LANGIT TAK LAGI KELAM 33
(Tien Kumalasari)
Misnah tampak gelisah sore itu. Pak Misdi menyarankannya tidur, tapi ia tak bisa tidur. Sejak tadi ia menunggu dokternya datang, tapi tak kunjung datang sampai sore harinya.
“Mengapa kamu tidak tidur dari tadi?” pak Misdi mendekatinya.
“Aku hanya ingin pulang. Tentang rantang itu, dan sisa roti ….”
“Misnah, bukankah kamu sudah tahu siapa pemilik rantang itu? Kata pak Listyo, kamu bisa mengembalikannya kepada non Dewi.”
“Tapi aku kan harus bertemu ibu-ibu tua itu. Aku membawanya, karena ibu-ibu itu memberi aku makanan.”
“Non Dewi adalah majikan dari ibu-ibu itu. Jadi kalau nanti dia datang kemari, kamu boleh mengembalikannya lewat dia.”
“Tapi roti-roti itu? Oh iya, aku kan sudah punya uang yang diberi pak Listyo. Aku bisa membayar dagangan roti.”
“Misnah, kamu jangan banyak memikirkan hal-hal yang seharusnya kamu tidak usah memikirkannya. Pikirkan saja bagaimana kamu bisa menenangkan hati sehingga kamu bisa mengingat semuanya.”
“Aku tidak mengerti. Aku bosan tinggal di sini. Sebaiknya Bapak saja yang mencari dokternya. Minta agar aku bisa segera pulang.”
Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Pak Misdi membelalakkan matanya ketika melihat siapa yang datang.
“Tu … Tuan? Aapakah … belum cukup Tuan menghukum saya?” katanya terbata.
“Pak Misdi, apa kabarmu?”
“Ya begini ini, orang miskin selalu teraniaya. Lalu apakah Tuan masih belum cukup menghukum saya? Apa yang akan Tuan lakukan?”
“Apa aku kelihatan seperti orang yang akan memberi hukuman?”
“Entah apa maksud Tuan, kami orang miskin bisa apa?”
“Bapak, bukankah ini tuan … tuan … yang baik hati?” tiba-tiba Misnah nyeletuk.
“Misnah, kamu sakit apa?”
“Saya mau pulang Tuan. Mau mengembalikan rantang dan setor roti. Saya punya uang sekarang, tuan siapa tadi Pak, yang memberi tadi?” tanya Misnah kemudian kepada ayahnya.
“Misnah, kamu ingat aku?” tanya Dewi.
“Non Dewi, aku tidak lupa. Kata tuan … siapa tadi Pak, ibu-ibu itu pengasuhnya non Dewi, mana rantangnya?”
“Misnah, kamu ingat rantang itu?”
“Apa benar saya bisa menitipkan rantang pada Non?”
“Bisa, jangan khawatir.”
“Pak Misdi, kakek Hasbi ini, ingin menemui pak Misdi, untuk meminta maaf,” kata Dewi kemudian, ketika melihat pak Misdi bersikap acuh saat melihat pak Hasbi.
Pak Misdi mengangkat wajahnya, menatap wajah pak Hasbi yang tersenyum tulus kepadanya. Lalu tiba-tiba saja pak Hasbi memeluknya, membuat pak Misdi gelagapan. Tubuh pak Hasbi yang wangi, mendekapnya erat. Pak Misdi sangat sungkan. Bukankah dia belum mandi, dan bukankah bajunya kusut dan bau? Perlahan dia mendorong pak Hasbi, lalu melihat mata pak Hasbi bekaca-kaca.
“Aku salah besar karena tidak mempercayaimu pak Misdi. Maafkan aku ya.”
“Ternyata yang salah adalah Rizki. Dia yang mengambil uangku dan memfitnah pak Misdi," lanjutnya.
Pak Misdi melongo. Jadi tuan Hasbi sudah tahu kalau anaknya yang kurangajar.
“Oo, aku tahu. Benar, namanya Rizki. Aku memarahinya di jalan, kemudian dia menyerempet aku sampai aku jatuh,” tiba-tiba Misnah berteriak.
Semuanya kaget, kecuali pak Misdi yang sudah menduga sebelumnya.
“Rizki yang nyerempet kamu?”
“Dia itu jahat, Tuan. Saya ingin mengadu pada Tuan tapi bapak melarangnya. Dia mencuri uang Tuan. Eh, bukan. Entahlah, dia ada di kamar Tuan, membuka almari Tuan. Lalu setelah itu dia membenci saya. Saya marah sekali ketika bertemu di jalan. Saya mengomelinya, lalu saya sedang enak-enak berjalan mobilnya kembali dan saya jatuh diserempet. Mobil gambar tengkorak itu … aku ingat.”
“Jadi Rizki yang membuat kamu terluka?"
”Saya lupa … lalu apa … jangan tanya lagi … saya pusing.”
“Bocah itu kurangajar. Tidak usah menunggu besok, suruh dia pergi malam ini juga,” tandas pak Hasbi.
Pak Misdi menenangkan Misnah, menyuruhnya tidur.
“Kalau dia mengingat-ingat, lalu merasa pusing,” kata pak Misdi yang merasa lega karena pak Hasbi sudah tahu semuanya.
Tapi dalam hati, Dewi tidak ingin berhenti, dan menganggap cukup ketika sang kakek mengusir Rizki. Pasti masih ada lagi kejahatan lain yang dilakukan Rizki. Ada cerita Misnah dibawa seorang wanita yang mengaku kakaknya, lalu kemudian ditemukannya sudah bersama pak Misdi. Sepertinya ada yang ingin melenyapkan Misnah, dan tuduhan yang pasti, pelakunya adalah Rizki. Mungkin karena Misnah memergoki Rizki ketika Rizki ada di kamar pak Hasbi. Dan bukan hanya Misnah, simbok juga pernah memergokinya, beberapa hari yang lalu.
Dewi akan melaporkannya ke polisi, walau pak Hasbi tidak ingin melakukannya. Alasan kasihan, tidak sebanding dengan kejahatan yang dilakukannya. Walau begitu dia tak ingin mengatakannya pada pak Hasbi.
“Dewi, berikan amplop pak Misdi yang tadi aku suruh bawa.”
“Oh iya, hampir lupa. Ini Pak, gaji pak Misdi yang tertinggal,” katanya sambil mengulurkan amplop yang dibawanya.
“Memang saya tinggalkan Non, saya tidak ingin membawa uang itu.”
“Terima saja Pak, itu hak kamu untuk menerimanya,” kata pak Hasbi sambil menepuk bahu pak Misdi, lalu mengelus kepala Misnah, lembut.
***
Rizki sudah bebenah. Dibawanya baju-baju, sepatu dan semuanya, dimasukkan ke dalam kopor besar. Ia tak ingin ayah angkatnya melaporkannya kepada polisi, karenanya dia memilih pergi. Ia masih bingung, tapi berharap Citra akan bisa membantu. Ia yakin Citra tak akan tinggal diam melihatnya sengsara. Ia juga sudah melakukan sesuatu, yang pasti akan memberikan hal baik bagi hidupnya. Citra pasti senang mendengarnya nanti.
Ketika ia selesai bebenah dan membaringkan tubuhnya, Ia mendengar mobil memasuki halaman.
“Rupanya bapak sudah pulang, lebih baik aku pura-pura tidur saja. Tidur sampai pagi saat aku meninggalkan rumah ini. Rasain pak Tua, kamu akan merasakan sesuatu yang tak terduga. Aku hanya akan mengucapkan selamat jalan,” gumamnya sambil tersenyum.
Tapi tiba-tiba ia mendengar pak Hasbi berteriak memanggil namanya. Rizki terkejut. Ia melompat dari ranjangnya, dan segera menemuinya.
“Ya, Pak.”
“Duduk! Masih ada dosa yang kamu lakukan, dan yang kamu kira aku tidak mengetahuinya.”
“Aku tidak mengerti.”
“Kalau begitu aku beri tahu kamu, bahwa aku sudah tahu kalau kamu juga menyerempet Misnah.”
Rizki terkejut bukan alang kepalang. Di mana sang ayah ketemu Misnah? Bukankah Misnah sudah pergi entah ke mana dalam keadaan tak sadar siapa dirinya? Hal itulah yang membuatnya tenang tentang Misnah karena mengira Misnah tak akan bisa berbuat apa-apa.
“Apa?”
“Aku tidak mengira kamu sekejam itu. Kamu bukan manusia Rizki. Kamu itu iblis berwajah manusia.”
“Pak, saya ….”
“Jangan mengatakan apapun juga. Malam ini juga kamu harus pergi dari sini.”
“Bukannya besok pagi, kata Bapak?”
“Jangan panggil aku bapak. Besok aku akan mengurus semuanya, dan sekarang juga kamu harus pergi. Pergi!!” teriak pak Hasbi karena melihat Rizki masih bergeming di tempat duduknya.
Rizki tersentak, lalu ia berdiri. Ia menjatuhkan tubuhnya di depan pak Hasbi, menangis di sana. Sejenak pak Hasbi terbawa oleh rasa kasihan mendengar anak yang diasuhnya bertahun-tahun, menangis pilu di depannya.
Tapi kemudian pak Hasbi menguatkan hatinya. Dosa Rizki sangat luar biasa. Hal yang sangat membuatnya kecewa dan sedih.
“Jangan menangis di depanku. Pergilah, dandani hidupmu dengan caramu, dan bertobatlah,” kata pak Hasbi sedikit pelan.
Rizki berdiri, masuk ke kamarnya, dan ketika keluar dia sudah menarik kopor besar yang berisi barang-barang yang perlu dibawanya.
“Mas, mau ke mana?” simbok menyapanya dari arah dapur, tapi Rizki tak menjawabnya.
Ketika Rizki keluar, ia tak melihat pak Hasbi di tempatnya semula. Rizki terus melangkah, keluar dari halaman ketika malam mulai merayapi bumi.
***
“Apa dia sudah pergi?” tanya pak Hasbi ketika Dewi memasuki kamarnya. Dewi baru saja selesai menelpon, entah siapa yang ditelponnya.
“Sudah Kek.”
“Melihatnya menangis, kasihan juga.”
“Kakek, Rizki itu sudah keterlaluan. Dosanya sangat besar. Dia pasti bukan hanya menyerempet Misnah. Dia kelihatannya bersekongkol dengan seseorang untuk melenyapkan Misnah.”
“Apa maksudmu?”
“Ketika Misnah belum sadar siapa dirinya, ada perempuan datang mengaku kakaknya. Lalu membawa Misnah pergi.”
“Siapa dia?”
“Mungkin temannya Rizki.”
“Jangan-jangan perempuan itu, teman Rizki yang bernama Citra.”
“Entah apa yang dilakukan oleh perempuan itu, dan entah apa yang terjadi, akhirnya Misnah bisa lolos, dan bertemu ayahnya secara kebetulan.”
“Ya Allah.”
Polisi menemukan pak Misdi dan Misnah dalam keadaan pingsan di jalan, lalu dibawanya ke rumah sakit.”
“Kok bisa ketemu?”
“Itu kehendak Allah, tangis pak Misdi tak henti-hentinya dalam mencari anaknya, akhirnya bisa ketemu, walau dalam keadaan Misnah tidak baik-baik saja.”
“Ya Allah. Jadi tadinya pak Misdi juga sakit?”
“Pak Misdi hanya kelelahan, tapi Misnah lebih parah, karena setelah diserempet mobil itu dia dalam keadaan gegar otak.”
“Kalau begitu perempuan itu harus ditangkap.”
“Kalau begitu Rizki harus dilaporkan ke polisi,” kata Dewi, yang kali ini pak Hasbi mengangguk setuju.
***
Sudah malam ketika Riski menginjakkan kakinya di rumah Citra. Ia menarik kopornya, lalu berdiri di depan teras.
Ia memanggil Citra dengan suara keras, lalu duduk begitu saja, seperti biasanya kalau dia datang.
Sambil duduk itu dia masih memanggil-manggil nama Citra karena yang dipanggil tidak segera keluar.
Begitu membuka pintu, Citra terkejut.
“Kamu? Aku tidak mendengar suara mobil.”
“Aku tidak punya mobil.”
“Kamu membawa kopor juga? Kamu mau ke mana?”
“Bapak mengusir aku.”
“Bukankah katamu masih besok pagi, dan ketika itu dia sudah setengah mati?” kata Citra, dengan enteng.
“Entah bagaimana, bapak tahu kalau aku yang menyerempet Misnah. Jadi malam ini juga aku diusir.”
“Kamu kan bisa membantahnya?”
“Bapak sudah sangat marah, aku tak bisa membantahnya.”
“Bagaimana ayahmu bisa ketemu Misnah lalu gadis dungu itu bisa mengatakan semua itu?”
“Entahlah. Aku pikir juga Misnah sudah menjadi orang tak waras yang berkeliaran di jalan-jalan. Kok bisa ketemu bapak dan mengatakan banyak hal. Aku khawatir dia juga bisa mengatakan ketika kamu membawanya dari rumah sakit.”
“Apa? Jangan melibatkan aku. Aku nggak ikutan,” teriak Citra.
“Citra, nanti kita pikirkan bersama apa yang harus kita lakukan. Ijinkan malam ini aku menginap di sini.”
“Apa? Dulu kamu pernah minta, dan aku menolaknya. Sekarangpun aku tidak mau, apa lagi kalau sampai aku terlibat.”
“Citra, lalu aku harus ke mana?”
“Pergilah sesuka hati kamu, tapi jangan melibatkan aku,” katanya tandas, sambil masuk ke dalam lalu menutup pintunya keras-keras.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM ~ 33 " sudah tayang.
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
MANTAP ..MATUR NUWUN MBAK TIEN
ReplyDeleteMatur suwun Bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien, salam sehat dari Semarang. Barokalloh untuk Bunda dan keluarga
ReplyDeletePangapunten Dhe.....
ReplyDeleteAlhamdulillah, ELTeeLKa eps ke 33 sdh tayang. Apalagi ya kira2 yang bakalan diperbuat Rizki??
Matur nuwun sanget.
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Langit tak lagi kelam 33 " sampun tayang...
ReplyDeleteSemoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun π€²ππ©·π©·
Alhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~33 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia, serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA.π€²
Terima ksih bundaqu cerbungnya..slmt mlm dan slnt istrhat..slm seroja unk bunda sekeluarga ππ₯°πΉ❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteIh di citra pelakor, ketika rizki banyak uang di elu" kan, eh aku jadi marah.
ReplyDeleteMakasih bunda salam sehat.
Maturnuwun Bu Tien, smg Riski TDK kembali lagi kerumah pak Hasbi.....sehat dan bahagia sll Bu Tienπ
ReplyDeleteAlhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 33 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien, salam sehat dan bahagia selalu bunda Tien sekeluarga... Aamiin Allahumma Aamiin π€²π€²π€²
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat....
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Langit Tak Lagi Kelam telah tayang
ReplyDeleteπͺ»πͺΊπͺ»πͺΊπͺ»πͺΊπͺ»πͺΊ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
Cerbung eLTe'eLKa_33
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien dan
keluarga sehat terus,
banyak berkah dan
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€².Salam seroja π
πͺ»πͺΊπͺ»πͺΊπͺ»πͺΊπͺ»πͺΊ
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteTerima kasih Bunda, cerbung Langit Tak Lagi Kelam..33.. .sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.
...ada uang abang di sayang, tak ada uang abang di tendang....begitu sikap cewek matre..si Citra thd Rizki.
Sebentar lagi Polisi akan mencari kaliyan berdua, maka bersiaplah bersembunyi..ππ
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteYerima kasih bunda Tien
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillaah matur nuwun Bu Tien salam sehat wal'afiat semua ya ππ€π₯°ππΏπΈ
ReplyDeleteBagaimana Rizky enak kan hidup terlunta-lunta di jalan , sekarang kamu merasa kan seperti pak Misdi n Misnah
Alhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 33 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteSalam dari Endang Supriatna Purwakarta Jawa barat
Alhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 33 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteSalam dari Endang Supriatna Purwakarta Jawa barat
Syukurlah pak Hasbi tega juga mengusir Rizki, dan nanti akan dilaporkan polisi supaya terbuka semua perbuatan jahatnya bersama Citra. Semoga efek obat pak Hasbi yang diacak2 Rizki tidak parah ya...kasihan juga kalau sampai keracunan.π
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sehat selalu.ππ»