau mengenal kamu.”

“Bukan Tuan, dia itu seorang gadis yang tuan tolong saat pagi-pagi buta, ketika tuan sedang berjalan-jalan.”

“Aku menolongnya?”

“Tuan sama sekali tidak ingat?”

Pak Hasbi menggeleng. Lalu simbok menceritakan dari awal pak Hasbi membawa Dewi ke rumah dalam keadaan luka, dipanggilkan pak Mantri untuk mengobati, tapi menganggap bahwa Dewi itu Bening.

Pak Hasbi tampak mengingat-ingat, sambil simbok menyuapkan makanan yang dibawanya dari rumah, karena pak Hasbi tidak mau makan makanan dari rumah sakit.

Tiba-tiba seseorang nyelonong masuk. Bajunya kumal, lengan dan kakinya diperban karena luka.

“Eh … eh, siapa kamu?”

“Tolonglah saya, biarkan saya bersembunyi di sini,” katanya dengan suara gemetar.

“Nanti dulu, kamu siapa?”

“Nanti saja cerita, saya sedang dikejar orang jahat, biarkan saya bersembunyi, jangan katakan pada siapapun, apalagi yang sedang mengejar saja. Tolong,” katanya menghiba.

Pak Hasbi menatap tak senang. Lagi pula tubuh wanita itu kelihatan kotor dan bau.

***

Besok lagi ya.

26 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang

    ReplyDelete
  2. Maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam ep 46" sampun tayang . Semoga bu Tien selalu sehat demikian pula pak Tom dan amancu... salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ™πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda semoga bunda sehat walafiat dan pak Tom Widayat juga semakin sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
  4. πŸ“πŸ«πŸ“πŸ«πŸ“πŸ«πŸ“πŸ«
    Alhamdulillah πŸ™πŸ’πŸ¦‹
    Cerbung eMHa_46
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲. Salam seroja😍
    πŸ“πŸ«πŸ“πŸ«πŸ“πŸ«πŸ“πŸ«

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah MAWAR HITAM~46 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta selalu dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA..🀲

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun Bunda Tien, semoga tetap sehat, barokalloh

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah.... Sehat selalu mbakyu...

    ReplyDelete
  8. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
  9. Slmt mlm bunda..terima ksih MH nya y bund .slm seroja unk bunda bersm keluarga😑πŸ₯°πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.... eMHa eps 46 sudah dihadirkan bu Tien. Terima kasih bu Tien salam sehat dari mBandung.
    Semoga Pak Tom juga semakin sehat. Aamiin.

    ReplyDelete
  11. Tampaknya Sinah bersembunyi di Rumah Sakit ya.. Mudah mudahan segera dapat ditangkap polisi.
    Salam sukses mbak Tien yang aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 46 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  13. Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 46..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin.

    Klu Simbok yang bercerita, capet2 kakek Hasbi dapat mengingatnya. Dewi di tolong Kakek dlm keadaan luka parah, krn di cederai seseorang dan orang itu skrng berada di dalam kamar perawatan Kakek. Usir saja Kek...jangan di kasih perlindungan...😁😁

    ReplyDelete
  14. Ealah Sinah....Sinah.
    Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat...

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  16. Waduh, kakek Hasbi sembuh dari amnesia atau malah jadi amnesia lagi ya? Ingat Bening, tapi lupa Dewi.🀦🏻‍♀️

    Terima kasih, ibu Tien...salam sejahtera.πŸ™πŸ»

    ReplyDelete
  17. Terimakasih ibu Tien MH 46, semoga ibu sehat selalu sekeluarga senantiasa dlm lindungan Allah SWT Aamiin

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillaah matur nuwun Bu Tien sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    Sinah ngapain kamu pake acara kabur dari penjara sekarang malah ngumpet di RS .....cah gendeng ,🀭

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matur suwun Bu Tien, semoga tetap sehat, bersama klg di Solo. Aamiin πŸ™

    ReplyDelete
  20. Sinah datang lagi...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 46 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete

MAWAR HITAM 46

  MAWAR HITAM  46 (Tien Kumalasari)   Pak Hasbi melotot memandangi wajah Dewi dengan kesal, seperti melihat orang asing yang tiba-tiba ingin...