Tuesday, December 11, 2018

SEPENGGAL KISAH 69

Damar menerima selembar amplop dari perawat itu dengan tangan gemetar. Pak Manto tidak begitu dikenalnya, tapi dia memberikan surat itu untuknya? Damar tidak laangsung membaca surat itu, ia memasukkannya kedalam saku. Lalu membantu bu Surya untuk menyelesaikan administrasi bagi pak Manto. Semua biaya penguburan juga bu Surya yang mengurusnya.

Ketika sore itu pak Surya mengajaknya pulang, bu Surya menolak.. karena Damar masih ingin tinggal ...Entah mengapa Damar enggan kembali ke Amerika. Ia tak mau lagi ketemu isteri yang sama sekali tidak dicintainya.Apalagi yang sedang mengandung bayi yang bukan darah dagingnya. Bu Suryo sesungguhnya bisa mengerti perasaan Damar, tapi Mimi kan juga anaknya yang tak akan dibiarkannya melahirkan tanpa ayah walaupun bukan yang mengukir jiwa raganya.

"Kalau tante ingin pulang sekarang, tante pulang saja. Biar aku tinggal dulu disini ."

"Damar, tante ingin menemani kamu, jadi biarlah tante juga tinggal. Lagipula tante ingin mengajak Tumi ke Amerika,"

"Oh ya tante, baguslah, disini bu Tumi sendirian, dan nggak punya anak yang menjadi tanggungannya. Kalau dia mau, syukurlah."

"Begitu kan pa, papa setuju kan?" tanya bu Surya kepada suaminya yang sejak tadi diam sambil membaca koran.

"Terserah mama saja, Kebetulan kalau dia mau, biar bisa membantu merawat anaknya Mimi nanti kalau dia lahir.Tapi apa dia mau?"

"Mama sudah bilang dan dia mau kok, biar nanti Damar membantu menguruskan surat2nya, bukan begitu Damar?"

"Baik tante.. sekarang Damar mau mandi dulu."

"Mandi dan gantilah pakaianmu, sejak kemarin kamu nggak ganti pakaian. Nanti Tumi mau kesini biar dia cuci pakaian kotor kita."

"Mama itu sama Damar seperti sama anak sendiri saja. Lebih malah..mengalahkan sayangnya sama anak sendiri."

"Ya enggak pa, dua2nya adalah anak mama. Mama itu kasihan sama Marsudi, anak cuma satu2nya, kalau bukan kita siapa lagi yang akan merawatnya."

"Benar, tapi nyatanya dia buat anak kita menderita."

"Itu kan bukan kesalahan Damar,"

"Tuh kan, mama malah menyalahkan anak sendiri." 

"Bukan menyalahkan, memang Mimi yang salah."

"Dia merengek rengek minta dijodohkan sama Damar, akhirnya apa.. sekarang dia seperti nggak punya suami."

"Ya sudahlah pa, jangan diulang ulang lagi." 

"Besok papa pulang sendiri kalau begitu? "

"Terserah papa saja, mama mau menemani Damar sambil menunggu Tumi siap . Kalau papa kelamaan disini juga kan kasihan Mimi."

 

Damar bertekat tak akan kembali kepada Mimi. Ia menuruti kata bu Surya untuk menunggu sampai Mimi melahirkan, kemudian ia akan menceraikan Mimi.

 Hari itu iseng2 Damar ingin mencari pekerjaan. Pekerjaan apapun yang penting bisa  untuk membiayai hidupnya, tanpa harus bergantung pada pak Surya. Tapi pekerjaan apa? Kuliahnya tidak selesai, dan ia hanya punya ijazah SMA.

Disebuah tikungan dilihatnya seorang laki2 hampir terserempet mobil. Damar segera menariknya sehingga laki2 tersebut luput dari sambaran mobil yang berlari kencang.

Laki2 itu hampir terjatuh kalau Damar tidak memeganginya. "Hati2 pak," kata Damar 

"Terimakasih nak, wah.. anak2 muda sekarang kalau berkendara .... " laki2 itu menggeleng geleng. Ia juga tampak terkejut.

Damar membeli sebotol aqua dan diberikannya pada laki2 itu.

"Diminum dulu pak, supaya bapak tenang." Damar meminjam sebuah kursi plastik  dari seorang penjual makanan, lalu menyuruh laki2 itu duduk.

"Terimakasih nak, kamu baik sekali, sungguh nyaris copot jantung bapak ini,"

Laki2 itu meneguk minuman yang diberikan Damar, dan tampak lebih tenang. 

"Siapa namamu nak?" tanya laki2 itu kemudian

"Nama saya Damar pak.."

Laki2 itu tampak terkejut, ia mengamati wajah Damar dengan seksama. "Namamu Damar nak? Ganteng sekali kamu. Bapak jadi ingat  teman bisnis bapak, tapi dia sudah meninggal. Sayang sekali. Dan dia meninggalkan seorang anak bernama Damar."

Berdebar hati Damar. Teman bisnis yang sudah meninggal, Jangan2 yang dimaksud adalah bapaknya.

"Siapa nama teman bapak itu?"

"Marsudi .. meninggal bersama isterinya dalam kecelakaan."

Bergetar hati Damar, laki2 yang ditolongnya adalah teman almarhum orang tuanya, Ia ingin berteriak tapi mulutnya terasa kelu. Ia tak menyangka akan bertemu seseorang yang mengenal keluarganya.

"Sayalah anak pak Marsudi almarhum pak." akhirnya Damar mampu bicara.

Laki2 itu mengamati lagi Damar dengan seksama. Seakan tak percaya apa yang didengarnya.

"Tapi wajahmu ada miripnya dengan Marsudi. Laki2 itu mengawasi terus wajah Damar.. kemudian mengangguk angguk.

"Kamu tinggal dimana ? "

"Sa'at ini masih ikut saudara, tapi saya sedang mencari pekerjaan."

"O, kamu  membutuhkan pekerjaan.?" Ok,aku tunggu kamu dikantorku, supaya bisa bicara lebih detail, sekarang ini karena aku terburu buru, aku kasih kamu kartu nama, datanglah kekantorku." Damar menerima kartu nama itu dengan suka cita.

Laki2 itu bangkit dari duduknya dan berusaha menyeberang jalan, karena mobilnya ada disana. Damar membantunya menyeberang, sampai laki2 itu naik ke mobilnya.

Sore hari baru Damar sampai dirumah pak Surya, dilihatnya pak Surya sedang berkemas. Damar heran karena tadi bilang akan pulang besok pagi.

"Om mu membatalkan niyatnya pulang besok, katanya ada urusan penting ke Jakarta,  jadi tolong antarkan ke bandara ya?"

  "Oh, nggak, aku naik taksi saja, kasihan dia baru datang masa mau disuruh ngantar. Aku sudah menelpon taksi ." Jawab pak Surya sambil menenteng tasnya. Tampaknya taksi sudah menunggu diluar.

  Damardan Bu Surya mengantarnya sampai kedepan. Tiba2 bu Surya ingat sesuatu.

"Damar, bukankah tadi perawat memberimu amplop yang katanya dari pak Manto?"

"Oh.. iya... kenapa sampai lupa? Sebentar, tadi ada disaku baju, sudah Damar taruh di keranjang,"

Tapi sampai dihamburkannya semua pakaian kotor, amplop itu tidak ketemu.

 

#adalanjutannyalho#

 

 

 

No comments:

Post a Comment

CINTAKU JAUH DARI PULAU SEBERANG 30

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  30 (Tien Kumalasari)     Ketika mbok Manis masuk kembali ke dalam rumah, hatinya terasa disayat melihat sa...