Saturday, February 17, 2024

ADA CINTA DI BALIK RASA 20

 ADA CINTA DI BALIK RASA  20

(Tien Kumalasari)

 

 

Ketika Anjani mencari cairan pembersih lantai, ditemukannya botol cairan itu sudah kosong. Anjani meletakkannya dengan kecewa, lalu kembali lagi ke kamar ayahnya. Ia tak mempedulikan Usman yang masih duduk di depan, yang katanya sedang menunggu ayahnya, karena ada hal penting yang ingin dibicarakan. Barangkali sang ayah sudah mengutarakan maksudnya untuk mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan keluarganya selama dia sakit, bahkan sejak bertahun lalu. Kemudian dia datang untuk membicarakannya secara detail. Ayahnya juga belum mengatakan tentang uang itu, kecuali mengembalikan uang yang sudah dititipkannya di rumah sakit.

Itu sebabnya Anjani tidak mengusirnya. Maksudnya supaya semua permasalahan segera selesai, dan dia tidak lagi akan bertemu Usman sebagai calon istri. Memuakkan.

“Baguslah kalau dia ingin bicara, ayahku tak akan membiarkan dirimu mengambil hidupku,” kata batin Anjani.

Tapi yang namanya ke rumah sakit, tak mungkin bisa seperti orang bertamu. Begitu datang, dipersilakan masuk, kemudian mengutarakan maksud kedatangan, lalu pulang. Di rumah sakit banyak pasien. Harus ngantri, itu pasti, belum kalau harus memeriksa keadaan tubuh secara detail, yang periksa darah, tensi, dan lain sebagainya. Jadi dengan agak sebal Anjani menjamin bahwa Usman juga akan lama duduk di teras. Tapi biarkan saja, daripada menyuruh dia pulang lalu permasalahan tidak akan segera selesai.

Sementara itu Usman semakin kegerahan, bukan hanya karena udara semakin panas, tapi membayangkan berhasilnya rencana Estiana yang akan membuat Anjani tak akan lagi bisa berkutik kecuali menerimanya. Ia meraih gelas yang dihidangkan sang ‘calon istri’ dengan senyum mengambang. Akan ada saat-saat indah yang akan dinikmatinya, walau sebenarnya dia ingin melakukannya setelah resmi menikah. Apa boleh buat, ini adalah jalan terbaik yang harus dilaluinya.

Usman melihat wajah Anjani kemerahan dan keringat membasah. Ia memastikan, Anjani sudah menelan sesuatu yang dicekokkan Estiana sebelum berangkat ke rumah sakit. Usman sedang menunggu. Ia tak melihat bayangan Anjani ketika melongok ke dalam. Apakah Anjani sudah terlelap atau bahkan sedang menunggu kedatangannya dengan bara yang ditiupkan oleh obat itu?

Usman mengendurkan bajunya dengan melepas sebuah kancing. Ia sendiri merasa semakin gerah. Lalu minuman di gelas diteguknya sampai habis.

Usman melongok ke dalam, mencari keberadaan Anjani. Lalu berdiri pelan, masuk ke dalam.

***

Marjono duduk menunggu, menatap antrian yang memenuhi ruangan. Tampaknya dia datang kesiangan, sehingga mendapatkan nomor antrian yang ke sekian puluh, entah berapa, Marjono tak ingin melihatnya. Ia hanya melihat nomor antrian sekilas, dan tidak begitu memperhatikan karena Estiana menggenggamnya.

“KIta datang kesiangan Pak, sabar ya,” katanya lembut. Entah mengapa hari ini Estiana bersikap sangat manis. Bukan hanya kepada Anjani, tapi juga kepada suaminya.

“Salahnya kamu tadi, pakai mampir-mampir segala.”

“Hanya mampir ke rumah makan langganan, agar mengirim makanan ke rumah, soalnya aku tidak menyiapkan makanan untuk makan siang, sedangkan Anjani sibuk membersihkan rumah.”

“Cuma pesan saja kamu lama sih.”

“Bapak itu mbok ya sabar, sudahlah. Apa Bapak lapar? Aku ke toko di depan itu beli roti ya?” kata Estiana sambil berdiri.

“Tidak usah.”

“Nggak apa-apa, menunggu sambil ngemil biar tidak bosan.”

Tapi kemudian Estiana terkejut. Tak ada dompet di dalam tasnya. Ketika mampir memesan makanan tadi dia juga belum membayarnya karena sudah langganan, jadi tidak tahu kalau dompetnya ketinggalan.

“Ada apa?” tanya Marjono ketika melihat istrinya merogoh-rogoh tas yang dibawanya.

“Dompetku ketinggalan.”

“Ya sudah, tidak usah beli apa-apa,” kata Marjono yang sebenarnya membawa uang di dalam dompetnya, tapi enggan memberikannya karena dia tidak ingin makan apapun.

“Biar aku pulang dulu ya Pak.”

“Pulang?”

“Aku harus mengambil dompet itu.”

“Kalau butuh sesuatu, aku membawa sedikit uang,” kata Marjono pada akhirnya, ketika sang istri ingin pulang mengambil dompetnya.

Tapi Estiana memikirkan hal lain. Ada sesuatu di dompet itu. Surat-surat pembelian perhiasan, dan lain-lain, yang dikhawatirkan akan dilihat oleh Anjani ketika dia bersih-bersih kamar. Ia ingat ketika meletakkan dompet setelah membayar pembelian kerupuk yang lewat, dan lupa memasukkannya ke dalam tas. Mungkin di meja, atau dimana. Bagaimana kalau Anjani menemukannya dan membuka-buka isinya? Karenanya dia harus pulang.

“Tidak, biar aku ambil dompet dulu saja, pasti gilirannya masih lama.”

“Kenapa sih, kalau butuh uang aku bawa sedikit.”

“Tidak ah, ada hasil ceklab minggu lalu yang aku simpan di dompet itu juga, barangkali diperlukan,” katanya sembarangan, kemudian ia membalikkan badannya, bergegas pergi.

Marjono menatap punggungnya dengan heran. Tapi kemudian ia membiarkannya. Ia juga heran, mengapa tak menelpon Anjani saja agar mengirimkan dompet itu ke rumah sakit, bukankah itu lebih mudah? Tapi Marjono enggan memikirkannya. Ia kembali duduk diam, memejamkan matanya agar merasa lebih tenang.

***

Usman merasa tubuhnya semakin gerah. Ia melihat teko terletak di ruang tengah, kemudian melongok ke sekitar ruangan, tak ada siapa-siapa. Di mana Anjani? Usman berbalik ke teras untuk mengambil gelasnya yang masih kosong, lalu masuk kembali dan menuangkan lagi segelas jus jeruk yang masih ada di dalam teko.

Usman duduk dan meminumnya dengan sekali tenggak. Tapi minuman itu tak membuatnya merasa segar. Ada perasaan aneh. Di mana Anjani?

“Anjani..!” Usman memanggil dengan suara serak. Tak terdengar jawaban. Apa Anjani sedang menunggunya? Usman tersenyum iblis. Tubuhnya merasa tidak karuan. Ia bangkit ingin mencari Anjani, berjalan sempoyongan ke sekitar rumah. Bayangan Anjani tak kelihatan. Ada kamar yang tertutup.

“Ada apa aku ini? Apakah Estiana juga membubuhkan obat itu ke dalam minumanku?” desisnya pelan.

Tapi kemudian dia tersenyum.

“Kalau begitu baguslah, kami jadi sama-sama membutuhkan.”

Senyuman aneh itu masih membayang ketika dia sampai di depan kamar yang tertutup.

“Anjani ….”

Usman mencoba membuka kamar itu, tapi ternyata terkunci. Lalu ia membalikkan tubuhnya, kembali ke arah depan. Ada sebuah kamar lagi di sana. Usman tersenyum liar. Ia menuju ke kamar itu, lalu membukanya pelan. Tidak terkunci rupanya. Dan karena sempoyongan, maka Usman jatuh tersungkur. Dengan susah payah dia bangun, tapi keningnya benjol terantuk sudut ranjang yang agak runcing.

Usman mengelusnya, dan terengah, kemudian duduk di tepi ranjang. Matanya sedikit berkunang-kunang.

Tiba-tiba seseorang masuk. Mata Usman berbinar, mengira Anjani menyusulnya. Tanpa mengatakan sesuatu, dia segera memeluknya.

Terdengar suara memekik.

“Eh, nak Usman? Ada apa?”

Usman tak peduli, ia lupa segala-galanya oleh hasrat yang tidak dimengertinya. Wanita itu adalah Estiana. Sentuhan Usman membuatnya heran, tapi entah mengapa dia menyukainya. Estianapun seperti orang kesetanan. Pikiran warasnya hilang entah kemana. Dia melupakan Anjani dan semuanya. Suara pintu tertutup segera terdengar, agak keras, tapi rupanya tak seorangpun mendengarnya.

***

Anjani masuk ke halaman, berjalan pelan dengan harapan Usman yang dikiranya masih duduk di teras tak mendengar kedatangannya. Seperti ketika dia keluar tadi, ia melewati samping rumah dan berjalan pelan tanpa menimbulkan suara. Itu sebabnya Usman tak melihatnya.

Anjani kembali melewati samping rumah, sambil menjinjing obat pencuci lantai yang dibelinya. Ia agak kesal pada Usman. Mobilnya masih ada di halaman, tapi orangnya tak kelihatan duduk di teras. Gelas yang tadi dihidangkan tampak sudah kosong. Jangan-jangan Usman masuk ke dalam, dan punya maksud untuk melakukan hal yang tidak pantas pada dirinya.

Anjani mengambil obat pencuci lantai itu dan membuka tutupnya. Ia masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang. Ia bersiap menjaga diri kalau-kalau Usman berbuat nekad. Obat pencuci lantai itu siap dipegangnya. Kalau Usman bertindak macam-macam, dia akan menyiramkan obat itu ke arahnya.

Tapi sampai dia masuk ke rumah, tak ditemuinya Usman. Ia bahkan mendengar dering ponselnya dari dalam kamar yang tadi ditinggalkannya.

Anjani bergegas masuk, telpon dari ayahnya? Anjani segera membukanya.

“Bapak? Sudah selesai?”

“Anjani, apa ibumu pulang?”

“Ibu? Anjani tidak melihatnya.”

“Tadi ibumu pamit pulang untuk mengambil dompet. Kok lama sekali. Sebentar lagi giliran bapak masuk ke ruang periksa.”

“Oh, jadi Bapak sendirian? Baiklah, Anjani akan menyusul segera.”

“Cepat sedikit ya Nak.”

“Iya, tentu.”

Anjani meletakkan cairan pembersih lantai itu sembarangan, kemudian masuk ke dalam kamarnya dan mengambil kunci motor.

Ia tak usah mengganti baju karena saat keluar tadi dia sudah mengenakan pakaian yang pantas.

Ia mengendarai motornya dengan cepat, menuju rumah sakit. Ia tidak mengunci rumahnya karena merasa bahwa di rumah tadi masih ada tamu menunggu, yang sebenarnya membuatnya heran karena saat masuk dia tak melihat ‘sang tamu’ tersebut.

“Mungkin sedang ke kamar mandi di belakang,” pikir Anjani yang terus ngebut menuju rumah sakit.

***

 Sesampainya di sana, kebetulan sang ayah sedang berdiri untuk menuju ke ruang periksa, karena petugas sudah memanggil namanya.

Terengah Anjani mengejarnya, lalu ikut masuk ke dalamnya.

“Ibumu ke mana?” tanya Marjono pelan.

Anjani hanya mengangkat bahu, tanda tak mengerti, karena dia memang tidak tahu.

Perawat kemudian memintanya untuk berbaring di bangku pemeriksaan.

Anjani agak lega, mendengar dokter yang memeriksa mengatakan bahwa kondisi ayahnya baik-baik saja. Perawat membawa alat untuk memeriksa jantungnya, sedangkan Anjani duduk menunggu.

“Apakah ada keluhan dari pak Marjono?” tanya dokter yang segera dijawab oleh Anjani bahwa semalam ayahnya hanya mengeluh badannya agak kurang enak.

“Hanya kecapekan, atau banyak pikiran. Bukankah seharusnya pak Marjono tidak boleh berfikir dan kelelahan?”

“Ya dokter, akhir-akhir ini memang banyak yang dipikirkan bapak. Tapi tidak terlalu berat.”

Dokter mengangguk-angguk. Pemeriksaan EKG berjalan lancar, dokter mengatakan tak ada yang menghawatirkan menjelang operasi pada beberapa hari mendatang.

Anjani tersenyum lega. Barangkali masalah rumah itu membuat ayahnya terlalu memikirkannya, padahal semuanya berjalan lancar. Walau begitu memang ada sedikit pemikiran mengenai tempat tinggal yang akan dipilihnya nanti.

“Siap operasi seminggu lagi, Pak?” tanya dokter ketika Marjono sudah kembali duduk di depannya.

“Siap, dokter,” kata Marjono mantap.

“Bagus, tiga hari lagi kembali ke rumah sakit untuk pemeriksaan lengkap, untuk melihat kesiapan tubuh menjelang operasi nanti.”

“Baik, dokter.”

“Usahakan jangan terlampau lelah, jangan banyak berpikir, apalagi sampai tertekan.”

“Baik.”

“Obatnya masih ada?”

“Masih untuk tiga hari mendatang.”

“Baiklah, dilanjutkan saja. Tiga hari lagi kembali, mungkin harus menginap sebelum operasi dilaksanakan.”

***

Ketika pulang, Marjono mengajak Anjani untuk melihat rumah yang ditawarkan temannya. Dalam perjalanan itu, Marjono bertanya-tanya tentang istrinya. Tapi Anjani memang tidak melihat ibunya pulang.

“Pergi ke mana dia? Katanya hanya untuk mengambil dompetnya yang ketinggalan. Sudah hampir dua jam belum juga kembali.”

“Apa Bapak tidak membawa uang?”

“Sudah bapak tawarkan, kalau perlu uang bapak membawa uang sedikit, tapi dia bersikeras untuk pulang, katanya ada hasil lab minggu lalu yang ada di dalam dompetnya, yang dikhawatirkan akan ditanyakan oleh dokternya ketika pemeriksaan. Jadi bapak membiarkannya dia pulang. Nyatanya dokter tidak bertanya apapun tentang hasil lab itu. Bukankah setelah pemeriksaan lab itu dokter sudah melihat hasilnya?”

“Benar, tadi dokter tidak menanyakannya. Tapi dompet ibu memang terletak di atas meja tadi. Anjani hanya melihatnya di dalam kamar, saat bersih-bersih. Tapi tidak membukanya dan tidak mengira kalau itu barang yang tertinggal. Anjani mengira, dompet itu memang tidak dibawa.”

“Apa dompet itu berisi hasil lab juga?”

“Anjani sama sekali tidak membukanya, jadi tidak tahu apa isinya.”

“Ya sudah, biarkan saja. Paling-paling kalau dia kembali ke rumah sakit dan bapak tidak ada, dia juga akan pulang dengan sendirinya.

“Tadi ada pak Usman menunggu Bapak, katanya akan bicara penting.”

“Bapak sudah berpesan pada ibumu kalau uangnya akan bapak kembalikan, dan dia tidak lagi boleh berharap atas dirimu.”

“Mungkin kurang jelas, lalu ingin bicara dengan Bapak. Entah sekarang masih di sana atau tidak. Ketika Anjani berangkat ke rumah sakit, mobilnya masih ada di halaman, tapi Anjani tidak bertemu dia dan pamit bahwa mau ke rumah sakit. Kecuali segan bicara sama dia, Anjani juga tergesa-gesa karena Bapak bilang kalau sendirian.”

“Ya sudah, jangan dipikirkan.”

Taksi yang ditumpangi oleh mereka sudah berhenti di depan sebuah rumah kecil, sederhana. Marjono dan Anjani dipersilakan melihat-lihat oleh penjaga rumah itu, karena Marjono sudah berpesan akan melihat-lihat hari ini.

Rumah itu bukan rumah baru, catnya sudah mengelupas, dan tampak suram. Tapi ada tiga kamar di rumah itu, ada dapur dan kamar mandi, yang salah satunya adalah kamar mandi dalam. Ada sisa halaman yang tak begitu luas, untuk menjemur pakaian dan membuat taman kecil.

“Secara umum bapak suka. Tapi harus dicat lagi supaya kelihatan terang. Banyak pohon-pohon di sekitar rumah, membuat sejuk suasana. Apa kamu suka?”

“Kalau Bapak suka, Anjani juga suka. Kalau sudah di cat ulang, dibersihkan, tampaknya rumah ini akan nyaman untuk tempat tinggal.”

Keduanya merasa senang, dan akan segera menindak lanjuti pembelian rumah itu. Ketika mereka sampai di rumah, mobil Usman masih ada di halaman. Anjani heran, karena tak melihat Usman di teras, bahkan ketika masuk ke dalam rumah.

Marjono terkejut, ketika melihat Estiana keluar dari kamar tamu dengan rambut awut-awutan, dan pakaian yang kedodoran. Lebih terkejut lagi ketika mendengar suara laki-laki terbatuk dari dalam kamar itu.

Estiana pucat pasi melihat suaminya sudah pulang. Mulut Anjani ternganga melihat penampilan sang ibu tiri. Apa yang terjadi?

***

Besok lagi ya.

 

84 comments:

  1. Alhamdulillah ACeDeR 20 tayang
    Mksh bunda Tien moga sehat selalu doaku

    Salam sayang dari Jogja

    ReplyDelete
  2. 🥰❤️😘🌹👩‍❤️‍👨🌹😘❤️🥰
    🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋

    *ALHAMDULILLAH ADA CINTA DIBALIK RASA*
    #Episode_20 Sudah TAYANG.
    Matur nuwun bu Tien.......

    Senjata makan tuan... Maunya menjebak Anjani.....
    Eeeee malah Estiana yang 'yang dikeloni' calon mantu........

    SALAM ADUHAI, DHE.......🥰🥰

    🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋
    🥰❤️😘🌹👩‍❤️‍👨🌹😘❤️🥰

    ReplyDelete
  3. 🌸☘️🌸☘️🌸☘️🌸☘️
    Alhamdulillah 🙏🌼🦋
    ACeDeeR_20 sdh tayang.
    Suwun nggih Bu Tien
    yang baik hati.
    Sehat2 & tetap smangaats
    terus yaa .
    Salam aduhai dr Jatibening
    🌸☘️🌸☘️🌸☘️🌸☘️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waduuuuh makin seru niih...Calon menantu koq nggarap calon mertua...senjata makan tuan...Gusti Allah mboten sare, rencana jahat berbalik kena ke pemiliknya...Selamat tinggal Estiana...Nikahlah dgn pak Usman, Pak Marjono tdk sudi lg punya istri yg selingkuh...Kita tunggu kelanjutannya hari Senin, lamanya nunggu 2 hari lagi...🤔🤦

      Delete
    2. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Sari

      Delete
  4. Alhamdulillah...
    Maturnuwun Bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun mbak Tien
    Sehat selalu

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillaah
    Matur nuwun bunda
    Sehat selslu untuk bunda & keluarga

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~20 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  9. Alhamdulilah, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode ke 20, salam sehat dan tetep semangat inggih, wassalam dari Cibubur, JakTim

    ReplyDelete
  10. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah sudah tayang....

    Matur nuwun Bu Tien....

    Semoga Sehat selalu nggih....

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah sampun tayang mugi bunda Tien tansah pinaringan kasarasan.

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah hadiah akhir pekan dari bu Tien...
    Matur nwn bu Tien semoga selalu sehat wal affiat🤲

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete

  15. Alhamdullilah
    Ada Cinta Dibalik Rasa 20 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah.... maturnuwun Bunda, semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  17. Sugeng ndalu Bunda Tien.

    Hamdallah cerbung Ada Cinta di Balik Rasa..20 telah tayang. Matur nuwun

    Waduh zerangan fajar nya berbalik arah, mirip senjata makan tuan..😁😁

    Apa yang mereka lakukan, bikin pak Marjono dan Anjani tdk bisa mentolerir perbuatan maksiat tsb.

    Siap2 pak Marjono menceraikan ibu nya Anjani.


    Alhamdullilah
    Semoga ALLAH memberikan..kesehatan yang sempurna kagem Bunda Tien....tercinta..Salam sehat selalu dan selamat berakhir pekan Bunda 🤲❤

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  18. Ealah... Usman - Estiana, akhirnya.,. Memang lebih baik begitu dari pada kena orang lain.
    Celakanya kalau justru pak Marjono yang jatuh.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat . Senjata makan tuan hehehebattt. Maturnuwun 🌹🌹🌹🙏

    ReplyDelete
  20. Kapokmu kapan Estiana ! Senjata makan tuan...hehehe.
    Maturnuwun mbak Tien. Kebusukan akan menghancurkan mereka sendiri..

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah tayang
    Makasih bunda
    Ketahuan perselingkuhan ibu tirinya dan Usman hahaha makin seru aja

    ReplyDelete
  22. Terima kasih Bunda Tien Kumalasari, waduh ini koq ada pagar makan tanaman ya ? He he.he

    ReplyDelete
  23. Hore hore Usman main kuda kuda an sama Estiana

    ReplyDelete
  24. Makanya jadi orang jangan serakah, akhirnya calon mantu juga diemban... semoga Marjono baik2 saja melihat istrinya selingkuh dengan calon menantu.. terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan selalu aduhai...

    ReplyDelete
  25. Makin serru... kejahatan demi kejahatan akan segera trbongkar, terima kasih Mbu Tien... sehat sllu bersama keluarga trcnta...

    ReplyDelete
  26. Walaahh..kapokmu kapan ta wis, Usman,..
    Wong kq njelehi...😅😅

    Matur nuwun bunda Tìen,..🙏🙏

    ReplyDelete
  27. Horeee....ibu tiri dompetnya udah di serahkan nak Usman

    Rambut wut-awutan bajunya kedodoran kancing lupa di kancingin

    Moga pak Marjono makin sehat
    Krn lihat Anjani udah selamat dari cengkeraman ibu tirinya
    Trnyt senjata makan tuan

    Penisirin bingitz deh bgmn kelanjutannya
    Yuuuk kita tunggu besok lagi ya

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Ttp semangat dan
    ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  28. Ternyata mabok sendiri, nah lho konangan.
    Dah kebetulan jadi nggak repot repot kejasa pelelangan, sudah ada yang mborong. Sok lah.
    Angkat baé sekalian los.
    Oh ternyata dompet ketinggalan buat alasan, Usman mau buru buru pergi, Estiana ini dibawa sekalian jangan ketinggalan.
    Alasan ketinggalan dompetnya, ternyata malah suwengé ting gêrèntèl, mambu ketundhung gudèl.
    Ini bisa terjadi penganiayaan Usman nggak terima,
    ; mengira dijebak Estiana.
    Waduh Usman maèn kasar, Anjani nelpon memanggil teman teman. Dari semut sampai gajah, dikerahkan.n
    Jadi heboh, wah tensinya pak Maryono naik nich..
    ditunda lagi operasinya
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Ada cinta dibalik rasa yang ke dua puluh sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ... 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  30. Matur nuwun Bu Tien. Hehe senjata makan tuan. Ceritanya Bu Tien memang susah ditebak. Salam sehat dan bahagia Bu dari Yk...

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah ACeDeeR 20 sdh tayang, mwtursuwun Bu Tien sayang. Salam sayang semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah... Sehat selalu mbakyu🥰

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Kun Yulia

      Delete
  33. Alhamdulilah ACDR sdh tayang maturnuwun bu Tien... srmoga bu Tien sll sehat dan bahagia salam hangat dan aduhai bun

    Oalaaaaah estiana habislah hidupmu .. gara gara jadi kebo... tinggal tunggu hancurnya..

    ReplyDelete
  34. Tyt Estiana mengulang kisah spt bu Rusmi dan Baskoro... Skrg senjata makan tuan Estiana & Usman ...Tiada maaf dr pak Murjono utk bu Esti....

    ReplyDelete
  35. Akhirnyaa...yg jadi ny.Usman si Estiana. Seneng dong dapat orkay.😁
    Btw, motor Anjani ketinggalan di parkiran RS ya...minta tolong siapa untuk bawakan ke rumah? Ditunggu selanjutnya...salam sehat & terima kasih, bu Tien.🙏

    ReplyDelete
  36. Terima kasih bu Tien ... ACDR ke 20 sdh hadir ... tadi ada acara jadi telat bacanya ... Smg bu Tien & kelrg sehat n bahagia sll ... Salam Aduhai

    ReplyDelete
  37. Marjono menceraikan Estiana, apakah Usman akan menikahinya? Kita lihat lanjutannya
    Terimakasih... Bu Tien moga sehat jasmani rohani ekonomi dlm lindungan Allah SWT

    ReplyDelete
  38. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Matur nuwun ibu Nanik

    ReplyDelete
  39. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Matur nuwun ibu Enny

    ReplyDelete
  40. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Matur nuwun ibu Anik

    ReplyDelete
  41. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Matur nuwun ibu Ting

    ReplyDelete
  42. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Matur nuwun pak Arif

    ReplyDelete
  43. Alhamdulillah,matur nuwun Bu Tien 🤗🥰, salam sehat wal'afiat semua ya
    Terlambat baca g pp yg penting bisa menghibur di hari Ahad ,, dg kejutan Esteh keluar dr kamar dg awut2an tambah seru episode berikutnya ya Bu Tien , mantab 👍 n aduhaiii 🤩

    ReplyDelete
  44. Alhamdulillah bisa komen. Anjani terselamatkan, malahan Estiana yang konangan selingkuh dengan Usman. Pastinya sama pak Marjono disuruh keluar rumah dan diceraikan. Semoga penderitaan Anjani berlalu menjadi kebahagiaan. AMIIN. Salam sehat selalu katur bu Tien. Ditunggu nggih perangnya antara Estiana dan pak Marjono

    ReplyDelete
  45. Ketangkap basah nih Estiana, Anjani terselamatkan.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  46. Mbak Tien, teman2 dan saya rame nebak2 terusnya....hahaha
    Matur nuwun cerita2 nya, teman2 nitip salam penuh Terima kasih
    Oh yaaa motor Anjani ditinggalkan Di RS?
    Koq naik taksi pulangnya?
    Hehehe..saya nebak2 terus nya pasti ada cerita ttg motor Anjani

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 15

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  15 (Tien Kumalasari)   Wanita itu mempercepat langkahnya. Ia mengenal suara itu, tentu saja. Tapi gerimis ...