JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 38
(Tien Kumalasari)
Kedua laki-laki itu saling pandang dengan heran. Guntur menatap sahabat di depannya.
“Ardi? Kamu menghentikan aku?”
“Aku tidak tahu kalau ini kamu. Aku menghentikan mobilmu karena menyeret keranjang sampah di belakangmu. Lihatlah,” kata Ardi sambil menunjuk ke arah belakang mobil Guntur. Tampak sebuah keranjang sampah tersangkut di belakang.
Guntur segera melepaskannya, lalu meletakkannya di pinggir jalan.
“Aku tidak tahu. Terima kasih kamu mengingatkan.”
“Kamu bersama siapa?” tanya Ardi sambil melongok ke arah mobil.
Tiba-tiba Wanda turun, lalu mendekati Guntur dan memegangi lengannya dengan manis.
Ardi menatapnya dengan tatapan aneh. Sikap Wanda terhadap Guntur begitu mesra, seperti pasangan kekasih. Guntur mencoba menghindar karena sungkan.
“Ternyata kalian?” tanya Ardi tak senang.
“Aku mau pulang, kebetulan Wanda juga mau pulang,” kata Guntur tanpa ditanya.
“O, kebetulan?” tanya Ardi dengan senyuman mengejek. Ada yang tak wajar pada hubungan mereka. Masa kebetulan? Lihatlah sikap Wanda yang begitu manis terhadap Guntur.
“Ardi, mengapa kamu menatap kami dengan cara aneh begitu? Kami hanya berteman,” kata Guntur.
“Berteman ya? Apa Kinanti tahu kalau kalian pulang bersama-sama?”
Guntur sedikit kelimpungan. Masalah ini kalau sampai Kinanti mendengarnya, pasti akan lebih menyulut kemarahannya yang sejak kemarin sudah membuat suasana menjadi gerah.
“Ardi, masalah pulang bersama, apakah harus melapor pada Kinanti?” tanya Wanda tak merasa bersalah.
“Kinanti istri Guntur, apa kamu lupa?”
“Bukankah Guntur sudah mengatakan kalau kami kebetulan bisa bersama-sama? Aku ada pertemuan bersama teman-teman sekolah, Guntur kebetulan mau menemui keluarganya. Salahkah?”
“Tidak ada yang salah, kalau kalian menganggap ini sebuah kebenaran. Baiklah, aku lanjut ya,” kata Ardi sambil membalikkan badannya, menuju ke arah mobil.
“Ardi,” Guntur melangkah mendekat.
“Ya?” Ardi masih memegangi pintu mobilnya.
“Ini masalah sepele, aku harap kamu tidak usah mengatakan apa-apa pada Kinanti.”
Ardi tersenyum mengejek.
“Kalau kamu merasa benar, mengapa takut?”
“Bukan takut. Hanya menghindari keributan saja.”
“Berjalanlah di alur yang benar, maka tak akan ada keributan,” kata Ardi sambil membuka pintu mobilnya, lalu menutupnya perlahan.
“Ardi, tolonglah.”
“Aku jalan dulu,” Ardi menstarter mobilnya, kemudian berlalu.
Guntur terpaku di tempatnya berdiri.
“Guntur, apa yang kamu lakukan?” teriak Wanda yang masih berdiri di depan mobil.
Guntur melangkah mendekati. Wajahnya muram. Tapi kemudian Wanda menariknya, lalu ia mendahului masuk ke dalam mobil.
Guntur menyusulnya. Tak mungkin dia hanya termangu disitu.
***
Mobil Guntur berjalan perlahan, ia hanya diam. Bayangan Ardi yang mengejeknya sangat mengganggu. Sudah jelas Ardi mencurigainya. Pandangan itu sangat menusuk. Apalagi ketika Wanda tiba-tiba turun lalu memegang lengannya. Itu kan sikap yang tak biasa? Tak mungkin Ardi tidak berpikir lain.
“Guntur, apa yang kamu pikirkan? Kelihatannya kamu ketakutan. Kamu benar-benar takut pada istri kamu? Kasihan, ada laki-laki takut sama istri,” kata Wanda seenaknya.
Guntur menatap Wanda di sampingnya. Wanita itu tampak tersenyum, tanpa beban.
“Kamu benar-benar takut pada Kinanti?” Wanda mengulang pertanyaannya.
Guntur hanya mengangkat bahunya. Rasa kesal karena sikap Kinanti yang kaku dan acuh tak acuh, membuatnya tak suka. Ia seperti orang yang tak berharga. Ingin memeluk, dikibaskan, merayu dengan kata-kata manis, diacuhkan.
“Guntur, seorang suami tidak boleh takut pada istri. Seorang istri yang selalu mengekang suami, menanyakan ke mana suaminya pergi, apa yang dilakukannya, adalah seorang istri yang reseh, manja, keterlaluan,” kata Wanda seperti kepada dirinya sendiri.
“Kalau dia adalah baju, maka sudah saatnya berganti yang baru. Yang selalu bersikap manis, dan tidak mengekang apa yang dilakukan suami,” lanjut Wanda.
Guntur sudah tahu kalau pendapat Wanda itu salah, tapi hatinya sedang gelap. Gelap pekat karena kebenaran tertutup oleh kesenangan. Sikap acuh yang dilakukan Kinanti, membuatnya kesal, kemudian perkataan yang salah itu dibenarkannya. Bukankah yang salah itu nikmat?
Wanda mengelus lengannya dengan lembut, hal itu memaksa Guntur untuk memberikan senyuman manis. Iblis selalu mengipasi hati manusia dengan iming-iming dosa yang nikmat.
Wanda senang melihat senyumnya. Lalu Guntur membiarkannya ketika Wanda rebah dipundaknya. Bukankah lebih menyenangkan menerima perlakuan manis seperti ini dari pada menerima sikap acuh yang mengesalkan? Guntur mana tahu, ketika iblis sedang bertepuk tangan?
Ia bahkan membiarkan ketika Wanda menginap di rumah kontrakannya.
***
Ardi menemui Kinanti di tempat prakteknya. Lagi-lagi bukan karena dia sakit gigi. Kinanti tersenyum. Kedatangan Ardi seperti memberikan nyala api ketika lilin dihatinya mulai meredup.
“Bu dokter, percayalah bukan gigi aku yang sakit,” katanya sambil menatap sahabatnya dengan senyuman lucu.
“Aku tahu. Kamu hanya akan bercanda dan menggodaku, bukan?”
“Aku melihat mendung di wajahmu. Seandainya aku adalah angin, maka aku akan menyapu mendung itu sampai yang terlihat adalah birunya langit dan putihnya mega.”
Kinanti terkekeh.
“Sejak kapan kamu menjadi seniman?”
“Sejak cinta tak berbalas, dan puisi adalah pelampiasan aku,” kata Ardi, tapi kemudian dia juga tertawa terbahak-bahak.
“Ardi, tertawamu keras sekali. Orang-orang di sekitar tempat ini pasti mengira sedang ada pertunjukan humor di ruangan ini.”
“Biar semua orang mengira, kalau orang sakit gigi tidak selalu kesakitan. Ada yang sakit, tapi bisa tertawa kencang.”
“Nggak mutu, dan nggak nyambung.”
“Kinanti, apa kamu sedang bersedih? Bukankah kamu sudah ketemu suami dan bisa bermanja bersamanya sejak kemarin?”
Senyuman Kinanti menjadi surut. Mendung itu tampak kembali, karena angin berhenti bertiup.
“Entahlah, tiba-tiba aku merasa sedih.”
“Mengapa?”
“Tidak apa-apa. Terkadang manusia tidak harus selalu bergembira, bukan?”
“Kesedihan akan datang tanpa sebab? Mustahil bukan?”
“Barangkali aku yang salah, barangkali aku banyak kekurangan, barangkali aku_”
“Barangkali, ditengah telaga, aku temukan butiran cinta … “ Ardi malah menyanyikan sebuah lagu sambil meletakkan kedua tangannya di dada.
Kinanti tersenyum tipis.
“Sejak dulu aku selalu bilang, suara kamu sember, jelek, seperti tong dipukul kayu.”
Ardi kembali terkekeh. Ia teringat ketika ingin menyanyi bersama Kinanti, lalu Kinanti mengolok-oloknya karena suaranya yang sember.
“Kamu benar, aku tidak seperti Zaki. Almarhum Zaki. Ah ya, apa kamu tahu, anak Wanda adalah darah daging Zaki?”
“Apa?”
Kinanti baru mendengarnya, Atau apakah Guntur pernah bercerita mengenai Wanda dan dia tak memperhatikannya? Entahlah, cerita tentang Wanda tidak pernah menarik hatinya. Dengan disebutnya nama Wanda, maka mendung di wajah Kinanti menjadi semakin tebal.
“Nasibnya buruk. Karena kemudian dia harus menikah dengan laki-laki yang kemudian malah menghancurkan usaha ayahnya.”
“Dan karena itu banyak yang jatuh iba mendengar nasibnya?”
Ardi menatap Kinanti lekat-lekat. Apakah Kinanti mengetahui sesuatu tentang Wanda, yang kelihatannya ada hubungan yang tidak wajar diantara Wanda dan suaminya?
Ardi masih teringat, sikap Wanda yang begitu manis terhadap Guntur. Ia bergayut di lengan Guntur, seperti sengaja menunjukkan ada hubungan yang lebih dari berteman diantara mereka.
“Ya, itu sengaja, seperti menunjukkan ada hubungan yang bukan sekedar berteman diantara mereka, lalu agar aku mengatakannya pada Kinanti,” kata batin Ardi. Kalau dia tidak mengatakan pada Kinanti tentang apa yang dilihatnya sore harinya ketika bertemu Guntur, bukan berarti dia patuh pada pesan Guntur, tapi lebih ingin menjaga perasaan sahabat yang selalu dikaguminya ini.
Tapi dia berjanji, akan menegur Guntur nanti kalau kesempatan itu ada. Atau nanti ketika sudah saatnya Guntur pulang dari rumah sakit.
“Apa kamu juga merasa iba mendengar nasib buruknya?” pertanyaan Kinanti menyadarkan lamunannya.
“Tidak. Apakah menurutmu dia pantas dikasihani?”
“Dengar-dengar dia sudah berubah. Menjadi baik, menjadi lebih manis dalam bersikap ….” kata Kinanti, sendu.
Kinanti tak melanjutkan kata-katanya.
“Ya sudah, saatnya kamu pulang kan? Bersiaplah, aku tunggu kamu di luar.”
***
Kinanti sudah bebenah, lalu ada yang harus dilakukannya di kantor direksi. Tapi karena berjalan sambil melamun, dia menabrak seseorang, lalu berkas yang dibawanya berserakan.
“Ohh, maaf, dokter Kinan.”
Kinanti tersipu. Dokter Rifai, seorang dokter bedah di rumah sakit itu kemudian berjongkok dan membantu memungut berkas-berkas yang berserakan itu.
“Saya yang salah, dokter Rifai. Sudah, biar saya saja,” kata Kinanti yang ikutan berjongkok.
“Kalau berjalan jangan sambil melamun,” kata dokter Rifai.
“Sebenarnya tidak, hanya sedikit tergesa-gesa.”
“Sudah mau pulang?”
“Ya, mau ke kantor direksi dulu.”
“Kalau mau bareng, saya tunggu.”
“Tidak, maaf dokter. Jadi merepotkan nanti.”
“Tidak, siapa yang repot. Bukankah kita sejalan? Daripada naik angkutan umum, nanti kalau ada penculik orang cantik bagaimana?” canda sang dokter bedah.
Kinanti tertawa pelan.
“Dokter ada-ada saja. Saya permisi dulu.”
“Benar lhoh, saya tunggu di lobi.”
“Tidak dokter, saya juga sedang ditunggu teman.”
“Oh, begitu ya?”
“Iya, terima kasih banyak,” jawab Kinanti tersipu.
Ia melanjutkan berjalan ke arah kantor direksi, sambil terus memikirkan senyuman sang dokter bedah. Kenapa senyuman itu terasa aneh?
Tapi kemudian Kinanti mengibaskannya. Dalam hati yang sedikit kalut, perasaan bisa menjadi bermacam-macam. Bukankah setiap ketemu dokter Rifai selalu saja dokter itu tersenyum ramah kepadanya? Itu tidak aneh, tapi hari ini perasaannya seperti lain.
Ketika sampai di sebuah ruangan, Kinanti tertegun. Ada nama suaminya di sebut. Ia menghentikan langkahnya, memasang kupingnya lebih lebar.
“Benar, itu dokter Guntur, suami dokter Kinanti. Kelihatan mesra sekali ketika makan malam di sebuah restoran,” kata seseorang.
“Barangkali adiknya, atau saudaranya.”
“Dengar-dengar dia tak punya saudara. Dia anak tunggal lhoh,” kata lainnya lagi.
“Kalau begitu siapa wanita itu?”
“Pasti selingkuhannya lah, sikapnya mesra sekali, seperti sepasang kekasih. Bahkan si wanita itu menyuapkan makanan juga ke mulut dokter Guntur.”
“Gawat.”
Kinanti berlalu dengan kaki gemetar. Pembicaraan itu nyata, ada yang melihat Guntur semalam di sebuah rumah makan. Jadi mereka bersama lagi saat meninggalkan rumahnya?
Ketika kembali menemui Ardi yang sedang menunggu, dilihatnya Ardi menatapnya cemberut. Tapi wajah Kinanti tampak pucat.
“Lama sekali sih. Katanya sebentar.”
“Lupa, tadi harus membawa berkas ke kantor direksi,” kata Kinanti yang kemudian mengikuti Ardi melangkah ke mobilnya.
Tapi Ardi menangkap wajah pucat Kinanti.
“Kamu tak apa-apa? Kita makan siang dulu ya?”
“Tidak, lebih baik aku langsung pulang.”
“Benar, kamu tidak apa-apa?”
“Tidak apa-apa. Langsung pulang.”
Dengan bertanya-tanya, Ardi mengantarkan Kinanti pulang ke rumah. Tak biasanya Kinanti yang selalu memintanya singgah, kali itu ia membiarkannya pergi, dan Kinanti langsung masuk ke dalam rumah.
Ardi pergi dengan perasaan tidak enak. Padahal tadi masih bisa bercanda, mengapa tiba-tiba sikapnya aneh?
***
Setelah pulang itu Kinanti langsung masuk ke kamarnya. Membersihkan diri dan berganti pakaian, lalu membaringkan tubuhnya yang terasa lemas. Hampir pasti sang suami telah selingkuh. Dengan wanita yang dulu sangat dibencinya. Mengapa sekarang bisa begitu lengket?
Sore hari ketika biasanya Kinanti menimang-nimang anaknya, dan memberikan ASI segar dari padanya, tapi ia tak juga keluar dari kamar.
Bu Bono masuk ke kamar Kinanti, dan mendapati Kinanti tidur dengan tubuh tertutup rapat oleh selimut. Bu Bono memegang keningnya, dan terkejut ketika terasa panas sekali.
“Kinan, kamu sakit?” tanyanya khawatir.
Kinanti menggeleng. Ia merasa sangat lemas, dan menggigil.
“Ayo ke rumah sakit,” kata bu Bono yang kemudian keluar dari kamar dan berganti pakaian.
Ia menelpon taksi, kemudian masuk lagi ke kamar Kinanti.
“Non Kinan kenapa?” tanya bibik.
“Sepertinya dia sakit. Aku akan membawanya ke rumah sakit. Ini tak biasa,” kata bu Bono yang kemudian dibantu bibik membangunkan Kinanti. Kinanti tak berdaya untuk menolak. Ketika taksi datang, bu Bono memapah Kinanti masuk ke dalam taksi, yang dimintanya langsung ke rumah sakit.
Di tengah perjalanan, bu Bono menelpon Guntur. Suaminya harus tahu, Kinanti sakit agak serius.
Ketika panggilan itu diangkat, seorang wanita mengangkatnya.
“Hallo, ini siapa?” suara dari seberang.
“Lha Anda ini siapa?” tanya bu Bono heran.
“Saya istrinya, Anda yang siapa?” tanya suara wanita dengan ketus.
Bu Bono langsung menutup ponselnya dengan tangan gemetar.
***
Besok lagi ya.
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulilah, maturnuwun bu Tien JBBL 38 sampun tayang, semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, sll bahagia dan diberikan rizki yang melimpah aamiin yra 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Sri
Adujai 2x selalu
Hamdallah...sampun. tayang
ReplyDeleteNuwun pak Munthoni
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Jangan Biarkan Bungaku Layu telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
Delete💐🦋💐🦋💐🦋💐🦋
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏💝
JeBeBeeL_38 sdh tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, bahagia
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai 💞😍
💐🦋💐🦋💐🦋💐🦋
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun jeng Sari
Aduhai..
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Isti
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Endah
Alhamdulillah JBBL~38 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin YRA 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun pak Djodhi
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteGawat... Rupanya guntur benar benar selingkuh, kasian kinanti, makasih bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
DeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Salamah
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbungnipun 🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun pak Herry
Terima kasih Bunda Tien... cerbung Jangan Biarkan Bungaku 38 Layu...sampun tayang.
ReplyDeleteSehat selalu Bunda, bahagia bersama pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Selamat berakhir pekan Bunda.
Waduh...mega mendung benar benar menyelimuti Kinanti. Cinta nya yang suci telah di khianati oleh Guntur. Kinanti hrs bersikap tegas, krn sdh banyak yang ngelihat klu Guntur berselingkuh dengan Wanda.
Keluarkan jurus maut mu ya Kinan, agar Guntur, klipuk..😁😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun lam Munthoni
Ada2 saja
Matur nuwun Bunda Tien.... waduh makin njengkelin niih Guntur sama Wanda. Bu Tien brhasil mengaduk2 perasaan kita semua sehat2 selalu bunda Tien.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Wiwik
Matur nuwun ibu
ReplyDeleteSami2 ibu Windari
DeleteSami2 ibu Windari
DeleteAlhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰
ReplyDeleteSudah ada tanda dimobilnya bawa keranjang sampah,,,, kelakuan Wanda memang dari dulu nekat ingin memiliki & Guntur gelap mata hati.lupa kebaikan keluarga Kinanti yg telah banyak membantu
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Ika
Alhamdulillah JBBL~38 telah hadir.. maturnuwun inggih mbakyu Tienkumalasari sayang, salam Seroja dan tetep semangat 🙏
ReplyDeleteSami2 jeng Sis
DeleteSalam hangat dari Solo
Walaah...Kinanti memang benar2 salah pilih pasangan ya...bukti bahwa mencintai tidak cukup, lebih baik dicintai. Coba saja kalau sejak awal dia pilih Ardi yang menyebalkan itu, pasti akan bahagia selamanya.😅
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sudah mmenulis kisah yang sarat pelajaran hidup. Semoga ibu sehat selalu.🙏🏻😘😘😀
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Nana
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteWaduuuuh waduh ko gitu ya si wanda mengaku istri guntur huh dasar wong wedok gak nduwe isin, guntur jg sama aja, gak punya perasaan, ngaca dong guntur kamu itu dulu siapa,....... kacang lupa kulitnya
ReplyDeleteMks ya bun JBBL38 ....selamat malam salam sehat tetap semangat
Sami2 ibu Supriyati
DeleteSalam sehat juga
Selamat malam bundaqu..terima kasih jbbl 38..salam seroja dan aduhai unk bunda sekeluarga 🙏🥰❤️🌹
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam aduhai
Matur nuwun Bu Tien. Selamat berakhir pekan dg keluarga, semoga semuanya sehat wal'afiat...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Reni
Kalau kacang sudah lupa pada kulitnya, akan membusuk lah dia. Coba Guntur berani meninggalkan Kinanti, celakalah dia.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun pak Latief
Kalo Kinan sama Ardi cocok juga koq ...Guntur lagi kesambet , biar saja nggih bu Tien #wong koq ra urus!
ReplyDeleteHehee.. iya ibu Ratna
DeleteAlhamdulillaah JBBL-38 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Ting
Waah semakin seru ni bunda ..bikin deg degan.. terimakasih bunda Tien...
ReplyDeleteSami2 ibu Sariyenti
DeleteWah....Wah...Wah...
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun "JBBL~38"nya Bu Tien. Salam sehat selalu
Sami2 ibu Umi
DeleteSalam sehat jugz
Eeee.... lha minta.di sunat lagi nih si guntur ...main2..
ReplyDeleteHehee..
DeleteIbu Wening ada2 saja..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteNuwun pak Wedeye
Gmn Guntur tdk setia.... cepat sadar, kasihan anak2 mu... terimakasih bunda Tien, selamat berlibur dan berkumpul bersama keluarga tercinta
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteMatur nuwun
Kok Mbak Tien membuat suasana kacau seperti ini?...
ReplyDeleteInilah fenomena yang sering terjadi. Ketika suami berbuat 'salah' dan ketahuan, istri malah menyerangnya tanpa ampun. Malangnya suasana seperti ini dimanfaatkan oleh pelakor. Pada saat itulah suami membandingkan sikap istrinya dengan sikap pelakor. Iblis pun mengipas. Kalau suami istri ya hidup serumah. Kalau LDR ya pasti sering mengalami sinyal yang tak bagus...
Iya MaERa.
DeleteMatur nuwun perhatiannya
Wanda oh Wanda.....
ReplyDeleteTeganya....teganya.....
Ngaku istri Guntur...
Kapan kalian menikah......???
Oh ... iya, kawin kan nggak harus menikah ya mas Tuki.... Kawin ...ya kawin.. beda dengan menikah yang ada syaratnya: ada calon pengantin, ada saksi, ada wali nikah, ada pencatat nikah dari KUA.
Jika kawin hanya berdua. Saksinya setan .. setan dan iblis yang bersorak....
Selanat malan avu Tien...
Salam SEROJA
Maaf baru komen....
Matur nuwun mas Kakek. Mugi rahayu.
DeleteHé hé hé
ReplyDeleteMobil warisan mertua, dibawa Guntur sambil ngèwèr-èwèr sampah, jêbulannya.
Umyeg se rumah sakit sudah banyak dibicarakan tentang suami dokter Kinanti;
Begitu berani menampakan kemesraan di tempat umum seperti di rumah makan, sang partner yang agresif, waduh ngetrend dikalangan tukang ngerumpi, benarkah.
Tanda tanda ke arah sana sudah terbaca, bahkan Bu Bono pun sudah bisa menyimpulkan sakit yang diderita anaknya, karena ada yang nggak bèrès di Guntur, lagi lagi disuruh sabar, sampai kapan.
Jadi sang ibu tahu; sangat memprihatinkan cari cara kira kira harus memposisikan diri gimana menghadapi orang seperti mabok begitu.
Grujug banyu syukur cemplungkan di kolam, kira kira dikasih nafas cukup tekan kembali bèn slulup manèh, padaké wong lali jiwa; kan untuk meredakan orang lali jiwa begitu, makanya di rs jiwa ada fasilitas kolam, oh gitu.
Sudah pernah mengalami ya, nggak self care sendiri aja, kayak nggak punya pegangan aja, wiw kerèn.
Seperti kaya ngejar target; sudah punya dua anak cantik² berharap dapat anak yang cakep.
Nggondoknya itu yang bikin berbusa, ngapain kalau nggak didesak baru mau bilang apa yang terjadi atas dirinya; berartikan ada yang disembunyikan, sudah nggak jujur pada pasangan, kehilangan komitmen awal yang akan selalu saling memahami.
Menyakitkan.
Oh LDR memang sangat beresiko
Terimakasih Bu Tien
Jangan Biarkan Bungaku Layu yang ke tiga puluh delapan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwuun mas crigis