Saturday, August 2, 2025

MAWAR HITAM 30

 MAWAR HITAM  30

(Tien Kumalasari)

 

Arum terkejut melihat suaminya mengacungkan sebuah tas, dan sebagian buku yang mungkin tercecer dan dipegang di tangan sebelahnya.

“Apa itu Mas? Mengapa Mas bawa? Nanti kalau dikira Mas mengambil barang milik orang lain lho,” katanya kepada Listyo yang berdiri di depan pintu mobilnya.

“Ini tas kuliah milik Dewi, dan sebagian bukunya yang tercecer di situ tadi.”

“Milik Dewi? Bagaimana milik Dewi bisa tercecer di situ?”

“Sesuatu yang buruk terjadi. Tampaknya Dewi mengalami kecelakaan. Ada ceceran darah yang masih segar di situ.”

“Masa sih Mas? Ya ampuun, benar ada darah. Apakah sudah pasti itu darah Dewi? Bukan orang lain?”

Tiba-tiba ada orang dari seberang jalan datang mendekat.

“Tadi ada kecelakaan di situ Mas, saya sedang ada di gang itu, sudah lari-lari mau menolong, tapi pengendara sepeda motor itu sudah di bawa mobil yang menyerempet.”

“Tunggu Mas, ceritanya yang jelas, maksud saya, ceritakanlah dari awal, kalau memang Mas melihat kecelakaan itu.”

“Saya sedang berada di tempat yang agak jauh, saya ini penyapu jalanan. Saya melihat seorang gadis mengendarai sepeda motor, sebelum sampai perempatan, ada mobil tiba-tiba berbelok. Saya juga tidak tahu, tadinya mobil itu berhenti di sebelah sana, kok tiba-tiba jalan, lalu berbelok, sementara sepeda motor yang berjalan kemudian minggir ke tepi, tapi tetap saja mobil itu menyerempet, membuat gadis itu terpelanting. Saya sudah lari mau menolong, tapi pengendara mobil itu keluar dan membawa gadis itu masuk ke mobilnya, mungkin ke rumah sakit, entahlah. Dan ada lagi satu laki-laki lainnya, membawa sepeda motor gadis itu,” terangnya.

“Bapak tahu tidak, penabrak itu membawa gadis itu ke mana?”

“Ke rumah sakit pastinya, wong gadis itu luka parah, lihatlah .. dia berdarah-darah.”

“Maksud saya ke rumah sakit mana?”

“Saya tidak sempat bertanya Mas, begitu sampai di sini, orang-orang itu sudah pergi. Pastinya ya ke rumah sakit terdekat.”

“Baiklah, terima kasih banyak Mas,” kata Listyo yang kemudian masuk ke mobilnya.

“Aku minta maaf, sepertinya kita tidak jadi ke Solo hari ini.”

Terdengar teriakan kecewa dari Aryo dan Sekar.

“Mbak Dewi kecelakaan. Kita harus menolongnya. Nanti kalau mbak Dewi sudah ketemu, kita bisa pergi ketemu eyang, ya?” bujuk Arum berkali-kali yang kemudian membuat kedua anaknya menurut.

Listyo pergi ke rumah sakit terdekat, untuk memastikan bahwa Dewi dirawat di sana, tapi tak ada pasien bernama Dewi, dan tak ada pasien terluka karena kecelakaan hari itu.

“Tidak ada, kita ke rumah sakit yang lain ya,” kata LIstyo yang segera pergi ke rumah sakit yang lain. Tapi tak ada satupun rumah sakit yang menerima pasien bernama Dewi.

Dengan rasa khawatir Listyo kemudian mengantarkan anak-anak dan istrinya pulang ke rumah. Ia akan mencarinya sendiri.

Setelah anak istrinya berada di rumah, Listyo segera melapor ke polisi. Tak ada bukti yang bisa ditunjukkan kecuali tas kuliah dan buku-buku yang ada di dalamnya. Listyo ingin menelpon Satria, tapi ia ragu-ragu kalau sampai mengganggu pekerjaannya.

“Tapi kalau aku tidak mengabari, pasti aku disalahkan,” gumamnya.

Kemudian ia menelpon Satria tentang kejadian itu, dan mengatakan kalau ia sudah mencarinya ke segenap rumah sakit, tapi tak menemukan Dewi. Satria tentu saja sangat panik. Ia mencurigai seseorang, tapi tanpa bukti ia tak bisa menuduhnya begitu saja.

“Bapak sudah lapor ke polisi?”

“Sudah, saat ini pastinya sudah ditangani.”

“Terima kasih Pak Listyo, saya selesaikan dulu pekerjaan saya, setelah ini saya mau ijin keluar untuk ikut mengurusnya.”

Satria menutup ponselnya dengan perasaan gelisah.

***

Pagi hari itu Andra sedang memeriksa beberapa laporan, ketika tiba-tiba Sinah muncul di ruang kerjanya.

“Mau apa kemari? Bukankah ruang kerja kamu di sana?” tegur Andra kesal.

“Mas Andra, saya cuma mau bicara tentang kehamilan saya.”

“Mengapa kamu mengatakannya kepada aku? Kalau kamu hamil, maka suruh laki-laki itu bertanggung jawab. Itu bukan urusan aku.”

“Mengapa Mas Andra begitu tega?”

“Apa maksudmu? Kamu masih tetap mengira bahwa bayi yang kamu kandung itu adalah anakku?”

“Tentu saja anakmu Mas, lalu anak siapa lagi?”

“Bukankah laki-laki pemilik sepatu itu juga naik ke ranjang kamu? Dan aku yakin itu bukan yang pertama. Lalu apa kamu tidak mendengar ketika aku mengatakan bahwa aku ini mandul? Bertahun-tahun istriku tidak pernah hamil. Kami baru akan memeriksakan ke dokter, mungkin dalam sehari atau dua hari lagi dokternya akan datang. Mertuaku yang merekomendasikan kedatangannya, mengingat istriku belum bisa pergi jauh setelah cedera."

“Oh ya? Jadi tuan Sunu nanti juga akan datang? Atau berdua dengan istrinya? Kalau begitu baiklah, sangat bagus kalau aku bisa menemuinya,” kata Sinah sambil melenggang keluar dari ruangan.

Andra terpana.

“Ini ancaman lagi? Apakah selamanya aku akan terus begini?” gumamnya.

Andra memijit-mijit kedua keningnya. Kepalanya terasa sangat pusing. Tiba-tiba ketukan pintu terdengar. Andra melepaskan tangannya yang masih memijit-mijit keningnya. Ketika ia mempersilakan masuk, maka sekretarisnya yang muncul.

“Ada apa?”

“Saya akan menyampaikan pesan pak Satria. Tadi mau menemui Bapak, tapi ada bu Mawar di dalam, jadi dia hanya berpesan kepada saya.”

“Pesan apa?”

“Karena ada sesuatu yang mendesak, maka pak Satria mohon ijin untuk keluar.”

“Oh, jadi pak Satria tidak ada di ruangannya?”

“Keluar pak, ketika di dalam masih ada bu Mawar.”

“Padahal aku baru mau bicara penting dengannya.”

“Tadi pak Satria juga berpesan, kalau ada sesuatu yang mendesak, Bapak diminta menelponnya. Tadi pergi dengan tergesa-gesa. Tampaknya ada sesuatu yang sangat mendesak.”

“Baiklah. Nanti aku akan menelponnya saja.”

Setelah mengangguk, Tati melangkah keluar ruangan.

Andra kembali memijit keningnya. Sebenarnya dia akan membicarakan sesuatu dengan Satria. Tentang Sinah, tentang ancaman yang bertubi-tubi, dan tentang cara dia berterus terang kepada istrinya.

“Bodoh kalau aku bicara lagi. Bukankah berkali-kali dia sudah mengatakan bahwa hal terbaik adalah berterus terang kepada Andira? Kalau aku bicara lagi, pasti dia juga akan mengatakan hal yang sama. Mengapa tiba-tiba aku takut kehilangan Andira? Bukan karena aku takut jatuh miskin, sungguh, aku hanya takut kehilangan Andira.”

Lalu Andra baru sadar, betapa dia sangat mencintai istrinya, dan takut kehilangannya.

“Tapi apakah karena itu aku harus membiarkan Sinah terus menerus menekan dan memerasku? Memangnya siapa dia itu sehingga bisa menguasaiku. Ya Tuhan, ketakutanku telah membuat aku terpedaya, sehingga hal-hal yang tak mungkin bisa menjadi mungkin. Sinah, gadis kampung yang tidak terdidik dengan baik, tapi berhasil menguasai hidupku, lalu aku harus membiarkannya?”

Ketika itu ponsel Andra berdering. Ternyata dari Satria.

“Ya, pak Satria, tadi Tatik sudah mengatakan pada saya.”

“Saya minta maaf, karena ketika saya mau langsung menemui pak Andra, ada Sinah di dalam.”

“Iya, aku tahu. Tampaknya ada sesuatu yang mendesak, ya Pak?”

“Iya, Dewi tampaknya diculik.”

“Lagi? Bukankah dulu pernah ada percobaan penculikan juga dan berhasil digagalkan oleh pak Listyo?”

“Dan sekarang tampaknya dia berhasil. Dia mau berangkat kuliah dengan mengendarai sepeda motor, tapi sebuah mobil menabraknya. Kejadian itu tak akan tercium kalau saja pak Listyo tidak menemukan tas kuliah Dewi di pinggir jalan bersama buku-buku kuliahnya.”

“Apa tidak mungkin kemudian si penabrak itu membawanya ke rumah sakit?”

“Pak Listyo sudah mengecek ke seluruh rumah sakit, tapi tidak menemukannya. Bahkan saya juga kemudian ikut melacaknya ke beberapa rumah sakit, tapi tidak ada yang pernah menerima pasien bernama Dewi.”

“Sudah lapor polisi?”

“Sudah.”

“Pak Satria tenang saja. Semoga segera ada titik terang untuk itu. Tidak apa-apa seandainya pak Satria tidak kembali ke kantor dulu, agar permasalahan segera teratasi. Semoga Dewi baik-baik saja.”

“Terima kasih, Pak. Nanti setelahnya saya akan bicara dengan pak Andra.”

Andra menutup ponselnya, dengan perasaan prihatin. Permasalahannya baru akan dipikirkan, kemudian ada masalah lagi yang juga menjadi pemikirannya.

***

Pak Asmat melotot ketika melihat Sinah duduk di kursi Satria dengan seenaknya. Mau didiamkan saja, tapi ia merasa risih.

“Bu Mawar, sebaiknya jangan duduk di situ, itu kan tempat duduk pak Satria,” tegurnya halus, tapi menahan rasa kesal.

“Apa tidak boleh kalau aku duduk semau saya?”

“Tidak ada seorangpun yang berani duduk di kursi manager.”

“Tidak ada seorangpun, kecuali aku kan? Aku ini istri direktur, jadi mau duduk di manapun juga, siapa yang berani melarang?”

“Oh, saya baru tahu kalau bu Mawar istri direktur. Maksudnya … pak Andra?”

“Tentu saja iya. Apa ada direktur yang lain?”

“Maaf. Kami tidak tahu. Setahu kami, istri pak Andra adalah bu Andira.”

“O, bu Andira itu yang gendut seperti gajah bengkak?”

Sinah terkekeh meremehkan.

“Pak Andra itu masih muda, mana mungkin puas dilayani perempuan segede itu?”

“Bu Mawar, ucapan Anda sudah melewati batas.”

Sinah terkekeh lagi. Ia mengambil balpoint yang tersedia di situ, lalu mengambil secarik kertas dari sebuah blocknote. Ia menuliskan sesuatu di sana.

“Bukankah pantas kalau aku menulis-nulis begini? Sudah seperti ibu direktur bukan?” katanya lirih, tak peduli tatapan tak suka dari orang di sekitarnya.

Karena tak tahan, pak Asmat berdiri, lalu keluar dari ruangan. Tak cukup sampai di situ, seluruh staf yang berjumlah sekitar enam orang, ikut keluar, mengikuti pak Asmat yang ternyata menuju ruang direksi.

Setelah mengetuk pintu dan dipersilakan, pak Asmat segera masuk ke dalam.

Andra menatapnya heran, apalagi ketika ia melihat beberapa staf keuangan berdiri di luar pintu.

“Ada apa?”

“Kami semua keberatan dengan keberadaan bu Mawar.”

“Apa yang  dia lakukan?”

“Pak Satria sedang keluar, lalu dengan enaknya bu Mawar duduk di  kursi pak Satria. Ketika saya menegurnya, dia mengatakan bahwa tak ada yang bisa melarangnya karena dia adalah istri direktur.”

Wajah Andra merah padam karena marah. Ia tak mengira Sinah berbuat semaunya dan bersikap sangat menyebalkan. Dia bukan ingin menjadi karyawan, tapi ingin merusak nama baiknya dan juga menganggap bahwa dirinya berkuasa.

Ia memencet interkom ke ruangan keuangan, Sinah terkejut dan mengangkatnya.

“Ya, ada apa?”

“Sinah! Kemari kamu!” hardik Andra, yang membuat pak Asmat heran karena Mawar dipanggil Sinah. Tapi pak Asmat tidak berani  menanyakannya.

Tak lama kemudian, tampak Sinah melenggang masuk, dan tersenyum manis ke arah pak Asmat yang duduk di depan Andra.

Sinah langsung menuju sofa, dan duduk sambil menyilangkan kakinya.

“Ada apa sayang,” katanya dengan manis.

“Pak Asmat, silakan kembali ke ruangan, saya ingin bicara dengan orang ini.”

Pak Asmat mengangguk, lalu berdiri, dan keluar dari ruangan.

“Sinah, apa maksudmu sebenarnya?”

“Mas, jangan memanggilku Sinah dong, mereka mengenali aku sebagai Mawar.”

“Omong kosong! Jangan sampai kamu membuat onar dengan kelakuan kamu yang tak tahu malu itu. Ingat, kamu bukan istriku.”

Tiba-tiba pintu terbuka, dan pak Sunu muncul di tengah pintu.

***

Besok lagi ya.

23 comments:

  1. Alhamdulillah MAWAR HITAM~30 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta selalu dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA..🀲

    ReplyDelete
  2. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam episod 30" sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan juga Pak Tom bertambah sehat dan semangat, semoga kel bu Tien selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🀲🀲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  5. πŸ₯¦πŸŒ½πŸ₯¦πŸŒ½πŸ₯¦πŸŒ½πŸ₯¦πŸŒ½
    Alhamdulillah πŸ™πŸ’πŸ¦‹
    Cerbung eMHa_30
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲. Salam seroja😍
    πŸ₯¦πŸŒ½πŸ₯¦πŸŒ½πŸ₯¦πŸŒ½πŸ₯¦πŸŒ½

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah ...
    eMHa_30 sdh hadir.

    Terimakasih bu Tien....

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 30 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  9. Waww akan terjadi perang besar"an... Sinsaah sinah, makin greget aja
    Makasih bunda

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, ceritanya bagus sekali, ikut getem2 lihat sikap Sinah, semoga TDK bisa mengelabuhi lagi, sikap jahat dan tamak merajalela...... Maturnuwun Bu Tien, tetap sehat dan semangat,....bahagia bersama Kel tercinta.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah Mawar Hitam sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien semoga bunda dan Pak Tom Widayat sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete

  12. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung *MAWAR HITAM 30* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...



    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 30 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  14. Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 30..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin.

    Cekcok nya Andra dengan Sinah, di dengar oleh pak Sunu. Kali ini lawan bicara nya Sinah bukan Andra tapi pak Sunu selaku pemilik perusahaan.
    Ini kesempatan Andra bicara jujur ke pak Sunu, agar badai segera berlalu.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien. Salam sehat selalu...salam ADUHAI 🌷😍

    ReplyDelete
  16. Ya... Kesempatan bagi Andra berkata jujur bahwa Sinah telah merusak rumah tangga maupun perusahaan. Tapi Sinah pasti pandai berkelit dengan kalimat yang berbeda. Mudah mudahan pak Sunu bijak menangani.
    Bagaimana dengan motor Dewi, mungkin Satria dapat melacak dari sana.
    Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun Bu Tien, ceritanya tambah seru dan aduhai. Selamat berakhir pekan dg keluarga tercinta..

    ReplyDelete
  18. Terimakasih bunda Tien, sehat selalu bunda Tien sekeluarga, selamat berlibur.... aduhaaii

    ReplyDelete
  19. Matur nuwun Bunda Tien, tetap sehat ya Bunda, juga Pak Tom semakin sehat aamiin YR'A ...

    ReplyDelete
  20. Makin lama, makin panas...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete

MAWAR HITAM 30

  MAWAR HITAM  30 (Tien Kumalasari)   Arum terkejut melihat suaminya mengacungkan sebuah tas, dan sebagian buku yang mungkin tercecer dan di...