JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 44
(Tien Kumalasari)
Dokter Rifai terkejut. Ia segera bangkit dan memelototi istrinya, sementara wajah Kinanti sudah merah padam memendam marah.
“Kamu keterlaluan! Memaki sembarangan!” hardik dokter Rifai sambil menunjuk ke arah hidung istrinya. Tapi rupanya sang istri tidak surut dalam kemarahannya kepada Kinanti yang dituduh telah merayu suaminya.
“Apa? Kamu mau membela perempaun pelakor ini? Kamu lupa bahwa aku ini istrimu? Aku istrimu! Aku tidak sudi berbagi dengan perempuan rendahan ini.”
“Hentikan caci makimu Nyonya. Aku perempuan baik-baik. Kamu yang tidak tahu sopan santun. Sebagai istri seorang dokter kamu tidak bisa menjaga martabat suami kamu, dan mempermalukan dirimu sendiri,” kata Kinanti tandas.
“Apa katamu? Kamu bicara tentang martabat? Bagaimana dengan kamu? Seorang dokter, yang pastinya punya kedudukan yang tidak sembarangan, yang harusnya dihormati, tapi bagaimana perbuatan kamu? Bercintaan dengan laki-laki yang sudah beristri_”
“Hentikan Nyonya, siapa yang bercintaan? Anda melihat apa yang sedang aku lakukan?”
“Apa kamu pikir aku ini buta? Suamiku berlutut di hadapan kamu, dan kamu menerima rayuannya?”
“Tidak ada yang menerima rayuannya. Kalau pak dokter ini jatuh cinta pada seseorang, apakah seseorang itu salah? Tanyakan pada dia, apa yang aku katakan selama dia berbicara.”
“Kamu salah sangka. Aku mencintai dia, tapi dia menolak aku,” kata dokter Rifai sambil memelototi istrinya.
“Jadi kamu memang mencintainya?!!”
“Ya,” kata dokter Rifai tanpa basa basi.
“Sebaiknya … maaf, kalian harus pergi dari ruangan saya. Tidak baik kalau sampai ada yang mendengar kekacauan ini. Harap menjaga martabat kami sebagai orang-orang yang harus dihormati di lingkungan ini, terutama untuk suami Nyonya,” kata Kinanti tandas.
Dokter Rifai menarik tangan istrinya dan memaksanya keluar dari ruangan.
Kinanti menghela napas lega. Tapi kemudian titiklah air mata Kinanti. Ia merasa sangat terhina dengan tuduhan istri sang dokter. Bukankah dokter itu yang mengejar-ngejarnya? Justru saat dia mengeluarkan kata menolak, sang istri datang dan mencak-mencak. Alangkah berat godaan seorang janda muda yang cantik seperti Kinanti.
“Apakah aku sebaiknya segera menikah saja? Tapi dengan siapa?”
Kinanti menepuk jidatnya sambil keluar dari ruangan.
Tugas sudah selesai, sekarang dia berjalan keluar, lalu menyusuri jalanan. Tidak ingin atau lupa memesan taksi, Kinanti terus saja berjalan sambil pikirannya berkecamuk ke mana-mana. Tentang kegagalannya berumah tangga, tentang sandungan demi sandungan yang dihadapinya, dan tiba-tiba ia menabrak seseorang yang sedang membawa belanjaan, lalu membuat belanjaan itu terserak di jalanan. Ada sabun, odol, sampo …
Kinanti berjongkok memunguti barang-barang itu setelah mengucapkan kata maaf.
Tanpa diduga, laki-laki yang ditabraknya ikut berjongkok, lalu mereka berpandangan.
“Sambil melamun ya?”
“Maaf,” hanya itu yang diucapkan Kinanti, lalu melanjutkan memungut belanjaan yang terserak. Ketika ia memungut botol shampo, dan itu adalah benda terakhir yang belum diambil, tangan mereka bersentuhan, karena sama-sama ingin mengambil botol itu.
“Maaf,” kata keduanya hampir berbarengan, dan melepaskan pegangannya juga hampir bersamaan.
Lalu keduanya tersenyum.
“Biar saya saja. Jadi merepotkan,” kata laki-laki itu.
“Sungguh saya minta maaf.”
“Sambil melamunkan apa? Pacar?” canda laki-laki itu.
Kinanti tersenyum. Apakah dia punya pacar? Ada-ada saja. Apakah setiap lamunan adalah melamunkan pacar? Tapi pandangan laki-laki itu lumayan ramah. Tampaknya ia tidak lagi muda, tapi wajahnya simpatik. Hei, apakah yang Kinanti pikirkan?
“Saya permisi,” kata Kinanti sambil melanjutkan langkahnya. Ada perasaan aneh yang terbawa ketika ia melangkah.
Laki-laki itu menatap punggung Kinanti, dan sesuatu berdesir di dadanya.
“Mengapa tadi tidak sempat berkenalan? Bodoh sekali. Masa aku harus mengejarnya? Apa yang terjadi pada diriku?”
Dan tanpa sadar laki-laki itu membalikkan tubuhnya, mengikuti langkah Kinanti yang semakin menjauh.
***
Panas begitu terik, membuat Kinanti kehausan. Melihat sebuah warung minuman, dan bermacam buah ditata rapi di sebuah etalase kaca, Kinanti meneguk air liurnya. Sebenarnya dia haus. Lalu Kinanti masuk ke dalamnya. Ia duduk dan melihat menu minuman di sebuah lembaran yang terletak di meja itu. Lalu ia memesan jus alpukat yang gambarnya tampak memikat.
Kinanti menghela napasnya. Dengan heran dia menyadari bahwa dia sudah berjalan jauh dari puskesmas di mana dia bekerja. Pantas saja ia merasa dahaga.
Ia meraih kacang yang diletakkan di meja, dalam sebuah toples. Ia mengambilnya satu, lalu mengunyahnya perlahan. Tidak seperti banyak perempuan yang takut makan kacang karena khawatir jerawatan, Kinanti mengunyahnya dengan nikmat. Katanya, jerawat itu bisul asmara? Kinanti menutup mulutnya karena senyum-senyum sendiri. Mengapa? Karena dia teringat laki-laki yang tadi ditabraknya.
“Yah, mengapa aku tiba-tiba teringat dia? Jangan bilang kalau kamu jatuh cinta, Kinanti. Ingat, laki-laki sebaya dia pasti sudah punya anak, bahkan cucu,” gumamnya dalam hati. Lalu ia merasa kesal ketika teringat istri dokter Rifai yang memaki-maki dirinya tanpa tahu apa yang terjadi.
Wajahnya menjadi muram. Ia bahkan tak memperhatikan ketika pelayan menghidangkan jus alpukat pesanannya.
“Silakan Mbak,” kata pelayan itu.
“Oh, iya … terima kasih,” kata Kinanti sambil mendekatkan gelas jus itu ke arahnya.
“Mbak, boleh minta sedotan?” kata Kinanti karena jus itu lupa diberi sedotan.
“Ini, sedotannya,” kata seseorang yang kemudian mengulurkan sebuah sedotan.
“Terima ka ….”
Kinanti terbelalak. Sedotan itu diberikan oleh laki-laki yang tadi ditabraknya. Mengapa bisa sampai di situ? Rupanya dia meraih sedotan yang ada di dekat etalase, begitu Kinanti berteriak memintanya.
“Boleh duduk di sini?” kata laki-laki itu tanpa menunggu persetujuan Kinanti.
Kinanti masih melongo.
“Hei, nanti ada lalat masuk,” laki-laki itu bercanda.
Kinanti tersadar, kemudian dia melepas sedotan dari bungkusnya, dan langsung menyedot jus pesanannya, untuk menenangkan diri.
Laki-laki itu tersenyum, dan tiba-tiba juga sudah dihidangkan pesanannya. Jus alpukat. Kok ikutan sih, pikir Kinanti.
“Tadi Anda ke arah sana. Kok tiba-tiba ada di sini?” tanya Kinanti setelah menenangkan diri.
“Saya kehausan, lalu mencari tempat minum, ketemu di sini. Eh, ketemu orang yang menabrak saya lagi,” katanya sambil menyedot jusnya.
“Saya minta maaf.”
“Sudah, minta maafnya. Kalau terus-terusan minta maaf, saya bisa kehabisan maaf lhoh,” candanya.
Kinanti tersenyum. Laki-laki di depannya ini mirip Ardi, suka bercanda.
“Oh ya, sudah ngomong-ngomong kok belum tahu namanya?”
Kinanti menatapnya. Ia sedang menilai, apakah laki-laki di depannya ini orang baik, atau laki-laki hidung belang seperti dokter Rifai. Apakah laki-laki ganteng selalu mata keranjang?
“Jangan takut, saya hanya ingin tahu nama, bukan yang lain. Nama saya Suryawan, hanya pegawai biasa di sebuah BUMN,” katanya merendah.
“Saya Kinanti,” jawabnya singkat setelah ragu beberapa saat lamanya.
“Bagus namanya. Itu seperti nama sebuah tembang. Lagunya bagus. Sering dipergunakan untuk panembrama.”
“Panembrama itu apa?”
“Panembrama itu tembang yang dinyanyikan secara berkelompok. Biasanya untuk menyambut tamu, atau untuk merayakan sesuatu. Panembrama selalu dinyanyikan dengan bahasa Jawa. Karena memang itu sebuah tradisi budaya Jawa.”
“Selalu dengan tembang yang namanya Kinanti?”
“Tidak selalu, ada banyak tembang yang dipergunakan untuk panembrama.”
Kinanti merasa, pak Suryawan ini enak diajak bicara. Ungkapannya sederhana, dan dia bisa memilih topik yang kira-kira menarik lawan bicaranya. Hei, bukankah baru sekali itu mereka bertemu?
Kinanti mengangguk-angguk mendengar pak Suryawan bicara. Ia baru tahu kalau Kinanti adalah nama sebuah tembang Jawa.
Mereka berpisah ketika selesai minum, dan Kinanti memesan dua gelas jus mangga untuk ibunya. Lalu Suryawan membayar semuanya.
“Terima kasih banyak,” kata Kinanti yang kemudian memanggil taksi, setelah menolak tawaran Suryawan untuk mengantarkannya. Ia harus berhati-hati. Kebaikan seorang yang baru saja dikenalnya, belum tentu kebaikan yang tulus. Bagaimana kalau dia mencelakainya? Orangnya baik sih, tapi dalam hati siapa tahu?
***
Bu Bono sedang mau menutup pintu rumah, setelah menunggu kepulangan Kinanti yang sudah lama belum tampak juga. Ia bermaksud menelponnya, ketika tiba-tiba sebuah mobil berhenti di halaman. Bu Bono hafal benar, itu mobil Ardi. Bu Bono menunggunya di teras. Sudah berhari-hari Ardi tidak tampak batang hidungnya.
“Assalamu’alaikum Bu,” kata Ardi sambil menyalami bu Bono lalu mencium tangannya. Suatu kebiasaan yang selalu dilakukannya.
“Wa’alaikumussalam Nak. Lama sekali tidak kelihatan?”
“Ya Bu, hampir sebulan saya tidak datang kemari. Kinanti sudah pulang Bu?”
“Belum tuh, ibu juga mau menelponnya. Entah kenapa nih, terlambatnya agak lama hari ini.”
“Saya tadi nyamperin ke kantornya, tapi kata petugas jaga, Kinanti sudah pulang agak lama. Saya pikir sudah sampai di rumah.”
“Jadi sudah lama pulang ya?”
“Iya tuh, mampir ke mana ya ?”
“Biar ibu telpon dia,” kata bu Bono yang langsung memutar nomor kontak Kinanti.
Tapi tiba-tiba sebuah taksi berhenti di depan pagar, dan Kinanti turun dari dalamnya.
“Itu dia datang,” kata bu Bono.
“Melihat sang ibu ada diteras, dan melihat mobil Ardi ada di halaman, Kinanti setengah berlari mendekat.
“Ardiii, lama sekali nggak kelihatan batang hidung kamu. Kangen deh sama kamu,” kata Kinanti riang.
“Kenapa baru pulang? Mampir belanja?”
“Mampir minum, habis udara sangat panas. Ini Kinanti membawa dua gelas jus mangga kesukaan ibu. Kebetulan Kinan beli dua, jadi yang satu bisa untuk Ardi,” katanya sambil meletakkan sebuah jus di meja teras, lalu menyerahkan yang satu gelas lagi untuk ibunya.
“Kirain mampir ke mana. Ya sudah, silakan berbincang, ibu mau minum jus ini dulu," kata bu Bono sambil beranjak ke belakang.
Kinanti sudah duduk di depan Ardi, yang menatapnya tak berkedip.
“Kamu tampak gembira, tadi minum jus bersama siapa?”
“Oh, iya. Bersama seseorang,” katanya tersenyum.
“Pacar? Kamu sudah menemukan seseorang yang_”
“Tidak, baru ketemu sekali itu. Tapi dia itu simpatik lhoh.”
“Brondong ya?” ejek Ardi.
“Bukan. Orang tua.”
“Orang tua? Kakek-kakek?”
“Bukan kakek-kakek juga. Setengah tua. Tapi orangnya baik, simpatik, sedikit kocak, seperti kamu.”
Ardi cemberut.
“Biasanya kamu keluar dari kantormu, langsung memanggil taksi. Kok bisa jalan-jalan mencari warung jus?”
"Ceritanya panjang. Tadi ada musibah."
“Haa? Musibah apa?”
“Sungguh menyebalkan. Pengin marah-marah terus kalau aku mengingatnya.”
“Kamu bertemu teman minum jus, kelihatan gembira. Sekarang kamu seperti orang kesal begitu.”
“Iya, kesal aku kalau ingat. Ini gara-gara dokter Rifai.”
“Dokter Rifai yang terus mengejar-ngejarmu itu?”
Kinanti mengangguk, lalu diceritakannya kejadian yang menimpanya, sebelum dia cabut setelah selesai bertugas. Karena itu dia lupa menelpon taksi, terus berjalan tanpa tujuan, lalu menabrak seseorang, lalu mampir minum karena kehausan.
“Jadi teman minum kamu itu laki-laki yang kamu tabrak? Perkenalan yang manis.”
“Ardi, dia sudah setengah tua, pasti sudah punya anak istri, bahkan cucu.”
“Syukurlah.”
“Apa yang kamu syukuri?”
“Kamu yang ternyata tidak tertarik pada laki-laki bernama Suryawan itu.”
“Kamu cemburu?”
Ardi terbahak.
“Tuduhan yang tidak masuk akal. Ngapain aku cemburu?”
“Sudahlah, jangan ngomong yang enggak-enggak. Jus itu keburu tidak dingin lagi.”
Ardi meraih gelas jusnya dan menyedotnya perlahan.
“Kenapa kamu lama sekali tidak muncul?”
“Biasa, banyak urusan. Ayahku sudah lepas tangan, aku harus mengurusnya. Untungnya setelah banyak belajar, aku bisa menguasainya.”
“Kamu berbakat jadi pengusaha, aku sudah tahu sejak dulu. Tapi aku bersyukur, kamu tidak mengecewakan ayah kamu.”
“Yah, begitulah.”
Keduanya bicara ke sana kemari, sampai sore.
Ardi baru mau pamit pulang, ketika sebuah mobil berhenti di depan pagar.
“Ada tamu tuh?”
Keduanya melongok ke arah jalan. Lalu Kinanti terkejut ketika melihat siapa yang turun.
“Itu istri dokter Rifai,” desis Kinanti.
“Dia? Cantik. Mengapa suaminya mengejar kamu. Mengapa dia datang kemari?"
“Entahlah, katanya istrinya mandul, lalu dia ingin punya anak dari aku. Memangnya aku ayam petelur?”
Ardi hampir saja terkekeh, tapi ditahannya, karena wanita istri dokter Rifai itu sudah sampai di depan teras. Ardi dan Kinanti berdiri.
“Mengapa Nyonya datang kemari?” tanya Kinanti langsung tanpa basa basi.
“Kamu benar-benar perempuan licik. Gara-gara kamu, suami aku mau menceraikan aku,” teriak nyonya Rifai dengan mata berapi-api.
Kinanti terbelalak. Ardi maju selangkah, dan menghalangi wanita itu masuk.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien JBBL 44 sampun tayang, semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, sll bahagia dan diberikan rizki yang melimpah aamiin yra 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Bagaimana akhirnya blm bisa ke tebak, bu Tien gitu lo 😆😆
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Ayo tebak...
Aduhai 2x
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien 🙏
Sami2 ibu Ting
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung "Jangan Biarkan Bungaku Layu
ReplyDelete"🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah JBBL~44 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin YRA 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
🐦🔥🌵🪸🌴🍁🪴🍄🎋
ReplyDeleteAlhamdulillah JeBeBeeL eps 44, sudah tayang. Terima kasih bu Tien, semoga sehat selalu.
Salam SEROJA dan tetap ADUHAI.
🐦🔥🌵🪸🌴🍁🪴🍄🎋
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Biarkan Bungaku Layu telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah JaBiBuLa 44 sdh hadir. Matur nuwun Bu Tien🙏
ReplyDeleteSugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Sis
Alhamdullilah, Matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteJBBL 44 telah tayang...
Semoga bunda sll sehat wal’afiat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda tien
Sami2 ibu Endah
DeleteAlhamdullilah sdh tayang jbbl nya..terima ksih bundaaqu .slm sht sll dan tetap aduhai dri sukabumi unk bunda sekeluarga 🙏❤️🥰🌹
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteAduhai
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Yu main tebak tebakan
ReplyDeleteDi sangkanya dr Rifai mau menikahi Kinanti makanya istrinya diceraikan. Dari pada di tuduh pelakor mending menikah sama ardi. Makasih bunda
Sami2 ibu Engkas
DeleteLha ada pak Suryawan??.
ReplyDeleteKinanti mau pilih yg mana y...bingung ndak ini..😍😍
Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏
Sehat selalu kagem bunda..🤲🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Pafma Sari
🩵🫐🩵🫐🩵🫐🩵🫐
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏💝
JeBeBeeL_44 sdh tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, bahagia
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai 🦋😍
🩵🫐🩵🫐🩵🫐🩵🫐
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Aduhai
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien "JBBL~44" sampun tayang. Salam hangat, mugi Bu Tien tansah pinaringan sehat sareng keluarga 💖🌹
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Wah maaf terkirim 2X
ReplyDeleteHamdallah
ReplyDeleteNuwun pk Munthoni
DeleteMatur nuwun Bu Tien. Selamat berakhir pekan dg keluarga, semoga semuanya sehat wal'afiat...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Sekali lagi Ardi membela Kinanti yang dituduh Pelakor. Kalau Ardi mengatakan dia adalah (calon) suami Kinanti, mudah mudahan jadi kenyataan.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah, JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU (JBBL),44 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbah Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteTerimakasih bunda Tien.. Kinanti sdh dtg.
ReplyDeleteWaaah.. Dr. Rifa'i lngsung menceraikan istrinya, dulu dr. Guntur juga cepet sekali menceraikan Kinanti.
ayo Ardi cepet jagain Kinanti yaa..
Sami2 ibu Hermina
DeleteTerima kasih bu Tien ... JBBL ke 44 sfh tayang dan sdh dibaca ... tambah seru ceritanya ... Smg bu Tien & kelrh selalu srhat dan bahagia ... Salam Aduhai .
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Enny
Wah ada pelaku baru ... Suryawan? ... Ardi punya saingan baru ... Ayo gercep Ardi lindungi Kinanti dr tuduhan pelakor ... Biar dokter Rifai gigit jari ... Sygnya hrs nunggu Senin ... Bsk jbbl libur tayang ... Slmt quality time dg kel mb Tien ... Slm aduhai sll...
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Sapti
DeleteMks bun JBBL 44 nya......jadi penasaran deh, siapa ya kira" yg jadi pengganti guntur......selamat malam bun salam sehat
ReplyDeleteSelamat malam ibu Supriyati
DeleteBunda Tien Kereeen deh ... terima kasih salam sehat
ReplyDeleteSami2 ibu Yulian
DeleteTerima kasih Bunda Tien... cerbung Jangan Biarkan Bungaku 44 Layu...sampun tayang.
ReplyDeleteSehat selalu Bunda, bahagia bersama pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Selamat berakhir pekan Bunda.
Weleh...weleh... dr Rifai kok langsung mentalak isterinya ta.. kan blm tentu Kinanti mau di nikah.
Kinanti...kasih tahu isteri nya ya. Klu Kinanti tidak cinta dr Rifai...suruh kembali rujuk.
Jangan sampai semuanya jadi ambyar lan mamrong...😁😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Kadang apa yang diangankan tidak seperti yang terjadi, terserah mau menyalahkan apa, sampai jamanpun kena damprat, entah alasan kemajuan atau kemunduran, kehidupan ya gitu; perlu menyeimbangkan dalam langkah dan selalu.
ReplyDeleteSadar mau kehilangan baru; nglubuk ngabruk, keinginan harus begini, takut kehilangan, apapun itu seolah hantu yang menakutkan, membuang energi saja, selama ada yang dirasa kurang dan komunikasi tidak terjalin dengan baik, apa lagi ada yang di umpetin ya was was lah.
Nggak tau nich, mumpung ada wasit Ardi; nggak tau apa dibantu oleh var buat bukti, seolah lawan musuh bebuyutan; ngebayangin nya serem aja.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Jangan Biarkan Bungaku Layu yang ke empat puluh empat sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas crigis
Alhamdulillahh...Kinanti sama Ardi saja bunda Tien....
ReplyDeleteGitu ya?
DeleteTak tanyain dulu mereka mau tidak? 😄
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Latief
Nggak apa2 kok jeng.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
Matur nuwun jeng Sari
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Wedeye
Cerbung ini memulai sebuah babak baru..
ReplyDeleteCap ampu bageleang 👍 buat Mbak Tien yang luar biasa...
Terimakasih Mbak Tien...
Sami2 MasMERa
DeleteMatur nuwun
Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰💖
ReplyDeleteNekat ya istri Rifai ,,aduh sabar nya Kinanti ,,,
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika.
Matur nuwun mas Hadi.
ReplyDeleteSenang sekali. Lamaaaa gak baca komen mas Hadi hari ini kesampaian.
Salam hangat dari Solo
ADUHAI.
Injih Bu Tien, semoga senantiasa sehat bugar sehingga terus mendapat inspirasi yang Aduhai .....!
ReplyDeleteSatu komen : Luar Biasa ......!!!