Monday, August 4, 2025

MAWAR HITAM 31

 MAWAR HITAM  31

(Tien Kumalasari)

 

Sesaat Andra tak bisa berkata-kata. Ia tak mengira sang mertua datang begitu cepat, tanpa mengabari lalu langsung datang ke kantor.

“Ba … bapak? Kapan bapak datang?”

“Kamu kok kelihatan gugup, Andra?”

“Bukan … bukan gugup Pak, hanya … terkejut … tidak mengira Bapak sudah datang. Ibu mana?”

“Ibumu sudah di rumah bersama istri kamu,” kata pak Sunu sambil langsung duduk di sofa.

Sinahpun terkejut, sehingga tak mampu berkata apa-apa. Ia juga belum menemukan alasan, mengapa ia berada di ruang kerja Andra.

Tapi tiba-tiba pak Sunu mengejutkannya.

“Ini kan … Sinah … eh … maaf, yang dulu saya kira Sinah … Maaf, jangan marah ya?”

“Iya Pak, nama saya Sinah … eh … Mawar, ya ampun, kenapa aku jadi latah ikut-ikutan menyebut nama perempuan kampung itu?"

“Lha iya, dari pertemuan itu kan saya serta istri saya mengira kalau Anda itu Sinah, karena wajah pembantu anak saya persis seperti Anda. Maaf, bukan menyamakan Anda dengan pembantu, pastinya berbeda pembantu dengan pemilik rumah makan. Oh ya, apa Andra bermaksud  membeli rumah makan Anda yang akan dijual itu? Belum laku juga? Iyakah Ndra?” tanyanya kemudian kepada Andra, dan dengan begitu Sinah menemukan alasan mengapa dirinya ada di tempat itu.

“Saya tawarkan ke pak Andra, tapi rupanya pak Andra tidak mau.”

“O, begitulah, karena istrinya juga tidak mau mengelola rumah makan sih. Apakah kedatangan saya mengganggu?”

“Tidak, tidak … saya justru sudah mau pamit,” kata Sinah sambil berdiri.

Andra tak mengucapkan apa-apa. Beribu perasaan bercampur aduk di dalam hatinya.  Ia hanya mengangguk ketika Sinah pamit, dan kalau Sinah waras, pasti langsung pulang, tidak masuk kembali ke ruang kantor keuangan.

“Andra, apa sebenarnya yang dia lakukan? Benarkah hanya soal menjual rumah makan? Aku melihat sikapnya terhadap kamu kurang sopan. Apa kamu mengenalnya sangat dekat?”

“Tidak juga.”

“Kamu tidak merasa betapa sikapnya sangat tidak sopan? Kamu seorang pimpinan perusahaan, aku melihat hal yang tidak wajar dalam pembicaraan kalian tadi.”

Andra menahan napas. Ia merasa sedang tercebur ke dalam sungai, dan sudah hanyut sampai di tengah-tengahnya. Mundur atau maju, sama beratnya. Pak Sunu bukan orang bodoh. Ia melihat sesuatu yang tersembunyi, tapi tidak tahu yang tersembunyi itu apa.

Pasti Andra juga tidak tahu, bahwa pak Sunu juga mendengar ketika Andra memanggilnya Sinah.

Pak Sunu menatap menantunya dengan pandangan yang aneh. Tiba-tiba Andra merasa cemas. Apakah sekarang saatnya harus berterus terang?

“Kamu menyembunyikan sesuatu dari aku,” ucapan itu membuat Andra merasa lemas.

“Jelas-jelas dia itu Sinah. Itu bekas pembantu Andira bukan?” kata pak Sunu langsung, yang terasa bagai sebilah pedang yang menghunjam jantungnya.

Tiba-tiba Andra luluh dalam penyesalan yang membuat air matanya tak mampu ditahannya. Ia berdiri lalu bersujud di depan mertuanya, merangkul kedua lututnya sambil terisak isak.

“Dunia memang bisa membolak balikkan nasib manusia. Yang tadinya pembantu, bisa menjadi juragan. Demikian juga sebaliknya. Lalu apa yang membuat kamu menangis? Seorang pengusaha besar, terkenal, bisa meruntuhkan air mata?”

“Andra minta maaf. Seandainya dihukumpun Andra bersedia. Atau Bapak bunuh sekalipun, Andra tak akan melawan.”

“Oh ya? Kamu pikir aku ini pembunuh?”

“Saya sesungguhnya ingin mengatakannya sejak lama, tapi belum kesampaian. Tapi sekarang saya akan mengatakannya. Semuanya akan saya katakan, dengan segala resiko yang akan saya terima.”

“Apa kamu ingin mengatakan tentang perselingkuhan kamu dengan pembantu? Itu tidak aneh. Banyak majikan muda yang berselingkuh dengan pembantunya, yang muda apalagi cantik. Banyak sekali hal itu terjadi, aku tidak akan terkejut. Itukah yang akan kamu katakan?”

“Bapak, mohon mendengarkan semuanya terlebih dulu, sebelum Bapak memvonis saya dengan hukuman apapun yang pasti akan Andra terima.”

"Baiklah, aku akan mendengarnya. Barangkali ini kali terakhir untuk aku mendengarkan perkataan kamu, karena selanjutnya entah kamu akan ada di mana, entah apakah kita masih akan bertemu.”

Andra tercekat mendengar perkataan ayah mertuanya. Sebelum dosa dibeberkan, sepertinya hukuman sudah disiapkan. Andra menata batinnya. Mungkin ini kali terakhir ia bisa bertemu ayah mertuanya, seperti yang tadi didengarnya. Ia benar-benar menata batinnya. Diangkatnya wajahnya dari kedua kaki ayah mertuanya, lalu ia mengusap sisa air matanya, yang sebagian membasahi celana sang ayah mertua.

Pak Sunu menyandarkan tubuhnya di sofa, entah apa yang dipikirkannya. Ada rasa kecewa, karena menantu yang sangat disayanginya melakukan sebuah kesalahan dalam perjalanan rumah tangganya. Sebuah keputusan yang nanti akan ditegaskannya, pasti juga akan menyakiti hatinya. Melemparkan Andra kejalanan? Memisahkannya dengan Andira? Semuanya akan melukai perasaannya.

Setelah menelan ludah berkali-kali, Andra mengatakan semuanya. Sejak dia pulang mabuk, lalu diperas oleh Sinah sehingga ia menuruti semua kemauannya. Dan pada akhirnya Sinah minta bekerja di bagian keuangan, tetap dengan ancaman yang sangat ditakutinya.

Pak Sunu mendengarkan dengan seksama, sesaat ia ingin meneteskan air mata. Ia bukan hanya marah, tapi juga sedih. Menurut pak Sunu, Andra seorang laki-laki yang lemah, mudah diperbudak oleh seorang Sinah yang bukan siapa-siapa.

“Sungguh saya sedang mencari jalan untuk berterus terang, baik kepada Andira, maupun kepada Bapak dan ibu.”

“Dan kamu terpaksa mengatakannya karena aku tiba-tiba mendengar pembicaraan kalian.”

Mau tak mau Andra terpaksa meng ‘iya’ kannya, karena sesungguhnya ia memang sedang sangat terdesak.

“Maafkan saya Pak, saya sangat menyesal, sudah lama ingin mengusirnya dari kehidupan saya, tapi…._”

“Tapi kamu takut kepada ancamannya yang akan membuka semuanya di hadapanku?.”

“Ya.”

“Aku tak bisa apa-apa, kesalahan kamu sangat fatal, dan aku tidak bisa mentolerir kesalahan yang begitu besar. Kamu memberi dia bukan hanya  segepok uang, tapi membuatnya menjadi pemilik rumah makan yang kemudian dia mengubah namanya menjadi Mawar. Mawar yang hitam, sangat cocok dengan nama rumah makan itu, karena si mawar memiliki hati yang buruk dan hitam. Sungguh sesuai, aku suka itu, dia bisa memberi nama yang cocok dengan kepribadiannya.”

Andra tak menjawab apapun, ia masih bersimpuh di hadapan ayah mertuanya dengan perasaan ciut, hati yang tinggal semenir beras.

“Kamu berdirilah. Berdiri, aku bukan orang yang pantas disembah-sembah. Dan duduk di situ, dengan baik.”

Andra duduk.

“Saya minta maaf,” katanya lirih. Ia bukan seperti seorang pengusaha yang ditakuti dan berwibawa. Ia seperti seorang pesakitan yang menunggu vonis.

“Ya, tentu aku maafkan. Kalau Tuhan saja mau memaafkan dosa umatnya yang bertobat, aku yang hanya seorang manusia, masa tidak mau memaafkan.”

Andra masih menundukkan kepalanya. Ia yakin masih akan ada kata ‘tetapi’ yang diucapkan ayah mertuanya. Dan itu benar.

“Tapi, kamu harus menebus kesalahan yang telah kamu perbuat. Mulai detik ini kamu bukan lagi direktur utama di perusahaan ini.”

Andra sudah tahu inilah yang terjadi, karenanya dia diam, dan masih dengan kepala tertunduk.

“Dan kamu harus pergi dari perusahaan ini. Perselingkuhan akan membawa sial bagi sebuah usaha.”

“Saya sudah lama tidak berhubungan dengan dia.”

“Mungkin benar, tapi itu terserah kamu. Mulai sekarang kamu bukan lagi keluarga pak Sunu, bukan lagi pekerja apalagi direktur di perusahaan ini.”

Andra masih menundukkan kepalanya.

“Dan kamu bukan lagi suami Andira,” katanya sambil berdiri.

Sekarang Andra mengangkat wajahnya. Berarti dia harus bercerai dari Andira? Ini sangat ditakutinya.

Tapi sebelum dia mengucapkan apapun, pak Sunu sudah keluar dari ruangan.

Andra merasa dunianya tiba-tiba menjadi gelap. Kalau ia kehilangan semua harta dan kedudukan, masih bisa diterimanya, tapi kehilangan istri yang sangat dicintainya? Serasa tak sanggup dia menerimanya.

***

Andira sedang duduk bersantai bersama sang ibu. Mereka sedang menunggu kembalinya pak Sunu yang katanya akan menjemput Andra.

“Bapak kok lama sekali sih perginya?” tanya Andira.

“Mungkin ayahmu masih berbincang tentang hal lain. Seperti tidak tahu saja, ayahmu itu suka mengobrol. Dia dekat dengan pak Asmat yang dianggapnya kawan lama. Nah, pasti mereka sedang berbincang.”

“Coba Andira telpon bapak ya,” kata Andira yang kemudian memutar nomor kontak sang ayah. Tapi beberapa kali ditelpon, tak juga sang ayah mengangkatnya.

“Tidak diangkat, Bu.”

“Ayahmu sedang bicara, mana mungkin mau mengangkat panggilan telpon, apalagi dari kamu yang dianggapnya tidak penting.”

“Masa aku dianggap tidak penting?”

“Maksudnya, keinginanmu  itu yang tidak penting. Paling-paling kamu minta agar ayahmu cepat pulang kan?”

“Coba mas Andra saja.”

Tapi sama saja ketika Andira menelpon Andra, sang suami tidak mengangkatnya.

“Tuh, nggak diangkat juga.”

“Ya sudah pasti, mereka pasti sedang berbincang, entah akan berapa lama. Kalau soal perusahaan mana mungkin bisa sebentar. Ya sudah, duduk di sini saja sambil ngemil seperti ibu ini lhoh.”

“Ibu mengejek Andira ya, kan sekarang Andira tidak suka ngemil?”

“Oh iya, ibu lupa. Ibu juga lupa mengatakan kalau kamu sekarang sudah langsing.”

“Belum langsing Bu, tapi sudah berkurang banyak. Mas Andra sudah membelikan baju-baju yang lebih kecil untuk Andira.”

“Bagus sekali Andira. Oh ya, tentang dokter kandungan itu, baru besok dia datang. Ayahmu berjanji akan menjemputnya di bandara.”

“Besok ya? Andira mau ikut menjemput ah.”

“Iya, rencana ayahmu, kita akan menjemput bersama-sama. Dengan Andra juga.”

“Kira-kira berhasil tidak ya, dokter itu membuat Andira bisa hamil?”

“Yang bisa membuat kamu hamil itu bukan dia, tapi suami kamu.”

Lalu keduanya terkekeh.

“Tentu saja Bu, ibu ada-ada saja. Maksud Andira, dengan saran dan upaya dokter itu. Andira dan mas Andra sudah ingin sekali punya anak.”

“Dia itu seorang gynaecolog yang terkenal, dan selalu berhasil dalam upaya menghadirkan seorang bayi, Entah dengan cara apa, pasti dia nanti akan mengatakannya, tergantung hasil pemeriksaannya.”

“Senang sekali mendengarnya, semoga benar-benar berhasil.”

“Aamiin. Tapi ayahmu memang agak lama nih.”

“Tuh, ibu sendiri nggak sabar kan?”

“Mungkin ada sesuatu yang sangat penting, kita tunggu saja dulu.”

***

Ternyata Sinah tidak pergi. Bukan Sinah kalau tidak berani melangkah. Tapi ia tidak duduk di kursi Satria, karena Satria sedang ada di depan meja kerjanya.

Tak ada yang menyapa, bahkan Satria pun tidak menyuruhnya melakukan apa-apa. Ia sibuk dengan pekerjaannya, walau sebenarnya hatinya sedang kalut karena keberadaan Dewi belum diketahui. Ia ingin berbicara dengan Andra, tapi ia melihat ada pak Sunu di dalam, jadi dia mengurungkannya.

Sinah malah asyik menerima telpon, yang entah dari siapa, tapi Satria kemudian menajamkan pendengarannya. Barangkali ada berita tentang Dewi yang bisa ditangkapnya.

“Kerja bagus, sesuai dengan namamu. Aku senang. Baiklah, nanti aku akan melihatnya, jangan sampai dia mati dulu."  Sinah tertawa lalu menutup ponselnya. Tiba-tiba pak Sunu masuk, semua orang berdiri memberi hormat. Pak Sunu tersenyum, tapi ketika ia melihat Sinah, matanya mendadak berkilat.

“Ada apa kamu di sini? Apa juga mau menawarkan rumah makan itu ke semua orang?” tanyanya dingin.

Sinah yang tak tahu malu itu malah tersenyum.

“Maaf pak Sunu, kecuali menjadi pemilik rumah makan, saya juga bekerja di sini.”

“Apa maksudmu?” hardik pak Sunu, yang membuat Sinah sedikit kaget.

“Apa Bapak tidak tahu kalau saya bekerja di sini?”

“Kata siapa?”

“Kata mas Andra,” jawabnya enteng.

“Keluar kamu.”

“Lhoh, jangan begitu dong Pak, saya ini kan_”

“Keluaaarrr!” pak Sunu berteriak, dan membuat semua orang ketakutan. Ia belum pernah melihat pak Sunu semarah itu.

“Tapi pak, saya ini_”

“Keluaaarr. Tolong panggil satpam, suruh menyeret perempuan ini keluar.”

***

Besok lagi ya.

 

32 comments:

  1. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 31 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang

    ReplyDelete
  3. Salam sehat selalu Mbak Tien...semangaat
    Salam ADUHAI dari Bandung. πŸ™‹πŸ€—πŸ₯°πŸ˜

    ReplyDelete
  4. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam episod 31" sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan juga Pak Tom bertambah sehat dan semangat, semoga kel bu Tien selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🀲🀲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah... Sehat selalu mbakyu.. Mtnw❤

    ReplyDelete
  7. 🌸☘️🌸☘️🌸☘️🌸☘️
    Alhamdulillah πŸ™πŸ˜
    Cerbung eMHa_31
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien selalu
    sehat, tetap smangats
    berkarya & dlm lindungan
    Allah SWT. Aamiin YRA.
    Salam aduhai πŸ’πŸ¦‹
    🌸☘️🌸☘️🌸☘️🌸☘️

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien Mawar Hitam sudah tayang
    Semoga bunda Tien dan pak Tom Widayat sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah.... eMHa_31 sudah hadir.
    Lha tak enteni ra teka-teka tak tinggal nang masjid disik, sholat 'isya.
    Matur nuwun Bu Tien, sehat selalu dan selalu sehat nggih, yen masak aja ditinggal "BAHAYA" kuwi.
    Blai slamet, Budhe.....

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 31 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah
    Syukurin Sinah ...hayo kapokmu kapan ...
    Syukron nggih Mbak Tien ...❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillaah pa sunu tegas, bentar lagi sinah kere
    Makasih Bunda

    ReplyDelete
  13. Terima ksih bunda..slmt mpm slmt beristrhat..slm sehat sll unk bunda bersm bpkπŸ™❤️πŸ₯°πŸŒΉ

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah MAWAR HITAM~31 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta selalu dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA..🀲

    ReplyDelete
  15. Matur nuwylun Bu Tien. Pak Sunu keren...

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah,seruuuu sekali,... begitu dong pak Sunu yg tegas dan berwibawa, semoga episode besuk lbih seru dan menarik para pembaca yg budiman. Matur nuwun Bu Tien ,semoga tetep sehat,semangat ,bahagia dg Kel tercintaπŸ™πŸ‘

    ReplyDelete

  17. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung *MAWAR HITAM 31* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...



    ReplyDelete
  18. Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 31..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin.

    Episode ini menegangkan.

    Andra wis plong...semua uneg2 nya dia keluarin ke mertuanya, konsekwensinya dia akan kehilangan segala gala nya, krn di tendang oleh pak Sunu.

    Sinah juga sama di tendang oleh pak Sunu..😁😁

    Satria sdh dapat sisik melik..melalui kasak kusuk nya Sinah telpon.

    Satria harus mengikutin kemana perginya Sinah. Agar dapat menemukan dimana Dewi yang sdh berdarah darah, di sembunyikan oleh Bagus..😒πŸ₯Ί

    ReplyDelete
  19. Terima kasih ibu Tien MH sdh tayang. Salam sehat

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    Makin seru nih ceritanya,. Bgm nasib Dewi yg disandera ya.
    Mantab & aduhahaiiii πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘

    ReplyDelete
  21. Kacian deh Andra, ditendang dari hidup mapannya. Mudah mudahan atas tangisan Andira mereka bisa berkumpul lagi.
    Untung bagi Satria, mendengar percakapan Sinah. Mestinya segera menghubungi Polisi dan menguntit Sinah.
    Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
  22. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu sekeluarga....Aamiin3x Yaa Rabbal Alaamiin 🀲🀲🀲

    ReplyDelete
  23. Waah...seperti biasanya ibu Tien pakarnya melintir alur cerita, jadi waktu di kantor...Sinah punya alasan kenapa ada di ruang Andra, walaupun kebenaran pasti akan terkuak juga. Andra menerima akibat dari ulahnya, meski dia termasuk 'korban' juga.πŸ˜…

    Terima kasih, ibu Tien...sehat selalu.πŸ™πŸ»

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah..
    eMHa_32 sdh hadir.
    Terima kasih bu Tien.. salam SEROJA dan tetap ADUHAI

    ReplyDelete

MAWAR HITAM 38

  MAWAR HITAM  38 (Tien Kumalasari)   Dewi membalas pelukan pak Hasbi dengan perasaan mengharu biru. Ia bingung harus melakukan apa. Pak Has...