Saturday, April 9, 2022

BUKAN MILIKKU 34

 

BUKAN MILIKKU  34

(Tien Kumalasari)

 

Jarum infus ditangan Retno tercabut paksa, dan darah bercucuran membasah kemana-mana.

“Anakku? Anakku bisa hilang?” pekiknya panik.

Budi berteriak.

“Susteeer.”

Pak Kartomo memegangi lengan Retno.

“Diamlah, jangan ke mana-mana.”

“Anakkuuu … aku mau anakku …”

“Nak Budi, tolong pegang Retno,” kata pak Kartomo, yang setelah Budi mendekat maka dia kemudian keluar dari ruangan.

“Tenang Mbak, jangan panik,” kata Budi menenangkan.

Perawat yang datang bermaksud memasang kembali infus yang terlepas, tapi Retno menolaknya.

“Aku tidak mau, aku akan mencari anakku, aku harus mencarinya sendiri.”

“Mbak, mereka sudah lapor ke polisi. Ada CCTV disini dan penculik itu pasti tertangkap. Kembalilah berbaring dan biarkan infus dipasang kembali. Lihat, tangan Mbak berdarah-darah.”

“Iya Bu, sudah ada yang menangani, anak ibu pasti akan kembali. Kembalilah berbaring, biar saya bersihkan darah itu, dan saya pasang kembali infusnya ya,” bujuk perawat itu.

“Ya Tuhan, memang ada yang menginginkan anakku. Begitu kejam dia …” rintihnya sambil berurai air mata.

“Mbak Retno belum sehat benar. Menurut ya, Qila pasti akan kembali,” kata Budi.

Retno membaringkan tubuhnya dengan lunglai. Ia memang merasa sangat lemas, ditambah berita mengejutkan yang membuat tubuhnya seakan lumpuh tak lagi memiliki kekuatan.

Perawat membersihkan darah yang masih menetes, kemudian kembali memasang infusnya.

“Budi, pulanglah, Qila pasti ada dirumah sana. Keluargamu, terutama ayahmu, menginginkan anak itu. Dan mereka mengambilnya dengan cara yang sangat jahat,” lirih Retno. Air matanya tak berhenti mengalir.

“Kalau sudah ada yang menggantikan menunggui Mbak disini, aku akan pulang. Kalau benar Qila ada di rumah, aku akan membawanya kembali ke mari. Biar dia ada disisi Mbak selama masih dirawat disini.”

“Aku sendirian tidak apa-apa.”

“Aku sudah menelpon mas Sapto. Aku tidak bisa meninggalkan Mbak dalam keadaan seperti ini. Tunggu sampai mas Sapto datang ya.”

Retno diam, tapi isaknya terus terdengar. Dalam hati dia sudah menduga siapa yang menculiknya. Ia tahu siapa yang menginginkannya. Dan tampaknya ayahnya ada dibalik semua itu.

“Tapi bukankah bapak ada disini tadi saat peristiwa itu terjadi? Berarti pak Siswanto, karena dia tahu aku tak akan memberikannya, maka ia menculiknya.”

Beribu pikiran memenuhi benaknya, dan belum ada jawab sampai ketika suaminya datang kemudian memeluknya.

“Retno …” bisiknya pilu.

“Mas, mana anakku Mas, mana anakku? Mengapa mereka mengambilnya dengan cara ini?”

“Aku juga bingung, siapa yang mengambilnya.”

“Mas dari rumah?”

“Ya, aku terkejut ketika Budi menelpon aku.”

“Apa Qila tidak ada di rumah sana?”

“Tidak.”

“Apa Kori ada di rumah?”

“Kori ada. Bapak dan ibu juga ada. Semuanya terkejut mendengar berita ini.”

“Lalu siapa yang mengambil anakku Mas? Siapa?”

“Polisi sedang menangani peristiwa ini. Kamu tenang ya.”

“Mas, aku keluar dulu ya, jangan meninggalkan Mbak Retno sendirian,” kata Budi yang merasa khawatir kalau sampai Retno melakukan hal-hal yang nekat.

“Ya, tolong ikuti perkembangan tentang hilangnya Qila. Aku akan tetap disini menemani Retno. Kabari setiap ada berita baru.”

“Baik Mas,” kata Budi sambil berlalu.

***

“Bu, ada makanan tidak? Aku lapar sekali,” kata pak Kartomo begitu memasuki rumah.

“Sudah ada di meja makan. Bukankah setiap hari selalu ada makanan?”

“Kamu batalkan saja acara syukuran nanti malam.”

“Dibatalkan ?”

“Dibatalkan saja,” katanya sambil duduk di kursi makan, dan melahap apa yang ada dengan nikmat.

“Aku sudah memasak macam-macam, kenapa harus dibatalkan? Lagi pula sudah terlanjur mengabari tetangga kiri kanan.”

“Qila hilang,” katanya tiba-tiba.

Dan piring yang dipegang bu Kartomo jatuh dari tangan, pecah berderai.

“Ya Allah … bapak bercanda kan?”

“Tidak. Itu benar, aku dari rumah sakit. Dari pagi belum makan, lemes aku,” katanya sambil terus melahap makanannya.

“Bapak itu kok ya bisa-bisanya. Cucunya hilang sempat-sempatnya  bilang lapar. Ini berita menyedihkan. Ceritakan hilang bagaimana?"

“Aku sedang omong-omong sama Retno, tiba-tiba nak Budi masuk dan bilang bahwa Qila hilang.

“Pasti keluarga suaminya itu yang mengambil.”

“Entahlah Bu, aku juga bingung. Tapi tadi sudah dilaporkan ke polisi. Semoga saja bisa ketemu.”

“Aku mau ke rumah sakit sekarang. Makanan yang sudah jadi biar dibagi-bagi saja, akan aku serahkan ke tetangga sebelah ,” kata bu Kartomo sambil masuk ke kamar untuk ganti baju dan bersiap-siap.

“Aku pergi dulu,” katanya sambil beranjak pergi, dengan perasaan kesal melihat ulah suaminya yang tanpa tampak prihatin sedikitpun mengetahui cucunya hilang,

Pak Kartomo masih makan dengan nikmat sampai isterinya meninggalkan rumah, dan seakan tanpa beban mengetahui cucunya hilang.

***

“Apakah Bapak ada dibalik semua ini?” tegur bu Siswanto sambil menatap suaminya tajam.

“Apa maksudmu? Kamu kan tahu bahwa aku ada di rumah sejak tadi?”

”Kalau begitu Kori,” tuduh bu Siswanto lagi.

“Jangan sembarangan. Kori ada dirumah sejak tadi.  Sekarang mana Sapto?”

“Sapto ke rumah sakit setelah menerima telpon dari Budi.”

“Anak itu benar-benar ingin melawan orang tua.”

“Mengapa Bapak begitu kejam? Menyuruh Sapto menceraikan Retno, itu tidak manusiawi. Mereka suami isteri, yang pastinya saling menyayangi. Mengapa Bapak menyuruhnya bercerai?”

“Karena Kori tidak suka Retno ada di samping Sapto.”

“Mereka punya anak.”

“Dan anak itu sekarang hilang entah kemana.”

“Kok Bapak seperti tidak merasa terbebani sih?”

“Kamu itu tampaknya masih menuduh bahwa aku penculiknya? Aku itu juga bingung Bu, bayi itu kan aku inginkan agar bisa menjadi penghibur bagi Kori, yang pastinya kecewa karena tidak lagi bisa punya anak. Kalau aku bairkan dia diculik orang, berarti aku tidak bisa memberikannya kepada Kori dong. Ini yang membuat aku bingung. Siapa yang menculik, aku harus tahu. Dia harus diberi pelajaran,” geram pak Siswanto.

“Jadi Bapak benar-benar tidak tahu?”

“Tidak tahu. Kamu masih belum percaya. Bagaimana aku menculik bayi yang aku inginkan untuk Kori. Lihat tuh, Kori ada di kamarnya, dia juga sedih.”

Bu Siswanto diam, menyandarkan tubuhnya di sofa, menatap langit-langit dengan mata berkaca-kaca.

Bagaimanapun dia menyayangi bayi itu. Siapa penculiknya, tak seorangpun di rumah itu mengakuinya. Semua mengatakan sedih karena bayi itu hilang. Lalu siapa yang melakukannya?”

“Tak bisa aku bayangkan, betapa sedihnya Retno,” gumam bu Siswanto lirih.

“Koriiii, kemari nak !” tiba-tiba pak Siswanto berteriak.

Pintu kamar Kori terbuka. Kori keluar dengan rambut awut-awutan, dan mata merah, seperti habis menangis.

“Duduklah Kori, kamu menangis karena sedih?” tanya pak Siswanto.

“Tentu saja Kori sedih Pak. Itu seperti Kori kehilangan anak. Bukankah anak itu sebenarnya akan menjadi anak Kori?” katanya lirih sambil terisak.

Bu Siswanto menatapnya tak percaya. Benarkah Kori menginginkan anak itu, lalu sedih karena kehilangannya?

“Siapa yang begitu kejam menculik anak itu ya Pak? Pasti dia akan menjualnya. Sekarang banyak sindikat penculik bayi. Kori sering melihat berita itu di televisi.” Katanya sambil menutupi wajahnya.

“Jangan sedih Kori, polisi sedang memburu penculik itu.”

“Bisakah polisi menemukannya?”

“Tentu saja bisa. Di rumah sakit ada CCTV, pasti ketahuan siapa yang menculiknya, polisi akan memburunya.”

“Kori sedih sekali Pak. Kori ingin menangis terus.”

“Sudah, jangan menangis.”

“Bagaimana kalau tidak ketemu? Aku tidak mau Retno hamil lagi baru kemudian aku bisa benar-benar punya anak.”

“Jangan berpikir yang tidak-tidak.”

“Kori bersedia berbaikan dengan Retno, kalau bayi itu diketemukan.”

“Benarkah?” tanya pak Siswanto terkejut. Tadinya Kori selalu ingin agar Retno diceraikan. Mengapa tiba-tiba berkata begitu?

Bu Siswanto mengangkat tubuhnya, menatap Kori tak percaya.

“Kori bersungguh-sungguh. Kalau bayi itu ditemukan, Kori bersedia merawatnya bersama Retno ibunya.”

“Kamu sudah memikirkannya?”

“Sudah Pak. Kori merasa sedih. Mungkin ini hukuman bagi Kori karena membenci Retno. Sekarang Kori akan berbaikan dengan dia, tapi asalkan bayi itu ditemukan.”

“Bapak bersedia membayar mahal demi ketemunya bayi itu. Lakukan apa yang membuat kamu senang nantinya.”

“Terima kasih Pak. Semoga kesedihan Kori tak berlangsung lama. Bayi Qila harus segera ditemukan.”

“Kita sama-sama berdoa, Kori,” kata pak Siswanto sambil menepuk bahu Kori.

“Iya Pak.”

“Sekarang tidurlah. Ini sudah malam.”

Kori berdiri, lalu beranjak ke kamarnya, sambil mengusap air matanya.

Bu Siswanto hanya diam. Sepatah katapun dia tak ingin menyambung pembicaraan Kori dan ayah mertuanya.

“Aku mau ke rumah sakit,” kata bu Siswanto.

“Jangan. Mau apa kamu kesana? Ini sudah malam,” cegah suaminya.

“Aku ingin menghibur menantuku.”

“Sudah ada Budi dan Sapto di sana. Kenapa sih, begitu besar perhatian semua orang kepada Retno? Apa dia punya jampi-jampi?” kesal pak Siswanto.

“Kenapa Bapak berprasangka buruk sama dia? Retno itu baik dan santun, sudah semestinya banyak orang menyukainya. Bapak saja yang aneh, tanpa alasan membencinya,” kata bu Siswanto sambil masuk ke kamar. Malam belum larut, tapi memang benar, sudah ada Budi dan Sapto menemani Retno, jadi lebih baik besok pagi saja ke sana, pikir bu Siswanto.

***

“Dari mana sih Wuri ? Ibu kira kamu ada di kamar, ternyata baru masuk ke rumah.”

“Ngelihat rumah mas Yudi. Kok masih terkunci. Lampu teras juga belum dinyalakan, jadi tadi Wuri menyalakan lampu terasnya juga. Gelap, jadi kelihatan serem.”

“Bukannya tadi pergi sama kamu?”

“Ya itulah Bu, tadi itu di rumah sakit, tiba-tiba Wuri ditinggal begitu saja, lalu Wuri diantar mas Budi.”

“Nak Yudi pergi kemana?”

“Tadi menelpon, hatinya agak kacau. Tadi mau kembali ke rumah sakit, tapi Wuri sudah diantar mas Budi.”

“Nak Yudi kemana? Ngomongmu nggak jelas.”

“Tadi katanya ada di masjid, mau menenangkan diri, begitu bu. Wuri sudah bilang, menenangkan diri di rumah saja. Takutnya dia bunuh diri.”

“Hush. Ngomong seenaknya. Memangnya kenapa dia? Kok tiba-tiba kacau?”

“Panjang Bu, ceritanya. Intinya begini. Tadi ketika bezoek mbak Retno, mas Yudi menemukan kenyataan bahwa sebenarnya mbak Retno itu tidak bahagia. Mertuanya … terutama ayah mertuanya, sangat benci sama dia dan berusaha memisahkannya dengan suaminya. Itulah yang membuat mas Yudi sedih, lalu tiba-tiba Wuri ditinggalkan begitu saja.”

“Kasihan. Bagaimana bisa jadi seperti ini ?”

“Sampai sekarang mas Yudi belum pulang. Wuri jadi khawatir. Mas Yudi itu kan kalau lagi sedih lalu bisa berbuat yang aneh-aneh. Pergi entah kemana … dulu pernah, sepeda motor ditinggal begitu saja dipinggir jalan.”

“Coba kamu telpon, Ibu kok ya jadi khawatir.”

“Sudah berkali-kali Wuri menelpon, ponselnya mati.”

“Jadi susah kalau begini.”

“Coba Wuri menengok lagi ke rumahnya ya Bu, sudah pulangkah atau belum,” kata Wuri sambil kembali menengok ke rumah Wahyudi.

Bu Mantri yang juga merasa khawatir,  menunggu di teras. Tapi tak lama kemudian Wuri kembali sambil menggoyang-goyangkan telapak tangannya.

“Belum pulang juga?”

“Belum Bu,” jawab Wuri dengan wajah prihatin.

***

“Ada berita apa?” tanya Sapto, yang terus menunggui Retno, yang saat itu tertidur pulas karena dokter memberinya obat penenang. Kalau tidak, Retno selalu gelisah dan menangis.

“Penemuan di CCTV itu mengatakan bahwa yang membawa Qila keluar adalah seorang perawat,” jawab Budi yang baru saja masuk ke kamar itu.

“Perawat?”

“Berpakaian seperti perawat, tapi tak seorangpun mengenalnya.”

“Berarti dia menyamar sebagai perawat?”

“Iya. Rupanya dia sudah mempersiapkan semuanya, dan menunggu saat ruangan bayi itu kosong, baru dia masuk. Sebenarnya tidak lama perawat penjaga meninggalkan ruangan, tapi dia bergerak sangat cepat. Tak seorangpun mencurigainya ketika dia membawa bayi keluar dari rumah sakit dan menghilang entah kemana.”

“Siapa sebenarnya dia?”

“Itulah yang sedang di selidiki polisi Mas. Semoga saja segera terkuak semuanya dan Qila segera bisa ditemukan.”

Sapto menunduk sedih.

Tiba-tiba ponselnya berdering, ternyata dari ayahnya.

“Sapto.”

“Ya Pak.”

“Kamu di mana?”

“Di rumah sakit Pak.”

“Mengapa terus-terusan di rumah sakit. Bukankah disitu banyak perawat yang bisa menjaganya, dan bukan harus kamu?”

“Sapto tidak tega meninggalkannya. Dia sangat sedih.”

“Dengar. Isterimu di rumah menangis terus.”

“Kenapa Pak?”

“Dia juga sedih, bayi itu hilang. Pulanglah, hibur isterimu.”

“Tidak bisa Pak, Sapto tidak bisa meninggalkan Retno.”

“Sapto!”

“Maaf Pak.”

Lalu Sapto menutup ponselnya.

***

Wahyudi beranjak meninggalkan masjid, dimana dia bersujud dan berusaha menenangkan dirinya. Tapi rasa galau mengingat penderitaan Retno tak mudah dilupakannya.

“Aku rela kamu dimiliki siapapun, asalkan kamu bahagia Retno, kalau tidak, aku sungguh-sungguh akan merebutmu,” gumamnya lirih sambil keluar dari masjid, dan kembali ia melupakan sepeda motornya, keluar begitu saja dan berjalan menyusuri trotoar, menuju pulang.

Tiba-tiba persis di depannya, seorang perawat turun dari dalam sebuah taksi sambil menggendong seorang bayi. Di tempat di mana dia turun, sudah menunggu seorang wanita, yang kemudian menerima bayi itu.

Tak lama kemudian perawat itu kembali masuk ke dalam mobil, dan wanita itupun ternyata juga sudah ditunggui sebuah mobil.

Yang membuat Wahyudi terkejut, ia mengenali wanita itu, yang tadi sore mengendap-endap di kamar bayi, di rumah sakit, ketika dia dan Wuri akan membezoek Retno.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

56 comments:

  1. Terima kasih mbak tien. Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  2. Alhamdulullah bu disen juaranya.

    ReplyDelete
  3. Matur suwun Bunda Tien...
    BukanMiliku 34 sdh hadir..
    smoga Allah limpahkan kesehatana ..kebahagiaan utk bunda n kel.besar ...aamiin
    .

    salam Seroja dr Semarang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah BM 34 sudah hadir terimakasih bunda Tien

    ReplyDelete
  5. Ladalah .....juaranya bu dosen, selamat jeng Iyeng Semarang yang hari ini sdg berada di Cimahi.
    Selamat malam.

    Sugeng dalu bu Tien, matur nuwun BeeM_34 sampun tayang.
    Salam ADUHAI dari mBandung,

    ReplyDelete
  6. Slmt mlm bunda Tien..terima ksih BM 34 nya .slm sehat sll unk bunda Tien sekeluarga dri skbmi🥰🥰🙏🙏

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah BM 34 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun bunda Tien, BM34 telah tayang..

    Salam ADUHAI selalu kagem bunda Tien..🙏

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah BM 34 dah tayang
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda selalu sehat dan bahagia
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  10. Alhamdulullah
    Yg ditunggu tunggu sdh hadir
    Matur nuwun buuuu

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.

    Wah ... sindikat penculik bayi ternyata yang mencuri. Jadi makin repot kalau tidak ada hubungannya dengan Siswanto.

    Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  12. Mb Tien. Maturnuwun sdh gasik
    Semoga Qila segera ketemu
    Yudi kejar Yud.... Seperti dlm mimpi Sapto.
    Salam manis mb Tien
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  13. Duh bikin penasaran aja .,.
    Trims Bu tien

    ReplyDelete
  14. Mb Iyeng, salam kagem mas Arief nggih 🙏😊

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah sdh hadir BM 3
    Terima kasih bu Tien..
    Semoga sehat selalu..
    Salam *ADUHAI*..

    ReplyDelete
  16. Maturnuwun mbak Tien sayang, ceritanya makin seru.
    Aku kok curiga pada Kori ya, dia nampaknya cuma sandiwara, padahal dialah otak penculiknya. Dia marah karena Sapto akan mempertahankan perkawinannya dengan Retno, dan siap melawan niat buruk ayahnya. Semoga Yudi bisa menyelamatkan Qila. Kasihan Qila, bayi prematur kok dioyang-oyong...hiks

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah sdh hadir BM 34
    Terima kasih Bu Tien..
    Semoga sehat dan bahagia selalu
    Salam *ADUHAI*

    ReplyDelete
  18. Lho, mbak Wiwik tepang kaliyan mas Arief to? Insya Allah salam disampaikan, maturnuwun

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah BM~34 telah hadir.
    Maturnuwun Bu Tien.. salam ADUHAI semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga..🙏

    ReplyDelete
  20. Kehebatan Bu Tien adalah selalu mengakhiri serial dengan kalimat menggantung yang membuat pembaca penasaran. Cerbung ini sangat cocok ditayangkan sebagai drama serial di TV. Btw, masih ada beberapa typo. Nama Kori tertukar Retno, Bu Siswanto.... Salut Bu Tien

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah.....BM 34 dah tayang mksh Bu Tien ...smoga sehat sll
    Wahyudi ayooo kejar si penculik Qila smoga cpt ketemu...salam ADUHAI dari blora

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah ...
    Syukron Mbak Tien ... semakin penisirin ☺🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien untuk BMnya
    Wahyudi,,,Ayo kejar kemana bayi itu pergi

    Salam sehat wal'afiat semua ya bu Tien 🤗💖
    Selamat berpuasa Ramadhan

    ReplyDelete
  24. Jadi ikut deg degan.
    Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu.

    ReplyDelete
  25. Assalamualaikum wrwb ..
    Aduhai Bunda Tien,, kemana Wila? Kasihan dia , 😭😭

    ReplyDelete
  26. Matur nuwun untuk BM 34 nya, bu Tien. Harus bersabar menunggu BM 35 besok lusa. Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  27. 𝐒𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐠𝐞𝐫𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐮𝐚𝐤 𝐬𝐢𝐚𝐩𝐚 𝐩𝐞𝐧𝐜𝐮𝐫𝐢 𝐛𝐚𝐲𝐢 𝐐𝐢𝐥𝐚...𝐖𝐚𝐡𝐲𝐮𝐝𝐢 𝐭𝐝𝐤 𝐬𝐞𝐧𝐠𝐚𝐣𝐚 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮 𝐡𝐚𝐛𝐢𝐬 𝐛𝐞𝐫𝐝𝐨𝐚 𝐝𝐢 𝐦𝐞𝐬𝐣𝐢𝐝 𝐤𝐞𝐭𝐞𝐦𝐮 𝐝𝐠𝐧 𝐬𝐮𝐬𝐭𝐞𝐫 𝐲𝐠 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐰𝐚 𝐛𝐚𝐲𝐢 𝐐𝐢𝐥𝐚.𝐃𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐨𝐫𝐝𝐢𝐧𝐚𝐬𝐢 𝐩𝐨𝐥𝐢𝐬𝐢 𝐬𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐘𝐮𝐝𝐢 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐢 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐠𝐞𝐫𝐚 𝐤𝐞𝐭𝐞𝐦𝐮 𝐩𝐞𝐧𝐜𝐮𝐥𝐢𝐤𝐧𝐲𝐚.

    𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐤𝐚𝐠𝐞𝐦 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚.🙏🙏

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah BM Eps 34 sudah tayang.. terima kasih mbak Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  29. Waooow Gazzwaat mbak Tien ... ada tokoh baru atau ada konsprirasi ..ADUHAI .. salam sehat semangat sabar dan syukur utk semua .. utamanya mbaj Tien

    ReplyDelete
  30. Ditunggu terusannya..besok jangan libur ya...

    ReplyDelete
  31. Aduhai mimpi Sapto ternyata menjadi kenyataan ,yg mencuri bayi Kori yg rambutnya awut2an dan penolongnya Wahyudi.
    Tahu2 sudah besok lagi.....
    Salam aduhai mbak Tien dari Tegal.

    ReplyDelete
  32. Trmksh mb Tien BM 34 sdh tayang.
    Mnrt sy dalang penculikan bayi Qila itu Kori ... Menangis dan bersedih itu hanya utk.menutupi akal liciknya agar tdk ketahuan. Smg Wahyudi bs membuntuti mobil yg membw bayi Qila... Klu blm berhsl merebutnyq palibg tdk bs menghub polisi...ditambah info/ saksi dr Wuri..menguatkan bhw usaha penculikan itu sdh direncanakan.
    Smg bayi Qila slmt dan baik2 sj krn blm ckp bln utk lahir. Slm seroja selalu utk mb Tien dan para pctk🤲🙏

    ReplyDelete
  33. Mimpinya ternyata menjadi kenyataan Sang Pahlawan adalah Wahyudi dan bayi akan direbutnya untuk diserahkan ke Sapto namun Dalang masih ku tebak2 Korikah, P Kartonokah tapi ini tebakanku sebelum hadir lanjutan kisah ini Kori yg pandai berakting nanti akan terbuka aibnya baru P Siswanto merasa bersalah mantu tersayangnya adalah duri yg terpendam......
    Matur nuwun M Tien. Semoga tetap aehat dan barokah di bulan Romadhon.

    ReplyDelete
  34. Met malam bu tien, terima kasih suguhannya ....wah bener bener bikin penisirin .... mungkin dalangnya pak kartomo nih .... salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  35. Wow tonilnya Kori gagal

    Kartomo ambil bagian agar menjadi penjaga siapa saja yang ada disekitaran rawat inap Retno dan kembali pulang setelah misinya berjalan seperti rencana.

    Perempuan itu menerima bayi dan setelah Wahyudi ingat dia, perempuan yang mengendap endap diruang perawatan bayi.

    Bu Kartomo melihat Wahyudi spontan mengatakan kalau bayi Retno hilang.

    Tanpa pikir panjang bayi itu direbut paksa Wahyudi, diserahkan Bu Kartomo, mereka pergi ke rumah sakit.

    Dah biar tidak pada penasaran tuh bayi sudah kembali kepada Retno lagi.

    Aku kok .. Aduhai...

    Wahyudi pesan pada Sapto, agar membahagiakan Retno.



    Ha ha ha, dah malem bobok ...

    Telat sahur lagi




    Terimakasih Bu Tien;
    Bukan milikku yang ke tiga puluh empat sudah tayang.

    Sehat sehatlah selalu doaku,
    sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏🏻

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah BM sudahbtayang, matursuwun bu Tien, semoga sehat selalu dan salam ADUHAI

    ReplyDelete
  37. Ceritanya semakin menarik...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  38. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  39. Aduh sapa ya ..kebangun trus bacaa deh🤲🙏❤❤❤👏💐salam sehat u semua ya dan u bu Tien jaga kesehatan

    ReplyDelete
  40. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's,

    ReplyDelete
  41. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Supralina, Endang Mashuri, Rin,

    ReplyDelete
  42. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Bantul, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  43. Assalamualaikum wr wb. Wah, jadi penasaran, siapa yg culik bayinya Retno... Mungkinkah itu skenario yg dibuat p. Siswanto bersama Kori, dgn menyuruh orang lain, untuk menculik bayi Retno, sbgmn dilihat Wahyudi dan Wuri di rumah sakit, saat mereka hendak menjenguk bayi Retno... Maturnuwun Bu Tien, saya tunggu dgn sabar kelanjutannya, semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun... Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  44. Maturnuwun bu Tien..BM34nya..

    Makin aduhaii bikin deg2an..

    Salam sehat selalu dan aduhaii bu Tien..🙏🌹

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 42

CINTAKU JAUH Di PULAU SEBERANG  42 (Tien Kumalasari)   Arum terkejut, sekaligus tersipu. Ia melihat Listyo turun dari mobil dan menghampirin...