Wednesday, November 30, 2022

JANGAN PERGI 38

 

JANGAN PERGI  38

(Tien Kumalasari)        

 

Ratri terpana. Ia menatap ibunya. Dua-duanya ditatapnya bergantian, lalu Listi. Semuanya menganggukkan kepala, artinya meminta agar Ratri menuruti kemauan bu Listyo.

“Tolong jangan pergi,” lirih bu Listyo.

Ratri membalikkan tubuhnya, melihat Radit meronta, dipegangi teman-teman dokternya. Ia setengah berlari mendekat, lalu memegangi salah satu tangannya.

“Mas Radit, aku tidak ke mana-mana,” bisiknya. Tapi bisikan itu membuat Radit berhenti meronta.

“Ratri?”

“Aku akan di sini.”

Para dokter melepaskan pegangannya, dan salah seorang suster kembali memasang infusnya.

“Ratri?”

“Aku ada di sini,” katanya sambil menepuk-nepuk tangan Radit.

“Ternyata obatnya ada di sini,” celetuk salah seorang teman dokter yang ikut menangani.

“Tidak terlalu sulit, kalau hati sudah bertaut.”

“Sembuh Dit !!” sambut yang lain, kemudian mereka bubaran.

Radit hanya diam, melihat mereka pergi satu persatu, tinggal dua orang perawat yang masih sibuk memasang lagi infusnya.

Radit terus memandangi Ratri yang berlinang air mata sambil masih memegangi tangannya.

“Jangan pergi …” bisiknya

“Aku di sini, tidurlah.”

“Aku ingin terus memandangi kamu.”

Ratri mencubit pelan punggung tangan Radit. Ada senyum terulas di bibir pucat itu. Senyum yang penuh rasa, yang tak bisa dilukiskannya. Maklumlah, ada tambatan hati menemani. Akankah sang ibu merestui?

Diatas sofa, bu Listyo masih sibuk mengusap air matanya. Entah apa yang dirasakannya. Bayangan orang-orang yang baru saja meninggalkan ruangan itu kembali melintas, lalu terpaku kepada bayangan salah satunya, yang dikenalkannya sebagai ibu kandung Ratri. Benarkah wanita itu kurang waras? Tatapannya begitu lembut, seperti Ratri. Kata-katanya tertata dan santun. Genggaman tangannya hangat, bersahabat. Lalu bu Listyo menatap ke arah ranjang, melihat Radit begitu tenang, dan sebelah tangannya bergenggaman dengan tangan Ratri. Gadis yang selalu disebut-sebut namanya dengan rintihan memelas.

Akankah Radit bahagia bersama gadis pujaannya? Ya iyalah, pastinya. Bagaimana seorang ibu bisa tidak begitu peka menangkap idaman anak satu-satunya? Idaman yang tidak menyimpang, tidak perlu diluruskan, karena mata hati tak pernah bohong.

Bu Listyo mengusap air matanya. Lalu berdiri serta melangkah mendekati keduanya.

“Apa kamu bahagia?” bisiknya sambil mengelus kepala anaknya.

“Ibu, bahagia Radit adalah dia.”

Bu Listyo mengelus punggung Ratri lembut.

“Selalu bahagiakan dia, dia satu-satunya milikku yang berharga.”

Ratri tersenyum, kembali menitikkan air mata. Apakah bahagia sudah sampai di muaranya?

Tiba-tiba sebuah ketukan terdengar, bibik membuka pintu dan seseorang muncul, langsung menghambur ke arah ranjang, dimana Radit masih berpegangan tangan.

“Mas Radit? Mas Radit kenapa?”

Ratri melepaskan tangannya, mengusap air matanya lalu mundur, membiarkan Dian mendekati Radit.

“Mas Dian?”

Bu Listyo menatap heran, ia belum pernah melihat Dian. Dian kemudian sadar diri, meraih tangan bu Listyo dan menciumnya.

“Saya Dian Bu, sahabat mas Radit dan Ratri.”

“Oh, baiklah. Biar ibu ke sana dulu,” katanya sambil pergi menjauh, sambil mengusap sisa air matanya.

Dian kembali menghadapi Radit.

“O, begini ya caranya Mas? Sesambat tentang Ratri, aku sampai ikut mikir, ee… ternyata sudah lengket kembali? Atau … apakah ini perpisahan? Baiklah, Ratri, aku punya teman, gadis, cantik, akan aku perkenalkan dia sama mas Radit, dan pasti mas Radit suka, karena dia sangat menarik, dan seksi, tapi dia baik kok. Kasihan aku sama mas Radit kalau kamu meninggalkannya,” seloroh Dian yang kemudian membuat Ratri memukul lengannya.

Dian terbahak. Keras sekali, membuat bu Listyo dan bibik yang duduk di sofa menatap ke arah mereka.

“Mas Dian, aku tidak mau gadis cantik seksi yang akan mas Dian kenalkan, aku mau yang ini, cantik, sederhana, menggemaskan. Pakai pura-pura ingin putus hubungan, padahal dia cinta mati sama aku,” kata Radit pelan. Ratri mengangkat tangannya, ingin memukul Radit, tapi diurungkannya. Masa sudah sakit mau disakiti lagi sih?

Radit belum bisa tertawa keras. Dadanya agak terasa sesak, tapi matanya tampak berseri.

“Ya sudah, berarti besok aku bisa kembali ke Jakarta dengan perasaan tenang. Tadi aku hampir membatalkan tiket aku gara-gara mendengar mas Radit kecelakaan,” kata Dian.

“Mbak Listi mengabari kamu?” tanya Ratri.

“Bukan, aku ke rumah mas Radit. Tetangganya yang memberi tahu. Kamu sih, tidak mengabari aku kalau ada kejadian seperti ini.”

“Dia sibuk menangisi aku,” kata Radit sambil tertawa.

Ratri mencubit lengan Radit, pelan.

Lalu Radit bercerita tentang kejadian yang menimpanya, dan membuat Radit harus dirawat.

“Maafkan aku,” kata Ratri pelan.

“Pasti itu bukan kemauan kamu. Listi, ya kan?” tebak Dian.

“Aku bersyukur, mbak Listi mau menerima ibu kandungnya.”

Tiba-tiba ponsel Dian berdering.

“Maaf,” kata Dian sambil mengangkat ponselnya.

“Mas, lagi di mana?” suara dari seberang.

“Ini, lagi di rumah sakit.”

“Siapa yang sakit?”

“Mas Radit kecelakaan.”

“Ya Allah, kecelakaan di mana, dan bagaimana keadaannya?”

“Masih dirawat. Ada apa?”

“Ya sudah kalau sedang membezoek pak Radit, Arin yang menanyakannya.”

“Iya, sebentar lagi aku kesana.”

“Pasti dari bu Dewi,” kata Ratri setelah Dian menyimpan ponselnya.

“Arina. Tapi baiklah, aku harus segera pergi, mas Radit cepat pulih ya.”

“Terima kasih perhatiannya. Salam untuk bu Dewi,” kata Radit.

Dian mengangguk, lalu melangkah keluar dari ruangan Radit, setelah berpamit kepada bu Listyo.

***

Listi mengajak bu Cipto ke rumahnya, setelah mereka meninggalkan Ratri di rumah sakit. Mereka berbincang tentang sikap orang tua Radit, yang tampaknya sudah bisa menerima Ratri setelah melihat keinginan Radit yang selalu memanggil-manggil Ratri dalam sakitnya.

“Tampaknya hubungan mereka membaik,” gumam bu Cipto dengan wajah berseri.”

“Tadinya tidak suka karena saya,” kata Tijah lirih.

“Bukan. Memang keluarga orang berada selalu banyak pertimbangan dalam memilih siapa yang harus menjadi keluarganya. Tadinya Ratri memang sudah ragu-ragu, mengingat orang tuanya hanya pensiunan guru yang sederhana. Dia merasa tidak sepadan dengan nak Radit yang putra dari keluarga terpandang. Dan itu dipikirkan Ratri sejak lama.”

“Ratri gadis baik, dan itu karena didikan dari bu Cipto sejak dia masih kanak-kanak. Saya bersyukur dan berterima kasih untuk Ibu.”

“Bukan begitu. Bukankah setiap orang tua selalu mendidik anaknya untuk menjadi baik?”

“Benar, dan saya menyesal tidak punya kesempatan untuk itu. Ketika bertemu dan berkumpul, mereka sudah menjadi dewasa, dan keduanya memiliki perilaku berbeda.”

“Tapi perilaku baik dimiliki oleh keduanya. Buktinya sekarang Listi bisa menerima Ibu Tijah dan Ratri sebagai keluarganya, begitu menyayangi dan menjaganya. Dan itu karena darah yang dimiliki adalah darah dari seorang ibu yang baik seperti bu Tijah,” kata bu Cipto yang tak ingin melihat bu Tijah kecewa.

“Benarkah?”

“Tentu saja benar.”

“Saya juga bersyukur, di hari tua saya, saya bisa merasakan kebahagiaan ini. Berkumpul bersama anak-anak saya, dan memiliki saudara sebaik Ibu,” kata bu Tijah sambil menepuk punggung tangan bu Cipto.

“Saya juga bersyukur, kita bisa bertemu dalam suasana hangat seperti ini. Saya tidak akan kesepian, ketika nanti Ratri sudah menikah dan dibawa suaminya.”

“Tapi saya prihatin, Listi tidak mau menikah lagi.”

“Apa yang dilaluinya di saat lalu, membuatnya memutuskan hal itu. Tapi kan itu baru sekilas diucapkannya. Siapa tahu pada suatu hari nanti, Allah memberikan jodoh yang baik untuk Listi.”

“Aamiin.”

Ketika kedua ibu itu berbincang di teras, Listi sedang termenung di kamarnya. Ada penyesalan di dalam hatinya, atas semua yang dilakukannya di masa lalu. Dulu hanya ingin bersenang-senang, dan tidak ingin repot dengan mengasuh anak, sekarang semua itu terjadi, dia tidak akan bisa memiliki anak. Vonis dokter itu selalu diingatnya, dan membekas sampai sekarang. Apalagi ketika melihat bekas suaminya begitu dekat dengan seorang anak kecil yang begitu manja terhadapnya. Ada perih mengiris dihatinya. Hanya saja Listi wanita yang berhati keras. Dengan senyuman yang selalu tersungging di bibirnya, ia tak pernah menampakkan rasa sesal dan kecewa itu, sementara dia adalah manusia biasa yang punya hati dan rasa. Lalu sore itu ia melihat betapa kentalnya sebuah cinta antara Ratri dan Radit, bekas pacarnya. Pasti indah rasanya, karena dia pernah mengalaminya.

Listi menghela napas panjang. Tampaknya ia memang tak ingin menikmati indahnya berumah tangga, karena ia merasa bahagianya sudah sempurna dengan hidup bersama ibu kandungnya. Biarlah Ratri menemukan kebahagiaannya sendiri. Ia berhak menemukannya. Ia lega ketika siang tadi di rumah sakit, bu Listyo bersikap baik dan mungkin semakin baik sekarang, setelah menyadari cinta Radit yang begitu besar.

“Aku akan selalu menjagamu Ratri. Tak akan aku ijinkan siapapun menyakiti kamu,” bisiknya.

Hari sudah temaram senja. Ia tahu kedua ibu yang tampak akrab itu sudah mandi, sedangkan dirinya belum. Ia melongok ke arah jendela, menatap remang yang mulai melingkupi alam. Lalu ia menutup jendela itu dan melangkah keluar.

“Kamu belum mandi?” tegur ibunya ketika melihat Listi masih mengenakan pakaian yang tadi dikenakannya.

Listi tersenyum, tersipu.

“Iya, Bu, ini mau mandi. Hanya ingin memberi tahu Ibu, bahwa sebentar lagi kita akan mencari makan, sambil beli makanan untuk Ratri, siapa tahu dia kelaparan di rumah sakit, karena lupa makan setelah bertemu dengan kekasihnya,” kata Listi.

“Baiklah, terserah kamu saja. Kami akan ganti pakaian, dan kamu harus segera mandi,” kata Sutijah.

“Kita akan berangkat setelah maghrib,” kata Listi sambil beranjak ke belakang.

***

Bu Listyo hanya duduk di sofa ditemani bibik, membiarkan Radit dan Ratri berdua. Radit sudah tertidur, tapi tangannya masih menggenggam erat tangan Ratri.

Bu Listyo mendekat, karena merasa kasihan melihat Ratri, yang pastinya kelelahan.

“Ratri, bukannya mengusir, tapi apakah kamu tidak ingin pulang dulu? Biarlah bibik menunggui Radit.”

“Ratri mau shalat dulu Bu.”

“Oh, baiklah. Tapi kamu boleh pulang setelah shalat, kamu pasti capek.”

“Ratri jangan pergi,” tiba-tiba Radit membuka matanya, dan mempererat genggaman tangannya.

“Mas, aku mau ke mushala dulu ya, nanti aku kembali kemari.”

“Benar?”

“Benar.”

“Ratri kan capek Dit, biarlah dia pulang dulu untuk beristirahat.”

“Sebentar lagi ya Tri?” Radit masih menawar.

“Bu, Ibu saja yang pulang dulu, biar saya menjaga mas Radit sebentar lagi. Saya akan pulang setelah ibu kembali. Ibu juga pasti capek.”

“Baiklah kalau begitu, sekalian membelikan makanan untuk kamu. Sekarang shalat dulu saja. Aku sama bibik menunggu di sini.”

Ratri mengangguk, lalu bergegas keluar untuk menuju mushala. Bu Listyo mendekati anaknya.

“Radit, apa kamu yakin akan memperistrikan dia?” tanya bu Listyo hati-hati.

“Radit hanya mau dia. Radit sangat mencintainya.”

Bu Listyo mengangguk.

“Apa ibu ragu-ragu?”

“Tidak.”

“Kalau begitu restuilah kami. Ratri tidak mau menerima Radit, kalau ibu tidak memberi restu.”

“Akan ibu pikirkan.”

“Mengapa Ibu masih harus memikirkannya?”

“Ibu harus bicara dulu sama Ratri, tapi tidak sekarang. Menunggu kamu sembuh dulu.”

Radit mengerti. Ia yakin tidak mudah meluluhkan hati Ratri, karena dia selalu merasa tidak pantas bersanding dengan dirinya. Tapi Radit akan terus meyakinkannya, bahwa dia mencintai bukan karena dia anak siapa, tapi karena memang dia pantas dicintai.

***

Ternyata Listi dan kedua ibunya datang sebelum bu Listyo kembali. Listi juga membawakan baju ganti untuk Ratri, dan menyuruhnya mandi.

“Mandi dulu, tak akan ada yang mau menculik pacar kamu selama kamu mandi,” seloroh Listi sambil menyerahkan baju ganti.

Ratri menerimanya dan tersenyum manis.

“Terima kasih Mbak,” katanya sambil berdiri, membawa baju yang diberikan Listi, ke kamar mandi.

“Kamu senang, Ratri sudah mau menunggui kamu?” kata Listi yang menggantikan duduk di samping Radit.

“Kamu kan tahu, bahwa aku sangat mencintai dia.”

“Apa ibu kamu akan setuju? Aku melihat dia menyakiti Ratri ketika membawa rendang ke rumah kamu.”

Radit menatap Listi, tak menjawab.

“Aku ada di sana ketika itu. Sakit hati aku melihat adikku disakiti.”

“Maaf, hal itu tak akan terulang lagi.”

“Kamu yakin?”

“Kamu harus pecaya sama aku.”

“Aku ikhlas Ratri bersamamu, tapi kalau sekali saja kamu menyakitinya, aku akan membalas kamu,” ancam Listi tanpa tahu balasan apa yang bisa dilakukannya. Pokoknya mengancam deh, kata batin Listi.

“Aku janji.”

***

Dian dan Dewi sedang duduk di sebuah bangku, membiarkan Arina bermain di arena bermain. Mereka terpaksa berangkat agak malam, karena Dian ada di rumah sakit sampai sore.

“Dewi, aku ingin segera melamar kamu.”

Dewi menatap Dian.

“Dan aku akan segera membawa kamu ke Jakarta.”

“Bolehkah aku mengatakan sesuatu?”

“Boleh saja. Apa itu?”

“Aku kasihan sama Listi. Entah kenapa, sungguh aku merasa kasihan.”

“Lalu?”

“Bagaimana kalau mas juga menikahinya nanti?”

Dian terlonjak kaget mendengar permintaan Dewi.

***

Besok lagi ya.

51 comments:

  1. Alhamdulillah JP 38 udah tayang mojok yuuuk

    Mksh bunda Tien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selamat jeng Iin juara 1

      Alhamdulillah sudah tayang..... Matur nuwun bu Tien salam sehat selalu

      Delete
    2. Alhamdulillah jeng Iin juaranya.
      Matur nuwun bunda Tien. JP 38 sdh tayang.
      Episode kemarin bikin sy mewek..hu..hu

      Delete
    3. Mewek ga usah di blg dong
      Alhamdulillah skrg InshaAllah udah aman

      Bu Listyo udah mati kutu tuh
      Gak bs berkutik lg

      Kita tunggu lanjutannya bsk

      Tp bgmn dgn pertanyaan Dewi mungkinkah Dian mau menikahi keduanya

      Tak mungkin deh rasanya

      Itu seh menurutku,smw terserah bunda Tien
      Mksh bunda Tien sehat selalu doaku bunda dan ttp ADUHAI

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Pergi sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien . .

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 sll

    ReplyDelete
  5. Alhamdulilah, maturxnuwun mbakyuku Tienkumalasari, salam aduhaai dari Cibubur

    ReplyDelete
  6. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,

    ReplyDelete
  7. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,

    ReplyDelete
  8. Alhamdullilah..terima ksih bunda JP nya..slm sehat sll unk bunda🙏🥰😍😘🌹

    ReplyDelete
  9. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien

    ReplyDelete
  10. SELAMAT HUT WAG PCTK yang ke 2 tahun.
    Tanggal 30 November 2022.
    Rajut kebersamaan dalam silahturahim
    Peduli sesama dengan saudara-2 terdampak GEMPA CIANJUR
    Seduluran Sak Lawase

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  12. Wah...Dewi malah usul agar Dian poligami (???)
    Yang lain sudah oke, tinggal beberapa episode mungkin tamat.
    Salam sukses mbak Tien yang selalu ADUHAI, sehat terus nggih..

    ReplyDelete
  13. 🌻🦋🍃 Alhamdulillah JP 38 telah tayang. Matur nuwun Bunda Tien, semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai🙏🦋⚘

    ReplyDelete
  14. Oh ini rupanya kenapa judulnya JANGAN PERGI, jangan pergi Ratri (buat Radit) dan jangan pergi Dian (buat Listi).....kira² begitu, yang tahu pasti Mbak Tien....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya betul itu Abah..
      Bu Listyo juga..sdh berharap Ratri Jangan Pergi ..utk Radit anak semata wayangnya..

      Delete
  15. Alhamdulillah... Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun bunda Tien....
    Salam sehat selalu..

    ReplyDelete
  17. Yesss !!! Tayang
    Bahagianya RR makin lengket lagi jodohnya, kasihan L

    ReplyDelete
  18. Eittdah... Bu Dewi, siap di poligami??
    😁😁😁
    Walaupun klo ridho balasannya memang surga, tapi apa mampu menjalani nya...
    Di dunia maya, mungkin bisa
    Di dunia nyata... hhhmmmm

    ReplyDelete
  19. Terima kasih mbak Tien, salam sehat selalu.
    Kl boleh, jangan ada poligami. He5x.

    ReplyDelete

  20. Alhamdulillah JANGAN PERGI~38 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  21. Waduuh, bu Dewi minta Dian menikahi Listi juga...
    Ah yg beneer ini...
    Mau nggak...mau nggak ya...
    Wah bu Tien bikin penisirin saja niih..
    Di tunggu cerita selanjutnya...
    Terimakasih, salam sehat dan Aduhai dari mBantul..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apkh Dian berani menerima usul Dewi?? Bsk lg penasarannya pak..

      Delete
  22. Alhamdulillah JP 38 sdh tayang
    Terima kasih Bu Tien, semoga sehat dan sukses selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah JePe 38 sdh tayang
    Matursuwun Bu Tien, salam sehat dan sukses selalu.

    ReplyDelete
  24. Kayaknya sudah hampir cuntel nih cerita, semua bahagia...

    Matur sembah nuwun ibu Tien, Berkah Dalem...

    ReplyDelete
  25. Wah, tumben...ibu Tien mau tampilkan tokohnya poligami? Beda ya...😀

    ReplyDelete
  26. Oh Dian dapat dua...
    Terima kasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  27. Oooh dian apa akan nikahi Listy tp Tak mungkin mau karena dia amat sayang ibu n ibu angkat Ratri pasti tak mau di madu 👊👊👊enak aja nemplok sana sini Dian

    ReplyDelete
  28. Wi Dewi kamu usulnya aneh-aneh
    Iya tuh orang disamakan tawon; iyå yå dupèh ngêntap ngêntup bola bali ora thukul² malah arêp diwènèhi madu.
    Coba tanya sama Radityo; Listi tuh kalau punya rencana/keinginan susah kalau diberi saran bahkan saran terbaik sekalipun, tetap saja ngga digubris, lagian Listi keras kepala lagi.
    Jangan karena Dewi punya rasa kasihan terus minta ada kerjasama.
    Masalah hati tuh mana bisa begitu, padhaké cublak² suweng waé.
    Sudahlah biarkan Arina berpuas diri merasakan memiliki bapak.

    Biarkan titipan yang ada sama-sama dirawat baik baik, ini kan juga berkah dari Nya
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan pergi yang ke tiga puluh delapan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  29. Alhamdulilah..Ratri sdh hadir
    Tks bunda Tien..
    Semoga sehat dan bahagia selalu..
    Aamiin..

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat 🤗🥰

    Aduhaiiiii sakali bu Tien sy jd nangis ,,bu Tien sangat baik sekali ,dlm akhir ep 38 ini msh mengingatkan listi 🌿🌹

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah mbak Tien Kumalasari, selalu sehat2. Jangan Pergi. Dian Bersedia menikahi Listi, tetapi Listi tidak bersedia...yah Krn merasa bersalah dan memang keras hati, tidak ingin mengais luka lama. Nanti Kusti akan ketemu dokter teman nya Radit. Semoga....hee he..

    ReplyDelete
  32. Alhamdulilah, sudah tayang gasik semalam ttpi baru coment pagi², kok tumben sedikit yg coment, btw matur nuwun injih mbakyuku Tienkumalasari sayang, sehat sll dan tetep semangat salam aduhaai dari Lampung

    ReplyDelete

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 01

  KUPETIK SETANGKAI BINTANG  01. (Tien Kumalasari)   Minar melanjutkan memetik sayur di kebun. Hari ini panen kacang panjang, sangat menyena...