KEMBANG CANTIKKU
01
(Tien Kumalasari)
Tukiyo, seorang pencari ikan, pagi itu merasa sial,
karena berjam-jam kailnya sama sekali tidak disentuh oleh seekorpun buruannya.
Hari sudah siang, dan dia sudah merasa gerah. Matahari yang mengintip di sela
dedaunan, sedikit menyengat kulitnya yang kecoklatan.
Tukiyo mengusap keringatnya. Hidupnya bersama istrinya
hanya pas-pasan. Sang istri menjual sayuran di pasar, dan Tukiyo setiap hari
mencari ikan di sungai, yang hasilnya kecuali dijual juga untuk lauk makan
bersama. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan, yang sudah lebih dari
dewasa, tapi belum juga memiliki suami.
Sunthi, nama gadis itu, hanya bertugas bersih-bersih
rumah dan memasak. Orang tuanya hanya mampu menyekolahkannya sampai SMP, karena
tidak adanya biaya.
Tukiyo duduk sambil terus memegangi
kailnya. Lalu tiba-tiba kantuk menyerangnya. Beberapa saat ia menyandarkan
tubuhnya pada batu sambil terkantuk-kantuk, tanpa sadar kailnya terlepas dan
hanyut.
Tukiyo baru sadar ketika kailnya
sudah lenyap entah sampai di mana. Tukiyo menepuk jidatnya dengan kesal.
“Haduuh, aku kok bisa ngantuk sekali
tadi, biasanya enggak lho. Kemana tadi kailku? Celaka kalau sampai hilang. Harus
membuat lagi yang baru, dan bisa-bisa mboknya Sunthi marah-marah ini nanti,
karena nggak dapat ikan,” gerutu Tukiyo sambil berdiri, lalu menyusuri aliran
sungai, dengan harapan bisa menemukan kailnya yang semoga tersangkut sesuatu
sehingga tidak hanyut terlalu jauh.
Tukiyo terus berjalan. Di kiri-kanan sungai
itu adalah tebing-tebing yang lumayan tinggi, dan ditumbuhi oleh pohon-pohon
besar, sehingga sengatan matahari di saat siang itu tidak begitu terasa
menyengat.
Tukiyo terus mengamati aliran sungai.
Kail itu dibuatnya dari kayu yang ringan, tapi kuat. Tukiyo membuatnya sendiri,
bukan beli yang sudah jadi di toko-toko.
Tiba-tiba Tukiyo bersorak, melihat
kailnya tersangkut sesuatu. Bergegas dia berjalan mendekati, dan betapa
terkejutnya ketika melihat kail itu tersangkut di kaki seseorang.
“Haah? Apakah benar, itu orang?” seru
Tukiyo sambil melangkah mendekat.
“Ya Tuhan, benar, itu orang. Pekiknya.
Lalu semakin mendekati orang itu, dan memeganginya.
“Masih hidup,” desisnya perlahan.
Tukiyo menggoyang-goyangkan tubuh
orang itu, tapi dia tak bergerak. Rupanya dia jatuh dari atas tebing, karena
Tukiyo melihat ranting-ranting di sekitar tempat itu ada yang patah-patah,
mungkin tertimpa tubuhnya.
“Mas … mas … bangun mas …”
Tukiyo melihat ke sekeliling, tak ada
siapapun yang bisa menolongnya, karena memang Tukiyo tinggal di tempat yang
terpencil, jauh dari tetangga.
Tukiyo melupakan kailnya, mencoba
mengangkat tubuh laki-laki itu.
“Uh, agak berat, tapi aku harus
membawanya pulang. Semoga dia tidak mati,” kata Tukiyo sambil mengangkatnya,
lalu berjalan menyusuri sungai, ke arah yang berlawanan dari arah datangnya
tadi.
Ia tak mungkin memanjat tebing tinggi
itu, dan harus berjalan sampai menemukan tanah yang landai. Tukiyo berbadan
tinggi besar dan kuat, sehingga dengan mudah dia menggendongnya, dengan
menyampirkannya di pundaknya.
Agak jauh dia berjalan, sampai
kemudian tiba di rumahnya, dan meletakkan tubuhnya di balai-balai.
“Sunthi !” teriaknya sambil terengah.
Bagaimanapun berjalan sambil menggendong laki-laki itu juga menguras seluruh
tenaganya.
“Sunthiiii!” teriaknya lebih keras.
Sunthi yang tergopoh mendekati
sangat terkejut melihat seorang laki-laki terbaring di balai-balai.
“Ini siapa pak? Mati kah?” pekiknya.
“Hush. Dia masih hidup. Cepat
ambilkan baju bapak yang bersih, bajunya harus digantikan, dia kedinginan. Aku
akan mencari daun lamtoro untuk mengobati lukanya.
Sunthi mengambil baju ayahnya dan
mendekat.
“Gantikan, Sunthi, aku harus mencari
daun obat.”
Sunthi termangu. Masa dia harus
menggantikan bajunya? Melihatnya telanjang dong. Wajah Sunthi memerah. Tak
pernah dibayangkannya dia akan menelanjangi seorang laki-laki, muda dan tampan
pula, lalu menggantikan bajunya. Sunthi mundur beberapa langkah.
“Ogah aku Pak, Bapak saja yang
menggantikan bajunya, biar aku yang mencari daun lamtoro.
Tukiyo baru sadar, anaknya seorang
gadis, dan korban yang tak sadar itu seorang laki-laki.
“Oh, iya … baiklah. Cari yang masih
muda, juga daun sambiloto ya,” pesan Tukiyo.
Sunthi berlari keluar, melakukan
pesan ayahnya.
Tukiyo segera membuka semua baju laki-laki
itu, dan menggantikannya dengan bajunya sendiri yang sudah disiapkan oleh
Sunthi.
Lalu Tukiyo mengambil air dari
termos, ditaruhnya di mangkuk, dan mencari kain lap untuk membersihkan lukanya.
Tukiyo mencari-cari, dan menemukan sebuah minyak gosok milik istrinya. Istrinya
memang selalu punya minyak gosok, karena seringkali merasa penat sepulang dari
pasar.
Tukiyo membalurkan minyak itu ke
seluruh tubuhnya.
“Jangan mati ya Nak, kamu harus
hidup. Kenapa tadi sampai terjatuh dari tebing. Kasihan sekali nak,” gumam
Tukiyo sambil terus menggosok dan memijit tubuh laki-laki itu.
Tukiyo juga membuatkan teh manis,
yang kemudian di sendokkannya setetes demi setetes ke mulutnya.
Tiba-tiba laki-laki itu menggerakkan
tangannya.
“Nah, bangunlah Nak, kamu kuat kan?”
Laki-laki itu berkulit bersih dan
tampan. Tampaknya dia bukan orang desa seperti dirinya.
Ia membuka matanya.
“Di mana aku?”
“Nak, kamu di rumahku. Namaku Tukiyo.”
“Aduuh …” rintihnya sambil memegangi
kepalanya.
“Tenang Nak, aku akan berusaha
mengobati lukamu. Aku sudah membersihkannya. Tadi berdarah-darah. Mungkin
terantuk batu. Dan untunglah banyak ranting-ranting yang menahan tubuh sampeyan, sehingga tidak terbentur terlalu keras.
“Aku … kenapa?”
“Ini, minumlah dulu, tapi jangan
bangun. Aku akan membantunya dengan sendok,” kata Tukiyo sambil menyendokkan teh
manis yang masih hangat ke mulut laki-laki itu.
“Namamu siapa Nak?”
“Aku? Aku siapa?” laki-laki itu
bingung.
Tukiyo tertegun. Masa orang bisa lupa
namanya?
“Aku … siapa ?” laki-laki itu
merintih sambil memegangi kepalanya.
“Ya sudah, bersabar dulu ya Nak,
nanti lama-lama juga sampeyan pasti bisa mengingat nama sampeyan. Tapi sampeyan
apa juga lupa, bagaimana bisa jatuh dari tebing itu?”
Laki-laki itu menatap bingung.
“Jatuh dari tebing? Aku jatuh?”
“Ini pak, daunnya sudah,” tiba-tiba
Sunthi muncul sambil membawa daun-daun itu.
“Tumbuk segenggam, dan bawa ke sini,”
perintah Tukiyo kepada anaknya.
Sunthi melangkah kebelakang, menahan
senyumnya melihat laki-laki itu sudah berpakaian milik bapaknya. Agak berdebar sih, ketika
menatap wajah laki-laki itu. Bersih dan tampan.
“Cepat, kok malah melihat kemari
terus sih?” hardik Tukiyo ketika melihat Sunthi berhenti melangkah dan menatap laki-laki
itu tak berkedip.
“Eh, iya … iya.”
“Cepat lakukan dan taruh di mangkuk.”
***
Mbok Tukiyo heran melihat ada laki-laki berbaring di
balai-balai, dan suaminya sibuk menempelkan tumbukan daun-daun obat ke
luka-luka di kepalanya.
“Siapa ini pak?”
“Belum tahu aku, dia belum bisa bicara.”
“Bapak ketemu di mana?”
“Di sungai. Nanti aku ceritakan, tolong Sunthi suruh membuatkan
bubur dan beri sayur seadanya.”
“Dapat ikan berapa? Sudah dibawa ke pasar?” tanya bu
Tukiyo sambil matanya mencari-cari, barangkali ada ikan yang sudah digoreng
oleh anaknya.
“Tidak dapat ikan. Ooh, ya ampuun, aku malah lupa
mengambil kailku.”
“Haaa? Tidak dapat ikan?”
“Mbokne, ini ada orang terluka, diurus dulu, nanti aku
ambil kailnya. Tadi tidak dapat ikan, gara-gara aku harus membawa orang ini ke
rumah.”
Mbok Tukiyo berhenti mengomel, lalu menatap laki-laki
yang tergolek sambil memejamkan matanya.
“Ya ampuun, siapa dia, tampan sekali, orang darimana
dia?” seru mbok Tukiyo.
“Aku sudah buat buburnya Pak, sama sayur bayam,” kata
Sunthi sambil membawa piring berisi bubur.
“Anak pintar, ya sudah, suapkan dulu. Bapak mau
mengambil kail yang tertinggal.
Sunthi mendekat. Terkagum-kagum melihat wajah tampan
yang diam sambil memejamkan matanya.
“Masih pusing?” bisik Sunthi.
Laki-laki itu diam, tapi matanya tiba-tiba terbuka.
“Makan dulu ya Mas,” kata Sunthi sambil menyendokkan
buburnya.
Laki-laki itu diam.
“Harus makan, supaya segera kembali sehat. Ini bubur
gurih, pakai sayur bayam.”
Laki-laki itu menatap gadis di sampingnya. Seorang
gadis yang tidak begitu cantik, tapi tidak jelek juga, dan sekarang sedang
memaksanya makan. Ia masih merasa sangat pusing, dan perutnya sedikit mual.
“Barangkali perutnya masih mual nduk, coba gosok
perutnya dengan minyak itu,” kata mbok Tukiyo sambil menunjuk ke arah meja, di
mana tadi Tukiyo meletakkannya, setelah menggosok tubuhnya.
“Aku? Menggosok perutnya?” tanya Sunthi ragu-ragu. Ia
merasa sungkan harus menyingkapkan baju laki-laki asing itu, bahkan kemudian
menggosoknya dengan minyak?
Mbok Tukiyo mendekat, kemudian mengambil minyak gosok
itu, menyingkapkan baju laki-laki itu dan menggosoknya di sekitar ulu hatinya.
Sunthi menoleh ke samping, menghindari pemandangan yang membuatnya berdebar.
Bapak dan mboknya sungguh keterlaluan. Tadi disuruh menggantikan seluruh
bajunya, dan sekarang disuruh menggosok-gosok perutnya.
“Tidak apa-apa kita melakukannya nduk, ini kan demi
menolong sesama. Nah, sudah, apa lebih mendingan Nak?” tanya mbok Tukiyo sambil
menutupkan bajunya kembali.
Laki-laki itu mengerjapkan matanya, tanpa menggerakkan
kepala untuk mengangguk atau apa. Karena masih merasa sangat pusing.
“Makan sedikit ya Nak? Perutnya masih mual? Sedikit
saja, untuk kekuatan, supaya tidak lemas.”
Laki-laki itu mengerjapkan matanya kembali. Lalu simbok
menyuruh Sunthi untuk mencoba menyuapinya lagi.
Laki-laki itu menurut, tapi hanya tiga sendok,
kemudian dia mengatupkan kembali mulutnya.
“Ya sudah, jangan dipaksa Nduk, kamu ambil daun dadap
di kebun, kemudian di rebus. Simbok mau menanak nasi, lalu mengambil tajinnya.
Nanti diminumkan sedikit demi sedikit.
“Daun dadap ya Mbok?”
“Iya, itu bisa untuk meredakan panas dan pusing. Biar
simbok cuci kendilnya dulu untuk merebus. Oh ya, sama ambilkan kunyit juga ya
Nduk,” kata mbok Tukiyo sambil mengambil sehelai kain jarik yang kemudian di
selimutkannya ke tubuh laki-laki asing itu.
Sunthi meletakkan piring bubur yang masih tersisa,
kemudian bergegas ke kebun mencari daun dadap dan kunyit seperti diperintahkan
simboknya.
Mereka orang dusun yang agak terpencil, tidak pernah
menyentuh namanya obat. Ketika sakit, dipetiknya daun-daun di kebun sekitar,
untuk mengobatinya.
Rumah mereka juga jauh dari rumah lainnya, terhalang
oleh hamparan pepohonan dan sawah, entah milik siapa.
***
Sore hari itu Tukiyo baru pulang. Tapi kali itu ia membawa tiga ekor ikan yang
sempat di dapatnya. Mbok Tukiyo senang. Biarpun tidak bisa dibawa ke pasar,
tapi sore itu ia bisa memasak ikan bakar yang bisa dipakai lauk untuk makan
malam dan sarapan mereka besok pagi.
Badan laki-laki asing itu panas, ia menggigil.
Tukiyo menambahkan selimut laki-laki itu dengan sehelai sarungnya.
Istrinya mengompres dahinya dengan telaten, setelah
meminumkan rebusan daun dadap dicampur kunyit pada siang dan sore harinya. Ia
juga meminumkan tajin yang telah di masaknya.
Menjelang tengah malam, panas badannya turun. Tukiyo
merasa lega. Dia sudah menggantikan tumbukan daun-daun obat pada luka di
kepalanya, dengan yang baru.
Setelah melihat keadaan laki-laki itu, mereka baru
bisa tidur.
Tapi sebelum subuh mbok Tukiyo sudah bangun. Ia
mengumpulkan sayuran yang ditanam di kebun, untuk dibawanya ke pasar.
Sunthi sudah memasak nasi, dan mengambil sedikit
tajinnya untuk diminumkan pada laki-laki yang masih terbaring lemah dan
memejamkan matanya.
Mereka sarapan dengan lauk ikan bakar yang dimasak
simbok sore harinya.
“Sunthi, jangan lupa mencuci baju cah bagus itu ya,”
pesan simboknya sebelum berangkat ke pasar. Sunthi tersenyum geli mendengar simboknya memanggil laki-laki itu 'cah bagus'.
“Iya Mbok, Sunthi sudah mengumpulkannya di ember dekat
sumur.”
“Jangan lupa rebusan dadap dan kunyit diminumkan ya
Nduk,” pesannya lagi.
Tukiyo belum berangkat ke sungai. Ia lebih dulu
menggantikan obat di kepala ‘cah bagus’ yang sudah membuka matanya. Suhu
badannya tidak sepanas semalam. Sunthi meminumkan rebusan obat seperti
diperintahkan simboknya.
“Setidaknya badannya tidak sepanas kemarin. Mudah-mudahan
hari ini tidak panas lagi. Nanti siang minumkan lagi obatnya ya Nduk,” Tukiyo
juga berpesan sebelum berangkat ke sungai.
“Ya Pak.”
“Tawarkan makan, barangkali dia sudah mau makan. Tapi
jangan boleh bangun dulu.”
Tukiyo sekali lagi mengajaknya bicara.
“Nak, siapa nama sampeyan?”
“Ssiapa saya?”
“Ya Tuhan, dia lupa semuanya,” keluh Tukiyo.
“Saya mau ke sungai, mencari ikan. Kalau sampeyan
butuh apa-apa, minta sama Sunthi ya.”
“Saya mau … kencing …. “
Sunthi menutup mulutnya, lalu menatap ayahnya,
berharap ayahnya tidak menyuruhnya mengantarkan ke kamar mandi.
“Baiklah, untung saya belum berangkat. Mari saya papah
ke kamar mandi nak,” kata Tukiyo sambil membangunkan pelan, kemudian memapahnya
ke kamar mandi.
Sementara itu, setelah ‘cah bagus’ itu kembali
berbaring, dan ayahnya berangkat ke sungai, Sunthi segera ke sumur untuk mencuci.
“Bagaimana aku memanggilnya ya, masa sih, ‘cah bagus’
seperti simbok memanggilnya. Apa dicarikan nama yang bagus saja ya? Kalau orang
kota itu kan namanya bagus-bagus, Bambang, atau Joko, atau .. apa ya …” gumam
Sunthi sambil memasukkan baju-baju ‘cah bagus’ itu ke dalam ember berisi sabun.
Tiba-tiba Sunthi terbelalak, ketika mengangkat baju
berwarna biru muda yang akan dicucinya. Ada sesuatu terjepit di sakunya,
seperti sebuah kartu, dan tertulis sebuah nama, WAHYUDI.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU, edisi perdana sdh tayang.....
ReplyDeleteMatur nuwun bunda.
Sugeng dalu.
Tetap sehat dan semangat.
Salam ADUHAI saja....
Gak pakai AH.......!!!
Waah Kakek jaga gawang.....
DeleteSelamat ya Kek juara 1 di tayang perdana
Yei... Udah tayang.. Matur nuwun Mbak Tien sayang
Delete☘️🌸🌿🌹🪴🍄🎋🍂🌴🍁
ReplyDelete. *KEMBANG CANTIKKU*
☘️🌸🌿🌹🪴🍄🎋🍂🌴🍁
by: Tien Kumalasari
Episode 01
Sudah tayang.....
Mtnuwun mbak Tien
Yeiii... Sudah tayang... Matur nuwun Mbak Tien sayang
DeleteMatur nuwun jeng Nani atas ucapan selamatnya......
DeleteAlhamdulillah cerbung baru sdh tayang...trimakasih bu Tien
DeleteSalam sehat sll tuk bu Tien dan seluruh keluarga.
This comment has been removed by the author.
DeleteMbkyu A'ini ....aq juga hadir lho... Rsu Sragen 🤗
DeleteMatur nuwun bunda Tien Kumalasari ,ditunggu episode berikutnya
Nah kakek jaga gawang yes
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien cerbung baru nya
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 01(Perdana) telah tayang , terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu. Aamiin YRA.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah ...cerbung baru .... trimakasih bu Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah Kembang Cantikku perdana sdh tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta
Aamiin
Alhamdulillah,, Matur nuwun Bu Tien
ReplyDeleteKembang Cantikku sdh tayang
Salam sehat wal'afiat,, bu Tien
Trmksh mb Tien sdh tayang cebung baru ... Sunthikah yg jd lakon Kembang Cantikku? Smp Wahyudi hrs amnesia dulu utk ketemu Jodohnya?🤗 Slm seroja sll utk mb Tien dan para pctk🌈🌻
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTelah hadir
Matur nuwun bu Tien
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien
Alhamdulillah cerbung baru sudah hadir.. maturnuwun dan salam sehat katur bu Tien...🙏
ReplyDeleteWah seru nih mbak Tien baru muncul Wahyudi nongol lupa namanya sendiri kondisi pingsan jd bikin penasaran pengin cepat2 besok he he he Tks mbak Tien,salam Seroja dari Tegal
ReplyDeleteKC1 memang OK.Alhamdulillah Maturnuwun sanget .salam SEROJA yg ter Aduhai.Mbak Tien K
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung baru 🤲☝️🙏👏👏💐🌹🌹🌹
ReplyDeleteSyukur
ReplyDeleteAlhamdulillah yg baru dah tayang
Matur nuwun mbak Tien-ku, Kembang Cantikku sudah tayang perdana.
ReplyDeleteWahyudi jatuh ke sungai?? Ada ada saja kesialannya. Mungkin jodohnya gadis desa ini ya.
Salam sehat dan sukses selalu mbak Tien-ku yang ADUHAI.
alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah Kembang Cantikku 01 sudah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien semoga bunda Tien selalu sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga tercinta aamiin
Alhamdulillah cerbung Kembang Cantikku Eps. 01 sudah tanyang untuk menghibur kita semua. Matur nuwun mbak Tien Komalasari atas karya tulisnya yang selalu dinanti. Semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Alamiin. Salam sehat selalu.
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien, cerbung baru yang pasti seru😊😊👍👍
ReplyDeleteMatursuwun mbak Tien..telah tayang edisi pertama....
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien...semoga Wahyudi segera sembuh dan bisa kembali normal ingatannya. Hehe....
ReplyDeletePuji Tuhan, ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg cerbung baru Kembang Cantikku 01 hadir menghibur kami para pecintanya.
ReplyDeleteSemoga Wahyudi segera sehat kembali, berjodoh dgn Sunthi dan punya anak sbg kembang cantikku. (maaf ngarang)
Penasaran ibu, monggo dilanjut aja matur nuwun, berkah Dalem..
Trimakasih bu Tien cerbung baru...
ReplyDelete🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Kembang Cantikku
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Salam sehat dan aduhaiii..🙏🥰🌹
Matur nuwun, bu Tien. Cerbung baru tambah semangat
ReplyDeleteSuwun Bu Tien... cerbung Kembang Cantikku udah tayang. Sehat selalu nggih, Bu.. 🙏😊
ReplyDeleteSelamat datang KEMBANG CANTIKKU....
ReplyDeleteAlhamdulillah siKEMBANG CANTIKKU sudah datang
ReplyDeleteMatursuwun bu Tien. Semoga sehat selalu....salam
Makasih kembang cantikku mba Tien.
ReplyDeleteSalam aduhai
Alhamdulillah... Maturnuwun Ibu Tien untuk cerbung barunya...
ReplyDeleteAlhamdulillah, suwun Bu Tien cerbung barunya....semoga lebih seru lagi.....😊
ReplyDeleteSalam sehat selalu...🙏🙏
Hore kembang cantik udah perdana.....trims Bu tien
ReplyDeleteCah bagus cepat sembuh ya
ReplyDeleteMaturnuwun ibu Tien, semoga sll sehat dan bahagia...
Sukses selalu
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Tjoekherisubiyandono
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem, Boston Massachusetts, Bantul, Mataram, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Jakarta, 22 Juni 2022. Hallo bunda Tien terima kasih untuk cerbung barunya! Saya sudah membaca edisi kedua malam ini! Semoga bunda Tiem dan para pembaca PCTK sll sehat dimanapun berada!
DeleteHalo Mbak Tien yang baik..
ReplyDeleteTerima kasih atas tayangan Cerbung barunya *Kembang Cantikku*.
Semoga mbak selalu sehatn semangat utk terus berkarya..
Salam Kang Idih -Bandung
Wilujeng wengi kamg Idih, kunaon teu ngiring ngariung nuju pendak sareng abdi di RM Bumi Mitoha kang? Manawi teh bapak nu linggih di Bandung mung Kakek Habi! Hapunten nya kang Idih abdi teu naros ka kakek Habi!
DeleteAlhamdulillah, edisi perdana, "Kembang Cantikku" sdh tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien.
Selalu sehat dan bahagia . .
Alhamdulillah ...cerbung baru ...
ReplyDeleteMaaf ini terusan cerbung judul apa ya?
ReplyDelete"Cah bagus gantilaning atiku" hii seperti syair tembang Jawa..
ReplyDeleteMatyr nuwun bunda Tien, akhirnya tayang jg KC1..🙏
Terima kasih Bu Tien atas cerbung barunya. Semoga Ibu tetap sehat, aamiiin...
ReplyDeleteWahyudi, kamu kenapa?
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...