Saturday, June 18, 2022

ADUHAI AH 51

 

ADUHAI AH  51

(Tien Kumalasari)

 

“Adduuh …” Desy masih saja mengaduh. Danarto mengangkat tubuhnya, bermaksud membaringkannya di kamar, tapi Desy meronta minta diturunkan.

“Desy ?”

“Aku mau ke kamar mandi,” katanya setengah berlari ke arah kamar mandi.

“Hati-hati,” teriak Tindy.

“Kenapa anak itu?” tanya Haryo kebingungan.

Danarto memburu ke kamar mandi, dan menunggu di depan pintu.

“Desy, kamu tak apa-apa?”

Tak ada jawaban dari dalam. Danarto semakin panik.

“Desy … Jawab Desy.”

“Perutku … sakit …” rintihnya dari dalam kamar mandi.

“Harusnya tidak kamu kunci. Sakitnya bagaimana?”

Tutut ikut mendekat ke kamar mandi.

“Mbak Desy kenapa? Bisa buka pintunya?” teriak Tutut.

Terdengar lenguh kesakitan dari dalam.

“Desy ?”

Lalu agak lama kemudian pintu dibuka, Desy keluar sambil memegangi perutnya.

Danarto memeluknya.

“Kamu kenapa?”

“Diare …”

“Ya ampuun.”

Danarto mengangkat tubuh isterinya lalu dibaringkannya di sofa.

“Aduh, mengapa aku digendong?” kata Desy tersipu.

Tutut datang dengan membawa sebotol minyak kayu putih. Ia membuka sedikit baju kakaknya dan menggosok perutnya pelan.

“Masih sakit?”

“Sudah berkurang, tapi aku diare.”

“Kamu terlalu banyak makan buah, apalagi yang rasanya masam,” kata Tindy.

“Benar Bu, makan hanya sedikit, makan buah terus.”

“Jangan terlalu banyak.”

Haryo keluar dengan membawa obat diare.

“Ini, diminum dulu obatnya,” kata Haryo.

Tutut menerimanya, diulungkan kepada kakaknya, sambil mengambilkan minumnya yang ada di atas meja.

Desy bangun, lalu meminumnya.

“Wah, aku merepotkan semuanya,” katanya pelan, setelah minum obatnya dan meletakkan gelasnya kembali ke atas meja.

“Bagaimana sekarang?” tanya Danarto masih dengan tatapan khawatir.

“Tidak apa-apa. Sudah mendingan setelah ‘keluar’ semua. Tapi masih terasa tidak enak.”

“Kamu itu dokter, kenapa tidak bisa berhati-hati?” tegur ayahnya.

“Enaknya hanya makan buah.” Desy membela diri.

“Tapi kan harus bisa mengira-ira,” sambung ibunya.

Desy tertawa kecil, lalu menyandarkan tubuhnya di sofa.

“Apa kita pulang saja sekarang, supaya kamu bisa beristirahat?” kata Danarto.

“Ya, baiklah.”

“Kamu sudah tidak apa-apa?” tanya Tindy.

“Tidak Bu, barangkali lebih baik kami pulang dulu dan beristirahat.”

Tapi saat itu tiba-tiba sebuah mobil berhenti.

Tutut menjenguk keluar.

“Mobil siapa itu?”

Tutut keluar, dan melihat Sarman turun bersama Hesti.

“O, mas Sarman, rupanya.”

Sarman tampak melambaikan tangan ke arah mobil, kemudian mobil itu berlalu.

“Siapa Mas?”

“Itu mas Lukito, pengacara,” kata Sarman diiringi Hesti.

“Kenapa tidak mampir?”

“Dia harus mengantar Sita pulang ke rumah kost nya,” jawab Sarman sambil naik ke teras.

“Ada mbak Desy ya?” Seru Hesti ketika melihat mobil Danarto di halaman.

“Iya. Ada kabar gembira lhoh,” kata Tutut dengan wajah berseri.

Sarman dan Hesti menghentikan langkahnya.

“Mbak Desy hamil,” kata Tutut sambil menarik tangan Hesti, diajaknya masuk ke dalam, di mana semuanya masih berkumpul di ruang tengah.

“Selamat ya Des,” kata Sarman begitu masuk.

“Lhoh, kok tiba-tiba sudah memberi selamat?” tanya Danarto heran.

“Sudah ada yang mengabari, tadi. Ikut senang ya Mas, selamat pokoknya,” kata Sarman menyalami Danarto.

“Hesti sudah sehat?”

“Sudah, tidur terus di jalan,” kata Hesti sambil duduk.

“Kabar baik kan?” tanya Haryo.

“Baik Pak, tinggal menunggu satu kali atau dua kali sidang. Semoga hasilnya baik,” kata Sarman.

“Kalian pasti capek. Hesti tidur di sini saja?”

“Ikut kami saja Bu, kami kan mau pulang terlebih dulu.”

“Oh, baiklah kalau begitu. Hesti istirahat ya, Desy juga harus istirahat. Kalau ada apa-apa kabari ibu,” pesan Tindy.

“Iya Bu. Kami pamit dulu ya,” kata Desy yang masih tampak lesu.

“Hati-hati menjaga kesehatan kamu, dan bayimu,” pesan Haryo wanti-wanti.

***

“Kamu kenapa? Masih memikirkan ibu tiri kamu?”

“Persidangan itu sangat melelahkan, dan juga menyakitkan,” keluh Hesti dalam perjalanan pulang ke rumah Danarto.

“Mengapa menyakitkan? Bukankah kamu dipihak yang benar?”

“Kasihan melihat ibu …” ucapnya sedih.

“Ya, aku bisa mengerti, kamu sudah menjadi anaknya dari kecil sampai sebesar ini, tapi aku heran dia punya hati yang berlawanan dengan hati kamu. Jadi kamu harus melupakannya,” kata Desy.

“Iya sih.”

“Ada sebab, dan ada akibat. Ada tanaman dan ada buah yang harus diunduhnya,” kata Danarto menimpali.

“Aku tak mau lagi menghadiri sidang itu.”

“Baiklah, tidak apa-apa seandainya kamu tidak hadir. Saat vonis juga tidak mau?”

“Apalagi itu Mbak, sedih melihat wajahnya yang tampak kurus dan layu. Tapi matanya masih bisa menakutkan aku. Dia sangat marah.”

“Iya, tentu saja. Tapi kamu harus kuat. Memang itu yang harus diterimanya.”

“Padahal sungguh, aku tidak mau rumah itu. Alangkah sedih berebut peninggalan nenek. Aku tidak mau.”

“Bagaimanapun itu milik kamu. Kalau kamu tidak mau, kamu bisa memberikannya kepada orang yang membutuhkan. Wakafkan untuk masjid, untuk sekolah anak-anak tidak mampu, itu lebih mulia daripada membiarkannya ditangan orang jahat dan serakah,” kata Danarto.

Hesti mengangkat tubuhnya dari sandaran. Ia terkesan dengan ucapan Danarto.

“Yaaa, mas. Itu benar. Kalau aku menang dalam perkara itu, aku akan bicara sama pak RT. Dia pasti bisa mengurusnya.”

“Ya ampun Hesti, ternyata hatimu sungguh bersih dan mulia. Allah akan mengganjarmu dengan karunia yang berlimpah,” kata Desy dengan tersenyum senang. Senang karena ternyata Hesti memiliki hati yang baik. Jauh bedanya dengan Hesti yang dikenal sebelumnya.

“Jangan terlalu memuji aku Mbak. Ini adalah sedekah untuk nenek dan ayah ibu saya. Semoga Allah menempatkannya di tempat yang mulia di sisiNya.”

“Aamiin.”

“Tiba-tiba aku ingin persidangan segera selesai, dan aku bisa melakukan impian aku.”

“Aamiin. Allah sudah mendengar niat baikmu Hesti, dan para malaikat sudah mencatatnya.”

“Ya Tuhan, aku ingin menangis sekarang. Aku rindu bapak, rindu ibu, rindu nenek,” isaknya perlahan.

***

Hari terus berjalan, Beberapa bulan berlalu, dan Hesti benar-benar menunggu saat ia harus mendengar keputusan hakim. Tapi dia tak mau menghadiri sidang-sidang yang terus berjalan. Ia menyerahkannya kepada pengacara, dan menunggu bagaimana vonis yang akhirnya bisa dia dengar.

Sore itu ada syukuran di rumah Haryo. Tutut telah selesai di wisuda. Tindy memesan makanan dari luar yang lebih banyak, karena Tutut mengundang beberapa teman, dan juga Danis.

Hesti turut berbaur dengan suasana suka cita itu. Ia tersenyum saat melihat Danis duduk di samping Tutut, yang memangku Nara dengan wajah berbinar, sedangkan suster Murni membantu menyiapkan segala sesuatunya di dapur.

Nara yang mulai bisa berjalan, berlari-lari kecil ke sana kemari, tak mau hanya duduk diam di pangkuan Tutut.

Tutut tertawa lebar mendengar Nara benar-benar memanggilnya ibu.

Saat semuanya selesai makan bersama, Danis tiba-tiba mendekati Tutut. Ia ingat, ketika dulu menyatakan cintanya kepada Tutut saat makan di sebuah restoran, Tutut mencelanya bahwa dia tidak romantis. Ia membaca beberapa artikel di banyak buku, bagaimana bersikap romantis dalam menyatakan cinta.

Ditengah suasana riang, tiba-tiba Danis berlutut di hadapan Tutut, sambil menyerahkan seikat bunga yang sejak tadi telah dipersiapkan, entah di sembunyikan di mana sebelumnya.

" Hastuti Andayani, maukah kamu menjadi isteriku?”

Suara itu menggema karena sebelumnya semua diam terpaku menyaksikan ulah Danis yang tiba-tiba berlutut sambil menyerahkan seikat bunga.

Tutut terkejut. Matanya berkejap tak percaya Danis bisa melakukannya. Lalu terdengarlah  teriakan yang hadir, sebuah seruan yang sama menciptakan suara riuh yang membuat Tutut gemetar.

“Mau … mau … mau …”

Danis terus menunggu. Tutut menatap Danis dengan air mata berlinang.

“Maaf  mas Danis ….”

Danis menahan napasnya. Ya Tuhan, dia benar-benar menolakku? Jerit batin Danis.

“Kamu menolakku?” bisiknya, dan bunga ditangannya bergetar karena tangan Danis juga gemetar.

“Maaf mas Danis.”

Danis hampir menjatuhkan seikat bunga yang dipegangnya, ketika Tutut mengulurkan tangannya untuk meraih bunga itu.

“Aku mau …” katanya malu-malu. Lalu semua yang hadir bertepuk tangan sangat riuh. Nara yang mendengar suara gaduh itu ketakutan, ia berlari ke arah Tutut.

“Bu …  ibu  …”

Tutut merengkuh tubuh Nara, dan menciuminya lembut.

Sebuah cinta yang hampir sampai ke muaranya, ketika sebelah tangan merengkuh tubuh Nara, dan sebelah tangannya lagi mencium seikat bunga.

Suara tepukan masih terdengar, tapi Nara sudah merasa lebih tenang, karena Tutut merengkuhnya di dadanya.

***

Sore itu tanpa diduga Lukito datang bersama Sita, untuk menemui Hesti yang sedang duduk di kursi pendaftaran pasien.

“Waah, senang melihat kalian seperti ini,” seru Hesti melihat Sita dan Luki tampak dekat. Entah kapan dimulainya, tapi tiba-tiba Hesti sudah melihat kedekatan itu dengan nyata.

Sita tersipu.

“Aku hanya mengantarkan mas Lukito,” katanya sambil duduk di samping Hesti, disusul Lukito yang duduk agak jauh dari mereka.

“Ada kabar baik untuk Mbak Hesti,” kata Luki.

“Ya? Tadi sidang terakhir bukan?”

“Pembacaan vonis. Terdakwa dihukum 8 tahun penjara karena kesalahannya yang berlapis.”

Hesti menundukkan kepala, berusaha menahan air matanya. Bukan air mata gembira karena gugatannya dimenangkan, tapi karena ibu tirinya mendapatkan hukuman.

“Mbak Hesti bisa mengambil semua bukti yang semula diperlukan untuk persidangan. Perhiasan milik almarhumah, dan sertifikat tanah dan rumah,” kata Luki pelan, melihat Hesti tampak bersedih.

“Terima kasih Mas,” jawab Hesti pelan.

Minggu depan saya mau ke Surabaya. Sekaligus mau ketemu pak RT. Dia yang akan mengurus rumah itu, semoga bermanfaat,” katanya pelan.

Lukito terharu melihat kebaikan hati Hesti. Ia tak bisa mencegahnya. Tugasnya sudah selesai, dan dia sudah mendapatkan wanita yang dicintainya.

***

Dengan diantar Sarman, Hesti mengurus semuanya. Dia ingin menemui ibu tirinya di penjara, tapi Sarman melarangnya.

“Jangan lakukan sekarang Hesti, nanti kamu hanya akan di sakiti, dan kamu akan benar-benar jatuh sakit. Semoga ada kali lain yang bisa mengendapkan hatinya, dan meredakan kemarahannya sama kamu,” kata Sarman.

Jadi kemudian mereka justru mengunjungi rumah pak RT.

Pak RT merasa sangat terharu melihat kebaikan dan kemuliaan hati Hesti, yang menyerahkan tanah peninggalan almarhumah neneknya untuk di wakafkan.

“Saya tidak mengira, hati nak Hesti begitu mulia. Nanti saya akan berbicara dengan para pemuka agama di sini, untuk memikirkan penggunaan tempat itu. Mungkin akan dibangun sebuah masjid, karena tanah itu cukup luas. Tapi saya tidak bisa memutuskannya sendiri.”

“Saya serahkan semua kepada pak RT untuk mengurusnya.”

“Ya nak, terima kasih banyak, dan saya percaya ke dermaan hati nak Hesti akan dicatat sebagai tabungan untuk meniti jalan ke jannah Nya.”

“Aamiin.”

Hesti juga memberikan sebentuk cincin untuk yu Sukini, dan satu lagi untuk bu RT, sebagai rasa terima kasih karena telah membantunya.

“Bagaimana dengan perhiasan yang tersisa ini?” kata Hesti sambil menatap Sarman.

“Terserah kamu, karena itu milik kamu. Tapi kalau aku boleh memberikan saran, pakai saja itu untuk bekal kuliah kamu, sehingga kamu tidak terlalu bersusah payah untuk mencari uang untuk itu.”

“Benar nak Hesti, kelak kalau nak Hesti berhasil dalam menuntut ilmu, pasti almarhumah nenek juga akan senang. Sudah banyak yang nak Hesti berikan untuk orang lain dan masyarakat banyak, dan menuntut ilmu juga sebuah ibadah bukan?”

“Baiklah, saya berterima kasih sekali dan merasa bahagia, karena ternyata saya tidak sendiri,” kata Hesti sambil mengusap air matanya.

***

“Desy, kamu tidak apa-apa?” tanya Danarto yang agak khawatir melihat wajah isterinya tampak kemerahan seperti sedang menahan sakit.

“Aku baik-baik saja, Mas,” jawab Desy sambil melayani suaminya makan malam.

“Kamu sudah saatnya melahirkan, sebaiknya mulai besok tidak usah praktek dirumah, dan mengambil cuti. Dari kemarin-kemarin kan aku sudah bilang bahwa sebaiknya kamu mengambil cuti?”

“Cutinya langsung saja saat melahirkan, supaya bisa lebih lama merawat bayiku.”

“Tapi kamu tampak kecapekan seperti itu.”

“Iya Mbak, sebaiknya Mbak Desy tidak usah praktek dulu. Kalau ada pasien biar mas Danarto yang menangani.”

“Iya Hesti, baiklah. Tapi saya merasa masih bisa. Hanya malam ini aku merasa agak aneh.”

“Aneh bagaimana?”

“Perutku terasa lebih sering kencang-kencang. Apa aku mau melahirkan ya?”

“Ya ampun Desy, kita ke rumah sakit sekarang.”

“Tapi juga belum sering banget sih.”

“Jangan bandel,” kata Danarto yang kemudian mengambil kunci mobil dan menyiapkannya di depan.

“Hesti tolong bantu mbak Desy menyiapkan barang yang harus dibawa ya.”

“Semua sudah aku siapkan di kopor kecil itu.”

“Ayo Mbak, biar aku bawakan tas nya.”

“Tolong kabari ibu ya Hes,” kata Desy sambil berganti pakaian. Biarpun dokter, tapi kan dia belum pernah melahirkan, jadi ia tidak begitu menyadari bagaimana sesungguhnya wanita hamil yang mau melahirkan.

“Ya Mbak, Mbak berangkat saja dulu, saya akan mengabari semuanya,” kata Hesti sambil membawa kopor ke depan, dan memasukkannya ke dalam mobil.

***

Ditengah malam yang hening, diantara wajah-wajah gelisah yang sejak berjam-jam menunggu, terdengar lengkingan yang begitu nyaring. Tangisan bayi yang seakan berteriak, selamat bertemu, dunia.

Kegelisahan itu sirna, berubah menjadi rasa lega dan tentu saja bahagia. Tak  lama kemudian Danarto yang sejak awal menunggui isterinya di kamar bersalin, keluar sambil mengusap keringatnya. Wajahnya berseri.

“Aku sudah menjadi bapak,” desisnya dengan air mata berlinang.

Haryo dan Tindy bergantian memeluknya, disusul Sarman dan Danis, yang sejak tadi juga ikut menunggui di samping Tutut.

“Selamat ya, Bapak …” kata Danis sambil memeluk sahabatnya.

“Panggil aku mas Danarto,” canda Danarto sambil tertawa.

“Selamat, Mas Danarto.”

“Bolehkah aku masuk?” seru Tutut yang sudah tak sabar berdiri di depan pintu.

“Sabar dulu Tut, mbak Desy baru di bersihkan,” kata Danarto.

Kemudian Danarto masuk kembali, dan keluar sambil menggendong bayi, semua berebut mendekat.

“Jagoan kecil, ganteng, cepat besar ya,” teriak  Tutut.

“Tutut, kamu membuatnya terkejut,” tegur Tindy sambil membelai pipi cucunya.

Danarto membawa anaknya masuk kembali. Nggendongnya di samping Desy yang tampak lelah, tapi tersenyum bahagia.

“Terima kasih telah melahirkan jagoan kita, sayang, terima kasih telah melengkapi kebahagiaan kita,” bisiknya sambil sebelah tangannya mengelus kepala isterinya.

“Ah …” Desy tersenyum, kemudian Danarto membungkuk, mengecup pipinya mesra.

Aduhai …

 

***************** T A M A T ***************

 

 

Masih ingat Wahyudi? Yuk ikuti kisah si ganteng yang masih jomblo dalam mengejar cintanya. Ada sedih, ada bahagia.

Seorang gadis dengan seragam SMA nya berteriak ketus.

“Apa? Dia kan sudah tua!!”

 

Baca kisahnya di KEMBANG CANTIKKU.

 

BESOK LAGI YA …

 

 

 

43 comments:

  1. Alhamdulillah Cerbung ADUHAI AH Episode 51 sdh ditayangkan bu Tien.... Matur nuwun bunda Tien. Salam SEROJA, dan tetap ADUHAI AH.........

    Yuk kita baca/dengarkan vonis yang dijatuhkan hakim Ketua kepada SRIANI.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kekek juara 1 lagi......menutup episode 55

      Delete
    2. Alhamdulillah
      Matir nuwun bunda Tien dengan cerbungnya yg sangat menghibur.
      Selamat bust kakek Habi juara I

      Delete
    3. Matur nuwun supportnya sebagai penutup balapan di episode terakhir ADUHAI....AH.
      Semua happy hanya satu tidak happy *_SRIANI si manusia serakah_* semoga cerita ini dapat kita ambil hikmahnya.
      Matur nuwun bunda Tien.... tetap sehat, semangat dan ADUHAI..........

      Delete
  2. Alhamdulillah, Terima kasih mbak Tien salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah Aduhai Ah...sudah tayang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah ADUHAI-AH 51 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah .. happy end
    Syukron nggih Mbak Tien ,semoga kita semua sehat Aamiin 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah telah selesai kisah... Aduhai ah nya... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat ber istirahat semoga Bu Tien selalu sehat dan semangat dalam berkarya... Salam seroja tuk kita semua 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun mbak Tien-ku, ADUHAI AH sudah tuntas.
    Sudah sesuai dengan keinginan, tinggal menunggu Wahyudi yang baik hati tapi kurang beruntung. KEMBANG CANTIKKU.
    Salam sehat mbak Tien, sukses selalu... aamiin.

    ReplyDelete
  8. alhamdulilah.....akhir yg bahagia...

    ReplyDelete
  9. Alhamdulilah sudah tamat dg heppy ending, tks bu tien... ditunggu cerbung selanjutnya

    ReplyDelete
  10. Terima kasih banyak mbak Tien. Terima kasih.
    Semoga mbak Tien sehat selalu.
    Salam sejahtera untuk seluruh keluarga mbak Tien.

    ReplyDelete
  11. 𝐀𝐥𝐡𝐚𝐦𝐝𝐮𝐥𝐢𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐬𝐝𝐡 𝐝𝐢 𝐞𝐩𝐬 51.
    𝐌𝐚𝐭𝐮𝐫 𝐬𝐮𝐰𝐮𝐧 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐬𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐢𝐛𝐮 𝐭𝐞𝐭𝐚𝐩 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐭𝐚𝐩 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭 𝐛𝐞𝐫𝐤𝐚𝐫𝐲𝐚...🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  12. Horeee...hapy ending..
    Terimaksih bu Tien, ditunggu cerita berikutnya.
    Salam sehat, salam aduhai..
    Bam's Bantul

    ReplyDelete
  13. Sekarang ingat Wahyudi bujang tua mantan mbak Retno putra pak Kartomo yg mata duitan.😀😀😃

    ReplyDelete
  14. Trims Bu Tien...,.akhir ceritanya ending semua ,.sehat sehat terus Bu tien

    ReplyDelete
  15. Trimakasih bu Tien..
    AA sudah tamat aduhaiii..
    Salam sehat selalu..
    🙏🌹😘

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah sdh tamat nih ada lain cerita kembang cantikku

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah ending yg membahagiakan, suwun Bu Tien....semoga tetap sehat selalu....Aamiin

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah...akhir yg bahagia..

    Natur nuwun bunda Tien, menunggu KEMBANG CANTIKKU kembali hadir.

    Salam ADUHAI selalu...

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, semua yang berhati baik, berbahagia. Terimakasih bu Tien, kami tunggu KEMBANG CANTIKKU.

    ReplyDelete
  20. Terima kasih mbak Tien..
    Tolong buat Wahyudi bahagia, jangan menderita terus...

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah .. maturnuwun mbak Tien .. aduhai ..salam sehat penuh syukur bahagia

    ReplyDelete
  22. Dengan TAMATNYA Cerbung ADUHAI AH yang tayang mli 18 April 2022 sd 18 Juni 2022, maka mulai 20 Nopember 2018 bunda Tien Kumalasari sudah berkarya 21 CERITA BERSAMBUNG dan 2 GORESAN SEPENGGAL PERJALANANKU dan akan menyusul cerbung KEMBANG CANTIKKU, yang akan membawa kita pada perjalanan WAHYUDI yang ditinggal RETNO yang dikawin paksakan orang tuanya pada SAPTO anak pak SISWANTO.

    KUMPULAN CERITA BERSAMBUNG DARI BUNDA TIEN KUMALASARI
    DARI PERTAMA SAMPAI SAAT INI

    🍁🍁🍁☘️☘️☘️💐💐💐

    1. SEPENGGAL KISAH, 1 - 151 eps : 20 Nop'18 - 30 Januari'19;

    2. SAATNYA HATI BICARA, 1 - 53 eps : 21 Mei -16 Juli'19;

    3. SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA, 1 - 59 eps: 19 Juli -13 Sept '19;

    4. DALAM BENING MATAMU, 1 - 90 eps: 16 Sept' 19 - 19 Jan'20;

    5. LASTRI, 1 - 37 eps : 20 Jan - 28 Peb'20;

    6. SETANGKAI MAWAR BUAT IBU, 1 – 41 eps : 2 Mar- 16 April ' 20;

    7.Kembang Titipan 1 - 31 eps : 18 Apr - 19 Mei'20;

    8. LESTARI PUNYA MIMPI, 1 - 30 eps : 21 Mei - 24 Juni'20;

    9. CINTAKU ADA DI ANTARA MEGA, 1 - 34 eps : 25 Jun - 30 July '20;

    10. BUAH HATIKU, 1 - 31 eps: 1 Agst - 3 Sept '20;

    11. BAGAI REMBULAN, 1 - 36 eps : 5 Sept - 19 Okt '20;

    12. MASIH ADA YANG TERSISA, 1 - 38 eps : 20 Okt - 21 Nop'20;

    13. SEPENGGAL PERJALANANKU, 01 eps : 22 Nop. 2020;

    14. SANG PUTERI, 1 - 50 eps : 23 Nop - 16 Jan'21;

    15. SEPENGGAL PERJALANANKU, 02 eps : 17 Jan 2021;

    16. AYNA, 1 - 44 eps : 18 Jan- 9 Mar 21;

    17. JANGAN BAWA CINTAKU, 1 - 47 eps : 11 Maret - 7 Mei 2021;

    18. MENGAIS CINTA YANG TERSERAK, 1 - 48 eps : 11 Mei - 10 Agustus 2021;

    19. ROTI CINTA, 1 - 52 eps : 12 Agust - 14 Okt.2021;

    20. MELANI KEKASIH KU, 1 - 62 eps mli 16 Okt 2021 s/d 28 Des 2021.

    21. MEMANG KEMBANG JALANAN ,1 - 50 eps, 31 Des'21 sd 26 Peb'22

    22. BUKAN MILIKKU ,1 - 40 eps. 1 Maret 2022 sd 16 April 2022.

    23. ADUHAI...AH, 1 - 51 Episode. Senin tgl 18 April 2022
    sd Sabtu 18 Juni 2022.

    24. KEMBANG CANTIKKU, 1 - Eps;

    🍁🍁🍁☘️☘️☘️💐💐💐



    semoga bunda

    ReplyDelete
  23. Alhamfulillah....tamat sudah *AH*
    Suwun ibu...mugi ibu tansah pinarungan sehat

    ReplyDelete
  24. Terima kasih banyak ibu Tien sayang untuk cerbungnya yang aduhai.
    Semoga ibu Tien sehat selalu ❤❤❤

    ReplyDelete
  25. Terimakasih bund Tien...Aduhai nya...Masih ingat Wahyudi kok semoga segera mendapatkan jodohnya ya... Kasihan... Hehehe..

    ReplyDelete
  26. Matur nuwun mbk Tien, akhirnya semua bahagia... ditunggu episode trbarunya. Alhamdulillah mengikuti semua karya2 mbk Tien yg memang aduhaaai ach.....

    ReplyDelete
  27. Terimakasih mbak Tien, endingnya sungguh indah. Aku dapat memetik pembelajaran dari kisah ini.
    Kebaikan, kesabaran, dan iklas serta cinta yang tulus ... Membuahkan semua keindahan dan kebahagiaan. Terimakasih sehat selalu untuk mbak Tien dan kutunggu selalu karya mbak Tie

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah, maturnuwun cerbung AA yang kerenn.
    Menunggu, "Kembang Cantikku".
    Alhamdulillah mengikuti karya bunda Tien, "Selamat Pagi Bidadari", yang sekarang sudah episode 8 di NovelToon..
    Selalu sehat wal afiat bunda Tien ..

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah ,Matur nuwun Bu Tien
    Memang Aduhai Ah,,,ceritanya

    Wahyudi,,,di tinggal menikah
    Akan dapat Kembang Cantiku,,wah jd penasaran

    Salam sehat wal'afiat semua ya Bu Tienku

    ReplyDelete
  30. Terima ksih bunda Tien AA nya sdh berakhir..ditgu cerbung yg barunya..slm sht dan slmt berhari minggu..🙏🌹💖

    ReplyDelete
  31. Matur nuwun, mbak Tien.
    Salam sehat selalu, nggih...

    ReplyDelete
  32. Matur nuwun Mbak Tien sayang. Salam sehat selalu Mbak.

    ReplyDelete
  33. Ending yg mengharukan dan membahagiakan...matur nuwun bunda Tien ..

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 34

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  34 (Tien Kumalasari)   Satria yang sudah mau masuk ke dalam mobil ikut memperhatikan becak yang kemudian b...