Wednesday, December 12, 2018

SEPENGGAL KISAH 73

SEPENGGAL KISAH  73

(Tien Kumalasari)

Pagi itu setelah meladeni ayahnya minum dan sarapan, Asri tidak segera merawat kebunnya. Hatinya masih bingung mengalami kejadian semalam. Seperti mimpi rasanya. Pak Marsam yang melihat kegelisahan hati anaknya segera duduk dihadapan Asri.

"Bapak tau perasaan kamu Asri, kamu dan mas Bowo saling mencintai, tapi kamu harus ingat, orang tuanya, terutama ibunya, sangat membenci kamu."

Asri bungkam. Itu sudah diketahuinya.

"Nak Ongky juga sangat  baik.Tapi kalau kita menerimanya ya nanti jadi rame lagi. Bagaimana kalau mereka berantem lagi?"

"Asri tidak mencintai mas Ongky..."

"Lalu apakah selamanya kamu akan berpegang pada cintamu yang tak berujung itu?"

Asri terdiam, nada2nya, bapaknya seperti akan memaksa Asri agar dirinya mau menerima lamaran Ongky, walau masih ragu2. Alangkah berat menjalaninya. Asri mengeluh.

"Pilihlah yang terbaik untuk hidupmu, jangan mengejar kesenangan yang nanti diperjalanan justru akan menyengsarakanmu."

Tanpa diduga, pagi itu Ongky datang dan mengejutkan pak Marsam dan Asri.

"Apakah saya mengganggu?"

"Tidak nak, tidak..silahkan masuk." Pak Marsam mempersilahkan masuk, sementara Asri masuk kedalam rumah. Ongky merasakan sesuatu yang tak enak dirasakan pada wajah Asri. Pasti gadis itu masih marah padanya.

"Saya kemari mau minta ma'af." Ongky membungkuk dihadapan pak Marsam dan mengulurkan tangannya.

"Sudahlah nak, lupakan saja, bapak bisa mengerti, wong bapak juga pernah muda. Ayo silahkan duduk yang enak." jawab pak Marsam sambil menyambut uluran tangan Ongky. Sesungguhnya pak Marsam merasa kasihan pada Ongky. Ia tak tau apa2, sudah terlanjur suka, ternyata ada yeng lebih dulu mencintai. Pasti sakit sekali rasanya.

"Saya sungguh tidak mengira, dan saya sedih karena saya telah bersaing dengan sahabat saya sendiri."

"Ya, ya... sudahlah nak, jangan difikirkan lagi. . jodoh itu bukan kita yang menentukannya bukan? Kalau memang Asri itu jodohnya nak Ongky, ya pasti nanti akan menjadi jodoh nak Ongky."

Tapi Ongky merasa bahwa pak Marsam seperti memberikan harapan kosong. Pak Marsam pasti tau kalau Asri tidak menyukainya.

Padahal sesungguhnya pak Marsam masih berharap bisa menjadikannya menantu. 

"Nak Ongky harus percaya itu, dan sesungguhnya saya berharap bisa menjadikan nak Ongky sebagai menantu kok, cuma saja..."

"Semua kan tergantung yang menjalani pak, saya bisa menerima itu, sungguh. Saya rela, apabila itu bisa membuat sahabat saya bahagia. Kasihan dia, sudah bertahun tahun mencari Asri. Masa saya tega memisahkannya setelah mereka bisa bersatu?"

Ongky lalu mengatakan bahwa sudah sejak mereka bertemu setelah berpisah sekian lama, Bowo mengeluh sedih karena mencari kekasihnya yang tiba2 menghilang. Itulah sebabnya Ongky merasa bersukur dan kemudian mengalah demi persahabatan mereka.

"Nak Ongky tidak tau, ibunya mas Bowo sangat membenci Asri. " pak Marsam mengeluh.

"Bukankah bapak sendiri mengatakan bahwa jodoh itu bukan kita yang menentukan? Kalau memang Asri jodohnya Bowo, apapun yang terjadi pasti akan bersatu." Perih hati Ongky ketika mengucapkan itu. Sesungguhnya Ongky sangat menyayangi sahabatnya, kalau dia semalam marah itu karena menduga bahwa Bowo menghianatinya, dengan mendekati Asri secara diam2, lalu pura2 menyuruhnya segera melamar. Sekarang Ongky tau bahwa Bowo tidak bermaksud jahat padanya. Ia mengalah, walau sangat menyakitkan.

"Saya juga bisa mengerti kalau Asri marah sama saya pak, tolong nanti disampaikan permintaan ma'af saya padanya ya,"

Berlinang air mata Ongky. Bagaimanapun laki2 juga pasti bisa menangis. Pak Marsam sangat iba melihatnya. Ia mendekati Ongky dan menepuk nepuk punggungnya.

"Percayalah pada takdir nak, kalau Asri itu jodoh nak Ongky, pasti suatu hari juga akan bisa bersatu."

Ongky mengangguk, lalu bangkit berdiri.:" Jangan lupa sampaikan permintaan ma'af saya ya pak, pada Asri... " Air mata masih menggenang dipelupuk mata Ongky ketika ia menyalami pak Marsam. Barangkali untuk yang terakhir kalinya.

Mau tak mau pak Marsam juga harus menyeka air matanya karena rasa kasihan yang sangat mendalam pada anak muda itu.

Ketika pak Marsam masuk kerumah, dilihatnya Asri masih duduk didalam kamarnya. Ia sungguh masih marah pada Ongky sehingga tak mau menemuinya. 

"Kasihan nak Ongky," kata pak Marsam begitu masuk kekamar anaknya. 

Asri masih terdiam.:". Dia berbuat begitu karena mengira mas Bowo menemuimu dengan diam2, lalu ingin merebutmu tanpa sepengetahuannya. Dia kaget ketika tau bahwa kita sudah mengenal mas Bowo."

Asri memandangi ayahnya.

" Rupanya mas Bowo sering menceriterakan perihal dirimu padanya. Sehingga ia segera tau permasalahan yang sebenarnya tanpa kita mengatakannya. Dia mengalah, dan akan melupakanmu. Dia berpesan agar aku memintakan ma'af padamu. Dan ia mengatakan itu dengan berlinang air mata. Mereka bersahabat sejak lama, dan saling mengasihi seperti saudara."

Panjang lebar pak Marsam mengatakan semuanya pada Asri, dan Asri mendengarnya tanpa mengucap apapun. Namun kemarahan Asri perlahan mereda. Ada alasan mengapa Ongky semarah tadi malam. Baiklah, dan Asripun berusaha mema'afkannya.

"Ya pak, tidak apa2.. " dan pikiran Asripun melayang jauh, bagaimana sikap pak Prasojo dan bu Prasojo setelah melihat anaknya babak belur seperti semalam.

Bowo diam membisu sampai pagi harinya, dan membiarkan ibunya menyesali pertemuannya dengan Asri. Pak Prasojo diam saja, entah apa yang dipikirkannya.

"Sarapan dulu dan ayo kita ke dokter, wajahmu tidak karuan seperti itu," omel ibunya.

"Nggak usah bu, Bowo tidak apa2.. Asri sudah memberi obatnya."

"Asri lagi... Asri lagi.., sebenarnya mau kamu itu apa to? Ibu sudah bilang bahwa ibu tidak suka kamu bersama Asri. Malah tadi malam ketemu, dan kamu babak belur seperti ini."

Bowo menyendok makanannya, pelan2 karena mulutnya terasa sakit kalau terbuka lebar2. 

"Sebaiknya kamu tidak usah kekantor dulu, biar nanti bapak kesana menyelesaikan urusanmu." kata pak Prasojo.

"Lha ya itu, ini malah sudah dandan rapi, nggak usah kekantor saja, istirahat dirumah supaya cepat sembuh, nanti ibu panggil dokter saja kerumah supaya lukamu diperiksa."

"Nggak usah bu,"

"Jangan bandel, ibu mau menelpon sekarang, " bu Prasojo berjalan kearah telepon.

"Bowo mau pergi sekarang bu, " Bowo bangkit dari tempat duduknya.

"Itu lho, dengar tidak, bapakmu bilang supaya kamu tidak usah kekantor, bapak yang mau kesana."

"Bowo tidak akan kekantor, Bowo mau ketemu Asri,"

Kemarahan bu Prasojo memuncak.:" Jadi kamu itu masih tetap memikirkan Asri to, ibu nggak mau, ibu nggak suka."

"Apa salahnya Asri bu?"

"Ibu sudah bersumpah, hanya akan mengambil menantu gadis yang mendonorkan darahnya -pada ibu, jadi kamu tidak bisa sembarangan berhubungan dengan siapapun, apalagi Asri."

Pak Prasojo yang semula diam tiba2 angkat bicara.

"Bu, kalau ibu mau menepati sumpah ibu itu, sudah betul kalau Bowo memilih Asri."

"Bapak ini bicara apa to? "

"Sesungguhnya yang mendonorkan darahnya pada ibu itu Asri,"tandas kata pak Prasojo.

Bukan bu Prasojo yang terkejut, Bowo pun tak kurang terkejutnya.

  #adalanjutannyaya#

 

 

 

No comments:

Post a Comment

MAWAR HITAM 04

  MAWAR HITAM  04 (Tien Kumalasari)   Nyonya Andira menunjuk-nunjuk ke arah Satria, tapi Sinah segera menurunkan tangannya. “Jangan Nyonya, ...