Friday, February 14, 2025

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 37

 JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  37

(Tien Kumalasari)

 

Kinanti terpana, Guntur mengangkat ponselnya. Ia menjawab singkat, dan mengatakan bahwa dirinya baru selesai mandi, lalu menutup ponsel itu. Kinanti mengambil piring makan anaknya, melanjutkan menyuapinya dengan wajah yang kusut. Ia tak ingin mengatakan atau menanyakan apapun.

Ketika Guntur selesai berpakaian, ia segera keluar, lalu tiba-tiba memeluk Kinanti dari belakang. Kinanti menggeliat, berusaha melepaskan pelukan suaminya.

Emmi memukul perut sang ayah.

“Bapak jangan nakal,” hardik si kecil dengan mulut cemberut.

“Siapa yang nakal? Bapak sayang ibu kok,” jawab Guntur sambil mengangkat tubuh Emmi, membuat Emmi berteriak-teriak senang.

“Dia sedang makan, nanti tersedak,” tegur Kinanti, tanpa senyum.

“Tidak, bapak pelan-pelan kok ya. Emmi senang bukan?” kata Guntur, ngeyel.

“Senang kok, lagiiii Pak, lagiii ..."  teriaknya.

‘Tidak boleh, nanti tersedak. Makan dulu saja,” kata Kinanti tandas.

Guntur menurunkan anaknya, perlahan, lalu melempar senyuman kepada sang istri. Kinanti tak menggubrisnya.

“Kinan, bukankah sudah aku katakan bahwa kami kebetulan pergi ke arah yang sama? Kamu cemburu?” Guntur berbisik di telinga Kinanti.

Kinanti tak menjawab. Ia merasa alasan itu dibuat-buat. Kalau benar hanya kebetulan mengajak Wanda di mobil karena arah tujuannya sama, mengapa tidak dikatakannya sejak awal? Guntur menguraikan alasannya pergi bersama Wanda, setelah Kinanti mencecarnya, dan mengatakan bahwa dia melihatnya. Kinanti bukan anak kecil, ia tahu suaminya berbohong. Dan kebohongan itu sudah bisa dipastikan, karena ia ingin istrinya tidak mengetahuinya. Masa selingkuh harus mengatakan kepada istrinya? Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah berbohong.

Karena itulah rayuan Guntur yang bersikap manis dan mesra, hanyalah pura-pura.

Ketika sekali lagi ponsel berdering, ponsel itu ada di dalam saku Guntur. Guntur mematikan panggilan itu, lalu menuliskan pesan di sana.

Kinanti juga tak menanyakan apapun.

“Temanku minta agar aku segera kembali ke Semarang, karena ada urusan. Berkali-kali menelpon, tapi aku tak menjawabnya, tapi aku sudah mengirimkan pesan kalau aku tak bisa. Bukankah aku masih kangen sama anak istriku?” katanya sambil menatap istrinya dengan senyuman manis. Tapi lagi-lagi Kinanti tak menggubrisnya.

***

Saat makan malam juga, keduanya tampak tak berbicara. Kinanti menjawab ala kadarnya ketika Guntur mengatakan atau menanyakan sesuatu.

“Kinanti tampak lesu, apa kamu masih sakit?” tanya sang ibu yang merasa curiga melihat sikap anak perempuannya.

“Sedikit Bu,” jawab Kinanti.

“Kamu dokter, Guntur juga dokter, susahkah mencari obatnya?”

“Nanti saya periksa lagi lebih teliti, Bu,” jawab Guntur.

“Tadi ibu hanya memberikan obat sakit perut. Tapi sakit perutnya itu yang seperti apa, entah cocok atau tidak obatnya. Nanti kamu lihat lagi Gun,” kata bu Bono.

“Iya Bu, jangan khawatir. Setelah ini saya akan mengurusnya,” kata Guntur.

***

Tapi malam hari itu Kinanti langsung berangkat tidur. Guntur yang berbaring di sampingnya sama sekali tak digubrisnya.

“Kinanti, apa kamu akan terus-terusan begini? Kamu tidak percaya lagi pada suami kamu? Kamu tidak percaya kalau aku sangat mencintai kamu?”

“Tidak,” jawab Kinanti tegas.

“Kinan, mengapa menjadi begini?” Guntur berusaha memeluk, tapi Kinanti mengibaskannya.

“Kinanti … kalau memang kamu tak suka, aku tak akan melakukannya lagi. Tak akan mendekati dia.”

“Jadi selama ini kamu mendekati dia?” akhirnya Kinanti ingin mengeluarkan apa yang mengganjal perasaannya.

“Salah, maksudku tidak akan menemui dia.”

“Banyak kesempatan untuk bertemu. Bukankah kamu dokter? Dengan alasan sakit, bisa saja dia kemudian menemui kamu.”

“Hanya hubungan dokter dan pasiennya, percayalah padaku.”

“Sudah berapa lama kamu berhubungan dengan dia?”

“Awalnya anaknya sakit, kebetulan aku yang menanganinya. Itu awalnya.”

“Lalu ?”

“Ketika … ketika kontrol, dia menceritakan apa yang dilalui dalam hidupnya. Dia menjadi janda karena suaminya menipu dan menghancurkan perusahaan ayahnya.”

Sudah lama Guntur mengetahuinya, tapi baru kali itu ia menceritakan perihal kehidupan Wanda. Itupun karena terpaksa karena ia merasa sang istri mulai mencurigainya.

“Ia kehilangan perusahaan ayahnya, dan hanya bekerja menjadi guru untuk membesarkan anaknya,” lanjutnya.

“Kamu merasa iba.”

“Dia sudah berubah. Dia sangat keibuan, dan tampak dewasa.”

“Lalu kamu jatuh hati?”

“Kinanti, jangan mulai lagi. Semua orang bisa berubah.”

“Betul sekali, semua orang bisa berubah,” kata Kinanti bermaksud menyindir.

Guntur diam. Barangkali ia merasa lelah, atau barangkali tak punya jawaban. Ia diam memejamkan matanya, lalu ia melihat Kinanti tidur membelakanginya. Guntur tak bermaksud memeluknya. Ia sudah tahu Kinanti akan menghempaskan tangannya dengan kasar.

Malam begitu lambat dan penuh kegelisahan diantara hati masing-masing. Yang satu merasa dibohongi, satunya lagi merasa seperti maling yang ketahuan, dan gagal memberikan alibi.

***

Bu Bono pergi ke dapur di pagi harinya. Ia bermaksud menyuruh bibik untuk memasak makanan kering yang bisa dibawa Guntur nanti, seperti biasanya kalau Guntur kembali ke tempat pekerjaannya.

Ia minta bibik menyiapkan abon, tempe kering, sambal teri, rempeyek kacang, makanan kesukaan menantunya.

“Semuanya sudah siap Nyonya, tinggal rempeyek kacang yang belum jadi.”

“Tidak apa-apa Bik, paling-paling nanti sore Guntur baru kembali.”

“Tapi menurut saya, kepulangannya kali ini kok tidak seperti biasanya ya, Nyonya?”

“Tidak seperti biasanya apa Bik?”

“Entah mengapa, non Kinanti juga menyambutnya seperti orang sedang marahan.”

“Masa sih Bik?”

“Entah saya yang salah atau apa, tapi kelihatannya begitu. Non Kinan lebih banyak berada di dalam kamarnya.”

“Mungkin karena sedang tidak enak badan saja Bik,” kata bu Bono yang sebenarnya juga berpikir demikian.

“Mungkin juga, Nyonya.”

“Tapi menurut aku, sepertinya mereka sedang tidak akur, ya Bik.”

“Nah, itulah yang juga saya pikirkan. Tapi namanya orang berumah tangga, kalau kadang-kadang terjadi pertengkaran, itu kan hal biasa ya Nyonya?”

“Ya, semoga hanya pertengkaran kecil.”

“Mungkin karena tuan Guntur pulangnya agak terlambat.”

“Sebenarnya sih, terlambat sedikit kan tidak apa-apa. Di jalan bisa saja macet, dan sebagainya. Tapi mudah-mudahan hanya pertengkaran biasa.”

“Atau jangan-jangan non Kinanti sedang ngidam.”

“Bibik ada-ada saja. Emma belum ada setahun, masa sudah hamil lagi?”

“Bisa saja begitu Nyonya, dulu saya punya anak dua, terpautnya hanya setahun,” kata bibik tersipu.

“Wah, terlalu pendek jaraknya kalau setahun. Berarti anakmu masih bayi kamu sudah hamil lagi.”

“Halangan, nyonya,” kata bibik sambil tertawa lucu.

“Halangan ya?” bu Bono tertawa.

“Halangan. Habis sama-sama nekat. Eh iya, ngelantur saya ini. Yang sudah siap biar saya masukkan ke kardus ini saya ya Nyonya.”

“Kebesaran Bik, cari yang agak kecil.”

“Baiklah, nanti setelah selesai menggoreng rempeyeknya, saya cari kardus yang agak kecil.”

***

Hari sudah menjelang sore. Seharian Kinanti menggendong Emma dan melayani Emmi makan. Biasanya kalau hari libur memang begitu. Perhatiannya tercurah kepada anak-anaknya, lebih dari hari biasa, karena di hari biasa dia bekerja sampai siang, lalu istirahat sampai menjelang sore, barulah bisa bercengkerama dengan anak-anaknya.

Guntur hanya mengikuti Kinanti, tapi mereka tak banyak bicara. Guntur lebih banyak bercanda dengan Emmi, yang merasa begitu gembira bermain bersama sang ayah.Sebentar lagi dia harus kembali ke tempat dia bekerja.

Bibik keluar sambil membawa kardus berisi makanan dan cemilan.

“Tuan, ini dimasukkan langsung bagasi ya?”

“Oh iya Bik, banyak banget, pasti ibu kan, yang menyuruh bibik memasak untuk saya?”

“Iya, Tuan, sudah biasa kalau tuan pulang, Nyonya pasti menyuruh bibik memasak macam-macam untuk Tuan bawa.”

“Terima kasih ya Bik, langsung dimasukkan saja.”

“Tuan masih lama kan pulangnya?”

“Sebentar lagi Bik, supaya tidak kemalaman di jalan. Biasanya kalau Sabtu sama Minggu, jalanan ramai.”

“Iya, benar, Tuan.”

Guntur beranjak ke belakang, untuk bersiap-siap. Ia melihat Kinanti sudah ada di kamar, menyusukan anak bungsunya.

“Aku berangkat sekarang ya,” katanya sambil duduk di samping Kinanti. Tangannya lembut membelai pipi montok Emma.

“Minum yang banyak ya, supaya cepat besar, dan bisa menemani ibu,” katanya lembut.

Guntur mengambil koper kecil berisi pakaiannya, yang sudah disiapkan bibik setelah dicuci dan disetrika.

Kinanti hanya mengangguk, tapi tidak mengantarkan Guntur sampai ke depan.

Di depan, bibik dan bu Bono mengantarkan Guntur sampai masuk ke mobilnya. Emmi yang digendong bibik melambaikan tangannya.

“Mana Kinanti? Kok tidak ikut keluar?” tanya bu Bono.

“Emma sedang minum ASI Bu, biarkan saja, saya sudah pamit tadi,” kata Guntur sambil menstarter mobilnya, kemudian perlahan keluar dari halaman.

Bu Bono bergegas masuk kedalam kamar, melihat Kinanti masih menyusukan anaknya.

“Kamu tidak mengantarkan suami kamu?”

Kinanti tidak menjawab, tapi jari telunjukkan nenunjuk ke arah Emma yang masih lahap menyedot ASI nya.

“Apakah kalian sedang bertengkar?”

Kinanti mengangkat wajahnya, melihat sang ibu menatapnya tajam.

“Tidak, Bu,” jawabnya pelan.

“Sikap kalian kali ini berbeda. Kamu marah pada dia?”

Kinanti tak menjawab. Masih ragu untuk mengatakan semuanya. Entah menunggu apa. Barangkali kalau dia sudah menemukan bukti tentang perselingkuhan suaminya. Tapi benarkah berselingkuh? Jangan-jangan memang benar, mereka hanya kebetulan bersama. Tapi mengapa tadinya Guntur tidak berterus terang sebelum dia mengatakan bahwa dia melihatnya?

“Kinanti, dalam berumah tangga, perselisihan itu hal biasa. Saling marah diantara suami istri itu juga hal yang lumrah. Sebuah perjalanan tidak selalu mulus. Ada sandungan, ada hambatan, bahkan bisa saja jatuh dan terluka. Tapi kita harus menerimanya dengan ikhlas, saling mengalah, saling mengerti dan percaya. Bukankah dengan begitu maka tenteram dan damai bisa terwujud?” kata sang ibu lembut.

Kinanti tak menjawab. Ia menepuk bokong Emma yang menggeliat mendengar neneknya berkata-kata.

Begitu mudah berkata-kata, karena sang ibu tidak tahu permasalahannya. Pertengkaran itu lumrah, tapi penyebabnya pasti tidak sama. Selingkuh itu masalah berat. Bisa-bisa berujung perceraian.

“Ya Tuhan,” bisik Kinanti pelan, hampir tak terdengar kecuali bibirnya yang bergerak-gerak.

“Kalau suamimu pulang besok, kalian harus sudah berdamai, ya,” kata sang ibu sebelum meninggalkan kamarnya.

Air mata Kinanti melompat dari bendungan matanya. Tak kuasa ditahannya tangis itu lagi. Naluri seorang istri terhadap sikap suaminya lebih condong kearah kebenaran dari apa yang disangkanya.

Kinanti mengusap air matanya, lalu menidurkan Emma di box tidurnya, sambil berharap agar kecurigaannya tidak benar.

***

Guntur menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah mungil di pinggiran kota. Dari dalam mobilnya, Guntur membunyikan klakson berulang kali, lalu tak lama kemudian Wanda keluar dari rumah, diantarkan oleh sahabatnya.

Setengah berlari Wanda mendekati mobil yang menjemputnya. Ia membuka sendiri pintu samping kemudi, lalu mengelus pipi Guntur lembut.

Guntur tersenyum, lalu menjalankan mobilnya menuju kota tempat dia bekerja.

“Sayang sekali kamu tidak mau datang kemarin.”

“Tidak bisa. Itu saja sudah membuat istriku curiga.”

“Kinanti curiga?”

“Ia melihat waktu kita bersama dalam satu mobil.”

“Benarkah? Kalian bertengkar dong.”

“Tidak. Istriku sangat lembut. Ia marah juga dengan bahasa yang sangat lembut. Sebenarnya aku tak sampai hati menyakitinya.”

“Mengapa tak sampai hati? Bukankah kita hanya berteman?”

“Teman tapi mesra, bukan?” canda Guntur.

“Guntur, sejak dulu aku selalu mengagumi kamu. Sejak dulu aku selalu ingin bisa bersamamu. Entah bagaimana, tiba-tiba kita dipertemukan, lalu aku senang kamu tidak lagi benci padaku. Aku merasa, sepertinya kita memang dijodohkan.”

“Apa?”

“Jodoh itu susah. Terkadang kita menginginkannya, tapi tidak berhasil memiliki, tapi tanpa kita duga, kita dipertemukan. Itulah namanya jodoh.”

Guntur menghela napas.

“Aku sudah punya istri,” katanya pelan.

“Kalau kita bosan pada baju kita, maka kita bisa membelinya dan memakai baju yang masih baru.”

“Bosan?”

Guntur merasa, tiba-tiba Kinanti membosankan. Apalagi sejak kemarin ketika dia datang. Dirayu, dipeluk, disayang, bahkan diucapkannya kata cinta yang bertubi-tubi, sikapnya benar-benar membuatnya kesal. Kalau tidak ada ibu mertuanya, barangkali dia sudah langsung pergi sejak kemarin malam.

Apakah istri sama dengan baju? Yang setelah usang lalu boleh berganti yang baru?

Mobil Guntur sudah hampir keluar dari kota, ketika tiba-tiba sebuah mobil lain menyalip dan berhenti tiba-tiba di depannya.

Guntur keluar dari mobil dan siap melontarkan kemarahannya, tapi ketika melihat siapa yang turun dari mobil di depannya, Guntur terpaku di depan pintu mobilnya.

“Kamu?” keduanya berteriak terkejut.

***

Besok lagi ya.

56 comments:

  1. 🍰🍬🍰🍬🍰🍬🍰🍬
    Alhamdulillah 🙏🤩
    JeBeBeeL_37 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat & bahagia.
    Aamiin.Salam seroja😍🦋
    🍰🍬🍰🍬🍰🍬🍰🍬

    ReplyDelete
  2. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien JBBL 37 sampun tayang, semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, sll bahagia dan diberikan rizki yang melimpah aamiin yra 🤲🤲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Salam aduhai 2x

      Delete
  3. Alhamdulillah
    Maturnuwun bu Tien
    Semoga sehat selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda yg ditunggu sudah tayang

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun Bu Tien, sugeng ndalu.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbungnipun 🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲

    ReplyDelete
  7. Yes....

    Matur nuwun mbak Tien
    Salam sehat dari Purwodadi Grobogan.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah matur nuwun, sehat2 selalu utk bunda Tien..

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Biarkan Bungaku Layu telah tayang

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah JBBL~37 sudah tayang.. maturnuwun Bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  11. Terima kasih Bunda Tien... cerbung Jangan Biarkan Bungaku 37 Layu...sampun tayang.
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Aamiin

    Kamu ketahuan selingkuh lagi bersama dia...😁😁

    Mungkin Ardi yang menangkap basah mereka.

    Guntur sdh kesirep sama Wanda, jalan jalan ke puncak Asmara...😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  12. Pasti mobil Arie yg menyalip mobil Guntur yg selalu buntuti mereka berdua.Salam seroja mbak Tien.

    ReplyDelete
  13. Semoga yang menyelip mobil guntur andri... Ketahuan deh selingkuh
    Makasih bunda

    ReplyDelete
  14. Mungkinkah itu Ardi, kapok kamu Guntur, ketangkap basah, he he , Matur nuwun sanget Bunda Tien Kumalasari , tetap semangat Bunda

    ReplyDelete
  15. Orang baik tidak harus selalu mengalah, bisa juga bertindak tegas, keras dsb.
    Kinanti perlu keras juga, mungkin dengan bantuan sahabat untuk mencari jalan keluarnya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  16. Maturnuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode teranyar salam seroja dan tetep semangat inggih, kangen dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU (JBBL),37 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien "JBBL~37" nya
    Semoga sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  19. Sebaiknya Wanda berjodoh sama Ardi krn belum beristri.... Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhaiii

    ReplyDelete
  20. Nah lho, benerkan kamu nggak bakal bisa lepas dari jeratan dia, pantas saja; nggak kau perhatikan aja dia ngejar, apalagi dikasih peluang, aku cuma mengingatkan kau sudah punya tanggungan.
    Ala jomblo loh,
    ikutan nimbrung.
    Padu pinggir dalan, kan cari penumpang, lumayan ada obat nyamuk biar nggak ngantuk bawa mobilnya.
    Orang nggak punya perasaan, jangan sok ngatur, wuah kelihatan ngebelain.
    Sejalan setujuan belum hariannya buanyak peluang, uthek muleg tambah kenthel.
    Lucu lagi sama orang diluar area masih saja mengatakan jujur, seneng nya dapat laporan, jadi sesuai target; sukses, tanda-tanda ngeberantakin rumah tangga orang tanpa rasa bersalah, akan ada plan bé buat langkah selanjutnya, you can see, apalagi sudah dikasih quote; kalau bosan ya ganti baju,
    Tambah mbandrêng sêlak kepingin ngulêng ulêng
    hi hi

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan Biarkan Bungaku Layu yang ke tiga puluh tujuh sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  21. Matur nuwun Ibu Tien, tambah seru....

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰

    Ternyata Guntur sdh mulai terlena dg Wanda,,
    Apakah itu Ardi,

    ReplyDelete
  23. Baretta..
    Kamu ketahuan...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  24. Tanda2 suami mulai tidak setia adalah tidak jujur pada istrinya. Guntur mulai deh...☹️

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.🙏🏻

    ReplyDelete
  25. Dalam etika pergaulan Islami, apa yg dilakukan Guntur itu sdh masuk kategori selingkuh. Masya Allah

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 43

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  43 (Tien Kumalasari)   Arum terdiam. Ia tidak lupa pada waktu yang dijanjikan Listyo, tapi sungguh dia bel...