Saturday, December 3, 2022

JANGAN PERGI 41

 

JANGAN PERGI  41

(Tien Kumalasari)

 

Tapi Listi tak mau terhanyut oleh perasaan sakitnya. Ia langsung membalikkan tubuhnya, mengambil tas dan menggandeng bu Cipto dan bu Tijah untuk diajaknya keluar.

Ratri lah yang menyambut kedua tamu istimewa, yang memang datang untuk menjemput mereka.

“Kita berangkat sekarang?” tanya Ratri.

“Bulan depan,” sahut Dian bercanda.

Ratri dan Radit tertawa.

“Mbak Listi, ayo.”

“Aku naik mobil sendiri saja, sama kedua ibuku,” teriak Listi dari dalam.

Listi memang menganggap bu Cipto juga ibunya, karena bu Cipto juga ibunya Ratri. Hal itu membuat bu Cipto senang, karena setelah bertemu ibu kandungnya, Ratri bukannya meninggalkannya, tapi membuatnya bertambah saudara dan merasa jiwanya lebih hangat, karena Listi maupun Tijah begitu baik dan akrab bagai sudah kenal selama bertahun-tahun.

“Baiklah, kalau begitu aku juga bareng Mbak Listi saja.”

“Tidak Ratri, kamu bareng aku. Masa aku sendirian? Tega banget sih," protes Radit.

“Lhoh, bukannya Mas Radit sama sopir?”

“Iya kan sopir, aku butuh teman, tahu,” kata Radit merengut.

“Ya ampun, kok setelah sembuh jadi galak sih,” kata Ratri.

“Biasa Tri, mas Radit butuh dimanja oleh kamu, setelah beberapa hari dimanja oleh teman-teman dokternya,” canda Dian.

“Iya, dimanja dengan jarum suntik,” kata Radit.

“Ayo berangkat, kok masih pada berdiri di sini,” kata Listi sambil menggandeng bu Cipto dan bu Tijah di kiri kanannya, mengajaknya masuk ke dalam mobilnya

Ratri mengunci pintu rumah lalu mengikuti Radit, sedangkan Dian kembali ke mobil bersama kerabatnya.

***

Acara lamaran itu adalah acara lamaran seperti layaknya pihak calon pengantin laki-laki melamar calon istri yang dipilihnya. Penuh ramah tamah dan gelak tawa diantara kedua belah pihak. Listi duduk di samping Ratri. Hanya diam mendengarkan. Tapi tiba-tiba Listi mencolek lengan Ratri keras, membuat Ratri terkejut.

“Ada apa?” tanya Ratri pelan.

“Aku ingin tanya sama kamu. Kenapa tadi menginjak kaki aku keras sekali?” tanya Listi, juga dengan suara pelan.

“Ya ampun, kenapa Mbak Listi bicara tentang rendang? Kan ibu-ibu kita tidak tahu menahu tentang rendang yang ditolak?”

“Kenapa kamu tidak bilang saja terus terang?”

“Aku harus menjaga perasaan mereka dong, sudah memasak susah-susah kok ditolak, dengan marah pula.”

“Oh, aku tidak tahu. Aku kira mereka sudah tahu.”

“Tidak, dan jangan sampai tahu.”

“Aku tadi kurang paham, tapi mendengar kamu membelokkan percakapan dan bilang bahwa rendang itu tumpah, aku terpaksa diam, walau tidak mengerti sepenuhnya. Padahal bukan rendang yang tumpah itu yang membuat bu Listyo marah kan?”

Ratri tertawa kecil sambil menutup mulutnya.

“Bisik-bisik apa sih?” tanya Radit yang sedari tadi mengawasi dari jauh.

Listi dan Ratri tertawa.

“Nggak penting. Ini rahasia perempuan,” kata Ratri sambil tersenyum.

***

Ratri tidak pulang bersama mereka, karena Radit langsung membawanya menemui ibunya.

“Ada apa sih? Aku takut deh.”

“Kenapa takut? Apa ibuku menakutkan?”

“Iya sih, aku pernah ketakutan waktu itu.”

“Waktu membawa rendang?”

Ratri tertawa. Mengapa pembicaraan tentang rendang itu menjadi perbincangan di mana-mana? Di rumah Listi, di tempat acara lamaran, dan sekarang di mobilnya Radit.

“Maafkan ibuku.”

“Apa yang harus dimaafkan? Seorang ibu pasti memilihkan yang terbaik bagi anaknya. Aku tidak merasa apapun, karena menganggapnya wajar.”

“Tidak begitu. Kamu harus memaafkan karena perlakuan kasar ibuku. Aku juga baru tahu belakangan ini. Ibu sangat menyesal.”

“Ya, lupakan saja.”

“Kalau begitu kamu tidak usah berdebar, tenang saja.”

“Tetap saja berdebar,” gumam Ratri.

“Ibu hanya ingin bertanya, apa kamu mencintai aku, atau tidak.”

“Kok kamu tahu?”

“Tahu dong, aku sudah diberi bocorannya,” canda Radit.

“Curang.”

“Lalu apa jawabmu nanti, kalau ibuku bertanya seperti itu?”

“Entahlah.”

“Kok entah sih, sebenarnya kamu cinta sama aku tidak?”

“Kalau ditanya ‘cinta atau tidak’, dengan gampang aku bisa menjawabnya.”

“Gampang itu bagaimana?”

“Ya gampang, aku tinggal jawab, ya, aku cinta.”

“Asyiiik, aku bahagia mendengarnya.”

“Kan hanya ditanya masalah cinta.. Bukan yang lain lhoh."

“Ya pasti ada kelanjutannya dong.”

“Apa tuh?”

“Kapan aku bisa melamar kamu?”

Ratri tertawa.

“Kok jadi ngarang sendiri sih?

“Kita lihat saja nanti. Kalau kamu oke, ibu akan segera mengatur saat lamaran dan sekaligus pernikahan.”

Keduanya berbincang seru, lupa kalau di depannya ada sopir kantor yang mendengarnya sambil tersenyum-senyum.

***

Ratri duduk di ruang tamu sendirian, karena Radit meninggalkannya ke belakang untuk meminum obat. Ia terkejut ketika tiba-tiba bu Listyo datang dan langsung duduk di depannya.

Ratri berdiri, meraih tangan bu Listyo dan mencium tangannya.

Bu Listyo menepuk bahu Ratri.

“Duduklah,” katanya lembut.

Ratri duduk di tempatnya semula.

“Ratri, aku ingin bilang, kapan kamu membawa lagi rendang masakan ibu kamu,” kata bu Listyo sambil tersenyum.

“Rendang lagi? Kenapa hari ini semua orang bicara tentang rendang?” kata batin Ratri.

“Aku minta maaf, waktu itu pasti menyakiti kamu.”

Ratri mengangkat wajahnya.

“Tentang rendang itu," lanjut bu Listyo.

“Oh, tidak Bu, Ratri sudah melupakannya.”

“Tapi aku serius tentang keinginan aku itu.”

“Tentang … rendang ?” Ratri mengucapkannya sambil menahan tawa. Kok jadi menyuruh datang hanya bicara tentang rendang sih?

“Ya, benar. Sebenarnya itu kesukaan aku, dan juga kesukaan Radit.”

“Nanti saya bilang sama ibu, supaya membuatkannya lagi. Itu dulu yang masak adalah ibu angkat saya, bu Cipto, dan ibu kandung saya, bu Tijah,” kata Ratri sambil menekankan kata ibu kandung, untuk mengingatkan bu Listyo bahwa dia punya ibu kandung yang mungkin tidak disukainya.

“Ya, aku tahu, karena Radit sudah bilang bahwa itu masakan ibu kandung kamu dan ibu Cipto.”

“Baiklah, nanti saya bilang sama ibu, biar dibuatkan khusus untuk Ibu,” kata Ratri sambil tersenyum. Dalam hati Ratri mengomelin Radit. Ternyata hanya bicara soal rendang. Tadi dia bohong kan, katanya mau ditanya soal cinta? Awas nanti, ancam Ratri.

“Ada hal lain yang ingin aku bicarakan sama kamu, Ratri.”

Ratri terkejut. Hal lain apa ya?

“Aku tahu kamu dan Radit sudah kenal lama, dan Radit juga sudah berterus terang sama ibu, tentang hubungan kalian.”

Sekarang Ratri benar-benar berdebar.

“Apa benar kamu mencintai Radit?”

Ratri mengangkat wajahnya, menatap bu Listyo dengan debaran yang semakin keras. Agak malu ketika ia menjawabnya, tapi memang dia harus menjawabnya. Mana mungkin dia bohong? Apapun akibatnya, dia harus berterus terang.

“Benarkah?” ulang bu Listyo karena Ratri tak menjawab.

“Ya Bu,” jawab Ratri lirih.

“Kamu tahu Ratri, aku menyukai kamu. Aku sudah mengerti siapa kamu, dan aku akan mengikuti apa kemauan Radit, yang ingin  memperistri kamu.”

Sekarang Ratri menundukkan kepalanya.

“Tapi saya hanya anak seorang wanita yang tidak berkasta.”

“Tapi wanita hebat karena melahirkan gadis baik dan mengagumkan seperti kamu.”

“Saya mohon Ibu memikirkannya sekali lagi, sebelum semuanya terjadi, agar tidak ada sesal di kemudian hari.”

“Selain baik, kamu juga bijak dalam bicara. Aku semakin mantap untuk membiarkan kamu menjadi pendamping Radit. Aku yakin dia akan bahagia di samping kamu.”

***

Tidak terlalu lama pembicaraan tentang perjodohan dua pasang anak manusia yang sedang dimabuk cinta itu berlangsung. Mereka sepakat meresmikan pernikahan dalam dua bulan mendatang. Tapi berbeda dengan Dian yang tak ingin mengadakan resepsi pernikahan atas kesepakatan bersama Dewi, Radit harus memenuhi permintaan ibunya yang akan mengadakan resepsi besar atas pernikahan itu. Maklum, Radit satu-satunya putra bu Listyo.  Banyak relasi atau teman bisnis yang tak mungkin tidak diundang. Belum lagi teman-teman seprofesi Radit yang tak sedikit jumlahnya.

***

Dian yang akhirnya berhasil menikahi Dewi, dan ingin  langsung membawanya ke Jakarta. Sudah jauh-jauh hari Dewi mengundurkan diri dari jabatannya, atas permintaan Dian.

Pernikahan Radit dan Ratri hanya terpaut beberapa hari  setelah Dian. Dian masih sempat menghadiri resepsi besar-besaran itu sebelum berangkat ke Jakarta bersama istri dan anaknya.

“Aku bahagia melihat kamu juga bahagia Tri,” kata Dian ketika Ratri dan Radit mengantar mereka sampai ke bandara.

“Aku juga bahagia melihat kamu mendapatkan istri sekaligus anak,” kata Ratri yang disambut tawa semuanya.

“Tidak lama lagi akan ada adiknya Arina, ayuk kita berpacu,” tantang Dian.

“Iih, Dian …” Ratri tersipu.

“Aku akan mencetaknya lebih cepat,” seru Radit tanpa malu. Ratri mencubit lengannya.

Arina sangat senang melihat pesawat. Ia berlari ke sana kemari sambil sesekali melonjak-lonjak.

“Ariiin, sini!” Jangan jauh-jauh, kata Dewi yang mengejarnya, tapi Arina justru lari menghindari ibunya.

“Ariin.” Dian ikut berteriak.

Radit dan Ratri tertawa.

“Baru satu, nanti kalau sudah ada adiknya, teriakanmu harus lebih kencang,” kata Ratri.

Mereka pasangan berbahagia, yang akhirnya berpisah karena pekerjaan yang berbeda. Tapi janji untuk sesekali bertemu, sudah membuat mereka lega.

***

“Ibu, karena Ratri sudah punya suami, Ibu tinggal di rumah saya saja,” kata Listi kepada bu Cipto yang kali itu masih berada di rumahnya sendiri.

“Aduh, nanti saya merepotkan dong Nak.”

“Tidak Bu, saya senang kalau Ibu mau tinggal bersama kami. Rumah Listi lumayan besar, Listi sudah mendapat pekerjaan dan kalau dia bekerja, saya juga sendirian,” sambung bu Tijah.

“Iya Bu. Bu Cipto ini, karena ibunya Ratri, juga menjadi ibuku. Kami bahagia memiliki dua orang ibu. Saya yakin, bu Cipto tidak akan kesepian, demikian juga ibu Tijah. Ya kan Bu,” katanya kemudian kepada bu Tijah.

“Benar Bu, kalau kita menjadi satu rumah, kita tidak akan kesepian,” rayu bu Tijah.

“Benarkah saya tidak merepotkan?”

“Tentu saja tidak Bu, Listi justru senang, karena Ibu ada temannya berbincang. Belanja bersama, masak bersama. Pasti menyenangkan.”

“Baiklah, saya akan bicara sama Ratri juga.”

“Ratri pasti setuju Bu. Bulan depan saya sudah mulai bekerja,” kata Listi.

“Baiklah, barangkali ini yang terbaik.”

***

Ratri dan Radit akan berlibur keluar kota, tapi Ratri minta agar mampir dulu ke toko untuk membeli sekedar cemilan, karena Radit suka ngemil.

Ketika Radit sedang menunggu Ratri belanja, tiba-tiba dia dikejutkan oleh ketukan di jendela mobilnya.

“Koran Pak … koran …”

Radit membuka kaca jendelanya dan tersenyum ke arah penjual koran yang tentu saja dikenalnya.

Melihat Radit, penjual koran itu membalikkan tubuhnya, sungkan, pastinya. Tapi ketika berbalik itu, ia menabrak seseorang.

“Uups. Maaf,” kata penjual koran itu. Sekarang di depannya ada Ratri.

“Bu Tarmi?”

Radit membuka pintu mobilnya.

“Bu Tarmi bagaimana, saya mau beli korannya, kok malah pergi?”

“Ya, mm … maaf,” kata bu Tarmi yang sesungguhnya selalu merasa sungkan kepada orang yang sudah tahu siapa dan apa yang pernah dilakukannya.

“Ini, sama ini Mas?” tanya Ratri yang lebih dekat dengan bu Tarmi, dan mengambil dua koran sekenanya. Radit mengangguk. Dia bukannya butuh membaca koran, tapi ingin memberi bu Tarmi uang.

“Ini Bu, uangnya,” kata Radit yang kemudian memberikan uang lima puluh ribu kepada bu Tarmi.

“Tidak usah Bu, kembaliannya untuk Ibu saja,” kata Ratri, yang kemudian buru-buru masuk ke mobil, begitu melihat bu Tarmi merogoh kantung uang dari saku bajunya.

Bu Tarmi menatap mobil Radit yang berlalu, dengan mata berkaca-kaca.

“Aku melakukan kejahatan sama dia, tapi dia membalasnya dengan kebaikan,” gumamnya sambil mengusap air matanya.

***

“Bu Tarmi itu aneh, setiap ketemu bawaannya selalu ingin lari saja,” kata Radit.

“Sesungguhnya dia merasa bersalah, dan sungkan bertemu kita.”

“Sangat bagus, merasa bersalah dan mengakui kesalahannya, ditambah lagi mau bertobat.”

“Semoga Allah mengampuni dosanya, sehingga dia bisa menemukan kehidupan yang lebih baik,” kata Ratri.

“Aamiin. Adem rasanya punya istri yang hatinya baik,” gumam Radit.

“Semua orang akan melakukan hal yang sama.”

Mereka terus menuju ke arah luar kota. Ada vila milik keluarga yang akan menjadi tempat mereka berbulan madu. Tidak usah keluar negri, keluar kota sudah cukup, karena yang penting adalah kebersamaan, bukan kemewahan. Radit mengerti, karena istrinya adalah orang yang sederhana.

“Berapa lama kita berlibur? Jangan lama-lama, aku hanya cuti tiga hari,” kata Ratri.

“Yah, tidak bisa dong, paling tidak seminggu,” kata Radit protes.

“Ya ampun, itu kelamaan Mas.”

“Aku bisa menyuruh orang untuk membuat surat permohonan perpanjangan cuti kamu. Bagaimana mungkin hanya tiga hari? Kamu lupa kalau kita sedang berpacu sama mas Dian? Kalau bu Dewi lebih dulu hamil, kalah dong kita.”

Keduanya terkekeh lucu.

Sederhanakah bahagia? Sederhana kalau sudah bisa mencapainya. Tapi jalan yang dilalui terkadang penuh liku. Kalau sudah begitu, pasti kalimatnya adalah, bahagia itu indah. Ya kan?

 

 

T A M A T……

Sebuah penggilan di malam buta mengejutkan Nurani yang nyaris memejamkan mata. Ia bangkit, lalu perlahan keluar dari rumah kecil yang dihuni bersama ibu tirinya.

Tapi sampai di luar, hanya desir angin yang menyengat kulitnya, membuatnya menggigil.

 

Tungguin ya, ada cerita yang mudah-mudahan seru nih. KANTUNG BERWARNA EMAS.

***

BESOK-BESOK LAGI YA.

56 comments:

  1. Alhamdulillah Jangan Pergi 41 sdh tayang
    Matur nuwun bu Tien......

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selamat ya jeng Wiwiek Suharti, Juara 1 berturut sebelum TAMAT.

      MATUR NUWUN BU TIEN.
      Jangan Pergi sampun purna, semua orang bahagia termasuk para penggemar cerbung Tien Kumalasari, walau saat ini kfluarga besar PCTK sedang dirundung nestapa, paska gempa Cianjur 21 November yll disusul 26 November 2022 bunda Hj. R. Ay Sri Retnowati kapundut.
      3 Desember 2022 gempa lagi di Kab Garut kekuataan 6,1 Magnitudo.

      Ternyata virus COVID masih bergentanyangan, 3.keluarga anggita WAG PCTK terdampak COVUF, semoga saudaraku diberikan ketabahan, kesabaran dan ikhlas menerima ujian sakit ini semua atas ijin Allah.
      Semoga sakitnu menjagi penggugur dosamu, sahzbat2ku tersayang

      SALAM SEROJA
      TERIMA KASIH BU TIEN SDH TAMAT "JANGAN PERGI" di episode 41, Semoga bu Tien diberkahi kemuliaan kesehatan bahagia lahir batin bersama keluarga tercinta.

      Aamiin ya Robbal'alamiin.

      Delete
    2. Aaamiiin Yaa Robalallamin
      Matur nuwun mbak Tien "JANGAN PERGI" nya sdh pergi betulan alias paripurna... Alhamdulillah .... kami setia menunggu "KANTUNG BERWARNA EMAS" klu dr judulnya terasa ada bau2 mistisnya heheheeee....
      Semoga mbak Tien senantiasa sehat bahagia dan panjang usia...mendapat ide brillian utk mengemas cerbungnya menjadi kisah yg menarik dan berkesan bg pembacanya
      Semoga pula keluarga besar PCTK senantiasa keberkahan sehat, bahagia, panjang usia, lancar rejekinya dan guyub rukun saklawase Nir ing sambekala😍😍

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku, Jangan Pergi sudah tayang.

    ReplyDelete
  3. Iyeeeesss....
    Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah...
    Matunuwun bu Tien...
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat ....

    ReplyDelete
  6. Slamat mlm bunda Tien..terima ksih JP nya sdh tamat..dan ditgu jg cerbung yg barunya..smg bunda tetap sll sehat walafiat🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah.. Terima kasih Bu Tien.
    Semoga sehat selalu. Salam *ADUHAI*

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah.. Terima kasih Bu Tien.. Sehat selalu.. Salam *ADUHAI*

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun bunda. Kula tengga sanesipun

    ReplyDelete
  10. Terimakasih.... akhirnya semua bahagia

    ReplyDelete
  11. Maturnuwun buTien, sudah dimanjakan dg kejora pagi yg sll malam munculnya...salam ADUHAI

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah tamat dg Happy End ..
    Syukron nggih Mbak Tien atas pelajaran hidup di CerBung2 Pamjenengan , semoga menjadi ilmu yg bermanfaat Aamiin.🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete

  13. Alhamdulillah JANGAN PERGI~41 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun Bu Tien....

    Kami tunggu cerita selanjutnya...

    Dan moga Bu Tien Kumala sekeluarga sehat selalu....

    Aamiin....

    ReplyDelete
  15. Benar sudah tamat, semua bahagia.
    Yang selalu terngiang adalah nasihat, contoh perilaku mulia, tidak hura-hura dsb. Tidak sekedar menghibur pembaca.
    Menunggu dengan sabar, Kantung Berwarna Emas. Kok nada" nya agak berbau mistis ya...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  16. Siap menanti : KANTONG BERWARNA EMAS ..
    Seru pastinya..🥰

    ReplyDelete
  17. Alhamdulilah jp sdh tamat heppy end ... ditunggu cerbung berikutnya bu...salam sehat

    ReplyDelete
  18. Waah...sudah tamat to...kejutan nih ibu Tien. Terima kasih, salam sehat.🙏😀

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah matur suwun bu Tien sdh tamat..Salam sehat selalu.
    Dilanjut nonton bola lagi nih 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah akhirnya akhir yg membahagiakan.
    Terimaksih bu Tien, salam sehat dan aduhai dari mBantul

    ReplyDelete
  21. 🌻🦋🍃 Alhamdulillah JP 41 telah tayang. Matur nuwun Bunda Tien, semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai🙏🦋⚘

    ReplyDelete
  22. Trims Bu Tien.....sehat selalu dan trims sudah menghibur

    ReplyDelete
  23. Terimakasih bunda Tien.
    Tamat nih.
    Kami tunggu episode selanjutnya.
    🙏

    ReplyDelete
  24. Waaaw...akhir yang bahagia...
    Matur suwun bunda Tien

    Ditunggu karya berikutnya pasti seruuu...
    Salam Tahes Ulales bunda dari bumi Arema Malang dan tetap selalu Aduhaiiii

    ReplyDelete
  25. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,

    ReplyDelete
  26. Tamat deh...
    Kita tunggu yg baru makin seru rupanya. Makasih bundaku..

    ReplyDelete
  27. Ditunggu cerita berikutnya, pasti seru 🙏

    ReplyDelete
  28. Terima kasih mbak Tien,akirnya Happy end jg ,ditunggu Kantung berwarna emas nya yg pasti lebih seru.Salam Seroja dari Tegal.

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat 🤗🥰

    Berakhir sdh ,,senang rasa nya mere ka hidup damai ,,itulah ciri bu Tien mendamaikan hati

    Ditunggu Kantung Berwarna Emas nya,,🙏

    ReplyDelete
  30. Terima kasih Mbak Tien...
    Cerita selanjutnya cerita horor ya Mbak?...

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah Jangan Pergi sudah tamat. Ditunggu cerita selanjutnya bunda Tien .

    ReplyDelete
  32. Rupanya JP 41 edisi tamat. Trmksh mb Tien akhirnya indah pd waktunya. Kebahagian milik semua orang dg crt yg beraneka warna menyertai seblmnya. Begitulah bhw bahagia sbnrnya sederhana hanya manusia membuatnya rumit. Smp jumpa dicrt selanjutnya. Slm seroja dan salam aduhai sll utk mbak Tien 🤗🥰

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah semua jadi bahagia
    Terima kasih Bu Tien

    ReplyDelete
  34. Alhamdulilah.
    Tks bunda Tien..
    Salam sehat selalu..
    Salam aduhaii dari sukabumi

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah... Terimakasih atas hiburan cantiknya bunda Tien, ditunggu karya2 selanjutnya.. Semoga sehat selalu...

    ReplyDelete
  36. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  37. Alhamdulilah akhirnya tamat... Happy end
    Tks bunda Tien.. Semua bahagia
    Ditunggu tayangnya *Kantung Berwarna Emas*
    Pasti seruuu..

    ReplyDelete
  38. Akhirnya..... Cerbung baru akan segera terbit...
    Matur nuwun bu Tien...🙏

    ReplyDelete
  39. Terima kasih atas sapaan dan episode pamungkas dr Serial Jangan Pergi ini..
    Semoga mbak Tien selalu sehat dan tetap semangat berkarya..
    Salam dari Bandung
    Kang Idih Tea

    ReplyDelete
  40. Alhamdulillah JePe sdh tamat, selamat datang cerbung baru...
    Matursuwunbu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  41. Makasih mba Tien.
    Senangnya, berakhir bahagia.
    Ditunggu "Kantung Berwarna Emas" nya mba

    ReplyDelete
  42. Terimakasih Bu Tien
    ternyata selesai sudah tayangan jangan pergi pada episode empat puluh satu.
    Rendang serantang yang di singkang singkang jêbul ngangeni, pedasnya yang seolah kejam membumbui mulut komat kamit serapah bertingkah bak penguasa; cibir sengit mata tajam menatap, pemandangan yang menakutkan ternyata justru Listi yang disangsikan; lebih lembut, datang kesejukan menenangkan, bener bener seorang kakak yang hadir.
    Mereka mendapatkan damai kebersamaan masing-masing, dan saling menguatkan dalam meniti jalan hidup selanjutnya.
    Horortonoyo
    kantung berwarna emas sebuah teka teki kah.
    Kan bangun tidur tidak terus mandi, terbelalak melihat kantung berwarna emas, mbuh mas Djoko, mas Bambang, apa mas Hadi, ha yå ditunggu saja..

    Terimakasih Bu Tien
    Sehat sehat selalu doaku, Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta;
    setia menunggu cerita selanjutnya.
    🙏

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 14

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  14 (Tien Kumalasari)   Mbok Truno heran melihat barang-barang yang dibeli Arumi. Ia membuka keresek yang dil...