LANGIT TAK LAGI KELAM 38
(Tien Kumalasari}
Pak Misdi terkejut, ketika Listyo membawanya ke rumah pak Hasbi.
“Kok ke sini pak Listyo? Tuan Hasbi menyuruh kami kemari?”
“Jangan-jangan mau dimarahi lagi Pak. Kan kita tidak bersalah?” kata Misnah.
“Tidak, pak Misdi, Misnah, pak Hasbi saat ini sedang ada di rumah sakit.”
“Lho, tuan sakit apa?”
“Keracunan. Ayo kita turun,” kata Listyo sambil menghentikan mobilnya di depan rumah.
“Keracunan?”
Dari dalam, simbok tergopoh-gopoh menyambut.
“Syukurlah, kamar pak Misdi sudah aku bersihkan. Tadi non Dewi datang hanya untuk mengatakan itu.”
Pak Misdi bingung.
“Ayolah, masuk. Ayo Nah. Kamu apa tidak kangen sama simbok?”
“Rumah kita kan dulu di belakang sana Pak?” kata Misnah yang belum semuanya ingat.
“Ini bagaimana, aku bingung.”
“Pak Misdi, tadi saya mendapat pesan dari Dewi. Pak Hasbi meminta agar pak Misdi dan Misnah kembali tinggal di sini,” kata Listyo.
“Tapi … “
“Sudahlah, ayo masuk,” simbok sudah menarik tangan Misnah, dimintanya langsung ke belakang.
“Bagaimana ini?” pak Misdi masih bingung.
“Pak, pak Hasbi menyadari kesalahannya. Bukan pak Misdi atau Misnah yang melakukannya, tapi Rizki.”
“Iya pak Listyo. Saya melihat Rizki dibawa polisi dari rumah sakit.”
“Pak Misdi melihatnya?”
“Sesungguhnya, Rizki itu Jarot, anak saya yang hilang sejak bayi.”
“Apa? Rizki itu anak kandung pak Misdi?”
“Iya, Pak,” kata pak Misdi sedih.
Lalu pak MIsdi menceritakan awal mulanya mengerti bahwa Rizki adalah anak kandungnya.
Listyo terkejut. Padahal banyak sekali dosa yang dilakukan Rizki, yang terakhir dia didakwa meracuni pak Hasbi.”
“Saya tidak menyangka, anak saya sejahat itu. Tapi mudah-mudahan, kalau dia mendapat hukuman, bisa dijadikannya pelajaran untuk kehidupan selanjutnya.”
“Aamiin. Pak Misdi tidak usah sedih ya. Ini memang sebuah perjalanan hidup yang harus dijalani Rizki. Semoga kelak dia bisa menjadi orang baik.”
“Aamiin. Lalu sebenarnya tuan Hasbi keracunan apa? Apa salah makan, atau apa?”
“Salah obat. Tapi nanti kita akan bisa melihat hasilnya,” kata Listyo yang tak mau menambah kesedihan pak Misdi dengan kejahatan percobaan pembunuhan yang dilakukan Rizki. Hukumannya pasti berat. Tak bisa dibayangkan bagaimana akan sedih orang tuanya kalau mendengar semuanya.
“Saya akan melihat keadaan tuan Hasbi. Tuan Hasbi pasti juga belum tahu kalau Rizki sebenarnya adalah Jarot, anak saya.”
“Nanti saja, kalau pak Misdi sama Misnah sudah beristirahat. Sekarang Misnah baru saja sembuh, itupun belum sepenuhnya kan?”
“Iya, kadang-kadang dia ingat, kadang-kadang masih bingung.”
“Maka dari itu beristirahatlah dulu, nanti kalau sudah tenang, pergilah ke rumah sakit untuk bertemu pak Hasbi.”
“Pak Listyo masih akan di sini kan?”
“Tidak, aku harus kembali ke kampus, karena masih ada jadwal mengajar. Tolong pamitkan pada simbok ya Pak.”
Pak Misdi mengangguk. Setelah Listyo pergi, ia segera menuju ke belakang, ke arah kamarnya, melalui pintu samping.
Di dalam kamar yang dulu memang kamar pak Misdi, Misnah sedang bercerita tentang sesuatu yang dialaminya, walau belum sepenuhnya diingat olehnya.
Tapi simbok terkejut sekali mendengar bahwa Rizki adalah anak kandung pak Misdi.
"Benarkah mas Rizki adalah anak kandung ayahmu?”
“Benar Mbok,” sahut pak Misdi yang sudah berdiri di depan pintu.
“Ya ampuuun, bagaimana ayahnya begini baik tapi anaknya sangat jahat? Eh, maaf lho pak Misdi. Bahkan dia tega meracuni tuan Hasbi.”
Pak Misdi terkejut bukan alang kepalang.
“Benarkah?”
“Maaf Pak, tapi itu masih dalam penyelidikan polisi. Hanya saja bukti-bukti yang ditemukan mengarah pada mas Rizki.”
Pak Misdi memukul-mukul kepalanya, sambil menangis.
Misnah yang kebingungan segera mendekati ayahnya dan menepuk-nepuk bahunya. Ia juga mengusap pipi pak Misdi yang basah oleh air mata, dengan telapak tangannya.
“Bapak jangan menangis. Bapak, berhentilah menangis. Misnah jadi sedih.”
“Misnah, anakku. Kamu yang bukan darah dagingku, bisa melakukan banyak hal yang mulia, tapi anak kandungku sendiri, menjadi penjahat,” isaknya.
“Pak Misdi tenang ya, nanti semuanya akan baik-baik saja.”
“Aku mau ke rumah sakit sekarang, aku harus meminta maaf pada tuan Hasbi. Kalau perlu aku rela dihukum seberat-beratnya.”
“Pak Misdi tidak bersalah, sudahlah, semoga semua itu bisa menjadi pelajaran bagi mas Rizki. Ia harus tahu bahwa apa yang telah dilakukannya harus ditebusnya."
“Mbok, di mana tuan Hasbi dirawat, aku mau ke sana.”
“Aku ikut ya Pak.”
“Jangan Misnah, kamu di sini saja sama simbok, biar ayahmu sendiri yang ke sana,” kata simbok.
“Benar Nak, kamu di sini saja.”
“Bagaimana kalau Bapak dihukum oleh tuan Hasbi karena mas Jarot meracuni tuan?”
“Tidak Misnah, tuan Hasbi tidak marah pada ayahmu. Buktinya dia memerintahkan non Dewi agar kamu dan ayahmu kembali kemari.”
“Benarkah, tuan tidak akan marah pada bapakku?”
“Tidak, Misnah, percayalah padaku,” kata simbok sambil mengelus pundak Misnah.
***
Dewi masih menunggu di rumah sakit di sore hari itu. Ia tak tega meninggalkan sang kakek, walau pak Hasbi menyuruhnya pulang saja setelah dia merasa baikan.
Tapi pak Hasbi melihat, Dewi sebentar-sebentar memijit pelipisnya.
“Kamu pusing kan Dew?”
“Tidak Kek, hanya pegal. Kakek tenang saja, Dewi tidak apa-apa.”
“Kalau kamu capek, biar simbok saja menemani kakek di sini.”
“Nanti gampang, sekarang aku masih kuat kok, sambil menunggu Satria.”
Tapi kemudian Dewi minta ijin untuk pergi ke toilet. Ia tak mau membuat pak Hasbi cemas kalau sampai dia mengatakan bahwa dirinya pusing dan perutnya sedikit mual.
Ketika Dewi di kamar mandi itulah tiba-tiba pak Misdi muncul. Begitu muncul, ia segera menubruk kaki pak Hasbi dan menangis tersedu-sedu.
“Heei, ada apa kamu pak Misdi? Kamu baik-baik saja kan? Aku menyuruh Dewi agar kamu diantarkan ke rumahku. Mana Misnah?”
“Tuan, ampunilah saya, hukumlah saya, Tuan. Saya ikut berdosa besar sampai Tuan sakit seperti ini.”
“Aku sudah hampir sembuh pak Misdi, mengapa kamu merasa berdosa? Aku tahu kamu orang baik, dan kamu adalah sahabatku. Nanti kalau aku sudah boleh pulang, kita bisa ngobrol bersama seperti dulu, jalan-jalan membeli tanaman untuk memperindah taman yang dulu kamu buat. Ya kan?”
“Tuan, apakah Tuan tidak tahu? Rizki itu anak kandung saya yang dibawa ibunya sejak bayi, dan ditelantarkan di sebuah panti asuhan,” katanya terbata-bata.
Pak Hasbi terkejut bukan alang kepalang.
“Rizki itu anak kandungmu? Bagaimana kamu bisa tahu?”
“Istri saya yang menemukannya, Tuan.”
Lalu pak Misdi menceritakan bagaimana Srining bertemu Rizki dan meyakini bahwa dia adalah anaknya. Hanya saja sayangnya ketika bertemu anak kandungnya, Rizki sudah diborgol dan dibawa oleh polisi.
Pak Misdi menangis tersedu-sedu.
“Saya ayahnya, Tuan, hukumlah saya. Saya tak pantas menerima kebaikan dari Tuan.”
Pak Hasbi menghela napas panjang. Ia tidak marah pada pak Misdi. Ia menepuk pundak pak Misdi yang masih merangkul kakinya.
“Aku juga sedih mengingat semua itu, pak Misdi. Aku sudah terlanjur menyayangi Rizki, tapi dia tidak bisa menjaga kebaikan yang selalu aku tanamkan. Barangkali karena pengaruh buruk dari temannya, entahlah. Tidak usah dipikirkan lagi. Biarlah Rizki mendapat pelajaran atas semua yang sudah dilakukan.”
Pak Misdi mengusap air matanya.
“Jangan menangis. Pulang dan doakan aku segera sembuh. Nanti kita ngobrol lagi. Jangan pikirkan Rizki, lalu kamu merasa ikut berdosa. Tidak, kamu orang baik. Kamu sahabatku. Bagaimana Misnah?”
“Sudah banyak yang diingatnya, tapi terkadang sikapnya aneh. Kata dokter perlahan-lahan dia akan pulih.”
“Syukurlah, kalau sudah benar-benar sehat, dia bisa kembali ke sekolah. Ya kan”
Pak Misdi terharu atas kebaikan pak Hasbi. Selama bercerita, tak habis-habisnya dia mengusap air matanya.
Tiba-tiba pak Hasbi mendengar sesuatu dari kamar mandi.
“Siapa itu, Tuan?”
“Dewi, nggak tahu kenapa dia, tiba-tiba lari ke kamar mandi. Aku mendengar seperti orang muntah-muntah.”
Pak Hasbi berdiri di depan kamar mandi.
“Non Dewi?”
Dewi membuka pintu kamar mandi sambil mengusap mulutnya.
“Ada pak Misdi?”
“Iya Non. Tuan bertanya, apa Non muntah-muntah?”
Dewi bergegas mendekati pak Hasbi.
“Kamu muntah-muntah?”
“Tidak Kek, hanya terbatuk-batuk, kebanyakan minum es karena udara sangat panas.”
"Mumpung ada di rumah sakit, periksa sekalian. Walau cuma batuk, kalau berat ya harus minum obat.”
“Ya Kek, menunggu Satria dulu, sebentar lagi pasti datang.”
“Kamu kecapekan menunggui aku terus. Kamu pulanglah setelah periksa, nanti pak Misdi biar mengabari simbok agar menemani aku di sini.”
“Tuan, biar saya saja yang menemani Tuan di sini.”
“Kamu kan juga baru pulang dari rumah sakit.”
“Tapi saya tidak sakit, Tuan.”
“Baiklah, aku malah senang.”
“Tapi Kakek tidak boleh terlalu banyak bicara, harus banyak istirahat,” kata Dewi.
“Iya, aku tahu, kamu juga harus segera periksa ke dokter, batukmu itu sepertinya parah sekali.”
“Ada apa Dew?” kata Satria yang tiba-tiba sudah muncul.
“Itu, bawa istri kamu ke dokter, sekarang saja. Klinik belum tutup di jam segini. Dia buka sampai malam.”
Satria mengangguk, lalu mengajak istrinya keluar, walau sebenarnya Dewi menolak.
***
Pak Misdi pamit pulang kerumah saat malam mulai merambah. Ia harus mengambil baju Misnah terutama buku-buku dan seragam sekolah. Tapi betapa terkejutnya dia ketika melihat Srining berbaring di bangku panjang depan rumahnya.
"Srining? Kok kamu ada di sini?"
"Mas aku diusir suamiku. Ijinkan aku menumpang di sini sebelum mendapat rumah sewa."
"Ya ampun Srining. Keterlaluan suami kamu itu. Tapi kalau kamu mau, tinggallah di sini semau kamu. Karena aku disuruh kembali ke rumah tuan Hasbi."
"Benarkah?"
" Aku hanya kan mengambil baju dan buku milik Misnah."
Saking gembiranya, tanpa basa basi ia langsung menubruk pak Misdi dan memeluknya.
"Srining, jangan begini. Kita bukan muhrim,"
Srining tersipu. Ia melepaskan pelukannya.
"Maaf Mas, tapi ijinkanlah nanti aku kembali melayani kamu lagi."
Tak ada ucapan terungkap. Barangkali mata mereka sudah bicara.
***
Pak Misdi sedang memijit-mijit kaki pak Hasbi, ketika kemudian Satria dan Dewi datang. Setelah mengambil barang-barang ke rumah ia kembali ke rumah sakit. Takutnya Dewi sudah pulang dan pak Hasbi sendirian.
“Sudah dapat resepnya? Segera pulang saja, nanti terlanjur parah.”
“Kakek, ternyata Dewi hamil.”
“Apa?” pak Hasbi berteriak.
“Iya, tadi sudah diperiksa, tapi untuk memastikan besok mau periksa ke dokter kandungan.”
“Ya Allah, aku akan punya cicit,” kata pak Hasbi lirih.
Dewi mendekat dan mencium tangan pak Hasbi.
“Ada satu permintaan aku Dew, kamu mau memenuhi kan?”
“Apa Kakek?”
“Kalau anakmu lahir, entah laki-laki atau perempuan, nama Bening harus kamu sisipkan,” kata pak Hasbi dengan suara gemetar.
Dewi mengangguk, lalu merangkul sang kakek dengan penuh haru.
Pak Misdi ikut senang mendengarnya.
“Selamat ya Non.”
Perjalanan sedih dan senang sudah sampai di muaranya. Langit yang semula suram sudah benderang, tak lagi kelam.
***
T A M A T.
Tangannya meraba-raba karena semua tampak gulita. Tapi ia melihat sebuah lentera, diantara belantara yang pekat.
“Mengapa rumah ini berbau kenanga?” bisiknya, lalu tiba-tiba sebuah bayangan yang datang seperti kilat, muncul di hadapannya. Seorang wanita yang sangat cantik, berpakaian ala gadis-gadis jaman dulu.
Tungguin kisahnya ya, PONDOK KENANGA DITENGAH BELANTARA.
Yesssss sdh tayang
ReplyDeleteNuwun mas Kakek.
DeleteAlhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~38 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia, serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA.🤲
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Langit tak lagi kelam 38 " sampun tayang...
ReplyDeleteSemoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun 🤲🙏🩷🩷
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai
Alhamdulilah. Terimakasih ibu Tien.
ReplyDeleteCerbung LANGIT TAK LAGI KELAM tamat. Semoga ibu sehat slalu.
Selamat datang cerbung baru..
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endang
Alhamdulillah dah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien,mugi² tansah pinaringan sehat.
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun jeng Isti
🌻🌼🌻🌼🌻🌼🌻🌼
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏😍
Cerbung eLTe'eLKa_38
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien selalu
sehat, tetap smangats
berkarya & dlm lindungan
Allah SWT. Aamiin YRA.
Salam aduhai 🦋🌹
🌻🌼🌻🌼🌻🌼🌻🌼
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Aduhai
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Langit Tak Lagi Kelam telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 38 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Unchu
Alhamdulillaah tayang
ReplyDeleteMakasih bunda.
Di tunggu judul baru
Sami2 ibu Engkas
DeleteAlhamdullilah cerbungnya sdh tamat bund..ditgu episode selanjutnya..slmr mlm dan slm istrhat .salam seroja unk bunda bersm bpk 🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteSalam seroja juga untuk ibu Farida
DeleteAlhamdulillah, akhirnya tamat, matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteMenanti judul berikutnya, "PKDB".
Semoga Bunda selalu sehat dan bahagia bersama keluarga, aamiin 🤲
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
Hamdallah sdh tsyang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM ~ 38 " sudah tayang.
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Terima kasih Bunda, cerbung Langit Tak Lagi Kelam..38..sdh sampun tamat.
ReplyDeleteTerima kasih nggeh Bunda Tien...telah menghibur kita semua.
...Pondok Kenanga di Tengah Belantara...mantab sepertinya ini cerbung Horor...mirip...si Manis Jembatan Ancol...he...he...
Sami2 pak Munthoni
DeleteNah... Benar sudah tamat. Lanjutan kisahnya dapat dilanjutkan sendiri..
ReplyDeleteMelihat judul cerbung berikutnya seperti ada unsur mistisnya.
Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga bunda dan keluarga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai hai
Alhamdulillah... Langit Tak Lagi Kelam sudah tamat, terimakasih bunda Tien. Sehat dan bahagia selalu bunda Tien sekeluarga.... Aamiin Allahumma Aamiin 🤲🤲🤲
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Komariyah
Alhamdulillah cerbungnya sudah tamat. Trm ksh Bu Tien.. Salam Seroja bersama kelg.
ReplyDeleteSami2 ibu Handayaningsih.
DeleteSalam seroja juga
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteHappy End
Syukron nggih Mbak Tien ❤️🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Terima kasih.....baca karya bu Tien Kumalasari yang bermutu, semoga selalu sehat.
ReplyDelete