Thursday, October 9, 2025

LANGIT TAK LAGI KELAM 32

LANGIT TAK LAGI KELAM  32

(Tien Kumalasari)

 

Wajah Rizki semakin memucat, bibirnya gemetar ketika ingin berkata-kata. Pak Hasbi menatapnya dingin. Ia sudah merasa bahwa Rizkilah yang melakukan hal -hal buruk, dengan memfitnah pak Misdi. Rizki juga memalsukan tanda terima dari beberapa panti untuk mengelabui kebohongannya tentang sumbangan itu. Kekecewaan pak Hasbi sudah bertumpuk-tumpuk. Hanya dalam sehari ia menemukan siapa sesungguhnya Rizki.

Dewi yang duduk di sampingnya menepuk-nepuk punggung pak Hasbi untuk menenangkannya.

“Apa jawabmu? Mengapa diam?” pak Hasbi masih ingin berteriak.

“Mengapa … Bap … Bapak tidak mempercayai Rizki?”

“Jawablah pertanyaanku. Kamu mencuri uangku dan memfitnah pak Misdi. Iya atau tidak? Kalau kamu bilang iya, baguslah kamu bisa berbuat jantan. Tapi kalau tidak, aku akan melaporkannya saja pada polisi. Nanti akan ketahuan kok, siapa sebenarnya yang menaruh uang dalam almari pak Misdi.”

“Jawab!! lantang suara pak Hasbi. Sampai-sampai simbok yang akan keluar untuk membawakan minuman, surut kembali ke belakang.

Rizki mengangkat wajahnya. Tak ada belas di hati pak Hasbi melihat wajah kuyup oleh ketakutan itu. Kemarahannya masih memuncak. Barangkali Rizki sedang berpikir untuk mencari sebuah alasan. Tapi sejuta alasan tak akan mampu menindas ketidak percayaan pak Hasbi setelah mengetahui kebusukannya.

“Kamu tidak bisa menjawab? Apa lidahmu kelu? Apa tak punya jawaban yang bisa kamu katakan kepada aku yang bertahun-tahun kamu panggil bapak ini?”

“Maafkan Rizki,” katanya lirih, tapi gemetar.

“Itu bukan jawaban dari pertanyaanku. Jangan bodoh! Pertanyaanku adalah, apakah kamu yang mencuri uangku, lalu kamu fitnah pak Misdi dengan menaruh uang di almarinya. Ituuuu !! Bisa jawab, atau aku telpon polisi sekarang?”

“Sesungguhnya, benar.”

“Benar apa?”

“Saya … melakukannya.”

“Melakukan apa? Bicara jelas. Bukankah kamu pikir karena aku sudah tua maka tak bisa mengerti apa-apa?"

“Memang saya yang mencuri.”

“Hm, bagus.”

Pak Hasbi mengangguk-angguk.

“Lalu apa?”

“Saya fitnah pak Misdi dan Misnah.”

“Lalu hukuman apa yang sebaiknya kamu terima? Kamu sudah mencuri uangku, lalu kamu memfitnah pak Misdi, lalu kamu menggelapkan uang sumbangan yang seharusnya kamu berikan ke beberapa panti. Atau masih ada dosa lain yang aku tidak tahu?”

“Maafkan Rizki.”

“Apakah itu cukup?”

“Akan Rizki kembalikan semua uang itu, sekarang akan saya ambil,” katanya sambil membalikkan badannya, menuju ke arah mobil dan berlalu.

Pak Hasbi menarik napas panjang. Dewi mengambilkan minum yang masih tersisa  di meja.

“Minumlah Kek.”

“Apa yang sebaiknya aku lakukan?” tanya pak Hasbi, tampak lelah.

“Endapkan dulu amarah Kakek.”

“Aku tidak mau dia lagi. Apakah aku harus melaporkannya pada polisi atas kejahatan yang dia lakukan?”

“Kalau memang itu yang terbaik, agar dia jera, lakukan saja.”

Pak Hasbi meneguk minumannya.

“Tampaknya aku tak tega melakukannya,” katanya pelan.

Dewi tahu. Pak Hasbi adalah orang tua yang sesungguhnya berhati sangat lembut. Ia tak akan sampai hati membuat orang menderita. Apalagi adanya Rizki di rumah itu yang sudah bertahun-tahun, setidaknya membuat adanya ikatan di hati pak Hasbi untuk sedikit menyayangi Rizki.

“Lalu apa yang akan Kakek lakukan?”

“Aku suruh saja dia pergi dari rumah ini, aku tak mau melihatnya lagi.”

"Terserah apa yang akan Kakek lakukan, tapi jangan sampai kejadian ini membuat Kakek tertekan. Masih ada Dewi yang sangat menyayangi Kakek, dan selalu ada untuk Kakek.”

“Di mana pak Misdi sekarang?”

“Di rumah sakit.”

“Apa dia sakit?”

“Misnah yang sakit.”

“Misnah sakit apa?”

“Ketika pulang sekolah dan menjajakan roti, sebuah mobil menyerempetnya.”

“Apa? Lalu bagaimana keadaannya?”

“Banyak hal yang dialami Misnah, ketika masih dalam perawatan, dia diculik seseorang.”

“Diculik? Memangnya kenapa dia sampai diculik? Siapa pelakunya? Misnah anak kecil, punya dosa apa dia?”

”Masih dalam penyelidikan, karena Misnah seperti lupa ingatan, jadi belum bisa mengatakan apapun.”

“Antarkan aku ke sana.”

”Jangan sekarang Kek. Besok saja, kalau Kakek sudah tenang, Dewi antarkan Kakek ke sana.”

Ketika mengetahui suasana sudah tenang, simbok keluar mengantarkan minuman hangat.

“Terima kasih Mbok,” kata Dewi.

Simbok hanya mengangguk, tapi kemudian melihat wajah tuan majikannya dengan perasaan khawatir.

“Mengapa melihatku seperti itu? Aku tidak apa-apa. Jangan khawatir.”

Simbok tersenyum dan mengangguk, kemudian berlalu. Ia merasa tak pantas ikut campur dalam persoalan keluarga majikannya.

***

Citra terkejut, ketika tiba-tiba Rizki datang dengan wajah muram.

“Mengapa kembali? Tidak ada yang ketinggalan kan? Sudah kamu bawa semua tanda terima itu kan? Sepertinya tidak ada yang ketinggalan.”

Rizki langsung duduk.

“Bawa kemari uang yang kamu simpan itu.”

“Uang yang aku simpan? Maksudnya uang yang kita kumpulkan itu?”

“Iya, bawa kemari.”

“Untuk apa sih Riz? Dihitung lagi? Kemarin kan sudah kita hitung.”

“Sudahlah, jangan banyak bicara. Bawa kemari semuanya.”

“Kita akan membelikannya mobil sekarang? Apa sudah cukup? Atau kamu sudah membawa tambahannya?” kata Citra enteng.

“Kamu itu banyak bicara sih, aku minta bawa kemari semua uangnya,” sentak Rizki yang membuat Citra heran. Selama ini walau sedang kesal, Rizki tak pernah bicara sekasar itu padanya. Meski begitu, Ia segera masuk ke dalam, untuk mengambil uang seperti yang diminta Rizki. Beribu pertanyaan memenuhi benaknya. Tapi ia berharap Rizki segera membelikannya mobil.

“Ini, atau mau kamu hitung lagi?” kata Citra sambil meletakkan kotak kardus tempat menyimpan uangnya.

“Tidak, mau aku kembalikan kepada bapak.”

“Apa?” Citra berteriak, sementara Rizki segera membungkus uang itu rapat-rapat.

“Apa kamu sudah gila? Mengapa dikembalikan? Kita mengumpulkannya susah payah, lalu kamu akan mengembalikannya?”

“Harus aku kembalikan, kalau tidak aku akan dilaporkan polisi.”

“Apa maksudmu? Apa kamu mau mencuri lagi, lalu ketahuan? Kamu baru saja pulang kan?”

Rizki tak menjawab. Ia segera berdiri sambil membawa semua uangnya, lalu bergegas masuk ke dalam mobil.

“Rizki, katakan ada apa?” Citra mengejarnya sehingga Rizki menstarter mobilnya.

“Bapak sudah tahu semuanya. Aku ketahuan berbohong. Awalnya tentang sumbangan ke panti itu.”

“Bukankah kamu sudah menunjukkan semua tanda terimanya? Ada stempelnya pula?”
”Tapi ternyata berbeda. Tanda terimanya berbeda.”

“Apa kamu tidak bisa menjawab, bahwa mereka mungkin mengganti logonya, atau apa, gitu? Itu alasan yang tepat. Masa kamu tidak bisa memikirkan jawaban yang tepat sih Riz?”

“Bapak sudah tahu kalau uang itu tidak aku sumbangkan. Mungkin bapak ke sana, atau menelpon, pokoknya bapak tahu kalau uangnya tidak aku setorkan ke panti-panti itu.”

“Lalu kamu mau mengembalikan uang sumbangan itu? Ya jangan semua Riz, kembalikan sejumlah sumbangan ke panti-panti itu saja. Sini, biar aku pisahkan.”

“Ini semua yang aku curi dari bapak. Bapak sudah tahu semuanya, aku tidak bisa berkilah apapun. Bapak mau lapor polisi. Karenanya aku akan mengembalikan semua uang ini,” kata Rizki sambil menstarter mobilnya.

“Ya ampun Riz, sisakan walau seberapa, gitu!” teriak Citra.

Tapi Rizki tak mau mendengarnya. Mobil itu terus dijalankan, dan Citra baru berhenti berteriak ketika mobil yang dibawa Rizki menghilang dibalik pagar.

***

 Pak Hasbi masih dudu di teras ketika Rizki sudah kembali. Wajahnya masih sepucat tadi, walau kelihatan sudah agak tenang.

Ia meletakkan kotak yang agak besar itu didepan pak Hasbi.

“Ini apa?”

“Ini uang yang Rizki ambil dari almari Bapak, dan uang sumbangan yang tidak Rizki sumbangkan,” katanya sambil menunduk.

“Kamu simpan di mana uang ini?”

“Di rumah teman.”

“Perempuan itu?”

“Citra.”

“O, jadi kalian kelihatan dekat karena bersekongkol melakukan kejahatan. Perempuan itu yang mempengaruhi kamu kan? Dulu kamu baik, tapi lama-lama menjengkelkan. Aku merasa percuma memungut kamu dari panti itu, dan sekarang aku sangat menyesal.”

“Aku minta maaf Pak, janji tidak akan mengulanginya lagi.”

“Sayangnya aku sudah tidak percaya sama kamu. Janji apa … pokoknya aku tidak percaya.”

“Aku bersumpah.”

“Jangan main sumpah. Hatimu itu kotor. Coba katakan, sebenarnya untuk apa kamu mengambil uang sebanyak ini?”

“Sebenarnya … ingin beli mobil baru.”

“Oo, jadi karena dulu keinginan kamu untuk beli mobil itu tidak aku penuhi, lalu kamu mencari akal bagaimana caranya supaya bisa beli biarpun aku tidak membelikannya?”

Rizki diam, menunduk.

“Perempuan itu yang mendorongmu?”

Rizki masih saja diam.

“Aku sudah bilang, perempuan itu bukan orang baik. Kamu tergila-gila karena dia cantik, kamu lupa semua ajaran kebaikan karena perempuan itu. Kalau kamu dipenjara, perempuan itu harus ikut dipenjara.”

“Maafkan aku Pak, jangan sampai melaporkan aku ke polisi ya Pak,” katanya memelas.

“Baiklah, aku tidak akan melaporkan kamu ke polisi, tapi kamu harus pergi dari sini.”

“Pak ….”

“Pergi dari sini kataku, aku tak mau melihatmu lagi. Surat pemutusan hubungan akan segera aku urus. Kamu bukan lagi anak angkatku.”

“Maafkan aku Pak.”

“Aku beri waktu sampai malam ini untuk membenahi semua barang-barang kamu, lalu besok pagi kamu sudah harus pergi.”

“Jangan begitu Pak.”

“Harus begitu!” kata pak Hasbi lalu masuk ke dalam rumah. Dewi mengikutinya sampai masuk ke kamar, membiarkan pak Hasbi berbaring untuk menenangkan pikiran.

“Kakek istirahat ya?”

“Dew, antarkan aku pergi menemui pak  Misdi.”

“Sekarang?”

“Sekarang. Aku merasa sangat berdosa kalau belum ketemu dia dan meminta maaf.”

“Apa tidak besok pagi saja?”

“Sekarang Dewi, nanti aku tidak akan bisa tidur karena memikirkan dosaku itu.”

“Baiklah.”

“Minta kunci mobil pada Rizki, lalu antarkan aku.”

“Baiklah.”

“Ambil amplop coklat di dalam almari, jumlahnya dua, itu gaji pak Misdi yang tidak dibawa. Nanti berikan pada pak Misdi. Itu hak dia.”

“Baik.”

Sebelum Dewi keluar, Rizki masuk sambil membawa kotak uang yang masih ditinggalkan di meja.

“Pak, uangnya belum Bapak bawa.”

“Taruh saja di situ, lalu berikan kunci mobilnya pada Dewi.”

“Baik.”

“Setelah itu kamu bebenahlah, bawa semua barang-barangmu besok pagi aku tidak ingin melihatmu lagi.”

Rizki tak menjawab, sambil menundukkan kepala dia keluar dari kamar, mengambil kunci mobil, diberikannya kepada Dewi.

***

Simbok  melayani Rizki makan, biarpun Rizki tak minta dilayani. Tak seperti biasanya, Rizki tak bicara apapun. Dewi baru saja berangkat mengantarkan pak Hasbi, yang bersikeras ingin segera menemui pak Misdi untuk meminta maaf.

Belum selesai makan, ponsel Rizki berdering. Dari Citra. Rizki menjawabnya dengan dingin. Tapi kemudian dia masih mendengarkan Citra bicara, agak lama, sampai simbok mengingatkan.

“Makan dulu saja Mas, telponan nanti.”

Tapi Rizki masih mendengarkan kata-kata Citra di ponselnya. Sampai  kemudian Rizki menutup pembicaraan itu, Rizki tak mengucapkan apapun.

“Aku sudah makannya Mbok,” katanya sambil meninggalkan ruang makan.

Simbok tak menjawab, tapi segera membersihkan meja makan. Ia tak tahu apa-apa, atau pura-pura tak tahu, jadi ia tak bertanya sesuatupun pada Rizki.

Ketika sudah selesai bersih-bersih ruang makan, tiba-tiba di ruangan lain simbok melihat Rizki membuka almari obat. Agak lama, sehingga simbok menegurnya. Ada rasa khawatir karena dia juga menyimpan obat tuan majikannya di sana.

“Mas Rizki cari apa?” simbok terpaksa menegur.

“Cari obat pusing,” jawabnya, tapi kemudian dia pergi dari sana.

Simbok menuju ke almari obat, melihat obat-obat pak Hasbi, dan dia merasa lega karena kotak kecil berisi obat dari dokter itu masih tersimpan seperti sebelumnya.

***

Besok lagi ya.

51 comments:

  1. Kesuwun mbakyu TienKumalasari sayang, salam sehat sll dan tetep semangat inggih, wassalam...

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Langit Tak Lagi Kelam telah tayang

    ReplyDelete
  4. πŸͺΈπŸπŸͺΈπŸπŸͺΈπŸπŸͺΈπŸ
    Alhamdulillah πŸ™πŸ˜
    Cerbung eLTe'eLKa_32
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien selalu
    sehat, tetap smangats
    berkarya & dlm lindungan
    Allah SWT. Aamiin YRA.
    Salam aduhai πŸ’πŸ¦‹
    πŸͺΈπŸπŸͺΈπŸπŸͺΈπŸπŸͺΈπŸ

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~32 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia, serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  6. Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Langit tak lagi kelam 32 " sampun tayang...
    Semoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ€²πŸ™πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu sri
      Sduhai aduhs

      Delete
  7. Alhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 32 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
    Semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga, aamiin ..

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM ~ 32 " sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah mksh Bu Tien cerbung yg ditunggu sdh hadir smg Bu Tien sekeluarga selalu diberikan kesehatan sisa umur yg barokah

    ReplyDelete
  11. Makasih bunda tayangannya
    Sehat selalu bersama keluarga

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Engkass

      Delete
  12. Terimakasih bunda Tien semoga bunda Tien dan pak Tom selalu dehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  13. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sehat wal'afiat...

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga bunda dan keluarga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  15. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  16. Terima kasih Bunda Tien, semoga selalu sehat barokalloh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Yulian

      Delete
  17. Atas nama bu Tien Kumalasari mohon maaf, episode ke 32 malam ini banyak kesalahan.
    Laptop bu Tien lagi ngadat, karena kejar tayang langsung di pasang di blogsopt.
    InsyaaAllah yang versi WA sdh saya betulin semuanya.

    ReplyDelete
  18. Terima kasih Bunda, cerbung Langit Tak Lagi Kelam..32. .sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.

    Kejahatan Rizki blm berakhir lho, dia mau menebar racun obat ke dalam obat2 nya kakek Hasbi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  19. Obat kakek Hasbi sptnya ditukar racun sama Rizki....simbok tdk paham...
    Apakah kakek Hisbi selamat tertolong?? Penasaran menunggu lanjutannya

    ReplyDelete
  20. Mungkin karena hasutan Citra, Rizki berbuat yang lebih buruk. Dewi harus lebih hati hati menjaga pak Hasbi.
    Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  21. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien salam sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    Rizky Stress & depresi ,...bocah yg blm tahu susahnya mencari nafkah biasa enak trs diusir ,,...

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien.
    Salam hangat , semoga sehat selalu bersama keluarga, selalu dlm lindungan Alloh. Aamiin πŸ™πŸ’–

    ReplyDelete
  23. Waduh, jangan sampai Rizki menukar2 dosis obat pak Hasbi ya...nanti bisa berakibat fatal. Pasti itu ide jahat Citra lagi untuk menguasai harta pak Hasbi.

    Terima kasoh, ibu Tien...sehat selalu.πŸ™πŸ»

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien, semoga lanjutan ceritanya pak Hasbi tetap terlindungi dr kejahatan Rizki......
    Semoga Bu Tien tetap sehat bahagia,semangat menulis cerbung untuk hiburan para pembaca yg setiaπŸ™

    ReplyDelete

LANGIT TAK LAGI KELAM 34

  LANGIT TAK LAGI KELAM  34 (Tien Kumalasari)   Rizki tertegun. Ia tak menyangka Citra sekejam itu. Bukan hanya menolak permintaa tolong dar...