KANTUNG BERWARNA EMAS
01
(Tien Kumalasari)
Nurani sedang menjemur pakaian di halaman belakang,
ketika sebuah teriakan mengejutkannya.
“Nurani! Kenapa baju Karina belum kamu setrika?”
Nurani terkejut. Meletakkan kembali baju yang sudah
dipegangnya, memasukkannya kembali ke ember, lalu bergegas masuk ke dalam
rumah, menghampiri Amirah yang berdiri diambang pintu dapur sambil berkacak pinggang.
“Ya Bu,” kata Nurani dengan hati ciut.
“Kamu tidak dengar aku mengatakannya? Baju Karina yang
harus dipakai pagi ini, belum kamu strika. Bodoh atau apa sih kamu?” hardik
Amirah dengan mata menyemburkan api.
“Baju yang mana Bu?”
"Baju yang mana, baju yang mana. Yang akan dipakai pagi
ini. Itu seragam kerja, tahu?”
“Bukankah hari ini dia harus memakai atasan berwarna
kuning muda?”
“Nah, itu kamu tahu. Kenapa belum disetrika?”
“Tapi sudah saya setrika dan sudah saya siapkan di
gantungan, di dalam kamar,” jawab Nurani.
“Apa? Disetrika apa? Kalau disetrika, mengapa masih
kusut? Ini mau aku pakai nih,” suara keras terdengar dari dalam kamar Karina.
Nurani bergegas masuk ke kamar Karina.
“Mana Rin? Tuh, sudah aku gantung di situ sejak
kemarin, karena aku tahu kamu harus memakainya pagi ini.”
"Ini? Kusut nih?"
“Tapi aku sudah_”
“Sudah apa? Sudah apa? Lihat nih, lihat.”
Karina melemparkan atasan kuning ke arah wajah
Nurani. Nurani menangkapnya.
“Ini kemarin sudah aku setrika.”
“Tidak usah banyak cakap, buktinya masih lecek, tuh
lihat, dibagian pinggang masih lecek! Kerahnya juga.”
Nurani menghela napas.
"Biar aku setrika lagi Rin,” Nurani
membawa baju itu keluar kamar, menuju ke arah ruang cucian, dimana masih
sebakul penuh yang belum sempat dia setrika.
Dari luar ruang terdengar suara ayahnya.
“Ada apa sih, pagi-pagi sudah ribut?”
“Itu Pak, Karina berteriak, baju yang akan dipakai
masih kusut," jawab istrinya.
“Apa tidak bisa disetrika sendiri? Mengapa pakai
berteriak? Seperti anak kecil saja,” omel pak Candra.
“Dasar Karina, anak manja. Susah ibu marahin, tapi Nurani
memintanya, dan memaksa akan menyetrikanya lagi,” kata bu Candra sambil masuk
ke dalam ruang cucian.
“Nurani, sayang, mengapa kamu menyetrikanya? Biarkan Karina
melakukannya sendiri,” kata bu Candra yang tiba-tiba terdengar begitu manis,
tapi matanya menatap tajam dan marah penuh kebencian, sambil berdiri ditengah
pintu.
Nurani diam saja. Sudah biasa kalau ibu tirinya
bersikap manis terhadapnya dihadapan ayahnya, tapi kemudian berubah menjadi
bengis saat ayahnya pergi.
“Sudah sayang, taruh saja, biar Karina melakukannya
sendiri,” kata mulut manis itu lagi.
Tapi Nurani tetap melakukannya, menyemprotkan spray
wangi ke baju itu dan menyetrikanya sampai halus mulus.
Bu Candra sudah pergi dari sana, dan Nurani mengelus
dadanya.
“Sabar, Ya Allah, beri hamba kesabaran,” bisiknya
pelan.
“Nur, kok kamu masih menyetrikanya? Suruh Karina
melakukannya,” tiba-tiba terdengar suara ayahnya di depan pintu, sangat lembut
dan membuatnya terharu. Sudah bertahun-tahun ia mengalaminya. Mendapat tekanan
dan siksaan dari ibu tirinya, tapi dihadapan ayahnya semua orang berkata lembut
dan manis. Kecuali Rian, kakaknya Karina yang selalu bersikap manis padanya.
Ibunya meninggal ketika dia berumur lima tahun, lalu
tiga tahun kemudian, ayahnya menikah lagi dengan istrinya yang sekarang. Ibu
tirinya itu membawa dua orang anak, Rian yang tertua, dan Karina sang
adik. Saat awal berada di rumah, sikap
sang ibu tiri masih begitu manis dan sangat menjaganya seperti kepada dua orang
anaknya. Karina yang seumuran, dan Rian yang tiga tahun lebih tua. Tapi setelah
Nurani lulus SMP, sikap ibunya berubah. Ia bahkan memaksa dirinya tidak usah
melanjutkan ke sekolah SMA seperti Rian dan Karina. Ia mengancam Nurani, agar
keinginan berhenti sekolah itu atas kemauannya sendiri, bukan kemauan ibu
tirinya, sehingga ayahnya bisa menerima karena yang menjalani memang tidak mau.
“Nilai kamu bagus, mengapa tidak mau melanjutkan, Nur?”
tanya ayahnya waktu itu.
“Tidak Pak, Nurani selalu merasa pusing kalau terlalu
banyak perpikir.”
“Sayang, kalau kamu kecapekan berpikir, kan bisa
istirahat dulu?” kata sang ibu lembut.
Nurani diam saja, hanya menundukkan kepalanya. Dalam hati dia mengeluh, kenapa ada orang
sejahat ibu tirinya? Tapi Nurani tak bisa melakukan apa-apa. Ibu tirinya selalu
mengancam akan menyiksanya kalau dia membantah keinginannya.
“Ya sudah, biarlah tahun ini Nurani berhenti dulu
sekolahnya, nanti tahun depan saja ya Nur?” kata sang bapak.
Nurani lagi-lagi tak menjawab. Betapa ingin dia melanjutkan
sekolah, betapa ingin ia mencapai pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, toh
ayahnya yang seorang Direktur sebuah Perusahaan besar mampu membiayainya. Tapi Nurani tak berdaya. Ancaman demi ancaman
selalu membuatnya tak berkutik.
“Ini sudah selesai Pak,” kata Nurani sambil tersenyum,
lalu membawa kembali baju Karina ke dalam kamarnya.
“Lain kali biar dia menyetrika sendiri baju-bajunya. Dia
kan sudah besar,” omel ayahnya sambil masuk ke dalam kamar.
Di pagi hari, semua orang sibuk. Pak Candra siap masuk
ke kantor, Rian akan pergi kuliah, dan Karina siap bekerja di kantornya sang
ayah. Ia tak mau melanjutkan kuliah karena ingin segera bekerja, dan hanya di
perusahaan ayahnya dia diterima bekerja. Itu pun karena rekomendasi dari sang
ayah. Lulusan SMA tidak bisa mendapatkan jabatan tinggi di perusahaan, tapi
Karina menerimanya. Ia hanya menjadi pembantu kepala gudang yang paling tidak
menjadi orang yang dihormati, karena dia adalah anak sang direktur utama.
Sang ibu tiri yang pelit tidak mau memiliki pembantu. Dia
bilang, akan melakukannya sendiri. Tapi kenyataannya, Nurani lah yang lebih banyak
melakukan pekerjaan rumah. Bersih-bersih rumah, memasak, mencuci dan menyetrika
pakaian semua orang, kecuali Rian, yang selalu menyetrika pakaiannya sendiri.
“Biar aku saja Mas,” kata Nurani waktu Rian menyetrika
sendiri baju-bajunya.
“Tidak Nur, pekerjaan kamu sudah banyak. Hanya
menyetrika baju aku sendiri saja kan tidak apa-apa,” kata Rian sambil tersenyum
manis.
Nurani tersenyum. Kebahagiaannya di rumah ini hanya kalau
ada ayahnya, dan kakak tirinya yang satu itu. Ia selalu baik, dan selalu
membantunya. Bahkan kalau tidak ada kuliah, Rian membantunya menyetrika pakaian
yang belum sempat dilakukan Nurani karena pekerjaannya menumpuk.
Ibunya? Apa pekerjaan ibu tirinya? Kalau pagi dia
sibuk di dapur, membuatkan minuman untuk semua orang, termasuk Nurani, karena
kalau tidak pasti suaminya akan mengerti bahwa dia membeda-bedakan kasih sayang
kepada anak-anaknya.
Lalu dia membuat sarapan. Juga untuk semua orang.
Pokoknya di mata suaminya, dia adalah seorang istri yang sangat baik, bukan
hanya kepada anaknya sendiri, tapi juga kepada anak tirinya.
Tapi begitu semua berangkat, ia segera berangkat
pergi, ketemuan dengan teman-temannya, belanja, dan tentu saja setelah dia
memrintahkan kepada Nurani, masakan apa yang harus dibuatnya untuk seluruh
keluarga. Kecuali di hari Minggu tentu saja, karena ada suaminya yang harus
tahu bahwa dia adalah istri teladan, yang sangat memperhatikan keluarga dan
siap memasak yang enak untuk suami dan anak-anaknya. Dan tentu saja, disaat
seperti itu Nurani juga kebagian makan enak, dan duduk semeja bersama mereka.
***
“Mengapa ya, setelah dewasa, Nurani menjadi anak
pendiam?” tanya pak Candra pada suatu hari ketika sedang bersantai di teras
rumah.
“Menurutku, Nurani itu kan memang pendiam sih Pak,
tidak cerewet seperti Karina,” jawab bu Candra sekenanya.
“Dulu waktu dia masih kecil, sangat cerewet dan
terkadang lucu.’
“Namanya anak kecil, ya biasa dong, terkadang
cerewet-cerewet lucu menggemaskan. Tapi setelah dia dewasa, kemudian kelihatan
sifat aslinya.”
“Aku heran dia tidak suka melanjutkan sekolah.”
“Mungkin dia itu punya kelemahan dalam berpikir Pak,
sehingga enggan memikirkan pelajaran sekolah. Sebaiknya kita biarkan saja, mana
yang disukainya. Lagi pula dia kan anak perempuan. Kalau sudah menikah, paling
dia juga hanya akan menjadi ibu rumah tangga, mengerjakan pekerjaan rumah. Ya seperti
aku ini kan Pak. Akhirnya tidak bisa lagi bermain, bergembira seperti saat
masih remaja.”
“Oh ya, jadi ingat. Sudah lama kita tidak rekreasi ke
luar kota ya Bu, ke pantai, misalnya.”
“Oh, Bapak mau mengajak aku jalan-jalan? Asyik dong,
ke pantai.’
“Bukan cuma Ibu dong, sama anak-anak juga.”
“Iya, aku tahu. Tapi … apa Nurani mau ikut ya. Anak
itu terkadang susah. Pernah aku mengajak dia belanja ke mal, supaya dia mau
memilih apa yang dia suka, tapi dia nggak mau tuh. Katanya lebih senang di
rumah. Membaca buku-buku.”
“Nah, itu dia, dia suka sekali membaca, makanya aku
sering membelikan dia buku-buku bacaan. Ya novel, ya buku pengetahuan, supaya
walau dia itu nggak sekolah, dia bisa mengerti tentang pengetahuan, atau
hal-hal yang belum pernah diketahuinya.”
“Jangan-jangan karena kebanyakan membaca, dia sesambat
lagi kapalanya pusing,” gerutu bu Candra.
“Aku pernah menanyakannya, katanya dia suka kok.”
“Kalau begitu besok nggak usah diajak jalan-jalan
saja, biar dia sibuk membaca di rumah, barangkali dia lebih suka.”
“Ibu tanya dulu saja sama dia, apakah dia mau ikut
jalan-jalan bersama kita.”
“Baiklah, nanti saja aku tanyain dia. Semoga saja dia
mau. Kasihan juga aku sama dia. Diajak seneng-seneng juga nggak pernah mau.”
“Iya tuh anak. Nanti Ibu tanyain dia ya, siapa tahu
dia mau, kalau perlu dipaksa dikit, gitu lhoh Bu.”
“Iya, Ibu selalu maksa kok, tapi kalau dia nggak mau,
bagaimana?”
“Coba nanti ibu bilang, kalau nggak berhasil juga, biar
aku yang membujuk dia.”
“Baiklah. Tapi kapan sih mau ngajakin jalan-janannya
Pak?”
“Ya Minggu depan ini lah Bu. Kebetulan sedang tidak
banyak pekerjaan di kantor, jadi kita bisa berangkat hari Sabtu, pulangnya
Minggu sore.”
“Wah, senengnya, nginep di pantai? Anak-anak pasti
suka.”
***
Tapi bukannya bu Candra membujuk supaya Nurani ikut, dia
justru meminta agar kalau ayahnya memintanya ikut, dia harus bilang tidak mau.
“Awas ya, kalau kamu ikut. Di rumah banyak pekerjaan
yang harus diselesaikan. Kamu juga harus memasak, supaya saat kita pulang hari
Minggu sorenya, di rumah sudah ada makanan yang bisa kta makan.”
“Baik Bu.”
“Ya sudah, sekarang kerjakan semua pekerjaan. Aku mau
belanja untuk bekal jalan-jalan nanti. Oh ya, aku juga butuk pakaian renang
untuk bisa berenang di pantai. Yang lama sudah usang, sudah tidak pantas lagi
dipakai,” kata bu Candra sambil meninggalkan Nurani sendirian di dapur.
“Apa Bu, siapa yang akan jalan-jalan ke pantai?” tanya
Rian yang ternyata belum berangkat kuliah.
“Besok Sabtu, ayahmu mau mengajak kita jalan-jalan ke
pantai. Senangnya, sudah lama kita tidak jalan-jalan, bukan?”
“Nurani ikut?”
“Ibu baru saja membujuknya, tapi dia tetap nggak mau
ikut.”
“Masa sih? Diajak seneng-seneng kok nggak mau?”
“Memang iya. Coba saja kamu tanya dia, masa ibu berbohong?”
Rian beranjak ke arah belakang, mendekati Nurani yang
sedang mencuci piring.
“Nur, besok Minggu kamu ikut kan?”
“Tidak Mas,” jawab Nurani tanpa memandang ke arah
kakaknya.
“Lhoh, kenapa tidak ikut?”
“Nggak pengin saja. Mau baca-baca buku di rumah. Tentu
saja setelah selesai mengerjakan tugas aku bersih-bersih dan yang lainnya.”
“Kamu itu jangan terlalu memikirkan pekerjaan rumah.
Sekali-sekali harus keluar, mencari hiburan, jalan-jalan. Begitu.”
“Sudah sering jalan-jalan.”
“Kapan?”
“Tiap hari kan pasti pergi ke pasar?”
“Aduh, jalan-jalan ke pasar, tiap hari ke pasar. Cari
pemandangan yang lain.”
Nurani hanya tersenyum. Biarpun ikut jalan-jalan,
kalau bersama ibu tirinya dan juga Karina, pasti juga tidak akan menyenangkan.
Paling juga akan disuruh-suruh, dibentak-bentak. Ya kan? Kata batin Nurani.
“Kalau begitu besok Minggu jalan-jalan sama aku saja,”
kata Rian, mengejutkan Nurani.
“Mas Rian nggak ikut?”
“Nggak, kita jalan-jalan sendiri saja.”
Nurani hanya tersenyum, sambil melanjutkan
pekerjaannya mencuci piring, sementara Rian membantu meletakkan yang sudah bersih,
meletakkannya di rak piring.
“Sudah Mas, biar aku saja.”
“Nggak apa-apa, aku kuliah agak siang, bisa
bantu-bantu kamu.”
“Nanti dimarahin ibu lho, mau kuliah kok ngerjain
pekerjaan dapur.”
“Nggak apa-apa, daripada nggak ada pekerjaan,” kata
Rian nekat.
***
Pagi hari itu bu Candra sudah pergi, entah kemana, dan
Nurani sedang berada di dapur sendirian. Ia sedang meracik bumbu-bumbu masakan
yang diperintahkan ibunya untuk dimasak, ketika mendengar suara bel tamu dari
luar.
Nurani bergegas ke arah depan. Tak biasanya ada tamu
pagi-pagi begini.
Ia terkejut melihat seorang laki-laki ganteng berdiri
di teras.
“Selamat pagi,” sapa sang tamu.
“Selamat pagi. Mau mencari siapa ya?”
“Mau ketemu Mbak Nurani.”
“Saya?” tanya Nurani heran.
***
Besok lagi ya.
Alhamadulillah srbung baru sdh tayang.....
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Alhamdulillah.... Jantung berwarna emas dah tayang... Matur Nuwun mb Tien.... Mugi tansah pinaringan keberkahan sehat dan panjang usia...
DeleteSalam kangen dari Surabaya, 😘❤️
KANTUNG BERWARNA EMAS
DeleteAlhamdulillah
DeleteManusang bu Tien Cerbung anyar sudah muncul, slm Aduhai
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku,kantung emas sudah tayang.
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
DeleteCerbung baru sdh hadir
Trimakasih bu Tien
Moga sehat selalu
Matur nuwun Mbak Tien sayang. Cerbung baru Kantung Berwarna Emas... Wah kayak Bawang Putih dan Bawang Merah nih. Seru.... !!! Semoga Mbak Tien selalu sehat.
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu...
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, *KANTONG BERWARNA EMAS (KBE)* telah tayang Perdana malam ini, terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Wah Sudah terbit cerbung baru KBE, matur sembah nuwun mba Tien.
ReplyDeleteMugi tansah pinaringan sehat kuat damai bahagia
Berkah Dalem.🙏🙏
alhamdulillah..🙏
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Yang ditunggu sdh tayang
ReplyDeleteOh..oh..balada Ibu tiri...😂
ReplyDeletebelum apa² kq sudah getem² sama bu Candra ya...🤯 hihihi..
Matur nuwun bunda Tien, tayangan perdananya..🙏🙏
Maturnuwun bunda
ReplyDeleteKalau tentang anak kandung dan anak tiri seperti Bawang putih - Bawang merah... Tapi tiap sutradara punya jalan cerita sendiri " kan.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Waah...bu Tien kereenn....langsung ganti judul baru. Terima kasih, ibu. Sehat selalu.🙏🙏🙏😘
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung baru sdh hadir,mksh Bu Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteSemoga Nurani , jadi lakon yang menangan ...gak tertindas terus...duuh gemes kalau baca lakon e kalahan...tertindas...
ReplyDeleteHehehe...kok belum" jadi baper nich...
Matur suwun bunda Tien, salam Tahes Ulales bunda dari bumi Arema Malang dan selalu Aduhaiiii
Alhamdulillah
ReplyDeleteCerbung baru "kabe" 01 sdh mulai tayang
Trimakasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 trs
Selamat datang KBE
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Semoga sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~01 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah...
ReplyDeleteCerbung Kantung Berwarna Emas 01 sudah tayang...
Matunuwun Bu Tien...
Salam sehat selalu...
Alhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Alhandulillah yg ditunggu cerbung KBE dah mulai tayang, terimakasih bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan aduhai dari mBantul
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,
Alhamdulillah Maturnuwun cerbung KBE yang baru kagem Mbak Tien.semoga selalu sehat & tetap semangat
DeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,
Sugeng ndalu bu... salam sehat. Matur nuwun cerbung Kantong Emas nya ...
DeleteAlhamdulillah akhirnya Bu Tien Kumala hadir membawa kantung berwarna emas.....
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien.....
Moga sehat selalu Nggih....
Aamiin....
Saya kok bau " Jantung Berhati Emas " ya....
ReplyDeleteSemoga aduhai.....
Puji Tuhan, ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga cerbung baru KANTONG BERWARNA EMAS sudah tersaji bagi kami para penggandrung karya ibu Tien...
ReplyDeleteBaru episode 1 aja sudah bikin gregetan dengan ulah ibu Candra ibu tiri Nurani.
Semoga ada kesadaran, penyesalan dan pertobatan ibu tiri...
Siapa tamu yg datang? Mungkin kerabat ibunya Nurani?
Semoga Nurani kuat dg perlakuan ibu tirinya..
Terimakasih cerbung baru ttg ibu tiri mengandung bawang
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSelamat pagii bunda..terima ksih cerbung barunya KBE..smg bunda sll sht walafiat dan tetap berkarya..salam seroja unk bundaqu🙏🙏🥰💞
ReplyDeleteWow dari awal udah mengetuk nurani seorg ibu sejati
ReplyDeleteSebaik-baik nya ibu tiri tak akan tulus ke hati kl dari awalnya udah jahat sama anak tirinya
Krn bpk terlalu sibuk terbuai dgn bujuk rayu istrinya
Untung gak smw nurut sama ibu nya
Rian yg bgtu lembut selalu bs mendampingi Nuraini
Yuuk kita tunggu utk berikutnya
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Alhamdulillah cerbung baru KBE sdh terbit...Matur nuwun Bunda Tien Kumalasari. Salam sehat dan tetap aduhai...🙏🦋⚘
ReplyDeleteExtraordinary cerita nya... Di luar kebiasaan Ibu. .. Keren top markotop...
ReplyDeleteTerima kasih bu tien kantung berwarna emas sdh tayang, lihat cerita perdananya sdh bikin geregetan .... salsm sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung baru sdh tayang.
ReplyDeleteMaturnuwun Ibu Tien... 🙏
Tuh kan datang mas mas nggantheng; mas Bambang apa ya..
ReplyDeleteIyå, tapi dudu gentholèt lho.
Kaé rak kuncung.
Seragam potong rambut sanggar, bèn yèn ribut ora biså jambak - jambakan.
Chandra maunya ada pembantu jadi bisa agak ringan dan tidak begitu capek.
Amirah tuh gitu; begitu ada peluang langsung lelang jabatan, yah gimana lagi anak sudah dua sebentar lagi butuh banyak biaya, ya mengupayakan investor baru, jadi biar ada tabungan buat anak anaknya memungkinkan mengenyam sekolah yang lebih.
Rupanya Aminah ikut audisi juga.
Sukses masuk nominasi jadilah selempang terlampir dari pundak kepinggang tertera istri direktur, kan Chandra bawa Nurani anak perempuan yang tentu perlu dibimbing untuk kedepannya.
Namanya punya cita-cita, ya penjajagan sambil mau mengerti kemauan Chandra, kan sudah cukup jam terbang, buat mengamati kotha kathine lingkungan baru.
Mulai penelikungan; ketakutan jangan jangan Amirah cuma dijadikan asisten saja, kan sudah dapat status; bagus lho posisinya, menthereng lagi.
Waduh minta bonus nich.
Nggak ada lebihnya seeh, ini yang menjadikan Amirah sering uring-uringan campur emosi; bela belain anak kandung, menekan dengan ultimatum pada Nurani yang punya lebel anak tiri, kalau nggak nurut, sesuai kemauan Amirah, bakal kena hukuman, takut juga mereka kan bertiga, ani cuma sendirian, mudah mudahan Rian nggak ikutan gabener, syukur ikutan membantu, seringnya memang gitu.
Lumayan ada yang perhatian, walau was was juga, kan masih rombonganya.
Salah ngomong habis sudah.
Duh Chandra kapan kepekaan mu sama teriakan hati darah dagingmu, tanda tanda sudah ada; dari tidak semangat dan pendiamnya itu, mau curhat sama siapa, begitu bapaknya dirumah Amirah bermuka manis, nempel nggak memberi kesempatan Nurani berbincang bebas sama Ayahnya sendiri.
Begitu Ayahnya berangkat kerja, sudah merasakan seperti jadi tahanan rumah di kurung dan harus ngikut maunya Amirah.
Katanya ibu tiri tidak sekejam ibukota.
Mudah mudahan.
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang pertama sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulilah..cerbung baru sdh tayang..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Salam sehat selalu dari sukabumi
Cerbung baru udah tayang hore...tp. Kok cerita awal aja udah bikin mellow ya....trims Bu Tien semoga sehat selalu
ReplyDeleteAssalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh mbak Tien. Alhamdulillah bisa mulai bergabung di "Kantung Berwarna Emas". Salam sehat dan bahagia.
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteTrim bu Tien
ReplyDeleteTerima kasih karya barunya ibu...mohon ijin sampaikan sedikit komentar:
ReplyDelete- nama tokoh Rian sebaiknya konsisten, di episode2 selanjutnya kadang tersebut "Ryan".
- di eps.ini ceritanya pak Candra ngajak jalan2 ke pantai hari Sabtu, tapi disebut Rian perginya hari Minggu, lalu dia mau ajak Nurani jalan2 sendiri. Dan kapan terjadinya, memang tidak diceritakan lagi. Tiba2 pindah alur ke Andre.
Mungkin cerita jalan-jalan ke pantai bisa dijadikan flashback suatu hari nanti ya? Bu Tien kan piawai membelok2kan alur...👍👍😀
Delete