HANYA BAYANG-BAYANG 18
(Tien Kumalasari)
Ketika kemudian bibik memberikan bungkusan bekal itu kepada Puspa, ia berbisik di telinga Puspa. Waktu itu Puspa sudah berjalan ke arah mobilnya.
“Non, pahanya berkurang satu, dicomot sama Nilam, anak Priyadi. Lancang sekali dia.”
Puspa menatap bik Supi sambil mengangkat kedua alisnya.
“Dicomot?”
“Iya, nggak sopan banget. Tiba-tiba ia membuka kotak ayam goreng itu lalu mencomot pahanya.”
Lalu Puspa tertawa.
“Ya sudah, biarkan saja. Nggak apa-apa kok. Masih cukup.”
“Lama-lama yang namanya Nilam itu bikin kesal. Hanya anak sopir saja, kalau sarapan di dapur, mengambil minum saja minta dilayani. Padahal tempat minumnya tinggal meraih di dekatnya.”
Puspa menepuk pundak bik Supi.
“Biarkan saja. Aku pergi dulu ya Bik.”
“Hati-hati Non.”
Hati bibik tiba-tiba merasa senang, melihat non Puspanya yang menjadi sangat baik dan ramah kepadanya, sementara dulunya acuh tak acuh. Entah apa yang merubahnya, bibik tak peduli. Yang penting di rumah yang kadang-kadang membuatnya kesal itu ia merasa punya teman.
“Pi!!” ngapain kamu bengong di situ sementara pekerjaan kamu belum beres?”
Teriakan itu mengejutkan bik Supi yang sedang melamun. Ia buru-buru beranjak ke belakang, daripada menerima semprotan dari nyonya majikan yang lebih panjang.
“Nanti kamu tidak usah menyiapkan makan siang untuk aku. Aku mau pergi, sampai sore,” perintahnya kepada bik Supi.
“Baik Nyonya. Apakah Nyonya mau pergi sekarang?”
“Aku menunggu Priyadi. Ia hanya mengantarkan tuan ke kantor, setelah itu dia pulang menjemput aku.”
“Baik Nyonya,” bibik langsung ke belakang, melanjutkan pekerjaannya membersihkan dapur, tapi ia terus membatin, kira-kira mau pergi ke mana pagi sampai sore bersama Priyadi?
Walau tak terucap, bibik sudah tahu kelakuan keduanya. Tak mungkin hanya bepergian biasa. Pasti ada sesuatu yang mereka lakukan. Sungguh memalukan, seorang istri juragan bermain-main dengan sopir juragan?
Ketika bibik sedang menyelesaikan pekerjaannya di dapur, terdengar lagi teriakan dari sang nyonya majikan.
“Biik, kunci pintunyaa!.”
Bik Supi meletakkan mangkuk besar yang habis dicucinya, lalu bergegas ke arah depan. Dilihatnya sang nyonya majikan sudah berada di dalam mobil, duduk berdampingan dengan sopirnya.
Bibik menutup pintunya sambil menghela napas panjang.
“Kasihan tuan Sanjoyo."
***
Puspa menenteng rantang dan matanya mencari-cari. Ia sudah melihat sepeda motor Nugi, tapi orangnya tidak kelihatan.
Pasti di perpus, batin Puspa. Tapi tidak, ternyata Nugi sedang duduk dibawah pohon, di atas bangku yang biasanya Puspa duduk di sana bersama Nugi sambil makan sesuatu. Tapi Nugi tidak sendiri. Ada seorang gadis yang duduk di sebelahnya, yang bicara dengan Nugi sambil membuka-buka buku. Langkah Puspa terhenti. Ia ragu, diantara terus melangkah atau membalikkan tubuhnya agar tidak mengganggu, sementara hatinya diliputi perasaan tak suka. Lalu Puspa memarahi dirinya sendiri. Mengapa aku kesal? Mereka hanya berbincang, yang mungkin hanya membicarakan tentang materi kuliah. Puspa kemudian membalikkan tubuhnya. Tapi sebelum itu tiba-tiba seseorang berteriak.
“Puspa!! Mau ke mana?”
Dan teriakan itu juga membuat Nugi dan Wuri menoleh ke arahnya. Puspa urung membalikkan tubuhnya, menoleh ke arah Nugi yang kemudian melambaikan tangan ke arahnya.
Puspa tersenyum, terpaksa ia melanjutkan langkahnya mendekati Nugi.
“Apakah aku mengganggu?” tanya Puspa.
“Tidak, Wuri hanya menanyakan sesuatu tentang mata kuliahnya,” jawab Nugi.
“Kalau begitu saya permisi,” kata Wuri sambil berdiri.
“Jangan pergi dulu, aku membawa nasi ayam, ayo kita makan bersama,” kata Puspa yang akhirnya bersikap ramah.
“Tidak, sebentar lagi ada kelas,” kata Wuri.
“Makan dulu sebentar, ayo, jangan sungkan,” kata Puspa sambil membuka rantang dan membagikan piring kertas yang dibawakan bibik, lalu mengisi piring-piring itu dengan nasi. Ayam yang dibawa sudah dipotong-potong oleh bibik, sehingga mereka tinggal mengambil satu-satu.
“Puspa, kan aku sudah bilang, jangan membawa makanan lagi.”
“Jangan bilang kamu sudah sarapan,” kata Puspa sambil meletakkan sepotong ayam di piring Nugi dan Wuri.
“Sesungguhnya saya sudah makan pagi di rumah,” kata Wuri sungkan.
“Kamu ketularan Nugi ya, setiap kali aku menawarkan makan, jawabannya selalu sudah sarapan di rumah.”
“Itu benar,” kata Wuri.
“Memang benar,” sambung Nugi.
“Padahal tadi aku juga sudah sarapan bareng bapak sama ibuku. Tapi masih muat kok perutku. Aku kira kalian juga masih muat menerima sepiring nasi lagi,” kata Puspa seenaknya.
Yang lain hanya senyum-senyum campur sungkan.
“Sudah, ayo makan saja. Anggap saja ini bukan sarapan, tapi makan siang yang sangat awal. Nanti siang boleh tidak makan lagi,” kata Puspa sambil menggigit sepotong ayamnya.
Tak urung mereka memakannya dengan lahap.
“Terima kasih Mbak Puspa.”
“Terima kasih, Puspa.”
“Sama-sama, senang bisa sarapan bareng.”
***
Ketika Puspa dan Nugi duduk berdampingan di kelas, Puspa yang penasaran tentang Wuri terpaksa menanyakannya.
“Nug, kamu sudah lama kenal Wuri?”
“Ya kenal sambil lewat, kan satu kampus?”
“Tiba-tiba dia suka bertanya-tanya begitu sama kamu?”
“Pertama kalinya ketika ketemu di perpus, dia menanyakan sesuatu, tadi juga begitu, masih pertanyaan lanjutannya.”
“Dia itu cantik manis.”
“Memangnya kenapa?”
“Pasti senang, ditanya-tanya oleh gadis manis.”
Nugi tertawa pelan.
“Kamu ada-ada saja, kalau senang lalu kenapa?
“Apa kamu suka sama dia?”
“Pertanyaanmu aneh-aneh saja. Orang seperti aku ini, kalaupun suka, lalu mau apa? Tak ada yang menarik bagi laki-laki miskin seperti aku.”
“Biar miskin, tapi kan punya perasaan juga? Maksudku … perasaan cinta.”
“Puspa, kamu ada-ada saja.”
Lalu pembicaraan itu berhenti karena dosen sudah memasuki kelas. Tapi pikiran Nugi lari kemana-mana. Bukankah ia ingin menjauhi Puspa karena khawatir kepada perasaannya sendiri yang dirasanya aneh?
Tapi ketika Puspa hampir pergi tadi, mengapa dia memanggilnya? Lalu mengapa juga Puspa menanyakan tentang Wuri yang tak ada hubungan apa-apa dengannya? Apakah Wuri punya perasaan yang sama, lalu dia cemburu? Tidak, mana mungkin?
Nugi mengusap wajahnya kasar. Ini adalah kuliah terakhir bagi mereka, setelah ini harus menekuni tugas membuat skripsi. Ia berharap perasaannya kepada Puspa yang dianggapnya salah itu tak akan mengganggunya.
***
“Kamu langsung pulang?” tanya Puspa sambil keluar dari kelas.
“Iya, mengapa tadi rantangnya kamu taruh di sepeda motorku?”
“Tadi sisa banyak, bisa buat kamu makan di rumah.”
“Ya ampun Puspa, mengapa tidak kamu bawa pulang saja, kamu juga butuh makan bukan?”
“Bibik sudah masak Nug, kamu jangan khawatirkan aku. Hanya saja sayang kalau ayamnya dibuang.”
“Kamu membuat aku sungkan.”
“Jangan dipikirkan lagi. Oh ya.. barangkali untuk beberapa hari ini kita akan jarang ketemu. Tapi aku berharap kita bisa ketemu sesekali,” kata Puspa.
Nugi mengangguk. Apakah dia akan merindukan gadis kaya yang baik hati ini kalau seandainya jarang ketemu?
“Nug, setelah lulus, rencana kamu apa?”
“Mencari pekerjaan, pastinya. Kasihan ibuku, terus-terusan menghabiskan uang gajinya untuk aku.”
“Semoga lancar semuanya ya Nug.”
“Tapi besok aku akan ke kampus, sebentar. Hanya sebentar, ada yang harus aku kerjakan.”
Lalu Puspa teringat, besok adalah tanggal lima. Saatnya bik Supi memberi uang untuk anaknya, dan pastinya juga hem berwarna krem yang dibelikannya. Puspa tersenyum. Ia melambaikan tangannya ketika Nugi sudah mengendarai motornya, keluar dari kampus.
***
Srikanti dan Priyadi sudah berada di rumah barunya, dan merasa bahwa rumah itu sudah bisa di tempati. Ada kamar yang lebih besar, itu adalah kamar Srikanti dan Priyadi. Seperti kamar suami istri saja, dengan semua perlengkapannya.
Satu lagi kamar yang agak kecil, kamar untuk Nilam.
Priyadi tersenyum dalam hati, bukankah dia bisa dikamar yang satu, lalu di kamar yang satunya lagi? Srikanti hanya ada di rumah itu kalau siang, sedangkan malamnya Priyadi sendiri. O tidak, masa iya Priyadi sendiri? Ada Nilam yang siap menemani setiap saat bukan? Pokoknya rumah itu benar-benar istana bagi Priyadi.
Besok dia dan Nilam sudah bisa pindah ke rumah itu. Ini rumah Priyadi dan Nilam saat malam, dan rumah Srikanti dan Priyadi saat siang. Rupanya rumah itu adalah rumah manusia-manusia bej*t yang lupa akan namanya dosa.
“Pri, Nilam kan hanya sendiri, mengapa tempat tidurnya kamu pilihkan yang besar? Bukankah cukup yang kecil saja, sehingga kamarnya terasa agak luas.”
“Nilam itu kalau tidur polahnya seperti bayi baru bisa bergerak. Kalau tempat tidurnya sempit, dia bisa jatuh menggelundung ke bawah,” kata Priyadi sambil menahan senyum. Itu kan tidak untuk Nilam sendiri, kata batin Priyadi.
“Oh, begitu ya.”
“Sekarang masalah rumah ini sudah beres, kamu harus segera bisa merebut usaha tuan Sanjoyo, agar cita-cita kita segera tercapai.”
“Sabar dulu, nanti Nilam yang akan bekerja untuk itu, dia sedang mempelajari banyak hal. Kita percayakan semuanya nanti pada Nilam.”
“Sekarang tentang Puspa bagaimana? Kalau kamu sudah bercerai dari tuan Sanjoyo, dia pastinya tidak akan ikut ke sana bukan? Dia kan anak kita.”
“Nanti akan aku beri tahu dia, pelan-pelan. Sekarang ini semuanya belum saatnya. Kalau aku beri tahu sekarang, malah akan merusak segalanya.”
“Baiklah, terserah kamu saja. Sekarang aku akan memasukkan mobil ke dalam garasi dulu, kamu mengunci pintu. Bukankah baru nanti sore aku menjemput tuan Sanjoyo?”
“Iya, mudah-mudahan kita tidak ketiduran, sehingga terlambat menjemputnya.
Tetapi ketika Priyadi sedang masuk ke dalam mobil, lalu menjalankannya masuk ke dalam garasi, saat itu pula Puspa sedang lewat dan melihatnya.
“Bukankah itu mobil bapak? Mengapa pak Priyadi memasukkannya ke dalam sana?”
Puspa bahkan memerlukan berhenti ketika melihat hal itu, dan ia juga melihat ketika garasi itu kemudian tertutup dari dalam.
“Kok aneh?”
Puspa sudah pulang dari kampus, karena memang tak ada yang akan dikerjakannya lagi. Ia bermaksud mengerjakan tugas akhir yang benar-benar akan ditekuninya.
Tapi apa yang dilihatnya sangat membuatnya heran. Ia teringat apa yang pernah dikatakan Sekar, kakaknya, ketika melihat sang ibu dan Priyadi memasuki sebuah rumah. Apakah rumah itu yang dimaksud? Bukankah ini jalan Ternate? Bukankah jalan ini yang dikatakan Sekar tentang rumah di mana Priyadi dan ibunya memasukinya?
Puspa mencoba menelpon ibunya, tapi ponselnya mati.
***
Besok lagi ya.
Yess.....
ReplyDeleteAlhamdulillah
Yess
DeleteMas Kakek juara
ððŠīððŠīððŠīððŠī
ReplyDeleteAlhamdulillah ðð
Cerbung HaBeBe_18
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien selalu
sehat, tetap smangats
berkarya & dlm lindungan
Allah SWT. Aamiin YRA.
ððŠīððŠīððŠīððŠī
Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun jeng Sari
DeleteAlhamdulillah,suwun mb Tien,smg sht sll ð
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun Yangtie
DeleteHaduh.... Srintil dan Pri sdg dirumah baru,
ReplyDeletekamu ketahuan Puspa.... Anakmu lho ....
Lhaa.. pripun mas Kakek
DeleteAlhamdulillah, nwn bu Tien, salam sehat dari mBantul
ReplyDeleteSami2 pak Bam's salam sehat
DeleteAlhamdulillah "Hanya Bayang-Bayang 18" sdh tayang. Matur nuwun Bu Tien, sugeng dalu ð
ReplyDeleteSami2 pak Sis. Sugeng dalu
DeleteAlhamdulula.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien.
Sehat slalu
Sami2 bapak Endang
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " HANYA BAYANG BAYANG ~ Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " HANYA BAYANG BAYANG ~ 18 " ððđ
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin " ððđ
Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Herry
DeleteAlhamdulilah Cerbung HBB 18 sampun tayang .... maturnuwun bu Tien, semoga ibu sekeluarga selalu sehat dan bahagia .. salam hangat dan aduhai aduhai bun ððĐ·ðđðđ
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Sri
DeleteAduhai aduhai
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *HANYA BAYANG BAYANG 18* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia
bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Wedeye
DeleteAlhamdulillah HBB telah hadir, maturnuwun Bu Tien tetap sehat bahagia bersama Kel tercinta..Cita2 Priyadi dan Nilam mungkin HBB.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Tatik
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Hanya Bayang-Bayang telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Endah.
DeleteAduhai hai hai
Alhamdulillah, HANYA BAYANG-BAYANG (HBB) 18 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Uchu
DeleteMks bun HBB 18 sdh tayang,...selamat malam bun....salam sehat
ReplyDeleteSami2 ibu. Selamat malam juga
DeleteAlhamdulillah mksh Bu Tien smg sekeluarga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun ibu Ida
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️ðđðđðđðđðđ
Sami2 jeng Susi
DeleteAlhamdulillah HANYA BAYANG-BAYANG ~18 telah hadir.
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien ð
Semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga, serta selalu berada dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin YRA..ðĪē
Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Matur nuwun pak Djodhi
DeleteTerimakasih bunda Tien, sehat dan bahagia selalu. Selamat berlibur di akhir pekan ððĨ°
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah. Selamat berlibur juga
DeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 prof.
DeleteLama nggak komen di fb
Terima kasih Bunda, serial cerbung : Hanya Bayang Bayang 18 sampun tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Selamat berakhir pekan Bunda. Juga selamat datang Bulan Rajab.
Puspa jadi penasaran... semoga Puspa dan Kakak nya berani nggrudok tempat kumpul kebo nya Kanti, Yadi dan Nilan.
Kasihan tuan Sanjoyo di bohongin melulu.
Matur nuwun Bu Tien, selamat berakhir pekan dg keluarga tercinta. Semoga semuanya sehat wal'afiat...
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda dan pak Tom sehat dan dalam keberkahan Allah swt
ReplyDelete