Monday, April 11, 2022

BUKAN MILIKKU 35

 

BUKAN MILIKKU  35

(Tien Kumalasari)

 

Wahyudi memburu ke arah mobil, tapi mobil itu terus berlalu. Wahyudi baru teringat, ia meninggalkan motornya di masjid. Ia kebingungan. Tapi ia sempat mencatat nomor mobil itu.

Ia yakin telah memergoki sebuah kejahatan.

“Bodoh … bodoh … bodoh … mengapa aku meninggalkan motorku di sana?” gumamnya, kemudian membalikkan tubuhnya ke arah masjid, untuk mengambil motornya.

Sejenak ia bingung, tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia menelpon rumah sakit, menanyakan apakah ada penculikan bayi malam ini.

“Benar Pak, ada bayi hilang disini. Penculiknya memakai pakaian perawat. Polisi sedang memburunya.”

“Saya melihat penculik itu, tapi tak bisa mengejarnya karena saya hanya berjalan kaki. Tapi saya mencatat nomor mobil yang membawa bayi itu.”

"Benarkah? Silakan mengirimkan nomor mobil itu, agar kami bisa segera melaporkannya ke polisi.”

Wahyudi segera memberikan nomor mobil yang telah dicatatnya, lalu ia bergegas pergi ke rumah sakit.

Betapa terkejutnya dia ketika mendengar bahwa nama bayi itu adalah Qila.

“Bukankah itu nama anaknya Retno?” gumamnya.

Wahyudi bergegas melangkah ke arah ruang rawat Retno.

Tapi  ruangan itu dijaga polisi. Dengan alasan apapun juga, polisi melarangnya masuk. Sapto yang meminta agar polisi berjaga di sana, untuk menjaga segala kemungkinan.

Ketika ia membalikkan tubuhnya, ia melihat Budi keluar dari ruangan.

“Mas Budi,” panggilnya.

Budi berhenti, dan dengan heran dia melihat Wahyudi berdiri menunggunya.

“Mas Yudi? Kenapa ada di sini? Wuri sudah saya antarkan sampai ke rumahnya, tadi.”

“Iya, saya tahu. Saya mendengar ada bayi diculik malam ini, yang ternyata anaknya Retno?”

“Iya Mas, polisi sedang memburunya.”

“Ya Tuhan, saya melihat penculik itu, tapi tidak sempat memburunya karena saya berjalan kaki, dia naik mobil.”

“Mas Yudi melihatnya?”

Lalu Wahyu menceritakan perihal apa yang dilihatnya saat keluar dari masjid.

“Aduh, sayang sekali.”

“Tapi saya mencatat nomor mobil itu.”

“Benarkah?”

“Saya sudah menyerahkannya kepada petugas rumah sakit ini, yang katanya akan meneruskannya kepada polisi. Semoga polisi segera melacaknya.”

“Aduh Mas, terima kasih banyak ya. Semoga laporan itu membwa hasil yang baik."

“Bagaimana keadaan Retno?”

“Yah, begitulah Mas, kacau. Menangis terus. Tapi Mas Sapto terus mendampinginya.”

“Kasihan, dia baru saja melahirkan.”

“Dokter memberinya obat penenang sehingga dia tertidur, hingga saat ini. Entahlah nanti kalau dia sudah tersadar.

“Ya sudah, tadi saya ingin melihat keadaannya, syukurlah kalau suaminya mendampinginya. Besok saja saya kemari lagi Mas.”

“Baiklah mas Yudi, saya mau keluar untuk membeli makanan untuk mas Sapto. Mas Yudi ingin menemuinya?”

“Tidak, besok pagi saja saya kemari lagi.”

***

Wahyudi memasuki halaman rumahnya, dan dilihatnya lampu teras sudah menyala.

“Siapa menyalakan lampu teras? Sejak sore aku pergi dan lupa menyalakannya. Apa Wuri yang melakukannya?” gumamnya sambil naik ke teras. Lalu Wahyudi terkejut melihat Wuri ada di kursi teras, menelungkupkan wajahnya di meja, bertumpu pada kedua tangannya.

“Wuri ?”

Wuri diam, tampaknya ia tertidur pulas. Perlahan Wahyudi menggoyangkan lengannya. Wuri terbangun dan tampak sangat kaget.

“Kamu Mas? Masih hidup ?” pekiknya tertahan.

“Apa katamu? Kamu pikir aku mati?”

Wuri mengucek kedua matanya, lalu berkejap-kejap memandang tak percaya.

“Hei, aku bukan hantu.”

“Jadi kamu masih hidup?”

“Apa maksudmu? Siapa bilang aku sudah mati?”

“Ya Tuhan, terima kasih,” katanya pelan.

“Wuri, kamu bermimpi atau apa?”

“Aku pikir Mas bunuh diri.”

“Wuri, apa kamu kira aku berani bunuh diri?”

“Ya ampuun, iya, pasti Mas takut bunuh diri. Tapi pikiranku sudah ke arah sana.”

“Apa yang terjadi Wuri? Mengapa kamu mengira aku bunuh diri?” 

"Syukurlah kamu tidak meninggalkan sepeda motormu di jalanan.”

“Wuri ?”

“Mas lagi kacau, tidak segera pulang, aku bingung dan khawatir. Teringat ketika kamu kacau lalu meninggalkan sepeda motormu di pinggir jalan di dekat rumah mbak Retno.”

“Tadi aku memang meninggalkan sepeda motorku di masjid, berjalan pulang dengan pikiran masih kacau.”

“Tuh kan? Lalu kenapa tiba-tiba keingat motor itu lalu membawanya pulang?”

“Karena ketika berjalan aku ingin mengejar sebuah mobil, lalu teringat kalau sepeda motorku aku tinggal di masjid. Barulah aku kembali ke halaman masjid, tapi sudah tentu mobil itu tidak terkejar.

“Mas ini cerita tentang sepeda motor, lalu mengejar mobil ? Ada apa sebenarnya?”

“Qila diculik orang.”

“Apa?” kali ini Wuri terpekik keras.

“Sssst, teriakan kamu bisa membangunkan tetangga. Sebaiknya kamu pulang saja dan tidur, besok pagi aku cerita sejelas-jelasnya.”

“Nggak mau … nggak mau. Aku mau Mas cerita sekarang, baru aku mau pulang.”

“Ya ampuun,” keluh Wahyudi sambil duduk dihadapan Wuri.”

“Tadi mas bilang Qila diculik? Qila itu kan anaknya Mbak Retno?”

“Ketika aku berjalan itu, tiba-tiba melihat seorang perawat turun dari mobil, membawa bayi. Lalu bayi itu diserahkan kepada seorang wanita yang rupanya sudah menunggu di sana. Dan wanita itu adalah wanita yang sore tadi kita lihat memasuki ruangan bayi di rumah sakit itu. Jelas sekali aku melihatnya, karena kejadian itu persis di bawah lampu jalan yang terang benderang.”

“Dia? Lalu Mas minta bayi itu?”

“Wanita itu rupanya sudah ditungguin oleh sebuah mobil. Aku ingin memburunya, dan mobil itu keburu kabur.”

“Lalu Mas baru teringat tentang sepeda motor Mas?”

“Ya, dan nggak ada gunanya, karena mobil itu sudah kabur, dan jarak kejadian dan masjid itu lumayan jauh. Untungnya aku mencatat nomor polisinya. Aku menelpon rumah sakit untuk mengatakan nomor polisi mobil penculik itu, lalu ke rumah sakit, dan mendapat kenyataan bahwa yang diculik adalah Qila, anaknya Retno,” kali ini Wahyudi benar-benar terlihat sedih.

“Ya Tuhan, apa dosa bayi itu, dan siapa penculiknya?”

“Sekarang sudah ditangan polisi, semoga segera terungkap semuanya.”

“Kasihan mbak Retno dan bayinya.”

“Kamu pulang sekarang ya, sudah malam,  dan terima kasih sudah memperhatikan aku.”

Wuri menguap selebar-lebarnya, membuat Wahyudi tertawa. Tapi kemudian karena tak tega, dia mengantarkannya sampai Wuri masuk ke dalam rumah.

***

Bu Kartomo sudah bersiap ke rumah sakit, karena semalam belum bisa ketemu Retno, gara-gara masih banyak polisi di sana. Tapi dia lega karena Sapto selalu menemani isterinya.

Ia sudah mengambil tas yang diisinya dengan buah-buahan untuk diberikannya kepada Retno, tapi dia berhenti didepan kamar suaminya ketika didengarnya suaminya  sedang bertelpon dengan suara rendah.

“Jangan, pokoknya jangan pulang ke rumah. Lebih baik jangan … kemana saja, nanti telpon aku dulu … ya … baiklah … aku mengerti … ada … pasti ada… banyak lah … jangan khawatir. Ya, sudah aku mau ke rumah sakit dulu … jangan banyak bertanya …”

“Telponan sama siapa sih Pak?”

“O, itu , sama pelanggan. Aku bilang tutup, masih nekat juga.”

“Pelanggan kok pakai telpon segala, biasanya kan langsung datang kemari?” bantah bu Kartomo.

“Soalnya … soalnya … sudah dua kali datang tokonya tutup, jadi dia menelpon dulu. Sudah ayo berangkat, keburu siang.”

“Bapak mau ikut juga?”

“Ya iya lah, aku kan juga ingin tahu keadaan anakku.”

“Ya sudah, berangkat sekarang saja, itu masih pakai celana pendek. Masa ke rumah sakit pakai celana pendek? Bikin malu saja.”

“Iya, aku ganti sebentar. Kamu panggil taksi dulu sana,” katanya sambil membuka almari lalu mengambil celana panjang, kemudian dikenakannya.

Bu Kartomo sudah siap naik ke atas taksi ketika pak Kartomo baru keluar dari rumah.

***

“Mas, mau ke rumah sakit pagi-pagi sekali?” tanya Wuri yang berbelok ke halaman rumah Wahyudi ketika melihat Wahyudi sudah mengeluarkan motornya.

“Iya. Sebelum ke kantor. Kamu mau ikut?”

“Ya nggak bisa Mas, aku kan harus belanja. Ini mau ke pasar dulu.”

“Ya sudah, ke pasar sana. Kasihan ibumu kalau kamu tidak membantu.”

“Kalau ada apa-apa aku dikabarin ya Mas?”

“Iya, aku ke rumah sakit cuma mau menanyakan perkembangan penyelidikannya saja. Pastinya sudah ketahuan itu mobil milik siapa dan semoga gampang melacaknya.”

“Lalu Mas mau langsung ke kantor?”

“Ya, sebentar. Mungkin aku ijin untuk balik ke rumah sakit.”

“Rupanya nggak tega bener ya mendengar anak mbak Retno hilang.”

“Soalnya aku melihat penculik itu, jadi aku menyesal tidak bisa mengikutinya. Sekarang aku penasaran banget jadinya.”

“Ya sudah Mas, aku berangkat dulu, nanti ibu kesiangan memasaknya.”

“Ya sudah sana, aku juga mau cepet-cepet berangkat nih?”

“Sudah sarapan?”

“Nanti gampang.”

“Awas ya, jangan sampai nggak makan,” kata Wuri sambil berlalu.

“Iya nek,” goda Wahyudi. Tapi Wuri sudah menghilang dibalik pagar.

***

Retno membuka matanya, dan melihat Sapto menelungkupkan kepalanya ditepi pembaringan. Ada rasa haru menyelimutinya, ketika melihat kenyataan bahwa Sapto tertidur di sampingnya. Mungkin sejak semalam, dan pasti pegal tidur seperti itu semalaman.

“Mas,” lirihnya.

Sapto tak bergerak, tampaknya ia tidur sangat nyenyak.

“Retno mengangkat tangannya, mengelus kepala suaminya pelan, dan itu membuat Sapto terbangun. Ia mengangkat kepalanya, dan melihat tangan Retno masih menempel di sana.

Sapto tersenyum, memegang tangan itu, lalu menciumnya lembut.

“Mengapa tidur disini?”

“Aku harus menjagamu.”

Retno menghela napas sedih.

“Bagaimana kabar anakku?” katanya dalam isak tertahan.

“Tenanglah, polisi sedang mengurusnya.”

“Kasihan, bukankah dia masih harus ada di dalam pengawasan? Dia lahir prematur Mas.”

“Semoga Allah melindunginya.”

“Aku mau ikut mencarinya Mas, biarkan aku bangun.”

“Jangan Retno, kamu juga belum sehat benar. Ditambah kondisimu sekarang ini, kamu jadi tampak lemah.”

“Siapa melakukannya? Dan mengapa? Ada yang menginginkan bayiku, tapi mengapa dengan cara ini?”

“Kalau itu bapak, rasanya tak mungkin. Ibu menelpon, katanya bapak juga bingung.”

“Kalau Kori, mengapa dia menculiknya? Kalau dia berhasil memiliki bayi itu, pasti aku juga akan tahu," lanjut Sapto.

“Lalu siapa?”

“Kita tunggu saja dulu, polisi pasti akan bisa mengungkap kejahatan ini. Kamu harus tenang, supaya kesehatan kamu segera pulih. Ya?”

Ketika pak Kartomo dan isterinya datang, Sapto pamit untuk ke kamar mandi.

Retno menangis ketika ibunya memeluknya, sambil menangis pula.

“Sabar ya Ret, Allah pasti akan mengembalikan anakmu. Ibu semalam datang kemari, tapi banyak polisi di luar. Tapi ibu mendengar dari nak Budi bahwa nak Sapto menunggui kamu terus.”

“Iya Bu.”

“Semalaman ibu tak bisa tidur, selalu berdoa untuk kamu dan Qila.”

Retno mengangguk, berusaha menahan tangis.

“Kamu tidak boleh menangis terus, nanti kamu nggak sembuh-sembuh. Cepat sembuh dan pulang ke rumah kita, nanti Bapak akan membersihkan kamarmu,” kata pak Kartomo yang tetap berdiri agak jauh dari pembaringan.

“Bapak itu gimana sih? Kok Retno disuruh pulang ke rumah kita. Kan ada suaminya?”

“Itu lebih baik Bu, aku sudah memikirkannya.”

“Tidak. Tergantung bagaimana suaminya nanti. Kok Bapak bisa membuat peraturan sendiri. Sudah nduk, jangan didengarkan ayahmu itu. Setiap bicara selalu membuat jengkel,” kesal bu Kartomo.

Pak Kartomo yang merasa tidak didukung isterinya, lalu membalikkan tubuhnya dan keluar dari kamar. Tanpa diduga dia ketemu Wahyudi.

“Lhoh ini kan nak Wahyudi. Ya ampun, ini namanya jodoh. Jodoh … benar-benar  ini sebuah kebetulan. Ayo kita duduk dulu di situ,” kata pak Kartomo sambil menarik lengan Wahyudi, diajaknya duduk di sebuah kursi yang ada di dekat situ.

Wahyudi yang tak bisa menolak, agak heran melihat sikap pak Kartomo.

“Ada apa Pak?”

“Nak Wahyudi itu ternyata sudah ditakdirkan untuk menjadi jodoh anakku,” katanya mengejutkan Wahyudi.

“Apa?”

“Tak lama lagi Retno sudah akan dipulangkan ke rumah, dan aku harapkan Nak Wahyudi bisa menjadi jodoh Retno.”

Wahyudi tak menjawab, menatap pak Kartomo dengan perasaan heran.

“Itu benar. Ayah mertuanya tidak suka Retno tetap menjadi isteri anaknya. Kasihan Retno. Mau tidak mau dia akan pulang. Nanti temuilah dia. Aku yakin Retno masih mencintai Nak Yudi.”

Wahyudi hanya tersenyum. Ia sudah mendengar bahwa ayah mertuanya menghendaki Retno bercerai dengan suaminya, tapi sama sekali ia tak mengira bahwa pak Kartomo juga mensyukurinya.

“Bagaimana Nak? Jangan diam saja. Bukankah sejak dulu Retno lah yang Nak Yudi inginkan?”

“Maaf Pak, saya sedang mencari berita tentang hilangnya Qila, jadi jangan bicara yang tidak-tidak,” kata Wahyudi sambil berdiri. Ia melihat Budi, lalu bergegas mendekatinya. Pak Kartomo merasa kesal karena Wahyudi tampak tak memperhatikannya. Tapi ia ikut mendekati Budi.

“Mas Budi?”

“Mas Yudi, pagi-pagi sekali sudah ada disini. Sudah ketemu mbak Retno?”

“Belum, saya ingin menanyakan perkembangan berita penculikan itu.”

“Saya baru dari kantor polisi.  Mereka sudah menemukan pemilik mobil itu. Tapi mobil itu memang di operasikan sebagai taksi on line.”

“Tapi kemana si penyewa taksi itu diturunkan, dia bisa tahu kan?”

“Benar. Turunnya di sebuah gang, lalu si penyewa itu masuk, Pagi ini polisi sedang menyelidiki di sepanjang gang itu, siapa yang malam itu membawa pulang seorang bayi.”

“Jadi belum ada yang dicurigai?”

“Pagi ini pasti polisi sudah menemukan jawabannya.”

“Semoga segera bisa tertangkap penjahat itu,” gumam Wahyudi.

“Mas Wahyudi ingin ketemu mbak Retno? Mari saya antar. Pak Kartomo mau masuk?”

“Tidak … tidak … saya dari dalam, ini mau keluar sebentar, ada perlu," kata pak Kartomo sambil bergegas ke arah depan.

Retno masih berbincang dengan ibunya, dan ketika Wahyudi masuk bersama Budi, Sapto yang menyambutnya.

Sapto menatap tajam ke arah Wahyudi. Lupa-lupa ingat, dimana pernah bertemu dengannya.

“Ini Mas Wahyudi, Mas, Dulu pernah ketemu ketika Mas mau ke Jakarta.”

“Oh … “

“Dia yang semalam melihat penculik itu menyerahkannya kepada seorang wanita, tapi dia tak sempat mengejar mobilnya, karena dia sedang berjalan kaki. Hanya saja, Mas Yudi ini sempat mencatat nomor polisinya, sehingga polisi bisa menemukan jejak mobil itu.”

Sapto menatap Wahyudi dengan tatapan terima kasih, kemudian ia mengulurkan tangannya sambil tersenyum.

“Terima kasih banyak, Mas Yudi sudah banyak membantu,” katanya ramah.

Wahyudi heran. Laki-laki tampan ini dulu dilihatnya seperti sangat sombong dan angkuh, bahkan tak sekalipun mau menyapa walaupun duduk berdampingan di pesawat.

“Sama-sama. Hanya kebetulan saja saya bisa melakukannya.”

Tiba-tiba ponsel Retno berdering.

Sapto mendekat, lalu mengambilkan ponsel isterinya yang terletak di atas meja.

“Dari siapa?” tanya Retno.

“Nggak ada namanya, terima saja, barangkali penting,” kata Sapto.

Retno menerimanya.

“Hallo,” sapanya.

“Ini Retno kan?”

“Ya.”

“Kalau kamu ingin bayimu kembali, menjauhlah dari Sapto.”

“Aap_pa?”

“Ceraikan Sapto, maka bayimu akan kembali.”

***

Besok lagi ya.

 

49 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah BM~35 sudah hadir..

      Delete
    2. Selamat buat jeng Iin Maimun paling buanter mblayune

      Sugeng dalu bu Tien matur nuwun.
      BM_35 sampaun tayang.
      Salam sehat & tetap aduhai.....

      Delete
  2. Alhamdulillah, semoga mbak Tien sehat selalu dan salam ADUHAI....

    ReplyDelete
  3. Makasih Bunda dan makasih untuk BM nya, sehat selalu

    ReplyDelete
  4. Alhamdullilah sdh sayang BM 35 nya..mksih y bunda..salam sehat dan tetap aduhai dri sukabumi..🙏🙏🥰🥰

    ReplyDelete
  5. Terima kasih Bunda.BM 35 sudah tayang, salam sehat , tetap semangat Aamiiin

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Yg ditunggu2 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah BM 35 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  8. Terima kasih Mbak Tien , BM 35 sdh tayang ... Smg sehat sll & Salam Aduhai

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
    Lagi lagi disuruh cerai, jadi makin jelas pelakunya. Bodohnya sampai melakukan tindak pidana, jadi berurusan dengan polisi.
    Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  11. Joss mantab..seru.. makasih Bu cantik.. salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga Amin YRA 🙏 mr wien

    ReplyDelete
  12. Makasih bu Tien..sehat selalu..dan sapa ya yg ambil anaknya Retno dan Sapto pasti suruhan Kori apa mertuanya

    ReplyDelete
  13. Alhamdulilah BM 35 sdh tayang.
    Tyt ini ulahnya p Kartomo... Bpknya Retno sendiri... Dan p Krtm juga sdh merenc agar Retno clbk dg Wahyudi...ancaman itu smg tdk terbukti... Krn kerjasama yg baik antara Wahyudi Wuri Retno Sapto dan Budi... Smg keinginan p Sis dan p Krtm terpatahkan. Trmksh mb Tien dan slm seroja utk mb Tien dan para pctk dimnpun berada...🙏

    ReplyDelete
  14. Slhamdulillaah tayang
    Makadih bunda salamsehat selalu
    Salamaduhai

    ReplyDelete
  15. Alhamdulilah ..smg penculiknya segera tertangkap... jebloskan aja kepenjara berdama kartomo ...bu tien salam sehatn

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah ssh tayang..
    Terima kasih ibu Tien..
    Semoga sehat dan bahagia selalu
    Salam *ADUHAI*..

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, sudah selesai baca BM 35, sepertinya Kori yang menculik bayi Retno... Salam sehat dan bahagia selalu buat bunda Tien sekeluarga. Cerbung nya semakin aduhai.

    ReplyDelete
  18. Pak kartomo kemungkinan besar dalang dr penculikan. Pentunjuk dr bu tien dr percakpn telpon
    ... Jangan, pokoknya jangan pulang ke rumah. Lebih baik jangan … kemana saja, nanti telpon aku dulu … ya … baiklah … aku mengerti.
    Cuma bu tien belokkan dgn
    .... ada … pasti ada… banyak lah … jangan khawatir ... kesannya orang mau beli sembako. buat penulis 👍
    Mudah2an tebakn sy kliru. Sok tau, ha.. ha ...

    ReplyDelete
  19. Alhamdulilah BM35 dah hadir....matur nuwun bunda Tien ...smg Qila cpt ktm...

    ReplyDelete
  20. Weh Wahyudi sudah legowo... Mantap cinta gak.harus memiliki ..pasti nanti akan diberikan anugrah yg lain...

    ReplyDelete
  21. Ini pasti ulah pak Kartomo.agar Retno mau cerai sama Sapto..dan pak Kartomo akan mendapat uang banyak...orang serakah akan menuai akibatnya .....yg sabar mbak Retno...

    ReplyDelete
  22. Mksh bu Tien..smoga bayi Retno lekas ketemu
    Slamat malam slamat beristirahat...dan salam ADUHAI sll

    ReplyDelete
  23. 𝐖𝐚𝐡 𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫² 𝐊𝐚𝐫𝐭𝐨𝐦𝐨 𝐩𝐮𝐧𝐲𝐚 𝐢𝐝𝐞 𝐮𝐭𝐤 𝐩𝐞𝐧𝐜𝐮𝐥𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐲𝐢 𝐢𝐧𝐢. 𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐤𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐭𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐫𝐮.

    𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐮𝐭𝐤 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah BM 35 telah tayang 😍
    Matursuwun mbak Tien..
    Sehat selalu ...salam Aduhaiii

    ReplyDelete
  25. Penculikan ide dari pa Kartomo bersama kori waktu omong" dirumah sakit.Mimpi Sapto wanita yg rambutnya awut"an adalah Kori pemuda yg menolong adalah Wahyudi.Kita tunggu besok malam.

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah BM 35 telah tayang 😍
    Matursuwun BU Tien..
    Salam sehat selalu ...salam Aduhaiii

    ReplyDelete
  27. Walah kåyå Gendir Penjalin..
    Jangguté mbalap.
    Anggêr thukul mesthi kalahé waé karepé ngetok terus..

    Lha rak tênan balapan karo buser, tho.
    Kartomo kuwi bagian dari team penculik, ngerti tante you zemy sajak di jak Kartomo nggarap programé Kori, blaik kowé buser njaluk sopir nunjuk masuk gang mana?

    Ini masalah penculikan dibawah umur, hukumanya lebih berat.
    Matilah kau.

    Kartomo cepat² pergi nemuin berharap bisa melindungi you zemy sang kekasih hati, yang diajak berkolaborasi, duet ndangdut koplo be gitulah dengan iming iming duit buanyak pastinya, buat poya poya bak ro-mie dan zuli, ke taman hati yang sudah kemebul mabul mabul.

    Hakan pas Kartomo mau nemui you zemy sudah digiring sama buzer, menuding nuding Kartomo kalau disuruh dia, ya sudah pada meeting di kantor polisi saja biar jelas siapa dalangnya.

    Lha wong programé kan zaman Kori berbisik menggelikan sama Kartomo yang menyambut ria karena dia juga dapat pene-kanan pene-kiri dari Siswanto juragan kayu bakar.

    Dijanjikan doku buanyak, ya jadi you zemy terbakar hatinya, kemaren² kan dengan pongah Kartomo cerita menghabiskan modal lima belas yuta buat bikin toko sembako.

    Aduhai..

    Maksudnya mau bagi bagi sembako sama you zemy biar bisa terbahak menampakan gigi emasnya. Begitu. Lah. Cita citanya.


    Terimakasih Bu Tien,
    Bukan milikku yang ke tiga puluh lima sudah tayang.

    Sehat sehatlah selalu, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏🏻

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lha kok ujug2 metu buta cakil ?
      Salam crigis
      Aamiin
      Matur nuwun, Nanang

      Delete
  28. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Supralina, Endang Mashuri, Rin,

    ReplyDelete
  29. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Bantul, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  30. Trimskasih bu Tien .... Critanya mskin seru

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien untuk BMnya 🤗💖
    Kori atau Pak Siswanto ????,,,,

    Sehat wal'afiat semua ya bu Tien

    ReplyDelete
  32. Assalamualaikum wr wb. Maturnuwun Bu Tien yg pakar juga dlm membuat cerita kekerasan, tapi kalimatnya enak di nikmati. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  33. Pak Siswanto dkk berulah...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien..

    ReplyDelete
  35. Makasih mba Tien.
    Selalu sehat dan tetap semangat .
    Semakin seruu... Aduhai

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 42

CINTAKU JAUH Di PULAU SEBERANG  42 (Tien Kumalasari)   Arum terkejut, sekaligus tersipu. Ia melihat Listyo turun dari mobil dan menghampirin...