Wednesday, December 7, 2022

KANTUNG BERWARNA EMAS 02

 

KANTUNG BERWARNA EMAS  02

(Tien Kumalasari)

 

Laki-laki itu tertegun.

‘Bukan Mbak, saya mencari Mbak Nurani, putrinya pak Candra.

Nurani kebingungan. Bukankah dirinya yang bernama Nurani? Adakah Nurani yang lain di rumah itu?

“Adakah? Ada pesan dari pak Candra yang harus saya sampaikan.”

“Kalau Mas mencari Nurani, saya lah Nurani.”

“Putri pak Candra?”

“Saya Nurani, putri pak Candra. Ada yang membuat Anda ragu? Kalau begitu kembalilah pada pak Candra, katakan bahwa Anda bertemu Nurani yang lain,” kata Nurani setengah bercanda.

Laki-laki itu tersenyum.

“Maaf. Jadi Mbak, yang bernama Nurani?”

“Apakah saya harus mengatakannya lagi? Anda telah membuang waktu saya. Masakan yang saya tinggal bisa gosong,” akhirnya Nurani merasa kesal.

“Tidak … tidak, saya minta maaf. Soalnya _”

“Soalnya pakaian saya lusuh seperti pembantu? Saya memang sedang memasak di dapur, setelah bersih-bersih rumah dan menjemur pakaian.”

“Maaf, bukan begitu. Saya ….”

“Anda membayangkan Nurani adalah gadis cantik yang modis seperti Karina?”

“Tidak, sungguh saya minta maaf. Pastilah, Mbak kelihatan lusuh, karena rajin bekerja. Baiklah, saya minta maaf ya, Kata laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya.

“Saya Andre, anak buah pak Candra.”

“Saya Nurani, kalau Anda percaya.”

“Baiklah, tentu saja saya percaya.”

“Katakan apa pesan ayah saya.”

“Ada map berwarna hijau di kamar pak Candra, terletak di atas meja, di atasnya ada kaca mata  milik pak Candra. Semuanya ketinggalan karena pak Candra tergesa-gesa.”

“Saya harus mengambilkan barang-barang itu?”

“Ya, itulah yang dikehendaki pak Candra.”

“Duduklah dulu sebentar, saya akan mengambilkan barang-barang bapak seperti yang Anda katakan.”

Laki-laki bernama Andre itu mengangguk sambil tersenyum, kemudian duduk seperti Nurani mempersilakannya.

Nurani bergegas kekamar. Ia melihat barang-barang yang dimaksud ayahnya memang teronggok di atas meja. Tapi sebelum ia meraih barang-barang itu, ia melirik ke arah kaca besar yang ada di kamar itu. Ditatapnya wajahnya.

“Memang aku tampak lusuh. Pantas saja laki-laki bernama Andre itu tidak percaya bahwa aku anak bapakku. Kasihan Bapak, nanti kelihatan sekali bahwa kalau di rumah aku seperti teraniaya,” gumamnya sambil bergegas masuk ke kamarnya.

Dilepaskannya pakaian kumuh yang tadi dikenakannya, lalu digantinya dengan pakaian yang bersih dan lebih bagus. Ia menyisir rambutnya yang berombak,  dan mengelap wajahnya yang berkeringat. Tak usah dibubuhi bedak, nanti tamunya mengira bahwa dia gadis pesolek.

“Aku kira begini sudah cukup, aku tampak lebih rapi bukan? Tidak seperti pembantu. Jangan sampai bapak malu kalau nanti Andre melaporkan bahwa penampilan aku kumuh dan dekil,” gumamnya, lalu kembali memasuki kamar ayahnya.

Diambilnya map dan kaca mata yang terletak di atasnya, kemudian dia bergegas keluar. Andre masih duduk terpaku, kemudian bertambah terpaku ketika melihat Nurani keluar.

“Ini barang yang dimaksud bapak kan?” kata Nurani sambil mengulurkan barang-barang itu.

“Ini … ini … mbak Nurani yang tadi ya?”

“Bukan, yang tadi adalah pembantu,” canda Nurani.

Andre tersipu.

“Saya minta maaf. Sungguh saya minta maaf,” katanya sambil menerima map dan kaca mata yang diulurkan Nurani.

“Saya permisi,” katanya sambil tersenyum.

Nurani membalas senyuman itu. Senyum ramah seorang laki-laki asing yang belum pernah ditemuinya.

Nurani melangkah kembali ke dapur, melanjutkan pekerjaannya. Dan  dia terkejut ketika tiba-tiba seseorang menutup kedua matanya dari arah belakang.

“Heeiiii … siapa nih?”

“Coba terka … aku siapa.”

“Mas Rian, pasti deh, sukanya mengganggu saja.”

Rian melepaskan kedua tangannya dari mata Nurani sambil terkekeh.

“Kok tahu kalau itu aku?”

“Tahu lah, suaranya itu.”

“Oh iya, aku lupa. Tahu begitu aku tadi tidak harus bersuara.”

“Sana Mas, jangan nggangguin, aku lagi masak.”

“Aku libur, aku bantuin kamu memasak.”

“Mana bisa laki-laki memasak? Sudah sana. Paling hanya mengganggu saja.”

“Nggak. Nggak akan. Aku justru akan membuat acara masak kamu cepat selesai.” Kata Rian sambil menarik seikat sayur ke hadapannya, lalu dia duduk di kursi, dan memetik sayurnya.

“Eeh, jangan ditaruh di meja,” kata Nurani sambil mengambil bakul kecil dari plastik, untuk wadah sayuran yang sudah dipetik.

“Oh iya, lupa. Terima kasih adikku,” kata Rian sambil cengengesan.”

Nurani tersenyum senang. Satu-satunya orang yan menaruh perhatian dan bersikap baik terhadap dirinya, hanyalah Rian. Kecuali ayahnya pastinya.

“Oh iya, aku lupa. Sebentar,” kata Rian sambil berdiri dan bergegas ke kamarnya, lalu ketika kembali, ia membawa sebungkus coklat.

“Ini untuk adik tersayang aku, yang cantik, yang rajin, yang pintar, yang paling aku sayangi,” katanya sambil mengulurkan sebungkus coklat berwarna biru itu.”

“Ya ampun, ini kan enak.”

“Enak dong, masa sih, beliin adik tersayang kok yang nggak enak? Pernah makan itu, kok bisa bilang enak?”

“Pernah, dikasih bapak, beberapa kali.”

“Berarti aku kompak dong sama bapak.”

“Kalian baik semua, makanya kompak.”

“Memangnya yang lain nggak baik?”

“Oh, tidak, baik semua kok,” kata Nurani sambil beranjak ke arah kompor, karena dia sedang menjerang air untuk sayur gudeg. Rupanya air sudah mendidih, jadi dia tinggal memasukkan rebung yang sudah dirajang dan dicuci bersih.

“Nurani, aku tahu terkadang ibu dan Karina sangat jahat sama kamu.”

“Kata siapa? Nggak kok. Biasa saja.”

“Biasa galak dan ketus kan?”

“Itu kan kalau aku berbuat kesalahan. Kalau tidak ya nggak pernah digalakin.”

“Kenapa kamu tidak ingin sekolah lagi selepas SMP?”

“Aku ingin kok.”

“Sebenarnya kamu ingin?”

“Iya sih. Eh, tidak …” Nurani tiba-tiba ingat bahwa ibunya yang memaksanya agar dia tak melanjutkan sekolah lagi. Tapi ia tak ingin mengatakannya pada siapapun, karena sang ibu mengancamnya.

“Apa maksudmu iya .. eh tidak?”

“Itu … kadang aku ingin … kadang ogah …” katanya sambil mengaduk rebung dan melihat apakah sudah empuk atau belum.

“Apa sih? Nggak jelas.”

“Udah telat kalau ingin sekolah.”

“Kalau kamu mau, aku mau bilang sama bapak.”

“Jangaaan!” tukasnya buru-buru. Bisa ada gempa kalau sampai ibunya tahu.

“Kenapa?”

“Sudah terlanjur bilang nggak mau. Nanti bapak malah marah.”

“Nggak akan, bapak begitu sabar dan tidak pernah marah kan?”

“Pokoknya jangan. Biarlah begini saja. Aku lebih suka mengerjakan semua pekerjaan rumah, dari pada belajar.”

Tapi Rian tidak percaya. Di hari lain, dia membeli buku-buku pelajaran untuk SMA, diberikannya kepada Nurani. Tentu saja Nurani terkejut, sekaligus senang. Ia suka membaca apa saja, dan mudah mengerti apa yang dibacanya.

“Sudah terlambat kalau aku belajar lagi. Aku kan sudah tua.”

Rian terkekeh.

“Tahu tidak? Tak ada kata terlambat untuk belajar.”

Dan dengan heran Rian mengetahui bahwa Nurani melahap semua buku yang diberikan. Ia belajar sendiri, pastinya dengan diam-diam, saat ibunya tak ada, atau malam sebelum tidur. Dan hanya dalam beberapa bulan Nurani bisa menguasai semuanya. Bahkan ketika Rian memberikan soal ujian SMA, dengan gampang Nurani bisa menjawabnya. Padahal dia belajar sendiri, tanpa ada guru yang membimbingnya. Hanya kadang-kadang saja Nurani bertanya kepada Rian tentang sesuatu yang kurang dimengertinya.

“Nurani, kamu luar biasa. Kamu harus sekolah, dan kuliah. Karina saja tidak memiliki nilai sebagus kamu. Sungguh.”

Nurani hanya tersenyum.

“Kapan sih kamu belajarnya? Kok bisa melahap semua buku yang aku berikan?”

“Ya kalau pekerjaan sudah selesai, terutama tengah malam, saat sudah sepi, sehingga aku bisa begitu mudah mengerti apa-apa yang aku baca. Kalau sepi kan gampang konsentrasi.”

Rian mengangguk mengerti, tapi tetap menganggap bahwa Nurani adalah seorang yang genius. Ia heran ketika mengetahui Nurani tak ingin sekolah lagi, padahal dia sangat pintar.

***

Andre sedang mengerjakan tugasnya, ketika pak Candra mendekatinya. Andre adalah orang kepercayaan pak Candra, sekaligus sebagai sekretarisnya. Sekretaris tidak harus wanita cantik, yang penting dia bisa mengerti tugasnya, dan memuaskan hasil kerjanya. Hal itu ditemukannya pada Andre, seorang ekonom yang sudah tiga tahun ini bekerja pada perusahaannya.

“Belum selesai?” tanya pak Candra.

“Sebentar lagi Pak. Apa Bapak buru-buru?”

“Tidak. Kamu sepertinya kewalahan mengerjakannya.”

“Tidak juga Pak. Apa Bapak perlu sekretaris?”

“Tidak, kalau kamu bisa mengerjakannya. Dan aku puas dengan cara kerja kamu.”

“Barangkali Karina bisa membantu,” kata Andre hati-hati.

“Karina? Mana bisa dia mengerjakan pekerjaan seberat ini? Dia itu hanya lulusan SMA, itupun tidak dengan nilai yang bagus. Memang benar dia anakku, tapi menurut aku dia kurang cakap untuk sesuatu yang besar. Dia tidak ingin kuliah, hanya ingin segera bekerja. Aku tidak bisa memaksanya.”

“Bagaimana dengan … Nurani?”

“Nurani? Kamu kenal dia?”

“Ketika Bapak menyuruh saya mengambil map Bapak yang tertinggal, dengan kaca mata. Bukankah saya harus menemui Nurani?”

“Oh .. ya … ya, benar. Kenapa aku bisa lupa?”

Pak Candra diam sejenak.

“Nurani itu sebenarnya pintar. Saat sekolah nilainya selalu bagus. Aku tidak tahu mengapa dia tidak mau melanjutkan sekolah. Aku bujuk-bujuk, tetap saja dia tidak mau.”

“Rupanya dia lebih suka mengerjakan pekerjaan rumah tangga?”

“Naa, rupanya itu yang disukainya. Sayang sekali.”

“Kasihan dia.”

“Kasihan? Kamu melihatnya seperti apa?”

“Maaf, seperti … seseorang yang letih.”

“Letih? Apakah pekerjaan rumah itu membuatnya letih? Memang benar, kami tidak punya pembantu, tapi istriku bilang, dia bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan baik. Jadi tidak perlu pembantu.”

“Waktu saya ke sana, ibu tidak ada di rumah, Nurani baru selesai membersihkan rumah.”

“Mungkin istriku sedang belanja atau apa. Dia sangat menyayangi keluarga aku, juga terhadap Nurani, walaupun dia anak tiri.”

Andre terkejut. Rupanya pak Candra keceplosan bicara.

“Anak tiri?”

“Baiklah, aku akan ceritakan, sudah terlanjut ngomong sih, dan ini hanya untuk kamu, karena aku percaya sama kamu.”

“Tidak apa-apa kalau Bapak tak ingin mengatakannya. Barangkali itu rahasia keluarga Bapak.”

“Bukan rahasia sih, sebenarnya ini wajar dalam berumah tangga.”

Pak Candra berpindah duduk di atas sofa, tak jauh dari meja kerja Andre.

“Ketika Nurani berumur lima tahun, ibunya meninggal. Tiga tahun lamanya aku hidup bersama Nurani dan seorang pembantu. Lalu aku menikah lagi dengan Amirah, istriku yang sekarang. Waktu itu dia membawa dua orang anak, Rian dan Karina.”

“O, jadi Karina itu … anak tiri Bapak?

“Ya, tapi aku tidak membedakan diantara mereka dan anak kandung aku. Seperti juga Amirah mencintai Nurani. Karina seumuran dengan Nurani, jadi mereka bisa bermain bersama.  Sedangkan Rian tiga atau empat tahunan diatas mereka.”

Andre mengangguk mengerti. Tapi entah mengapa, tumbuh rasa iba dihati Andre, ketika melihat Nurani yang pertama kali. Gadis itu tampak letih. Apa terlalu bekerja berat?

“Rian sudah kuliah dan hampir menyelesaikannya. Tapi aku selalu berpikir tentang Nurani. Dia tidak bodoh. Sungguh.

“Mungkin kasihan melihat ibunya bekerja sendirian di rumah.”

“Nah, apa itu penyebabnya?”

“Mungkin juga Pak.”

“Nanti aku akan membicarakannya lagi. Belum terlambat kalau dia mau.”

***

“Bapak, saya ingin bicara,” kata Rian pada suatu malam, ketika ayahnya sedang duduk sendirian.

“Ya, ada apa? Tentang kuliah kamu?”

“Bukan. Tentang Nurani.”

“Ada apa?”

“Menurut Rian, dia seharusnya melanjutkan sekolah.”

“Seharusnya begitu. Bapak juga memikirkannya. Tapi kan dia sendiri tidak mau?”

“Sayang kalau tidak mau. Kecuali Bapak tidak mampu membiayainya.”

“Kamu itu ngomong apa? Bapak masih bisa bekerja, dan menyekolahkan kalian sampai kejenjang tertinggi sekalipun.”

“Kalau begitu, paksa Nurani agar mau melanjutkan sekolah, lalu biarkan dia kuliah.”

“Mengapa tiba-tiba kamu berpikiran seperti itu?”

“Rian sering memberikan buku-buku untuk pelajaran sekolah. Dia sanggup menguasai semuanya. Bahkan ketika Ryan menyodorkan soal ujian sekolah, Nurani dengan mudah bisa mengerjakannya. Dia lulus SMA bapak. Hanya kan itu penilaian Ryan, tidak ada surat resmi yang mengatakan itu. Jadi ….”

“Jadi dia harus sekolah?”

“Rian yakin dia akan menyelesaikannya dalam satu atau dua tahun.”

“Benarkah? Panggil dia sekarang,” perintah pak Candra.

Nurani datang tak lama setelah Rian memanggilnya. Dan tanpa diduga, bu Candra mengikutinya.

“Ada apa Pak? Kelihatannya penting sekali?” tanya bu Candra.

“Sangat penting Bu, ini tentang Nurani. Duduklah Nur,” kata pak Candra kemudian kepada Nurani.

Nurani duduk ragu dihadapan ayahnya, dan bu Candra duduk di sebelah suaminya. Rian sudah masuk ke dalam kamarnya.

“Bulan depan tahun ajaran baru, kamu harus sekolah,” kata pak Candra tiba-tiba, mengejutkan Nurani, apalagi bu Candra yang kemudian menatap tajam kearah Nurani.

***                                                                                                                                       

Besok lagi ya.

43 comments:

  1. Alhamdulillah eps 02 sdh tayang. Matur nuwun bu Tien.

    ReplyDelete
  2. Selamat jeng Iin juara 1
    Ga terasa ya daya ada dibelakangmu sejak dari Klaten sampai tiba di Solo???

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien

    ReplyDelete

  4. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah sdh tayang
    Selamat mbak I'in juara 1

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah, matir nuwun mbakyu Tienkumalasari eps 2 sampun tayang gasik, salam aduhaai dari Lampung

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah KBE 2 sudah tayang , terimakasih bunda Tien ,semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat ....

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun mbak Tien-ku, Kantung Berwarna Emas sudah berkunjung.

    ReplyDelete

  10. Alhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~02 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏c

    ReplyDelete

  11. Alhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~02 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah.... cerbung barunya sdh tayang.. matur nuwun

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, *KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 02* telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, mtr nwn bu Tien.
    Salam sehat

    ReplyDelete
  15. Alhamdulilah kbe 2 sdh tayang ..terima kasih bu tien... semoga nuraini dilindungi orang baik spt ryan dan andre ...salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah cerbung baru ...
    Syukron ngtih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  17. Tks bunda Tien..
    Semoga sehat dan bahagia selalu.

    ReplyDelete
  18. Wah, kalau Nurani sekolah Bu Candra kehilangan 'pembantu' dong... Harus ditolak itu bu.
    Tapi tunggu saja bagaimana Nurani belajar, mungkin dengan Belajar Jarak Jauh.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  19. Kasihan nurani.....trims Bu Tien

    ReplyDelete
  20. ⚘🌿🌹Alhamdulillah KBE eps 02 sdh terbit. Matur nuwun Bunda Tien. Salam sehat selalu...🙏🦋🌷

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien cantik 🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  22. Nah lo, mulai penimbunan penggoblokan Nurani sudah terdeteksi oleh Riyan, oleh Amirah yang adalah ibunya Riyan.
    Laporan itu di tanggapi Chandra mawa, kok Chandra mawa padhaké kucing, mangkêl aku karo perkembangan anak ora nggatèkaké.
    Tapi kan Riyan sudah menekankan pada pak Chandra, harus dipaksa.
    Iya lah nanti soal menolak jangan kalah, itukan Riyan yang kasih informasi, anak Amirah sendiri. Di test lagi, nah lo, disana sudah ada Andre yang antri karena bengong waktu melihat kemolekan Nurani. Jadi ceblok demen pada pandangan pertama.
    Pakai nyindir jadi pembantu lagi.
    Jadi sekolah nggak, ya nggak tahu kan lagi di pelototin sama Amirah.
    Wah asyik nich nanti karir Nurani jadi staf eksekutif, sementara Karina kèri terus nunggu gudangan waé bola bali klèru ngirim, njaluk dikirim presto kliru lele dumbo. Kacau pacaran nggak pernah jadi, karoserinya laen seeh, modèl dump truck. Nggak kaya SUV yang lagi trend, salah sendiri ngemil terus bangga bapaknya kaya, bisa ngasih dana tujuh turunan.
    Jadi pratu terus pangkatnya nggak mundak mundak.
    Nah jadi ceritanya Nurani bakal di ganggu sama Amirah tuh, di teror agar nggak tercapai cita-cita nya, la es em a saja cuma dua tahun ya diterusin kuliah tå yå, sambil di suport Riyan yang selalu bikin saran sama Chandra, agar terus dipaksa.
    Wuah ketahuan belangnya nich Amirah, sering laporan palsu serem nich.
    Yang tahan banting ya Nurani.
    Itukan maunya biar perusahaan dipegang anak-anak Amirah tuh.
    Kebablasen mandheg, nggih nuwun dielingake, dadi ora sidå gemblung.

    Terimakasih Bu Tien
    Kantung berwarna emas yang ke dua sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah cerbung baru KBE 02 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu dan bahagia bersama keluarga tercinta.

    ReplyDelete
  24. Semoga bapaknya Nurani terbuka matanya.
    Makasih mba Tien.

    ReplyDelete
  25. Berakit kehulu berenang ketepian Aduhai KBE memang mantafff.Maturnuwun Mbak Tien K salam Sehat wal afiat

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat 🤗🥰
    Ternyata sdh yg ke 2 ,,,blm tertinggal jauh.
    *Enak donk* nah itu salah satu ciri bu Tien selain Aduhai 🤣🤭
    Nuraini pandai menyimpan semuanya ,,,selanjutnya menunggu deh ,bu Tien mau buat apa biar kita penasaran trus 👍👍🤭🙏

    ReplyDelete
  27. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih bunda Tien.. selalu menyapa kami semua..
      Salam sehat selalu..
      Salam Aduhaaiii

      Delete
  28. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat 🤗🥰

    ReplyDelete
  29. Yerima ksih bundaqu..slm sht sll🙏🥰❤️🌹

    ReplyDelete

KAU PASTI DATANG

KAU PASTI DATANG (Tien Kumalasari) Lewat hujan yang mengucur deras kutitipkan pesan seperti yang kau harapkan akan hadir di kehidupanku akan...