Wednesday, April 13, 2022

BUKAN MILIKKU 37

 

BUKAN MILIKKU  37

(Tien Kumalasari)

 

Bu Siswanto terkejut. Ia segera tahu bahwa Kori sama sekali tak menginginkan bayi  itu. Tapi benarkah pelaku penculikan itu dia? Sekarang suara pembicaraan telepon itu sudah selesai. Bu Siswanto mundur sampai ke teras, dan bersikap seperti baru saja datang.

“Ibu?”

“Ya, kamu sendirian ?”

“Iya Bu, bapak belum pulang. Bagaimana dengan Qila? Apa sudah ada kabar Bu? Ada titik terang tentang penculikan itu?”

“Sepertinya belum.”

“Kori sedih Bu, ingin buru-buru bisa menggendong Qila. Pasti senang ya Bu rasanya menggendong bayi? Sudah lama Kori menginginkannya,” katanya pelan, seperti sedang sangat bersedih hati.

Bu Siswanto tersenyum dalam hati. Menantunya yang satu ini ternyata sangat pandai berpura-pura. Tapi mengapa?

“Ibu mau makan? Kori sangat lapar, karena sedih jadi nggak doyan makan, tapi ternyata perut Kori rasanya melilit.”

“Makan saja sendiri, Ibu sangat capek, mau istirahat saja dulu. Tanyakan pada yu Asih, apa sudah siap masaknya.”

“Yu Asih baru Kori suruh beli … beli … sabun,” bohong Kori, tapi bu Siswanto mengacuhkannya. Bukankah Asih bilang bahwa dia sedang disuruh beli rokok? Kata Kori beli sabun. Ia langsung masuk ke kamar dan menutupnya pelan.

“Hm, mertua sombong. Tidak seperti suaminya yang sangat menyayangi aku,” gumam Kori pelan. Ia melangkah ke arah depan, karena melihat Asih memasuki halaman.

“Lama sekali sih Yu,” tegur Kori sambil menoleh ke arah dalam. Ia bersyukur ibu mertuanya sudah masuk ke dalam kamar.

“Iya Bu, banyak pembeli di warung itu,” katanya sambil mengulurkan rokok pesanan Kori dan uang kembaliannya.

“Ya sudah. Eh, tunggu dulu. Kamu jangan sampai bilang kepada siapapun bahwa aku menyuruh kamu membeli rokok. Tahu?”

Asih hanya mengangguk. Padahal ia sudah mengatakannya tadi kepada bu Siswanto.

“Biar saja, masa aku harus berbohong,” gumamnya dalam hati, sambil terus melangkah ke belakang.

“Eh Yu, masakan sudah siap? Aku lapar nih,” katanya  sambil memegangi perutnya.

“Sudah, saya bilang dulu sama Ibu.”

“Ibu bilang belum ingin makan, inginnya segera istirahat. Jadi aku mau makan sendiri saja.”

“Oh, baiklah, saya siapkan dulu di meja makan.”

Kori mengangguk, lalu masuk ke kamar untuk menyembunyikan rokok yang baru dibelinya.

***

“Bu, aku tinggal sebentar nggak apa-apa kan?” tanya Wuri kepada ibunya.

“Nggak apa-apa, kan sudah selesai. Memangnya kamu mau ke mana?”

“Ke rumah sakit Bu, mau bezoek mbak Retno.”

“Oh ya sudah. Apa belum ada berita tentang bayinya yang hilang?”

“Itu sebabnya Wuri mau ke sana  Bu, Mas Yudi juga masih ada di rumah sakit.”

“Kamu naik apa?”

“Naik sepeda motor saja Bu. Tadi mas Yudi juga nyuruh Wuri naik taksi, tapi lebih baik sepeda motor saja. Supaya Wuri tidak lama-lama disana.”

”Ya sudah, hati-hati jangan ngebut,” pesan bu Mantri.

“Iya Bu.”

“Oh ya, Ibu nitip gula ya? Lupa pas ke pasar tadi mau bilang.”

“Lhaah, iya kenapa tadi nggak bilang.”

“Ini uangnya, beli tiga kilo saja, nanti kamu keberatan.”

“Ya. Sudah? Cuma beli gula saja?”

“Iya, gula saja. Besok lagi gampang.”

“Wuri sama minta buat beli bensin ya Bu.”

“Iya, masih cukup kan uangnya itu?”

“Masih cukup Bu.”

***

Budi baru saja memasuki lobi rumah sakit, ketika dilihatnya Wahyudi duduk sendirian disana. Ia segera mendekat dan menyapa.

“Mas Yudi masih disini?”

“Iya.”

“Katanya tadi mau ke kantor?”

“Sudah tadi, lalu kembali lagi ke mari. Rasanya tidak tenang, ingin selalu mengikuti berita.”

Budi duduk di samping Wahyudi.

“Belum ada berita lagi. Semoga penculik itu tidak mendesak meminta jawaban.”

“Iya, semoga polisi lebih dulu bisa menangkapnya. Tapi mengapa duduk disini, ayo masuk ke dalam,” ajak Budi.

“Sebenarnya saya sedang menunggu Wuri.” Jawab Wahyudi.

“Memangnya Wuri mau kesini?”

“Iya, tadi dia bilang begitu. Tapi kok lama sekali belum datang juga.”

“Masih sibuk barangkali?”

“Saya menelpon ibunya, katanya sudah berangkat.”

“Mampir-mampir barangkali. Mas Yudi sudah menelpon dia?”

“Tidak, dia kan di jalan, nanti malah repot kalau harus menerima telepon. Tapi kok lama sekali. Iya sih, tadi ibunya bilang nitip gula. Tapi meski mampir beli gula juga kan tidak selama ini. Itu sebabnya saya menunggu.”

“Meskipun begitu daripada gelisah apa tidak lebih baik ditelpon saja. Siapa tahu ban nya gembos dan butuh pertolongan.”

“Baiklah, saya telpon saja sekarang.”

Wahyudi kemudian mencoba menelpon Wuri, tapi berkali-kali mencoba tak ada yang mengangkat.

“Tidak diangkat,” keluh Wahyudi.

“Berarti masih di jalan. Kalau begitu saya masuk dulu, mau menanyakan mas Sapto barangkali membutuhkan sesuatu. Nanti saya temani lagi.”

“Iya Mas Budi, silakan saja, biar saya menunggu Wuri, barangkali sebentar lagi sampai.”

 Tapi sebelum Budi melangkah pergi, ponsel Wahyudi berdering.

“Ini dia.” Gumamnya sambil mengangkat ponselnya.

“Wuri? Kamu dimana, lama banget.”

“Pak Wahyudi ya?” suara itu asing terdengar.

“Iya saya. Ini ponselnya adik saya kan?”

“Iya, adik anda, Wuri Andayani kecelakaan.”

“Apa? Kecelakaan?”

“Ini dari rumah sakit.”

Budi urung melangkah ke dalam. Ia menunggu Wahyudi menyelesaikan pembicaraan itu.

“Wuri kecelakaan Mas, sekarang ada di rumah sakit. Saya mau ke sana sekarang.”

“Mari saya antarkan Mas, saya ambil mobil saya dulu. Kok nggak dibawa kemari, ini rumah sakit besar.”

“Mungkin mencari yang terdekat. Tapi saya merepotkan Mas Budi kan?”

“Tidak, sama sekali tidak merepotkan.”

Keduanya bergegas ke parkiran, dan menuju rumah sakit dimana Wuri sedang dirawat.

“Apanya yang luka?” tanya Budi dalam perjalanan.

“Tulang betis retak atau patah. Belum jelas kenapa dia.”

“Semoga tidak apa-apa.”

***

“Budi, kamu dimana?” kali ini Sapto menelpon, barangkali karena Budi tidak segera datang.

“Saya dalam perjalanan ke rumah sakit Mas, Wuri kecelakaan.”

“Wuri itu siapa? Pacar kamu?”

“Itu tetangganya Mas Wahyudi yang kemarin membezoek mbak Retno juga.”

“Oh. Bagaimana ceritanya?”

“Belum jelas. Mas Sapto butuh apa?”

“Sebetulnya aku butuh beberapa setel baju, tapi aku enggan pulang. Lalu aku juga butuh makan, kalau kamu sempat.”

“Mas saya pesankan makanan online saja ya, sekarang juga. Masalah baju nanti saya mampir ke rumah. Setelah mengantar mas Yudi dan tahu keadaan Wuri saya segera kembali.”

“Baiklah, tidak apa-apa.”

“Bagaimana keadaan mbak Retno?”

“Masih tidur. Jangan lupa pesan makannya sama bu Kartomo juga. Beliau masih disini.”

“Iya Mas, aku tahu. Sekalian buat sore juga ya.”

“Ya sudah, terima kasih Budi. Eh kamu sama mas Yudi bukan?”

“Iya Mas.”

“Sampaikan bahwa aku ikut prihatin atas kejadian itu. Semoga Wuri segera pulih.”

“Baiklah, akan aku sampaikan. Aku pesan makanan dulu untuk Mas dan bu Kartomo.”

***

“Ya ampun, kamu kenapa Wuri?” pekik Wahyudi ketika memasuki ruang UGD, dimana Wuri terbaring dengan wajah pucat, dengan beberapa luka di tangan dan kakinya  tampak dibebat.”

“Mas, aku di tabrak Mas. Dia langsung lari,” rengek Wuri menahan sakit.

“Kamu ngebut?” tegur Wahyudi.

“Tidak, aku mau belok, sudah memberi tanda juga, dia yang ngebut.”

“Itu kakinya patah ?” tanya Budi yang ikut mendekat.

“Mungkin Mas, jangan sampai dioperasi, aku nggak mau,” Wuri merengek ketakutan.

“Waduh, kalau patahnya parah kayaknya harus dioperasi. Semoga saja hanya retak dan cukup di gips,” sambung Budi lagi.

“Maas, aku takut…”

“Tidak apa-apa, kan sudah ditangani dokter.”

“Aku mau ketemu dokternya dulu,” kata Wahyudi sambil bicara sama perawat untuk bertemu dokternya, sementara Budi masih menemani Wuri.

“Kok mas Yudi bisa bertemu Mas Budi?” tanya Wuri.

“Iya, tadi ketika mas Yudi menerima telepon, aku lagi ada di dekatnya, jadi aku ikut kesini deh, nggak tega membiarkan mas Yudi kebingungan.”

“Walau sebenarnya Mas Budi juga lagi bingung?”

Budi menghela napas berat.

“Iya sih.”

“Maaf, jadi merepotkan. Padahal mas Budi masih mengurusi mbak Retno dan bayinya yang hilang.”

“Kami juga sedang menunggu berita dari kepolisian. Semoga semuanya segera bisa selesai dengan baik.”

“Aamiin.”

Sementara itu Wahyudi sudah kembali, dan sudah bicara dengan dokternya.

“Kamu harus dirawat.”

“Jangan, nggak mau,” pekik Wuri.

“Ssst, kok teriak sih.”

“Aku nggak mau, aku mau pulang.”

“Wuri, kamu masih harus diperiksa. Diantaranya kakimu yang katanya patah. Harus dilihat apakah benar patah atau hanya retak.”

“Ya Tuhan … aku kan takut dokter,” rintih Wuri lirih.

“Aku akan menemani kamu,” kata Wahyudi.

“Aku juga akan sering menjengukmu,” sambung Budi.

“Aku sudah memesan kamar untuk kamu. Semoga besok sudah ada penanganan yang lebih jelas. Dan semoga kamu tidak harus dirawat lebih lama.”

“Bagaimana Ibu? Aku belum memberi tahu ibuku tentang keadaan ini.”

“Nanti aku akan mengabari.”

“Siapa yang harus belanja untuk ibuku?”

“Yaah, kamu tidak boleh memikirkan banyak hal, nanti pasti ada jalan terbaik siapa yang harus membantu ibu. Mungkin juga ibumu tidak akan berjualan setelah mendengar berita ini.”

***

“Mengapa baru pulang?” tegur pak Kartomo ketika sore hari bu Kartomo baru pulang ke rumah.

“Aku tidak tega meninggalkan Retno.”

“Mengapa tidak kita bawa saja dia pulang ke rumah?”

“Kesehatannya belum mengijinkan. Dia sangat lemah, apalagi setelah mendengar anaknya diculik dan mendapat ancaman.”

“Mengapa tidak dituruti saja kemauan penculik itu. Gampang kan, kalau dia ingin mendapatkan anaknya kembali?”

“Dari mana Bapak tahu bahwa ada ancaman penculik?” tanya bu Kartomo curiga.

“Aku … aku … kan bolak balik ke rumah sakit?”

“Seharian aku tidak melihat Bapak ke rumah sakit.”

“Kamu tidak tahu saja. Memang aku tidak masuk ke dalam ruangan, tapi banyak orang membicarakannya.”

“Membicarakan apa?”

“Tentang ancaman itu.”

“Mana mungkin dibicarakan banyak orang?”

“Maksudku … nak Budi … dan aku juga mampir ke rumahnya pak Siswanto.”

Bu Kartomo diam, lalu masuk ke kamarnya untuk berganti baju.

“Nanti aku mau kembali ke rumah sakit. Aku hanya pulang untuk mandi dan ganti baju.”

“Repot amat. Dirumah tidak ada makanan dan kamu mau pergi lagi.”

“Bukankah Bapak bisa beli makanan di luar? Langganan Bapak kan juga jual makanan? Biasanya juga pergi makan di warung yu Semi kan?”

“Dia tidak jualan, sudah dua hari ini.”

“Oh ya? Kasihan bener sampeyan Pak. Memangnya tidak ada warung yang lain?”

“Kamu itu diminta melayani makan suami malah bicara yang macam-macam.”

“Kalau Bapak sabar menunggu, aku buatkan mie instan sebentar.”

“Ya sudah, buatkan cepat, aku juga capek.”

“Ambilkan mie nya di warung. Aku nggak mau ambil sendiri.”

“Kok di warung?”

“Bapak kan jualan mie juga? Masa aku harus beli di luar?”

“Hm, bikin kesal saja. Kalau dagangan warung tidak dibayar ya bisa rugi aku,” omelnya sambil berjalan ke arah toko untuk mengambil mie yang akan dimasak isterinya.

“Kalau di utangkan ke tetangga boleh, lha ini  mau dimakan sendiri saja itung-itungan,” gerutu bu Kartomo kesal.

***

Bu Siswanto keluar dari kamarnya, menuju ke arah ruang makan, tapi dilihatnya Kori masih ada diruangan itu, makan sambil bertelepon. Bu Siswanto berdiri di balik pintu.

“Sakit? Kalau sakit ya harus dibawa ke rumah sakit, segera. Apa? Panas dan muntah-muntah?  Cepat bawa …  keburu mati nanti,” katanya di dalam pembicaraan itu.

Bu Siswanto terkejut. Heran mendengar menantunya bicara tentang ‘mati’ dengan begitu enteng.

“Siapa yang sakit?”

Kori tampak terkejut. Ia segera mematikan ponselnya dan meletakkannya di samping dia duduk.

“Itu Bu, yang sakit … adalah … teman saya.”

“Teman?  Teman sendiri sakit kok seperti disumpahin begitu?”

“Bukan menyumpahin Bu, maksud saya, kalau tidak segera dibawa ke rumah sakit bisa mati dia.”

Bu Siswanto tak menjawab, beranjak ke arah dapur.

“Sih, aku mau makan ya, tidak usah menunggu bapak, mungkin sore pulangnya,” katanya kepada Asih.

“Baik Bu.”

“Silakan makan Bu, Kori sudah selesai dari tadi,” kata Kori sambil berdiri dan keluar dari ruang makan.

Asih membersihkan sisa makan Kori, lalu merapikannya, dan menata lagi untuk bu Siswanto.

“Bu Kori makan dari tadi, lama sekali, habisnya … makan sambil telpon-telponan,” kata Asih dengan mulut cemberut.

“Biarkan saja apa yang dilakukannya,” kata bu Sis sambil duduk. Dalam hati dia bertanya-tanya. Dua kali dia memergoki pembicaraan di telepon ketika Kori berbicara dengan seseorang, dan pembicaraan itu membuatnya curiga.

“Aku akan menemui Sapto dan mengatakan apa yang aku dengar. Dia pasti belum tahu bahwa Kori sebenarnya tidak menginginkan bayi itu. Kalau ayahnya Sapto pulang lebih dulu, aku juga akan mengatakan padanya tentang hal itu,” kata bu Sis dalam hati, sambil menyendok nasinya.

***

Budi dipersilakan kembali terlebih dulu, karena Wahyudi tahu bahwa Sapto menyuruhnya mengambil baju ganti ke rumah.

Wahyudi keluar dari ruang inap Wuri, bermaksud mengabari bu Mantri perihal kecelakaan yang menimpa anaknya. Tapi tiba-tiba ia melihat seorang wanita duduk di luar ruang UGD.

Wahyudi terkejut mengenali wanita itu.

“Dia penculik bayi itu kan? Apa yang dilakukannya disini?”

***

Besok lagi ya.

 

54 comments:

  1. Sugeng dalu, tetap sehat dan semangat.
    Salam ADUHAI dari mBandung.......

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah sarung ajaib tuh kakek juara 1 horee

      Delete
    2. Kakek...jogo gawang jelas iki
      Sehat ya kakek Habi ๐Ÿ™๐Ÿ™

      Delete
    3. Alhandulillah sehat.....isa melu balapan imam trawehnya 'ngebut'
      Nasih ada stok "mug syantiek" 5 pcs, siapa cepat dapat, hubungi bu Tien via 082226322364 harga 35K saja.
      Monggo yang yang berminat

      Delete
    4. Alhamdulillah saya sehat. Bisa ikut balapan karena imam trawehnya "ngebut" jadi cepat sampai rumah.

      Masih ada stok "mug syantiek" ultah bu Tien ke 73thn, ada 5 lagi siapa cepat dapat segera hub bu Tien via 082226322364

      Delete
  2. Matur nuwun bu Tien BM37, Sampun tayang
    Mugi panjenengan tansah pinaringan sehat wal'afiat & tetap semangat

    ReplyDelete
  3. Nah kan .. susi kedahuluan ayahnda kajek ,,,๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ padahal susi sudah lari sioat kuping ,,, ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ

    ReplyDelete
  4. Terima kasih BM nya mbak Tien

    Salam sehat dari Purwodadi

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah.. BM eps 37 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
    Salam sehat selalu dari Tangerang

    ReplyDelete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  7. Terima kasih bu tien , bm sdh tayang semoga bu tien dan keluarga sll sehat..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dudah tampak titik terangnya kori dan kartomo sdh teridentifikasi ...tunggu ya sebentar lg terbonglar

      Delete
  8. Alhamdulillah,matur nuwun mbak Tien salam sehat...

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah...
    Terima kasih bu Tien BM 37 dah tayang..
    Semoga ibu sehat dan bahagia bersama keluarga...salam ADUHAI dari blora

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah BM sdh hadir ..
    Terima kssih Bu Tien..
    Sehat dan sukses selalu.
    Salam *ADUHAI*

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah.Maturnuwun Mbak Tien

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah BM 37 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  13. Trims Bu Tien ......
    Lah nunggu lg besuk

    ReplyDelete
  14. Ya penculikan kolaborasi pa Kartomo Kori dan Semi ada titik terang dari pembicaraan tilpun Kori kemungkinan bayi Qila sakit dan dibawa kerumah sakit dimana Wuri hrs dirawat Wahyudibmengenali penculik semoga segera tertangkap.

    ReplyDelete
  15. Semoga Yudi bisa melaporkan penculik itu, salam seroja Bu Tien

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun untuk BM 37 nya, bu Tien. Semakin penisirin. Salam ADUHAI dari Kota Madiun

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
    Tampaknya mimpi Sapto akan menjadi kenyataan, penolongnya Wahyudi dan penculiknya mungkin Semi. Karena bayinya sakit maka ketahuan ketika diperiksakan di rumah sakit.
    Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, suwun Bu Tien....
    Salam sehat selalu....๐Ÿ™๐Ÿ™

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah
    Yng ditunggu telah hadir
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah
    Syukron Mbak Tien ๐ŸŒท๐ŸŒท๐ŸŒท๐ŸŒท๐ŸŒท๐ŸŒท

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah ,BM 37 sudah hadir ,terimakasih bunda Tien ,semoga penculik segera ditangkap ,kory sudah ketar ketir ,semoga yang merencanakan penculikan segera tertangkap ,sabar Retno ,aduhai licik sekali P Kartomo

    ReplyDelete
  22. Asyiiiik... Trimakasiiiiih bunda tien kumalasari... Salam sehat penuh semangat

    ReplyDelete
  23. Penculikan Qila kolaborasi antara Kartomo Kori dan Semi dari pembicaraan tilpun Kori semakin terungkap siapa penculik Qila semoga Wahyudi dapat segera bertimdak setelah mengenali wajah penculik Qila.

    ReplyDelete
  24. Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah BM 37 sdh tayang. Semakin seru dan penasaran. Trm ksh bu Tien.. Smg sehat sll.

    ReplyDelete
  26. Trimakasih bu Tien BM37nya...

    Wis jelas Kori dalange..
    Penculik spt udh dikenali Yudi..
    Semogaaa..segra terungkap..

    Salam sehat dan aduhaii bu Tien

    ReplyDelete
  27. Emang critani ini ada cerita dektitive luar biasa daya imajinasixa ibu tien canggih pembaca disuruh berpikir ini bm ini kayak crita agatha christi cerbung bm enak dibaca dan seru banget ada deg deganxa ada mangkelxa ads senyum2xa ada mewekxa komplit tenan

    ReplyDelete
  28. Alhamdulilah sdh bisa mengikuti kisah Kori yg sudah mulai kelihatan belangnya dan Wanita Penculik jg sudah ada titik terang. Yah cepat hadir BM 38 jd tdk sabar menanti..
    Selamat menunaikan Ibadah Romadhon di hari 12 ini (10 hari) ke 2 semoga M Tien Sklrg dan kita semua mendapatkan Ampunan. Aamiin. Salam sehat dan bahagia.

    ReplyDelete
  29. ๐€๐ฉ๐š๐ค๐š๐ก ๐˜๐ฎ๐๐ข ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐ฆ๐ž๐ง๐š๐ง๐ ๐ค๐š๐ฉ ๐ฉ๐ž๐ง๐œ๐ฎ๐ฅ๐ข๐ค๐ง๐ฒ๐š ??? ๐Š๐ข๐ญ๐š ๐›๐ž๐ซ๐ก๐š๐ซ๐š๐ฉ ๐˜๐ฎ๐๐ข ๐ฌ๐ž๐ ๐ž๐ซ๐š ๐ฆ๐ž๐ง๐ ๐ก๐ฎ๐›๐ฎ๐ง๐ ๐ข ๐ฉ๐จ๐ฅ๐ข๐ฌ๐ข ๐ฎ๐ง๐ญ๐ฎ๐ค ๐ฌ๐ž๐ ๐ž๐ซ๐š ๐ฆ๐ž๐ง๐š๐ง๐ ๐ค๐š๐ฉ ๐ฉ๐ž๐ง๐œ๐ฎ๐ฅ๐ข๐ค ๐›๐š๐ฒ๐ข๐ง๐ฒ๐š ๐‘๐ž๐ญ๐ง๐จ.

    ๐’๐ž๐ฆ๐จ๐ ๐š ๐๐ฎ ๐“๐ข๐ž๐ง ๐ญ๐ž๐ญ๐š๐ฉ ๐ฌ๐ž๐ก๐š๐ญ ๐ฌ๐ž๐ฅ๐š๐ฅ๐ฎ...๐€๐š๐ฆ๐ข๐ข๐ง ๐˜๐‘๐€...๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™

    ReplyDelete
  30. Semoga, Qila segera ditemukan. Betul mrkv, Kartomo, Kori dalangnya Semi orang suruhan Kartomo. Jahat2
    Seru mb Tien. Top tenan
    Salam manis nan aduhai
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  31. Blum bisa tahu siapa wanita yg dilihat wahyudi. Perkiraan, yu semi. Dari petunjuk pak kartomo, .. Dia tidak jualan, sudah dua hari ini...
    Semoga bisa diajak ngobrol yudi & terlihat gigi emasnya.

    Kasian wuri yg 'dijadikan korban' bu tien. Demi alur cerita yg mempertemukan yudi dgn penculik.
    Aduhai tenan ...

    ReplyDelete
  32. Penculik bayi membawa Qila ke RS di mana Wuri dirawat...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah, penculiknya mau ketangkap semoga bayinya selamat kesihan Retno... Mksh bunda Tien, salam aduhai

    ReplyDelete
  34. Terimakasih bu Tien.
    Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  35. Wah kebetulan langsung lapor Budi dan di pegang Ma satpam saja..pasti suruhan Kori dan bpknya Retno๐Ÿ˜ข๐Ÿ˜ข๐Ÿคฒkepegang deh ...Budi semoga msh ada..trima kasih bu Tien

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah, semoga lekas ketahuan siapa penculiknya, Qila tetap selamat
    Matursuwun bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  37. Matur nuwun bunda Tien BM37 telah hadir.

    Hmm liat pak Kartomo kq kudu jewer saja..๐Ÿ˜…

    Salam ADUHAI selalu buat bunda Tien..

    ReplyDelete
  38. Nah kan repot sendiri gitu kok ya mau maunya ngikutin omongan Kartomo.

    Bayi nya rewel, ngeri kalau bayi sampai demam tinggi, mansur mansur pihak rumah sakit curiga lihat bayi umurnya kaya baru umur harian, ini ngaku biyungnya bayi kok sudah setengah abad, tidak nampak bekas ngelahirin, biasanya kan pakai pilis tuh buat perawatan wajah biar kelihatan masih nge-jrรจng; apalagi di rumah sakit tetangga ngumumin kehilangan bayi, ya sudah dibikin lamaan biar petugas buser dan dvi datang memferivikasi sekaligus mengidentifikasi; ciri² ada nรจnรจk² sihir bawa bayi.

    Wahyudi ingat perempuan ini ngapain nunggu di igd; nah kalau dia bawa bayi pasti langsung ngasih tahu Budi, tapi nggak tau nomer nya, di hape Wuri hanya punya nomer Retno.

    You zemy kok ya mau maunya, ikutan duet maut menyandera bayi, dijanjiin apa seeh sama Kartomo.

    Aduhai..


    Terimakasih Bu Tien,
    Bukan milikku yang ke tiga puluh tujuh sudah tayang

    Sehat sehatlah selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    ๐Ÿ™๐Ÿป

    ReplyDelete
  39. Assalamualaikum wr wb. Mudah mudahan Wahyudi degera mengetahui siapa penculik bayi sebenarnya. Makin penasaran menunggu lanjutannya. Maturnuwun Bu Tien, mugi tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede..

    ReplyDelete
  40. Wah bagus alir ceritane bu Tien..tx u BM 38 ditunggu

    ReplyDelete
  41. Aduhaai bahagia ... terimakasih mbak Tien

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 42

CINTAKU JAUH Di PULAU SEBERANG  42 (Tien Kumalasari)   Arum terkejut, sekaligus tersipu. Ia melihat Listyo turun dari mobil dan menghampirin...