BUKAN MILIKKU 35
(Tien Kumalasari)
Wahyudi memburu ke
arah mobil, tapi mobil itu terus berlalu. Wahyudi baru teringat, ia
meninggalkan motornya di masjid. Ia kebingungan. Tapi ia sempat mencatat nomor
mobil itu.
Ia yakin telah
memergoki sebuah kejahatan.
“Bodoh … bodoh …
bodoh … mengapa aku meninggalkan motorku di sana?” gumamnya, kemudian
membalikkan tubuhnya ke arah masjid, untuk mengambil motornya.
Sejenak ia bingung,
tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia menelpon rumah sakit, menanyakan
apakah ada penculikan bayi malam ini.
“Benar Pak, ada
bayi hilang disini. Penculiknya memakai pakaian perawat. Polisi sedang
memburunya.”
“Saya melihat
penculik itu, tapi tak bisa mengejarnya karena saya hanya berjalan kaki. Tapi
saya mencatat nomor mobil yang membawa bayi itu.”
"Benarkah? Silakan
mengirimkan nomor mobil itu, agar kami bisa segera melaporkannya ke polisi.”
Wahyudi segera
memberikan nomor mobil yang telah dicatatnya, lalu ia bergegas pergi ke rumah
sakit.
Betapa terkejutnya
dia ketika mendengar bahwa nama bayi itu adalah Qila.
“Bukankah itu nama
anaknya Retno?” gumamnya.
Wahyudi bergegas
melangkah ke arah ruang rawat Retno.
Tapi ruangan itu dijaga polisi. Dengan alasan
apapun juga, polisi melarangnya masuk. Sapto yang meminta agar polisi berjaga
di sana, untuk menjaga segala kemungkinan.
Ketika ia
membalikkan tubuhnya, ia melihat Budi keluar dari ruangan.
“Mas Budi,”
panggilnya.
Budi berhenti, dan
dengan heran dia melihat Wahyudi berdiri menunggunya.
“Mas Yudi? Kenapa
ada di sini? Wuri sudah saya antarkan sampai ke rumahnya, tadi.”
“Iya, saya tahu.
Saya mendengar ada bayi diculik malam ini, yang ternyata anaknya Retno?”
“Iya Mas, polisi
sedang memburunya.”
“Ya Tuhan, saya
melihat penculik itu, tapi tidak sempat memburunya karena saya berjalan kaki,
dia naik mobil.”
“Mas Yudi
melihatnya?”
Lalu Wahyu
menceritakan perihal apa yang dilihatnya saat keluar dari masjid.
“Aduh, sayang
sekali.”
“Tapi saya mencatat
nomor mobil itu.”
“Benarkah?”
“Saya sudah menyerahkannya
kepada petugas rumah sakit ini, yang katanya akan meneruskannya kepada polisi.
Semoga polisi segera melacaknya.”
“Aduh Mas, terima
kasih banyak ya. Semoga laporan itu membwa hasil yang baik."
“Bagaimana keadaan
Retno?”
“Yah, begitulah
Mas, kacau. Menangis terus. Tapi Mas Sapto terus mendampinginya.”
“Kasihan, dia baru
saja melahirkan.”
“Dokter memberinya
obat penenang sehingga dia tertidur, hingga saat ini. Entahlah nanti kalau dia
sudah tersadar.
“Ya sudah, tadi
saya ingin melihat keadaannya, syukurlah kalau suaminya mendampinginya. Besok
saja saya kemari lagi Mas.”
“Baiklah mas Yudi,
saya mau keluar untuk membeli makanan untuk mas Sapto. Mas Yudi ingin
menemuinya?”
“Tidak, besok pagi
saja saya kemari lagi.”
***
Wahyudi memasuki
halaman rumahnya, dan dilihatnya lampu teras sudah menyala.
“Siapa menyalakan
lampu teras? Sejak sore aku pergi dan lupa menyalakannya. Apa Wuri yang
melakukannya?” gumamnya sambil naik ke teras. Lalu Wahyudi terkejut melihat
Wuri ada di kursi teras, menelungkupkan wajahnya di meja, bertumpu pada kedua
tangannya.
“Wuri ?”
Wuri diam,
tampaknya ia tertidur pulas. Perlahan Wahyudi menggoyangkan lengannya. Wuri
terbangun dan tampak sangat kaget.
“Kamu Mas? Masih
hidup ?” pekiknya tertahan.
“Apa katamu? Kamu pikir
aku mati?”
Wuri mengucek kedua
matanya, lalu berkejap-kejap memandang tak percaya.
“Hei, aku bukan
hantu.”
“Jadi kamu masih
hidup?”
“Apa maksudmu?
Siapa bilang aku sudah mati?”
“Ya Tuhan, terima
kasih,” katanya pelan.
“Wuri, kamu
bermimpi atau apa?”
“Aku pikir Mas
bunuh diri.”
“Wuri, apa kamu
kira aku berani bunuh diri?”
“Ya ampuun, iya,
pasti Mas takut bunuh diri. Tapi pikiranku sudah ke arah sana.”
“Apa yang terjadi Wuri? Mengapa kamu mengira aku bunuh diri?”
"Syukurlah kamu tidak meninggalkan sepeda
motormu di jalanan.”
“Wuri ?”
“Mas lagi kacau,
tidak segera pulang, aku bingung dan khawatir. Teringat ketika kamu kacau lalu
meninggalkan sepeda motormu di pinggir jalan di dekat rumah mbak Retno.”
“Tadi aku memang
meninggalkan sepeda motorku di masjid, berjalan pulang dengan pikiran masih
kacau.”
“Tuh kan? Lalu
kenapa tiba-tiba keingat motor itu lalu membawanya pulang?”
“Karena ketika
berjalan aku ingin mengejar sebuah mobil, lalu teringat kalau sepeda motorku
aku tinggal di masjid. Barulah aku kembali ke halaman masjid, tapi sudah tentu
mobil itu tidak terkejar.
“Mas ini cerita
tentang sepeda motor, lalu mengejar mobil ? Ada apa sebenarnya?”
“Qila diculik
orang.”
“Apa?” kali ini
Wuri terpekik keras.
“Sssst, teriakan
kamu bisa membangunkan tetangga. Sebaiknya kamu pulang saja dan tidur, besok
pagi aku cerita sejelas-jelasnya.”
“Nggak mau … nggak
mau. Aku mau Mas cerita sekarang, baru aku mau pulang.”
“Ya ampuun,” keluh
Wahyudi sambil duduk dihadapan Wuri.”
“Tadi mas bilang
Qila diculik? Qila itu kan anaknya Mbak Retno?”
“Ketika aku
berjalan itu, tiba-tiba melihat seorang perawat turun dari mobil, membawa bayi.
Lalu bayi itu diserahkan kepada seorang wanita yang rupanya sudah menunggu di
sana. Dan wanita itu adalah wanita yang sore tadi kita lihat memasuki ruangan
bayi di rumah sakit itu. Jelas sekali aku melihatnya, karena kejadian itu
persis di bawah lampu jalan yang terang benderang.”
“Dia? Lalu Mas
minta bayi itu?”
“Wanita itu rupanya
sudah ditungguin oleh sebuah mobil. Aku ingin memburunya, dan mobil itu keburu
kabur.”
“Lalu Mas baru
teringat tentang sepeda motor Mas?”
“Ya, dan nggak ada
gunanya, karena mobil itu sudah kabur, dan jarak kejadian dan masjid itu
lumayan jauh. Untungnya aku mencatat nomor polisinya. Aku menelpon rumah sakit
untuk mengatakan nomor polisi mobil penculik itu, lalu ke rumah sakit, dan
mendapat kenyataan bahwa yang diculik adalah Qila, anaknya Retno,” kali ini
Wahyudi benar-benar terlihat sedih.
“Ya Tuhan, apa dosa
bayi itu, dan siapa penculiknya?”
“Sekarang sudah
ditangan polisi, semoga segera terungkap semuanya.”
“Kasihan mbak Retno
dan bayinya.”
“Kamu pulang
sekarang ya, sudah malam, dan terima
kasih sudah memperhatikan aku.”
Wuri menguap
selebar-lebarnya, membuat Wahyudi tertawa. Tapi kemudian karena tak tega, dia
mengantarkannya sampai Wuri masuk ke dalam rumah.
***
Bu Kartomo sudah
bersiap ke rumah sakit, karena semalam belum bisa ketemu Retno, gara-gara masih
banyak polisi di sana. Tapi dia lega karena Sapto selalu menemani isterinya.
Ia sudah mengambil
tas yang diisinya dengan buah-buahan untuk diberikannya kepada Retno, tapi dia
berhenti didepan kamar suaminya ketika didengarnya suaminya sedang bertelpon dengan
suara rendah.
“Jangan, pokoknya
jangan pulang ke rumah. Lebih baik jangan … kemana saja, nanti telpon aku dulu …
ya … baiklah … aku mengerti … ada … pasti ada… banyak lah … jangan khawatir.
Ya, sudah aku mau ke rumah sakit dulu … jangan banyak bertanya …”
“Telponan sama
siapa sih Pak?”
“O, itu , sama
pelanggan. Aku bilang tutup, masih nekat juga.”
“Pelanggan kok
pakai telpon segala, biasanya kan langsung datang kemari?” bantah bu Kartomo.
“Soalnya … soalnya …
sudah dua kali datang tokonya tutup, jadi dia menelpon dulu. Sudah ayo
berangkat, keburu siang.”
“Bapak mau ikut
juga?”
“Ya iya lah, aku
kan juga ingin tahu keadaan anakku.”
“Ya sudah,
berangkat sekarang saja, itu masih pakai celana pendek. Masa ke rumah sakit
pakai celana pendek? Bikin malu saja.”
“Iya, aku ganti
sebentar. Kamu panggil taksi dulu sana,” katanya sambil membuka almari lalu mengambil
celana panjang, kemudian dikenakannya.
Bu Kartomo sudah
siap naik ke atas taksi ketika pak Kartomo baru keluar dari rumah.
***
“Mas, mau ke rumah
sakit pagi-pagi sekali?” tanya Wuri yang berbelok ke halaman rumah Wahyudi
ketika melihat Wahyudi sudah mengeluarkan motornya.
“Iya. Sebelum ke
kantor. Kamu mau ikut?”
“Ya nggak bisa Mas,
aku kan harus belanja. Ini mau ke pasar dulu.”
“Ya sudah, ke pasar
sana. Kasihan ibumu kalau kamu tidak membantu.”
“Kalau ada apa-apa
aku dikabarin ya Mas?”
“Iya, aku ke rumah
sakit cuma mau menanyakan perkembangan penyelidikannya saja. Pastinya sudah
ketahuan itu mobil milik siapa dan semoga gampang melacaknya.”
“Lalu Mas mau
langsung ke kantor?”
“Ya, sebentar.
Mungkin aku ijin untuk balik ke rumah sakit.”
“Rupanya nggak tega
bener ya mendengar anak mbak Retno hilang.”
“Soalnya aku
melihat penculik itu, jadi aku menyesal tidak bisa mengikutinya. Sekarang aku
penasaran banget jadinya.”
“Ya sudah Mas, aku
berangkat dulu, nanti ibu kesiangan memasaknya.”
“Ya sudah sana, aku
juga mau cepet-cepet berangkat nih?”
“Sudah sarapan?”
“Nanti gampang.”
“Awas ya, jangan
sampai nggak makan,” kata Wuri sambil berlalu.
“Iya nek,” goda
Wahyudi. Tapi Wuri sudah menghilang dibalik pagar.
***
Retno membuka
matanya, dan melihat Sapto menelungkupkan kepalanya ditepi pembaringan. Ada
rasa haru menyelimutinya, ketika melihat kenyataan bahwa Sapto tertidur di
sampingnya. Mungkin sejak semalam, dan pasti pegal tidur seperti itu semalaman.
“Mas,” lirihnya.
Sapto tak bergerak,
tampaknya ia tidur sangat nyenyak.
“Retno mengangkat
tangannya, mengelus kepala suaminya pelan, dan itu membuat Sapto terbangun. Ia
mengangkat kepalanya, dan melihat tangan Retno masih menempel di sana.
Sapto tersenyum,
memegang tangan itu, lalu menciumnya lembut.
“Mengapa tidur
disini?”
“Aku harus
menjagamu.”
Retno menghela
napas sedih.
“Bagaimana kabar
anakku?” katanya dalam isak tertahan.
“Tenanglah, polisi
sedang mengurusnya.”
“Kasihan, bukankah
dia masih harus ada di dalam pengawasan? Dia lahir prematur Mas.”
“Semoga Allah
melindunginya.”
“Aku mau ikut
mencarinya Mas, biarkan aku bangun.”
“Jangan Retno, kamu
juga belum sehat benar. Ditambah kondisimu sekarang ini, kamu jadi tampak
lemah.”
“Siapa
melakukannya? Dan mengapa? Ada yang menginginkan bayiku, tapi mengapa dengan
cara ini?”
“Kalau itu bapak,
rasanya tak mungkin. Ibu menelpon, katanya bapak juga bingung.”
“Kalau Kori,
mengapa dia menculiknya? Kalau dia berhasil memiliki bayi itu, pasti aku juga
akan tahu," lanjut Sapto.
“Lalu siapa?”
“Kita tunggu saja
dulu, polisi pasti akan bisa mengungkap kejahatan ini. Kamu harus tenang, supaya
kesehatan kamu segera pulih. Ya?”
Ketika pak Kartomo
dan isterinya datang, Sapto pamit untuk ke kamar mandi.
Retno menangis
ketika ibunya memeluknya, sambil menangis pula.
“Sabar ya Ret,
Allah pasti akan mengembalikan anakmu. Ibu semalam datang kemari, tapi banyak
polisi di luar. Tapi ibu mendengar dari nak Budi bahwa nak Sapto menunggui kamu
terus.”
“Iya Bu.”
“Semalaman ibu tak
bisa tidur, selalu berdoa untuk kamu dan Qila.”
Retno mengangguk,
berusaha menahan tangis.
“Kamu tidak boleh
menangis terus, nanti kamu nggak sembuh-sembuh. Cepat sembuh dan pulang ke
rumah kita, nanti Bapak akan membersihkan kamarmu,” kata pak Kartomo yang tetap
berdiri agak jauh dari pembaringan.
“Bapak itu gimana
sih? Kok Retno disuruh pulang ke rumah kita. Kan ada suaminya?”
“Itu lebih baik Bu,
aku sudah memikirkannya.”
“Tidak. Tergantung
bagaimana suaminya nanti. Kok Bapak bisa membuat peraturan sendiri. Sudah nduk,
jangan didengarkan ayahmu itu. Setiap bicara selalu membuat jengkel,” kesal bu
Kartomo.
Pak Kartomo yang
merasa tidak didukung isterinya, lalu membalikkan tubuhnya dan keluar dari
kamar. Tanpa diduga dia ketemu Wahyudi.
“Lhoh ini kan nak
Wahyudi. Ya ampun, ini namanya jodoh. Jodoh … benar-benar ini sebuah kebetulan. Ayo kita duduk dulu di
situ,” kata pak Kartomo sambil menarik lengan Wahyudi, diajaknya duduk di
sebuah kursi yang ada di dekat situ.
Wahyudi yang tak
bisa menolak, agak heran melihat sikap pak Kartomo.
“Ada apa Pak?”
“Nak Wahyudi itu
ternyata sudah ditakdirkan untuk menjadi jodoh anakku,” katanya mengejutkan
Wahyudi.
“Apa?”
“Tak lama lagi
Retno sudah akan dipulangkan ke rumah, dan aku harapkan Nak Wahyudi bisa
menjadi jodoh Retno.”
Wahyudi tak
menjawab, menatap pak Kartomo dengan perasaan heran.
“Itu benar. Ayah
mertuanya tidak suka Retno tetap menjadi isteri anaknya. Kasihan Retno. Mau
tidak mau dia akan pulang. Nanti temuilah dia. Aku yakin Retno masih mencintai Nak
Yudi.”
Wahyudi hanya
tersenyum. Ia sudah mendengar bahwa ayah mertuanya menghendaki Retno bercerai
dengan suaminya, tapi sama sekali ia tak mengira bahwa pak Kartomo juga
mensyukurinya.
“Bagaimana Nak?
Jangan diam saja. Bukankah sejak dulu Retno lah yang Nak Yudi inginkan?”
“Maaf Pak, saya
sedang mencari berita tentang hilangnya Qila, jadi jangan bicara yang
tidak-tidak,” kata Wahyudi sambil berdiri. Ia melihat Budi, lalu bergegas
mendekatinya. Pak Kartomo merasa kesal karena Wahyudi tampak tak memperhatikannya.
Tapi ia ikut mendekati Budi.
“Mas Budi?”
“Mas Yudi,
pagi-pagi sekali sudah ada disini. Sudah ketemu mbak Retno?”
“Belum, saya ingin
menanyakan perkembangan berita penculikan itu.”
“Saya baru dari
kantor polisi. Mereka sudah menemukan
pemilik mobil itu. Tapi mobil itu memang di operasikan sebagai taksi on line.”
“Tapi kemana si
penyewa taksi itu diturunkan, dia bisa tahu kan?”
“Benar. Turunnya di
sebuah gang, lalu si penyewa itu masuk, Pagi ini polisi sedang menyelidiki di
sepanjang gang itu, siapa yang malam itu membawa pulang seorang bayi.”
“Jadi belum ada
yang dicurigai?”
“Pagi ini pasti
polisi sudah menemukan jawabannya.”
“Semoga segera bisa
tertangkap penjahat itu,” gumam Wahyudi.
“Mas Wahyudi ingin
ketemu mbak Retno? Mari saya antar. Pak Kartomo mau masuk?”
“Tidak … tidak …
saya dari dalam, ini mau keluar sebentar, ada perlu," kata pak Kartomo sambil bergegas ke arah depan.
Retno masih
berbincang dengan ibunya, dan ketika Wahyudi masuk bersama Budi, Sapto yang
menyambutnya.
Sapto menatap tajam
ke arah Wahyudi. Lupa-lupa ingat, dimana pernah bertemu dengannya.
“Ini Mas Wahyudi,
Mas, Dulu pernah ketemu ketika Mas mau ke Jakarta.”
“Oh … “
“Dia yang semalam
melihat penculik itu menyerahkannya kepada seorang wanita, tapi dia tak sempat
mengejar mobilnya, karena dia sedang berjalan kaki. Hanya saja, Mas Yudi ini
sempat mencatat nomor polisinya, sehingga polisi bisa menemukan jejak mobil
itu.”
Sapto menatap Wahyudi dengan tatapan terima kasih, kemudian ia mengulurkan tangannya sambil
tersenyum.
“Terima kasih
banyak, Mas Yudi sudah banyak membantu,” katanya ramah.
Wahyudi heran. Laki-laki
tampan ini dulu dilihatnya seperti sangat sombong dan angkuh, bahkan tak
sekalipun mau menyapa walaupun duduk berdampingan di pesawat.
“Sama-sama. Hanya kebetulan
saja saya bisa melakukannya.”
Tiba-tiba ponsel
Retno berdering.
Sapto mendekat,
lalu mengambilkan ponsel isterinya yang terletak di atas meja.
“Dari siapa?” tanya
Retno.
“Nggak ada namanya,
terima saja, barangkali penting,” kata Sapto.
Retno menerimanya.
“Hallo,” sapanya.
“Ini Retno kan?”
“Ya.”
“Kalau kamu ingin
bayimu kembali, menjauhlah dari Sapto.”
“Aap_pa?”
“Ceraikan Sapto,
maka bayimu akan kembali.”
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteAlhamdulillah BM~35 sudah hadir..
DeleteSelamat juara 1 mbak Iin
DeleteSelamat buat jeng Iin Maimun paling buanter mblayune
DeleteSugeng dalu bu Tien matur nuwun.
BM_35 sampaun tayang.
Salam sehat & tetap aduhai.....
Alhamdulillah
ReplyDeleteBalapan ya
ReplyDeleteAlhamdulillah ditunggu2 muncul
ReplyDeleteYa ya ya
ReplyDeleteAlhamdulillah. Suwun ibu
ReplyDeleteAlhamdulillah tayang
ReplyDeleteJeng Iin mabur?
ReplyDeleteAlhamdulillah, semoga mbak Tien sehat selalu dan salam ADUHAI....
ReplyDeleteMakasih Bunda dan makasih untuk BM nya, sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdullilah sdh sayang BM 35 nya..mksih y bunda..salam sehat dan tetap aduhai dri sukabumi..🙏🙏🥰🥰
ReplyDeleteTerima kasih Bunda.BM 35 sudah tayang, salam sehat , tetap semangat Aamiiin
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteYg ditunggu2 telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Alhamdulillah BM 35 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Terima kasih Mbak Tien , BM 35 sdh tayang ... Smg sehat sll & Salam Aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
ReplyDeleteLagi lagi disuruh cerai, jadi makin jelas pelakunya. Bodohnya sampai melakukan tindak pidana, jadi berurusan dengan polisi.
Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Joss mantab..seru.. makasih Bu cantik.. salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteMakasih bu Tien..sehat selalu..dan sapa ya yg ambil anaknya Retno dan Sapto pasti suruhan Kori apa mertuanya
ReplyDeleteAlhamdulilah BM 35 sdh tayang.
ReplyDeleteTyt ini ulahnya p Kartomo... Bpknya Retno sendiri... Dan p Krtm juga sdh merenc agar Retno clbk dg Wahyudi...ancaman itu smg tdk terbukti... Krn kerjasama yg baik antara Wahyudi Wuri Retno Sapto dan Budi... Smg keinginan p Sis dan p Krtm terpatahkan. Trmksh mb Tien dan slm seroja utk mb Tien dan para pctk dimnpun berada...🙏
Slhamdulillaah tayang
ReplyDeleteMakadih bunda salamsehat selalu
Salamaduhai
Alhamdulilah ..smg penculiknya segera tertangkap... jebloskan aja kepenjara berdama kartomo ...bu tien salam sehatn
ReplyDeleteAlhamdulillah ssh tayang..
ReplyDeleteTerima kasih ibu Tien..
Semoga sehat dan bahagia selalu
Salam *ADUHAI*..
Alhamdulillah, sudah selesai baca BM 35, sepertinya Kori yang menculik bayi Retno... Salam sehat dan bahagia selalu buat bunda Tien sekeluarga. Cerbung nya semakin aduhai.
ReplyDeletePak kartomo kemungkinan besar dalang dr penculikan. Pentunjuk dr bu tien dr percakpn telpon
ReplyDelete... Jangan, pokoknya jangan pulang ke rumah. Lebih baik jangan … kemana saja, nanti telpon aku dulu … ya … baiklah … aku mengerti.
Cuma bu tien belokkan dgn
.... ada … pasti ada… banyak lah … jangan khawatir ... kesannya orang mau beli sembako. buat penulis 👍
Mudah2an tebakn sy kliru. Sok tau, ha.. ha ...
Siip
ReplyDeleteAlhamdulilah BM35 dah hadir....matur nuwun bunda Tien ...smg Qila cpt ktm...
ReplyDeleteWeh Wahyudi sudah legowo... Mantap cinta gak.harus memiliki ..pasti nanti akan diberikan anugrah yg lain...
ReplyDeleteAlhamdulillah🙏
ReplyDeleteIni pasti ulah pak Kartomo.agar Retno mau cerai sama Sapto..dan pak Kartomo akan mendapat uang banyak...orang serakah akan menuai akibatnya .....yg sabar mbak Retno...
ReplyDeleteMksh bu Tien..smoga bayi Retno lekas ketemu
ReplyDeleteSlamat malam slamat beristirahat...dan salam ADUHAI sll
𝐖𝐚𝐡 𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫² 𝐊𝐚𝐫𝐭𝐨𝐦𝐨 𝐩𝐮𝐧𝐲𝐚 𝐢𝐝𝐞 𝐮𝐭𝐤 𝐩𝐞𝐧𝐜𝐮𝐥𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐲𝐢 𝐢𝐧𝐢. 𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐤𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐭𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐫𝐮.
ReplyDelete𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐮𝐭𝐤 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧..🙏🙏🙏
Alhamdulillah BM 35 telah tayang 😍
ReplyDeleteMatursuwun mbak Tien..
Sehat selalu ...salam Aduhaiii
Penculikan ide dari pa Kartomo bersama kori waktu omong" dirumah sakit.Mimpi Sapto wanita yg rambutnya awut"an adalah Kori pemuda yg menolong adalah Wahyudi.Kita tunggu besok malam.
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 35 telah tayang 😍
ReplyDeleteMatursuwun BU Tien..
Salam sehat selalu ...salam Aduhaiii
Walah kåyå Gendir Penjalin..
ReplyDeleteJangguté mbalap.
Anggêr thukul mesthi kalahé waé karepé ngetok terus..
Lha rak tênan balapan karo buser, tho.
Kartomo kuwi bagian dari team penculik, ngerti tante you zemy sajak di jak Kartomo nggarap programé Kori, blaik kowé buser njaluk sopir nunjuk masuk gang mana?
Ini masalah penculikan dibawah umur, hukumanya lebih berat.
Matilah kau.
Kartomo cepat² pergi nemuin berharap bisa melindungi you zemy sang kekasih hati, yang diajak berkolaborasi, duet ndangdut koplo be gitulah dengan iming iming duit buanyak pastinya, buat poya poya bak ro-mie dan zuli, ke taman hati yang sudah kemebul mabul mabul.
Hakan pas Kartomo mau nemui you zemy sudah digiring sama buzer, menuding nuding Kartomo kalau disuruh dia, ya sudah pada meeting di kantor polisi saja biar jelas siapa dalangnya.
Lha wong programé kan zaman Kori berbisik menggelikan sama Kartomo yang menyambut ria karena dia juga dapat pene-kanan pene-kiri dari Siswanto juragan kayu bakar.
Dijanjikan doku buanyak, ya jadi you zemy terbakar hatinya, kemaren² kan dengan pongah Kartomo cerita menghabiskan modal lima belas yuta buat bikin toko sembako.
Aduhai..
Maksudnya mau bagi bagi sembako sama you zemy biar bisa terbahak menampakan gigi emasnya. Begitu. Lah. Cita citanya.
Terimakasih Bu Tien,
Bukan milikku yang ke tiga puluh lima sudah tayang.
Sehat sehatlah selalu, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏🏻
Lha kok ujug2 metu buta cakil ?
DeleteSalam crigis
Aamiin
Matur nuwun, Nanang
Alhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Supralina, Endang Mashuri, Rin,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Bantul, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Trimskasih bu Tien .... Critanya mskin seru
ReplyDeleteAlhamdulillah, Matur nuwun bu Tien untuk BMnya 🤗💖
ReplyDeleteKori atau Pak Siswanto ????,,,,
Sehat wal'afiat semua ya bu Tien
Assalamualaikum wr wb. Maturnuwun Bu Tien yg pakar juga dlm membuat cerita kekerasan, tapi kalimatnya enak di nikmati. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeletePak Siswanto dkk berulah...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Alhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien..
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSelalu sehat dan tetap semangat .
Semakin seruu... Aduhai