Tuesday, November 20, 2018

SEPENGGAL KISAH XX

SEPENGGAL KISAH  20
( Tien Kumalasari)


Ketika pak Prasojo memasuki rumah, sang isteri menghujaninya dengan berbagai pertanyaan.
"Pak.. mana Bowo? Kok nggak pulang bersama bapak?
"Aku bukan dari kantornya Bowo. Lha kalau dia belum pulang ya berarti masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya."
"Tapi tak biasanya dia pulang lebih dari jam segini."
"Biarkan saja.. mungkin ada yang harus diselesaikannya. Memangnya kenapa?"
"Itu lho.. ada tamu bu Harlan dan Dewi Tantri.. "
"Mereka ingin ketemu Bowo?"
"Bukaaan.. aku ingin mengenalkan Bowo dan Dewi."
"Aduuh .. ibu ini.. nggak penting banget."
"Bapak kok gitu. Ayo temui mereka sebentar. Dewi itu cantik lho. Naa namanya sama dengan almarhum tunangan Bowo dulu, siapa tau cocog."
"Sudahlah bu.. temui saja.. aku capek," dan pak Prasojo langsung masuk kedalam kamarnya.
Bu Prasojo pun bersungut sungut sambil menuju keruang tamu.
Ketika mobil Bowo masuk kehalaman rumah, bu Prasojo duduk diteras sendirian. Ada wajah kesal ketika melihat Bowo menuju ke teras itu.
"Baru pulang ta le, sudah habis maghrib."
"Iya bu.. banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Kok ibu sendirian?"
"Ya.. nungguin kamu, tak biasanya kamu pulang sampai malam."
"Tumben bu.. ada apa?"
"Tadi ada tamu, nungguin kamu lama sekali. Terus pulanglah.. hampir maghrib."
Bowo menghentikan langkahnya.
"Siapa bu?"
"Bu Harlan dan puterinya. Kamu belum kenal kan?"
"Siapa bu Harlan?"
"Itu teman ibu.. teman arisan."
"Lho.. kalau teman ibu kok Bowo yang dicari..."
"Dengar.. bu Harlan punya anak gadis yang sangat cantik. Tadi kesini sama ibunya.. nungguin kamu nggak datang2."
Bowo mengerutkan dahinya. Ia mulai meraba raba maksud ibunya.
"Menurut ibu.. dia itu cocog menjadi isteri kamu."
Tuh kaan.. Bowo tak menjawab dan langsung masuk kedalam. Ibunya mengikuti dari belakang dengan masih mencoba bicara. "Nanti ibu tunjukkan foto Dewi. Ya.. namanya sama dengan nama almarhumah ya.. siapa tahu cocog."
"Sudahlah bu.. Bowo belum memikirkan itu."
Bowo masuk kekamar dan menutup pintu.
Bu Prasojo tampak kesal karena suami dan anaknya sama sekali tak mendukungnya.
Kedatangan pak Surya, Mimi dan Damar disambut dengan suka cita oleh seorang perempuan setengah baya yang masih tampak cantik. Perempuan itu bu Surya, ibunya Mimi. Bu Surya merangkul Damar lama sekali. Ada genangan air mata ketika pelukan itu dilepaskannya.
"Damar.. sudah kuduga kau akan datang. Tante rindu sekali sama kamu. Kau sudah besar dan ganteng. Lebih ganteng dari almarhum ayahmu."
Damar terharu. Pelukan bu Surya ini terasa hangat dan sangat menyejukkan hatinya. Ia merasa seperti dipeluk oleh ibunya sendiri.
"Ayo masuklah, sudah tante siapkan kamarmu."
Mereka memasuki rumah dan segera menghempaskan tubuh mereka diatas sofa. Damar masih memandangi bu Surya tak berkedip. Ia merasa bahwa sikap bu Surya ini berbeda dengan suaminya yang sedikit angkuh dan tak banyak bicara. Itu membuat Damar merasa kurang akrab berbicara dengannya walau lebih sering ketemu. Berbeda dengan bu Surya yang ramah dan hangat. Lama sekali Damar tak ketemu bu Surya karena dia jarang ke Indonesia. Hanya pak Surya yang sering ke Jakarta dan Solo untuk mengurus bisnisnya.
"Papah dan Mimi istirahat saja dulu."
Bu Surya begitu sibuk menyambut keluarganya. Mimi senang ibunyaakrab sekali dalam menyambut Damar. Ia berharap Damar akan nyaman tinggal bersama mereka.
"Damar.. ayo kekamarmu. Nanti kalau capekmu sudah hilang aku akan berceritera banyak tentang ayah dan ibumu."
Bu Surya menarik tangan Damar dan mengantarkan Damar msuk kekamar. Begitu masuk Damar tertegun. Diatas meja disebelah tempat tidurnya terpasang sebuah photo. Ayah ibu dan dirinya ketika berumur kira2 10 tahun.
#adalanjutannya#

No comments:

Post a Comment

MAWAR HITAM 01

  MAWAR HITAM  01 (Tien Kumalasari)   Di sebuah rumah mewah dengan perabotan cantik dan artistik, seorang nyonya duduk bersilang kaki di dep...