JANGAN PERGI 41
(Tien Kumalasari)
Tapi Listi tak mau terhanyut oleh perasaan sakitnya.
Ia langsung membalikkan tubuhnya, mengambil tas dan menggandeng bu Cipto dan bu
Tijah untuk diajaknya keluar.
Ratri lah yang menyambut kedua tamu istimewa, yang memang
datang untuk menjemput mereka.
“Kita berangkat sekarang?” tanya Ratri.
“Bulan depan,” sahut Dian bercanda.
Ratri dan Radit tertawa.
“Mbak Listi, ayo.”
“Aku naik mobil sendiri saja, sama kedua ibuku,”
teriak Listi dari dalam.
Listi memang menganggap bu Cipto juga ibunya, karena
bu Cipto juga ibunya Ratri. Hal itu membuat bu Cipto senang, karena setelah
bertemu ibu kandungnya, Ratri bukannya meninggalkannya, tapi membuatnya
bertambah saudara dan merasa jiwanya lebih hangat, karena Listi maupun Tijah
begitu baik dan akrab bagai sudah kenal selama bertahun-tahun.
“Baiklah, kalau begitu aku juga bareng Mbak Listi saja.”
“Tidak Ratri, kamu bareng aku. Masa aku sendirian?
Tega banget sih," protes Radit.
“Lhoh, bukannya Mas Radit sama sopir?”
“Iya kan sopir, aku butuh teman, tahu,” kata Radit
merengut.
“Ya ampun, kok setelah sembuh jadi galak sih,” kata Ratri.
“Biasa Tri, mas Radit butuh dimanja oleh kamu, setelah
beberapa hari dimanja oleh teman-teman dokternya,” canda Dian.
“Iya, dimanja dengan jarum suntik,” kata Radit.
“Ayo berangkat, kok masih pada berdiri di sini,” kata
Listi sambil menggandeng bu Cipto dan bu Tijah di kiri kanannya, mengajaknya
masuk ke dalam mobilnya
Ratri mengunci pintu rumah lalu mengikuti Radit,
sedangkan Dian kembali ke mobil bersama kerabatnya.
***
Acara lamaran itu adalah acara lamaran seperti
layaknya pihak calon pengantin laki-laki melamar calon istri yang dipilihnya.
Penuh ramah tamah dan gelak tawa diantara kedua belah pihak. Listi duduk di
samping Ratri. Hanya diam mendengarkan. Tapi tiba-tiba Listi mencolek lengan
Ratri keras, membuat Ratri terkejut.
“Ada apa?” tanya Ratri pelan.
“Aku ingin tanya sama kamu. Kenapa tadi menginjak kaki
aku keras sekali?” tanya Listi, juga dengan suara pelan.
“Ya ampun, kenapa Mbak Listi bicara tentang rendang?
Kan ibu-ibu kita tidak tahu menahu tentang rendang yang ditolak?”
“Kenapa kamu tidak bilang saja terus terang?”
“Aku harus menjaga perasaan mereka dong, sudah memasak
susah-susah kok ditolak, dengan marah pula.”
“Oh, aku tidak tahu. Aku kira mereka sudah tahu.”
“Tidak, dan jangan sampai tahu.”
“Aku tadi kurang paham, tapi mendengar kamu
membelokkan percakapan dan bilang bahwa rendang itu tumpah, aku terpaksa diam,
walau tidak mengerti sepenuhnya. Padahal bukan rendang yang tumpah itu yang
membuat bu Listyo marah kan?”
Ratri tertawa kecil sambil menutup mulutnya.
“Bisik-bisik apa sih?” tanya Radit yang sedari tadi
mengawasi dari jauh.
Listi dan Ratri tertawa.
“Nggak penting. Ini rahasia perempuan,” kata Ratri
sambil tersenyum.
***
Ratri tidak pulang bersama mereka, karena Radit
langsung membawanya menemui ibunya.
“Ada apa sih? Aku takut deh.”
“Kenapa takut? Apa ibuku menakutkan?”
“Iya sih, aku pernah ketakutan waktu itu.”
“Waktu membawa rendang?”
Ratri tertawa. Mengapa pembicaraan tentang rendang itu
menjadi perbincangan di mana-mana? Di rumah Listi, di tempat acara lamaran, dan
sekarang di mobilnya Radit.
“Maafkan ibuku.”
“Apa yang harus dimaafkan? Seorang ibu pasti
memilihkan yang terbaik bagi anaknya. Aku tidak merasa apapun, karena
menganggapnya wajar.”
“Tidak begitu. Kamu harus memaafkan karena perlakuan
kasar ibuku. Aku juga baru tahu belakangan ini. Ibu sangat menyesal.”
“Ya, lupakan saja.”
“Kalau begitu kamu tidak usah berdebar, tenang saja.”
“Tetap saja berdebar,” gumam Ratri.
“Ibu hanya ingin bertanya, apa kamu mencintai aku,
atau tidak.”
“Kok kamu tahu?”
“Tahu dong, aku sudah diberi bocorannya,” canda Radit.
“Curang.”
“Lalu apa jawabmu nanti, kalau ibuku bertanya seperti
itu?”
“Entahlah.”
“Kok entah sih, sebenarnya kamu cinta sama aku tidak?”
“Kalau ditanya ‘cinta atau tidak’, dengan gampang aku
bisa menjawabnya.”
“Gampang itu bagaimana?”
“Ya gampang, aku tinggal jawab, ya, aku cinta.”
“Asyiiik, aku bahagia mendengarnya.”
“Kan hanya ditanya masalah cinta.. Bukan yang lain lhoh."
“Ya pasti ada kelanjutannya dong.”
“Apa tuh?”
“Kapan aku bisa melamar kamu?”
Ratri tertawa.
“Kok jadi ngarang sendiri sih?
“Kita lihat saja nanti. Kalau kamu oke, ibu akan
segera mengatur saat lamaran dan sekaligus pernikahan.”
Keduanya berbincang seru, lupa kalau di depannya ada
sopir kantor yang mendengarnya sambil tersenyum-senyum.
***
Ratri duduk di ruang tamu sendirian, karena Radit
meninggalkannya ke belakang untuk meminum obat. Ia terkejut ketika tiba-tiba bu
Listyo datang dan langsung duduk di depannya.
Ratri berdiri, meraih tangan bu Listyo dan mencium
tangannya.
Bu Listyo menepuk bahu Ratri.
“Duduklah,” katanya lembut.
Ratri duduk di tempatnya semula.
“Ratri, aku ingin bilang, kapan kamu membawa lagi
rendang masakan ibu kamu,” kata bu Listyo sambil tersenyum.
“Rendang lagi? Kenapa hari ini semua orang bicara
tentang rendang?” kata batin Ratri.
“Aku minta maaf, waktu itu pasti menyakiti kamu.”
Ratri mengangkat wajahnya.
“Tentang rendang itu," lanjut bu Listyo.
“Oh, tidak Bu, Ratri sudah melupakannya.”
“Tapi aku serius tentang keinginan aku itu.”
“Tentang … rendang ?” Ratri mengucapkannya sambil
menahan tawa. Kok jadi menyuruh datang hanya bicara tentang rendang sih?
“Ya, benar. Sebenarnya itu kesukaan aku, dan juga
kesukaan Radit.”
“Nanti saya bilang sama ibu, supaya membuatkannya
lagi. Itu dulu yang masak adalah ibu angkat saya, bu Cipto, dan ibu kandung
saya, bu Tijah,” kata Ratri sambil menekankan kata ibu kandung, untuk
mengingatkan bu Listyo bahwa dia punya ibu kandung yang mungkin tidak
disukainya.
“Ya, aku tahu, karena Radit sudah bilang bahwa itu
masakan ibu kandung kamu dan ibu Cipto.”
“Baiklah, nanti saya bilang sama ibu, biar dibuatkan
khusus untuk Ibu,” kata Ratri sambil tersenyum. Dalam hati Ratri mengomelin
Radit. Ternyata hanya bicara soal rendang. Tadi dia bohong kan, katanya mau
ditanya soal cinta? Awas nanti, ancam Ratri.
“Ada hal lain yang ingin aku bicarakan sama kamu, Ratri.”
Ratri terkejut. Hal lain apa ya?
“Aku tahu kamu dan Radit sudah kenal lama, dan Radit
juga sudah berterus terang sama ibu, tentang hubungan kalian.”
Sekarang Ratri benar-benar berdebar.
“Apa benar kamu mencintai Radit?”
Ratri mengangkat wajahnya, menatap bu Listyo dengan
debaran yang semakin keras. Agak malu ketika ia menjawabnya, tapi memang dia
harus menjawabnya. Mana mungkin dia bohong? Apapun akibatnya, dia harus
berterus terang.
“Benarkah?” ulang bu Listyo karena Ratri tak menjawab.
“Ya Bu,” jawab Ratri lirih.
“Kamu tahu Ratri, aku menyukai kamu. Aku sudah
mengerti siapa kamu, dan aku akan mengikuti apa kemauan Radit, yang ingin memperistri kamu.”
Sekarang Ratri menundukkan kepalanya.
“Tapi saya hanya anak seorang wanita yang tidak
berkasta.”
“Tapi wanita hebat karena melahirkan gadis baik dan
mengagumkan seperti kamu.”
“Saya mohon Ibu memikirkannya sekali lagi, sebelum
semuanya terjadi, agar tidak ada sesal di kemudian hari.”
“Selain baik, kamu juga bijak dalam bicara. Aku
semakin mantap untuk membiarkan kamu menjadi pendamping Radit. Aku yakin dia
akan bahagia di samping kamu.”
***
Tidak terlalu lama pembicaraan tentang perjodohan dua
pasang anak manusia yang sedang dimabuk cinta itu berlangsung. Mereka sepakat
meresmikan pernikahan dalam dua bulan mendatang. Tapi berbeda dengan Dian yang tak
ingin mengadakan resepsi pernikahan atas kesepakatan bersama Dewi, Radit harus
memenuhi permintaan ibunya yang akan mengadakan resepsi besar atas pernikahan
itu. Maklum, Radit satu-satunya putra bu Listyo. Banyak relasi atau teman bisnis yang tak
mungkin tidak diundang. Belum lagi teman-teman seprofesi Radit yang tak sedikit
jumlahnya.
***
Dian yang akhirnya berhasil menikahi Dewi, dan ingin langsung
membawanya ke Jakarta. Sudah jauh-jauh hari Dewi mengundurkan diri dari
jabatannya, atas permintaan Dian.
Pernikahan Radit dan Ratri hanya terpaut beberapa hari setelah Dian. Dian masih sempat
menghadiri resepsi besar-besaran itu sebelum berangkat ke Jakarta bersama istri
dan anaknya.
“Aku bahagia melihat kamu juga bahagia Tri,” kata Dian
ketika Ratri dan Radit mengantar mereka sampai ke bandara.
“Aku juga bahagia melihat kamu mendapatkan istri
sekaligus anak,” kata Ratri yang disambut tawa semuanya.
“Tidak lama lagi akan ada adiknya Arina, ayuk kita
berpacu,” tantang Dian.
“Iih, Dian …” Ratri tersipu.
“Aku akan mencetaknya lebih cepat,” seru Radit tanpa
malu. Ratri mencubit lengannya.
Arina sangat senang melihat pesawat. Ia berlari ke
sana kemari sambil sesekali melonjak-lonjak.
“Ariiin, sini!” Jangan jauh-jauh, kata Dewi yang
mengejarnya, tapi Arina justru lari menghindari ibunya.
“Ariin.” Dian ikut berteriak.
Radit dan Ratri tertawa.
“Baru satu, nanti kalau sudah ada adiknya, teriakanmu
harus lebih kencang,” kata Ratri.
Mereka pasangan berbahagia, yang akhirnya berpisah
karena pekerjaan yang berbeda. Tapi janji untuk sesekali bertemu, sudah membuat
mereka lega.
***
“Ibu, karena Ratri sudah punya suami, Ibu tinggal di
rumah saya saja,” kata Listi kepada bu Cipto yang kali itu masih berada di
rumahnya sendiri.
“Aduh, nanti saya merepotkan dong Nak.”
“Tidak Bu, saya senang kalau Ibu mau tinggal bersama
kami. Rumah Listi lumayan besar, Listi sudah mendapat pekerjaan dan kalau dia
bekerja, saya juga sendirian,” sambung bu Tijah.
“Iya Bu. Bu Cipto ini, karena ibunya Ratri, juga
menjadi ibuku. Kami bahagia memiliki dua orang ibu. Saya yakin, bu Cipto tidak
akan kesepian, demikian juga ibu Tijah. Ya kan Bu,” katanya kemudian kepada bu
Tijah.
“Benar Bu, kalau kita menjadi satu rumah, kita tidak
akan kesepian,” rayu bu Tijah.
“Benarkah saya tidak merepotkan?”
“Tentu saja tidak Bu, Listi justru senang, karena Ibu
ada temannya berbincang. Belanja bersama, masak bersama. Pasti menyenangkan.”
“Baiklah, saya akan bicara sama Ratri juga.”
“Ratri pasti setuju Bu. Bulan depan saya sudah mulai
bekerja,” kata Listi.
“Baiklah, barangkali ini yang terbaik.”
***
Ratri dan Radit akan berlibur keluar kota, tapi Ratri
minta agar mampir dulu ke toko untuk membeli sekedar cemilan, karena Radit suka
ngemil.
Ketika Radit sedang menunggu Ratri belanja, tiba-tiba
dia dikejutkan oleh ketukan di jendela mobilnya.
“Koran Pak … koran …”
Radit membuka kaca jendelanya dan tersenyum ke arah
penjual koran yang tentu saja dikenalnya.
Melihat Radit, penjual koran itu membalikkan tubuhnya,
sungkan, pastinya. Tapi ketika berbalik itu, ia menabrak seseorang.
“Uups. Maaf,” kata penjual koran itu. Sekarang di depannya ada Ratri.
“Bu Tarmi?”
Radit membuka pintu mobilnya.
“Bu Tarmi bagaimana, saya mau beli korannya, kok malah
pergi?”
“Ya, mm … maaf,” kata bu Tarmi yang sesungguhnya
selalu merasa sungkan kepada orang yang sudah tahu siapa dan apa yang pernah
dilakukannya.
“Ini, sama ini Mas?” tanya Ratri yang lebih dekat
dengan bu Tarmi, dan mengambil dua koran sekenanya. Radit mengangguk. Dia
bukannya butuh membaca koran, tapi ingin memberi bu Tarmi uang.
“Ini Bu, uangnya,” kata Radit yang kemudian memberikan
uang lima puluh ribu kepada bu Tarmi.
“Tidak usah Bu, kembaliannya untuk Ibu saja,” kata Ratri, yang kemudian buru-buru masuk ke mobil, begitu melihat bu Tarmi merogoh
kantung uang dari saku bajunya.
Bu Tarmi menatap mobil Radit yang berlalu, dengan mata
berkaca-kaca.
“Aku melakukan kejahatan sama dia, tapi dia
membalasnya dengan kebaikan,” gumamnya sambil mengusap air matanya.
***
“Bu Tarmi itu aneh, setiap ketemu bawaannya selalu
ingin lari saja,” kata Radit.
“Sesungguhnya dia merasa bersalah, dan sungkan bertemu
kita.”
“Sangat bagus, merasa bersalah dan mengakui
kesalahannya, ditambah lagi mau bertobat.”
“Semoga Allah mengampuni dosanya, sehingga dia bisa
menemukan kehidupan yang lebih baik,” kata Ratri.
“Aamiin. Adem rasanya punya istri yang hatinya baik,” gumam
Radit.
“Semua orang akan melakukan hal yang sama.”
Mereka terus menuju ke arah luar kota. Ada vila milik
keluarga yang akan menjadi tempat mereka berbulan madu. Tidak usah keluar
negri, keluar kota sudah cukup, karena yang penting adalah kebersamaan, bukan
kemewahan. Radit mengerti, karena istrinya adalah orang yang sederhana.
“Berapa lama kita berlibur? Jangan lama-lama, aku
hanya cuti tiga hari,” kata Ratri.
“Yah, tidak bisa dong, paling tidak seminggu,” kata
Radit protes.
“Ya ampun, itu kelamaan Mas.”
“Aku bisa menyuruh orang untuk membuat surat
permohonan perpanjangan cuti kamu. Bagaimana mungkin hanya tiga hari? Kamu lupa
kalau kita sedang berpacu sama mas Dian? Kalau bu Dewi lebih dulu hamil, kalah
dong kita.”
Keduanya terkekeh lucu.
Sederhanakah bahagia? Sederhana kalau sudah bisa
mencapainya. Tapi jalan yang dilalui terkadang penuh liku. Kalau sudah begitu,
pasti kalimatnya adalah, bahagia itu indah. Ya kan?
T A M A T……
Sebuah penggilan di malam buta mengejutkan Nurani yang
nyaris memejamkan mata. Ia bangkit, lalu perlahan keluar dari rumah kecil yang
dihuni bersama ibu tirinya.
Tapi sampai di luar, hanya desir angin yang menyengat
kulitnya, membuatnya menggigil.
Tungguin ya, ada cerita yang mudah-mudahan seru nih. KANTUNG
BERWARNA EMAS.
***
BESOK-BESOK LAGI YA.
Alhamdulillah Jangan Pergi 41 sdh tayang
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien......
Wow Bojonegoro lg horee
DeleteSelamat ya jeng Wiwiek Suharti, Juara 1 berturut sebelum TAMAT.
DeleteMATUR NUWUN BU TIEN.
Jangan Pergi sampun purna, semua orang bahagia termasuk para penggemar cerbung Tien Kumalasari, walau saat ini kfluarga besar PCTK sedang dirundung nestapa, paska gempa Cianjur 21 November yll disusul 26 November 2022 bunda Hj. R. Ay Sri Retnowati kapundut.
3 Desember 2022 gempa lagi di Kab Garut kekuataan 6,1 Magnitudo.
Ternyata virus COVID masih bergentanyangan, 3.keluarga anggita WAG PCTK terdampak COVUF, semoga saudaraku diberikan ketabahan, kesabaran dan ikhlas menerima ujian sakit ini semua atas ijin Allah.
Semoga sakitnu menjagi penggugur dosamu, sahzbat2ku tersayang
SALAM SEROJA
TERIMA KASIH BU TIEN SDH TAMAT "JANGAN PERGI" di episode 41, Semoga bu Tien diberkahi kemuliaan kesehatan bahagia lahir batin bersama keluarga tercinta.
Aamiin ya Robbal'alamiin.
Aaamiiin Yaa Robalallamin
DeleteMatur nuwun mbak Tien "JANGAN PERGI" nya sdh pergi betulan alias paripurna... Alhamdulillah .... kami setia menunggu "KANTUNG BERWARNA EMAS" klu dr judulnya terasa ada bau2 mistisnya heheheeee....
Semoga mbak Tien senantiasa sehat bahagia dan panjang usia...mendapat ide brillian utk mengemas cerbungnya menjadi kisah yg menarik dan berkesan bg pembacanya
Semoga pula keluarga besar PCTK senantiasa keberkahan sehat, bahagia, panjang usia, lancar rejekinya dan guyub rukun saklawase Nir ing sambekala😍😍
Alhamdulillah
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayang...
ReplyDeleteAlhamdulilla trim Bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Jangan Pergi sudah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah Bu
ReplyDeleteMatur nuwun sanget
Iyeeeesss....
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏🙏
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMatunuwun bu Tien...
Salam sehat selalu...
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat ....
Alhamdulillah
ReplyDeleteSlamat mlm bunda Tien..terima ksih JP nya sdh tamat..dan ditgu jg cerbung yg barunya..smg bunda tetap sll sehat walafiat🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah.. Terima kasih Bu Tien.
ReplyDeleteSemoga sehat selalu. Salam *ADUHAI*
Alhamdulillah.. Terima kasih Bu Tien.. Sehat selalu.. Salam *ADUHAI*
ReplyDeleteMatur nuwun bunda. Kula tengga sanesipun
ReplyDeleteTerimakasih.... akhirnya semua bahagia
ReplyDeleteMaturnuwun buTien, sudah dimanjakan dg kejora pagi yg sll malam munculnya...salam ADUHAI
ReplyDeletealhamdulillah, maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah tamat dg Happy End ..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien atas pelajaran hidup di CerBung2 Pamjenengan , semoga menjadi ilmu yg bermanfaat Aamiin.🌷🌷🌷🌷🌷
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~41 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Matur nuwun Bu Tien....
ReplyDeleteKami tunggu cerita selanjutnya...
Dan moga Bu Tien Kumala sekeluarga sehat selalu....
Aamiin....
Benar sudah tamat, semua bahagia.
ReplyDeleteYang selalu terngiang adalah nasihat, contoh perilaku mulia, tidak hura-hura dsb. Tidak sekedar menghibur pembaca.
Menunggu dengan sabar, Kantung Berwarna Emas. Kok nada" nya agak berbau mistis ya...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Siap menanti : KANTONG BERWARNA EMAS ..
ReplyDeleteSeru pastinya..🥰
Tamat...
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
Alhamdulilah jp sdh tamat heppy end ... ditunggu cerbung berikutnya bu...salam sehat
ReplyDeleteWaah...sudah tamat to...kejutan nih ibu Tien. Terima kasih, salam sehat.🙏😀
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah matur suwun bu Tien sdh tamat..Salam sehat selalu.
ReplyDeleteDilanjut nonton bola lagi nih 🙏🙏🙏
Alhamdulillah akhirnya akhir yg membahagiakan.
ReplyDeleteTerimaksih bu Tien, salam sehat dan aduhai dari mBantul
🌻🦋🍃 Alhamdulillah JP 41 telah tayang. Matur nuwun Bunda Tien, semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai🙏🦋⚘
ReplyDeleteTamat deh..Terima kasih bu Tien
ReplyDeleteTrims Bu Tien.....sehat selalu dan trims sudah menghibur
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien.
ReplyDeleteTamat nih.
Kami tunggu episode selanjutnya.
🙏
Waaaw...akhir yang bahagia...
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien
Ditunggu karya berikutnya pasti seruuu...
Salam Tahes Ulales bunda dari bumi Arema Malang dan tetap selalu Aduhaiiii
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,
Tamat deh...
ReplyDeleteKita tunggu yg baru makin seru rupanya. Makasih bundaku..
Ditunggu cerita berikutnya, pasti seru 🙏
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien,akirnya Happy end jg ,ditunggu Kantung berwarna emas nya yg pasti lebih seru.Salam Seroja dari Tegal.
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat 🤗🥰
Berakhir sdh ,,senang rasa nya mere ka hidup damai ,,itulah ciri bu Tien mendamaikan hati
Ditunggu Kantung Berwarna Emas nya,,🙏
Alhamdulillah...
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteCerita selanjutnya cerita horor ya Mbak?...
Alhamdulillah Jangan Pergi sudah tamat. Ditunggu cerita selanjutnya bunda Tien .
ReplyDeleteRupanya JP 41 edisi tamat. Trmksh mb Tien akhirnya indah pd waktunya. Kebahagian milik semua orang dg crt yg beraneka warna menyertai seblmnya. Begitulah bhw bahagia sbnrnya sederhana hanya manusia membuatnya rumit. Smp jumpa dicrt selanjutnya. Slm seroja dan salam aduhai sll utk mbak Tien 🤗🥰
ReplyDeleteAlhamdulillah semua jadi bahagia
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Alhamdulilah.
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Salam sehat selalu..
Salam aduhaii dari sukabumi
Alhamdulillah... Terimakasih atas hiburan cantiknya bunda Tien, ditunggu karya2 selanjutnya.. Semoga sehat selalu...
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulilah akhirnya tamat... Happy end
ReplyDeleteTks bunda Tien.. Semua bahagia
Ditunggu tayangnya *Kantung Berwarna Emas*
Pasti seruuu..
Akhirnya..... Cerbung baru akan segera terbit...
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien...🙏
Terima kasih atas sapaan dan episode pamungkas dr Serial Jangan Pergi ini..
ReplyDeleteSemoga mbak Tien selalu sehat dan tetap semangat berkarya..
Salam dari Bandung
Kang Idih Tea
Alhamdulillah JePe sdh tamat, selamat datang cerbung baru...
ReplyDeleteMatursuwunbu Tien, salam sehat selalu
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSenangnya, berakhir bahagia.
Ditunggu "Kantung Berwarna Emas" nya mba
Terimakasih Bu Tien
ReplyDeleteternyata selesai sudah tayangan jangan pergi pada episode empat puluh satu.
Rendang serantang yang di singkang singkang jêbul ngangeni, pedasnya yang seolah kejam membumbui mulut komat kamit serapah bertingkah bak penguasa; cibir sengit mata tajam menatap, pemandangan yang menakutkan ternyata justru Listi yang disangsikan; lebih lembut, datang kesejukan menenangkan, bener bener seorang kakak yang hadir.
Mereka mendapatkan damai kebersamaan masing-masing, dan saling menguatkan dalam meniti jalan hidup selanjutnya.
Horortonoyo
kantung berwarna emas sebuah teka teki kah.
Kan bangun tidur tidak terus mandi, terbelalak melihat kantung berwarna emas, mbuh mas Djoko, mas Bambang, apa mas Hadi, ha yå ditunggu saja..
Terimakasih Bu Tien
Sehat sehat selalu doaku, Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta;
setia menunggu cerita selanjutnya.
🙏