BUKAN MILIKKU
34
(Tien Kumalasari)
Jarum infus ditangan Retno tercabut paksa, dan darah
bercucuran membasah kemana-mana.
“Anakku? Anakku bisa hilang?” pekiknya panik.
Budi berteriak.
“Susteeer.”
Pak Kartomo memegangi lengan Retno.
“Diamlah, jangan ke mana-mana.”
“Anakkuuu … aku mau anakku …”
“Nak Budi, tolong pegang Retno,” kata pak Kartomo,
yang setelah Budi mendekat maka dia kemudian keluar dari ruangan.
“Tenang Mbak, jangan panik,” kata Budi menenangkan.
Perawat yang datang bermaksud memasang kembali infus
yang terlepas, tapi Retno menolaknya.
“Aku tidak mau, aku akan mencari anakku, aku harus
mencarinya sendiri.”
“Mbak, mereka sudah lapor ke polisi. Ada CCTV disini
dan penculik itu pasti tertangkap. Kembalilah berbaring dan biarkan infus
dipasang kembali. Lihat, tangan Mbak berdarah-darah.”
“Iya Bu, sudah ada yang menangani, anak ibu pasti akan
kembali. Kembalilah berbaring, biar saya bersihkan darah itu, dan saya pasang
kembali infusnya ya,” bujuk perawat itu.
“Ya Tuhan, memang ada yang menginginkan anakku. Begitu
kejam dia …” rintihnya sambil berurai air mata.
“Mbak Retno belum sehat benar. Menurut ya, Qila pasti
akan kembali,” kata Budi.
Retno membaringkan tubuhnya dengan lunglai. Ia memang
merasa sangat lemas, ditambah berita mengejutkan yang membuat tubuhnya seakan
lumpuh tak lagi memiliki kekuatan.
Perawat membersihkan darah yang masih menetes,
kemudian kembali memasang infusnya.
“Budi, pulanglah, Qila pasti ada dirumah sana.
Keluargamu, terutama ayahmu, menginginkan anak itu. Dan mereka mengambilnya
dengan cara yang sangat jahat,” lirih Retno. Air matanya tak berhenti mengalir.
“Kalau sudah ada yang menggantikan menunggui Mbak
disini, aku akan pulang. Kalau benar Qila ada di rumah, aku akan membawanya
kembali ke mari. Biar dia ada disisi Mbak selama masih dirawat disini.”
“Aku sendirian tidak apa-apa.”
“Aku sudah menelpon mas Sapto.
Aku tidak bisa meninggalkan Mbak dalam keadaan seperti ini. Tunggu sampai mas
Sapto datang ya.”
Retno diam, tapi isaknya terus
terdengar. Dalam hati dia sudah menduga siapa yang menculiknya. Ia tahu siapa
yang menginginkannya. Dan tampaknya ayahnya ada dibalik semua itu.
“Tapi bukankah bapak ada
disini tadi saat peristiwa itu terjadi? Berarti pak Siswanto, karena dia tahu
aku tak akan memberikannya, maka ia menculiknya.”
Beribu pikiran memenuhi
benaknya, dan belum ada jawab sampai ketika suaminya datang kemudian
memeluknya.
“Retno …” bisiknya pilu.
“Mas, mana anakku Mas, mana
anakku? Mengapa mereka mengambilnya dengan cara ini?”
“Aku juga bingung, siapa yang mengambilnya.”
“Mas dari rumah?”
“Ya, aku terkejut ketika Budi
menelpon aku.”
“Apa Qila tidak ada di rumah
sana?”
“Tidak.”
“Apa Kori ada di rumah?”
“Kori ada. Bapak dan ibu juga
ada. Semuanya terkejut mendengar berita ini.”
“Lalu siapa yang mengambil
anakku Mas? Siapa?”
“Polisi sedang menangani
peristiwa ini. Kamu tenang ya.”
“Mas, aku keluar dulu ya,
jangan meninggalkan Mbak Retno sendirian,” kata Budi yang merasa khawatir kalau
sampai Retno melakukan hal-hal yang nekat.
“Ya, tolong ikuti perkembangan
tentang hilangnya Qila. Aku akan tetap disini menemani Retno. Kabari setiap ada
berita baru.”
“Baik Mas,” kata Budi sambil berlalu.
***
“Bu, ada makanan tidak? Aku lapar sekali,” kata pak
Kartomo begitu memasuki rumah.
“Sudah ada di meja makan. Bukankah setiap hari selalu
ada makanan?”
“Kamu batalkan saja acara syukuran nanti malam.”
“Dibatalkan ?”
“Dibatalkan saja,” katanya sambil duduk di kursi
makan, dan melahap apa yang ada dengan nikmat.
“Aku sudah memasak macam-macam, kenapa harus dibatalkan?
Lagi pula sudah terlanjur mengabari tetangga kiri kanan.”
“Qila hilang,” katanya tiba-tiba.
Dan piring yang dipegang bu Kartomo jatuh dari tangan,
pecah berderai.
“Ya Allah … bapak bercanda kan?”
“Tidak. Itu benar, aku dari rumah sakit. Dari pagi
belum makan, lemes aku,” katanya sambil terus melahap makanannya.
“Bapak itu kok ya bisa-bisanya. Cucunya hilang
sempat-sempatnya bilang lapar. Ini
berita menyedihkan. Ceritakan hilang bagaimana?"
“Aku sedang omong-omong sama Retno, tiba-tiba nak Budi
masuk dan bilang bahwa Qila hilang.
“Pasti keluarga suaminya itu yang mengambil.”
“Entahlah Bu, aku juga bingung. Tapi tadi sudah
dilaporkan ke polisi. Semoga saja bisa ketemu.”
“Aku mau ke rumah sakit sekarang. Makanan yang sudah
jadi biar dibagi-bagi saja, akan aku serahkan ke tetangga sebelah ,” kata bu
Kartomo sambil masuk ke kamar untuk ganti baju dan bersiap-siap.
“Aku pergi dulu,” katanya sambil beranjak pergi,
dengan perasaan kesal melihat ulah suaminya yang tanpa tampak prihatin
sedikitpun mengetahui cucunya hilang,
Pak Kartomo masih makan dengan nikmat sampai isterinya
meninggalkan rumah, dan seakan tanpa beban mengetahui cucunya hilang.
***
“Apakah Bapak ada dibalik semua ini?” tegur bu
Siswanto sambil menatap suaminya tajam.
“Apa maksudmu? Kamu kan tahu bahwa aku ada di rumah
sejak tadi?”
”Kalau begitu Kori,” tuduh bu Siswanto lagi.
“Jangan sembarangan. Kori ada dirumah sejak tadi. Sekarang mana Sapto?”
“Sapto ke rumah sakit setelah menerima telpon dari
Budi.”
“Anak itu benar-benar ingin melawan orang tua.”
“Mengapa Bapak begitu kejam? Menyuruh Sapto
menceraikan Retno, itu tidak manusiawi. Mereka suami isteri, yang pastinya
saling menyayangi. Mengapa Bapak menyuruhnya bercerai?”
“Karena Kori tidak suka Retno ada di samping Sapto.”
“Mereka punya anak.”
“Dan anak itu sekarang hilang entah kemana.”
“Kok Bapak seperti tidak merasa terbebani sih?”
“Kamu itu tampaknya masih menuduh bahwa aku
penculiknya? Aku itu juga bingung Bu, bayi itu kan aku inginkan agar bisa
menjadi penghibur bagi Kori, yang pastinya kecewa karena tidak lagi bisa punya
anak. Kalau aku bairkan dia diculik orang, berarti aku tidak bisa memberikannya
kepada Kori dong. Ini yang membuat aku bingung. Siapa yang menculik, aku harus
tahu. Dia harus diberi pelajaran,” geram pak Siswanto.
“Jadi Bapak benar-benar tidak tahu?”
“Tidak tahu. Kamu masih belum percaya. Bagaimana aku
menculik bayi yang aku inginkan untuk Kori. Lihat tuh, Kori ada di kamarnya,
dia juga sedih.”
Bu Siswanto diam, menyandarkan tubuhnya di sofa,
menatap langit-langit dengan mata berkaca-kaca.
Bagaimanapun dia menyayangi bayi itu. Siapa
penculiknya, tak seorangpun di rumah itu mengakuinya. Semua mengatakan sedih
karena bayi itu hilang. Lalu siapa yang melakukannya?”
“Tak bisa aku bayangkan, betapa sedihnya Retno,” gumam
bu Siswanto lirih.
“Koriiii, kemari nak !” tiba-tiba pak Siswanto
berteriak.
Pintu kamar Kori terbuka. Kori keluar dengan rambut
awut-awutan, dan mata merah, seperti habis menangis.
“Duduklah Kori, kamu menangis karena sedih?” tanya pak
Siswanto.
“Tentu saja Kori sedih Pak. Itu seperti Kori
kehilangan anak. Bukankah anak itu sebenarnya akan menjadi anak Kori?” katanya
lirih sambil terisak.
Bu Siswanto menatapnya tak percaya. Benarkah Kori
menginginkan anak itu, lalu sedih karena kehilangannya?
“Siapa yang begitu kejam menculik anak itu ya Pak?
Pasti dia akan menjualnya. Sekarang banyak sindikat penculik bayi. Kori sering
melihat berita itu di televisi.” Katanya sambil menutupi wajahnya.
“Jangan sedih Kori, polisi sedang memburu penculik
itu.”
“Bisakah polisi menemukannya?”
“Tentu saja bisa. Di rumah sakit ada CCTV, pasti
ketahuan siapa yang menculiknya, polisi akan memburunya.”
“Kori sedih sekali Pak. Kori ingin menangis terus.”
“Sudah, jangan menangis.”
“Bagaimana kalau tidak ketemu? Aku tidak mau Retno
hamil lagi baru kemudian aku bisa benar-benar punya anak.”
“Jangan berpikir yang tidak-tidak.”
“Kori bersedia berbaikan dengan Retno, kalau bayi itu
diketemukan.”
“Benarkah?” tanya pak Siswanto terkejut. Tadinya Kori
selalu ingin agar Retno diceraikan. Mengapa tiba-tiba berkata begitu?
Bu Siswanto mengangkat tubuhnya, menatap Kori tak
percaya.
“Kori bersungguh-sungguh. Kalau bayi itu ditemukan,
Kori bersedia merawatnya bersama Retno ibunya.”
“Kamu sudah memikirkannya?”
“Sudah Pak. Kori merasa sedih. Mungkin ini hukuman
bagi Kori karena membenci Retno. Sekarang Kori akan berbaikan dengan dia, tapi
asalkan bayi itu ditemukan.”
“Bapak bersedia membayar mahal demi ketemunya bayi itu.
Lakukan apa yang membuat kamu senang nantinya.”
“Terima kasih Pak. Semoga kesedihan Kori tak
berlangsung lama. Bayi Qila harus segera ditemukan.”
“Kita sama-sama berdoa, Kori,” kata pak Siswanto
sambil menepuk bahu Kori.
“Iya Pak.”
“Sekarang tidurlah. Ini sudah malam.”
Kori berdiri, lalu beranjak ke kamarnya, sambil
mengusap air matanya.
Bu Siswanto hanya diam. Sepatah katapun dia tak ingin
menyambung pembicaraan Kori dan ayah mertuanya.
“Aku mau ke rumah sakit,” kata bu Siswanto.
“Jangan. Mau apa kamu kesana? Ini sudah malam,” cegah
suaminya.
“Aku ingin menghibur menantuku.”
“Sudah ada Budi dan Sapto di sana. Kenapa sih, begitu
besar perhatian semua orang kepada Retno? Apa dia punya jampi-jampi?” kesal pak
Siswanto.
“Kenapa Bapak berprasangka buruk sama dia? Retno itu
baik dan santun, sudah semestinya banyak orang menyukainya. Bapak saja yang
aneh, tanpa alasan membencinya,” kata bu Siswanto sambil masuk ke kamar. Malam
belum larut, tapi memang benar, sudah ada Budi dan Sapto menemani Retno, jadi
lebih baik besok pagi saja ke sana, pikir bu Siswanto.
***
“Dari mana sih Wuri ? Ibu kira kamu ada di kamar,
ternyata baru masuk ke rumah.”
“Ngelihat rumah mas Yudi. Kok masih terkunci. Lampu
teras juga belum dinyalakan, jadi tadi Wuri menyalakan lampu terasnya juga.
Gelap, jadi kelihatan serem.”
“Bukannya tadi pergi sama kamu?”
“Ya itulah Bu, tadi itu di rumah sakit, tiba-tiba Wuri
ditinggal begitu saja, lalu Wuri diantar mas Budi.”
“Nak Yudi pergi kemana?”
“Tadi menelpon, hatinya agak kacau. Tadi mau
kembali ke rumah sakit, tapi Wuri sudah diantar mas Budi.”
“Nak Yudi kemana? Ngomongmu nggak jelas.”
“Tadi katanya ada di masjid, mau menenangkan diri,
begitu bu. Wuri sudah bilang, menenangkan diri di rumah saja. Takutnya dia
bunuh diri.”
“Hush. Ngomong seenaknya. Memangnya kenapa dia? Kok
tiba-tiba kacau?”
“Panjang Bu, ceritanya. Intinya begini. Tadi ketika
bezoek mbak Retno, mas Yudi menemukan kenyataan bahwa sebenarnya mbak Retno itu
tidak bahagia. Mertuanya … terutama ayah mertuanya, sangat benci sama dia dan berusaha
memisahkannya dengan suaminya. Itulah yang membuat mas Yudi sedih, lalu
tiba-tiba Wuri ditinggalkan begitu saja.”
“Kasihan. Bagaimana bisa jadi seperti ini ?”
“Sampai sekarang mas Yudi belum pulang. Wuri jadi
khawatir. Mas Yudi itu kan kalau lagi sedih lalu bisa berbuat yang aneh-aneh.
Pergi entah kemana … dulu pernah, sepeda motor ditinggal begitu saja dipinggir
jalan.”
“Coba kamu telpon, Ibu kok ya jadi khawatir.”
“Sudah berkali-kali Wuri menelpon, ponselnya mati.”
“Jadi susah kalau begini.”
“Coba Wuri menengok lagi ke rumahnya ya Bu, sudah
pulangkah atau belum,” kata Wuri sambil kembali menengok ke rumah Wahyudi.
Bu Mantri yang juga merasa khawatir, menunggu di teras.
Tapi tak lama kemudian Wuri kembali sambil menggoyang-goyangkan telapak
tangannya.
“Belum pulang juga?”
“Belum Bu,” jawab Wuri dengan wajah prihatin.
***
“Ada berita apa?” tanya Sapto, yang terus menunggui
Retno, yang saat itu tertidur pulas karena dokter memberinya obat penenang.
Kalau tidak, Retno selalu gelisah dan menangis.
“Penemuan di CCTV itu mengatakan bahwa yang membawa
Qila keluar adalah seorang perawat,” jawab Budi yang baru saja masuk ke kamar
itu.
“Perawat?”
“Berpakaian seperti perawat, tapi tak seorangpun
mengenalnya.”
“Berarti dia menyamar sebagai perawat?”
“Iya. Rupanya dia sudah mempersiapkan semuanya, dan
menunggu saat ruangan bayi itu kosong, baru dia masuk. Sebenarnya tidak lama
perawat penjaga meninggalkan ruangan, tapi dia bergerak sangat cepat. Tak
seorangpun mencurigainya ketika dia membawa bayi keluar dari rumah sakit dan
menghilang entah kemana.”
“Siapa sebenarnya dia?”
“Itulah yang sedang di selidiki polisi Mas. Semoga
saja segera terkuak semuanya dan Qila segera bisa ditemukan.”
Sapto menunduk sedih.
Tiba-tiba ponselnya berdering, ternyata dari ayahnya.
“Sapto.”
“Ya Pak.”
“Kamu di mana?”
“Di rumah sakit Pak.”
“Mengapa terus-terusan di rumah sakit. Bukankah disitu
banyak perawat yang bisa menjaganya, dan bukan harus kamu?”
“Sapto tidak tega meninggalkannya. Dia sangat sedih.”
“Dengar. Isterimu di rumah menangis terus.”
“Kenapa Pak?”
“Dia juga sedih, bayi itu hilang. Pulanglah, hibur
isterimu.”
“Tidak bisa Pak, Sapto tidak bisa meninggalkan Retno.”
“Sapto!”
“Maaf Pak.”
Lalu Sapto menutup ponselnya.
***
Wahyudi beranjak meninggalkan masjid, dimana dia
bersujud dan berusaha menenangkan dirinya. Tapi rasa galau mengingat
penderitaan Retno tak mudah dilupakannya.
“Aku rela kamu dimiliki siapapun, asalkan kamu bahagia
Retno, kalau tidak, aku sungguh-sungguh akan merebutmu,” gumamnya lirih sambil
keluar dari masjid, dan kembali ia melupakan sepeda motornya, keluar begitu
saja dan berjalan menyusuri trotoar, menuju pulang.
Tiba-tiba persis di depannya, seorang perawat turun
dari dalam sebuah taksi sambil menggendong seorang bayi. Di tempat di mana dia
turun, sudah menunggu seorang wanita, yang kemudian menerima bayi itu.
Tak lama kemudian perawat itu kembali masuk ke dalam
mobil, dan wanita itupun ternyata juga sudah ditunggui sebuah mobil.
Yang membuat Wahyudi terkejut, ia mengenali wanita
itu, yang tadi sore mengendap-endap di kamar bayi, di rumah sakit, ketika dia
dan Wuri akan membezoek Retno.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih mbak tien. Salam sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulullah bu disen juaranya.
ReplyDeleteMatur suwun Bunda Tien...
ReplyDeleteBukanMiliku 34 sdh hadir..
smoga Allah limpahkan kesehatana ..kebahagiaan utk bunda n kel.besar ...aamiin
.
salam Seroja dr Semarang
Alhamdulillah BM 34 sudah hadir terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteMakasih Bunda
ReplyDeleteLadalah .....juaranya bu dosen, selamat jeng Iyeng Semarang yang hari ini sdg berada di Cimahi.
ReplyDeleteSelamat malam.
Sugeng dalu bu Tien, matur nuwun BeeM_34 sampun tayang.
Salam ADUHAI dari mBandung,
Maturnuwun buu
ReplyDeleteSg.malam minggon
Slmt mlm bunda Tien..terima ksih BM 34 nya .slm sehat sll unk bunda Tien sekeluarga dri skbmi🥰🥰🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 34 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun bunda Tien, BM34 telah tayang..
ReplyDeleteSalam ADUHAI selalu kagem bunda Tien..🙏
Alhamdulillah BM 34 dah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda selalu sehat dan bahagia
Salam sehat dan aduhai
Terimakasih Mbak
ReplyDeleteAlhamdulullah
ReplyDeleteYg ditunggu tunggu sdh hadir
Matur nuwun buuuu
alhamdulilah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
ReplyDeleteWah ... sindikat penculik bayi ternyata yang mencuri. Jadi makin repot kalau tidak ada hubungannya dengan Siswanto.
Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah. Suwun ibu
ReplyDeleteMb Tien. Maturnuwun sdh gasik
ReplyDeleteSemoga Qila segera ketemu
Yudi kejar Yud.... Seperti dlm mimpi Sapto.
Salam manis mb Tien
Yuli Semarang
Duh bikin penasaran aja .,.
ReplyDeleteTrims Bu tien
Mb Iyeng, salam kagem mas Arief nggih 🙏😊
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh hadir BM 3
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien..
Semoga sehat selalu..
Salam *ADUHAI*..
Maturnuwun mbak Tien sayang, ceritanya makin seru.
ReplyDeleteAku kok curiga pada Kori ya, dia nampaknya cuma sandiwara, padahal dialah otak penculiknya. Dia marah karena Sapto akan mempertahankan perkawinannya dengan Retno, dan siap melawan niat buruk ayahnya. Semoga Yudi bisa menyelamatkan Qila. Kasihan Qila, bayi prematur kok dioyang-oyong...hiks
Alhamdulillah sdh hadir BM 34
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien..
Semoga sehat dan bahagia selalu
Salam *ADUHAI*
Lho, mbak Wiwik tepang kaliyan mas Arief to? Insya Allah salam disampaikan, maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah BM~34 telah hadir.
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien.. salam ADUHAI semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga..🙏
Terima kasih bu Tien BM nya
ReplyDeleteKehebatan Bu Tien adalah selalu mengakhiri serial dengan kalimat menggantung yang membuat pembaca penasaran. Cerbung ini sangat cocok ditayangkan sebagai drama serial di TV. Btw, masih ada beberapa typo. Nama Kori tertukar Retno, Bu Siswanto.... Salut Bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun Pah Henri
DeleteAlhamdulillah.....BM 34 dah tayang mksh Bu Tien ...smoga sehat sll
ReplyDeleteWahyudi ayooo kejar si penculik Qila smoga cpt ketemu...salam ADUHAI dari blora
Alhamdulillah ...
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien ... semakin penisirin ☺🌹🌹🌹
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien untuk BMnya
ReplyDeleteWahyudi,,,Ayo kejar kemana bayi itu pergi
Salam sehat wal'afiat semua ya bu Tien 🤗💖
Selamat berpuasa Ramadhan
Jadi ikut deg degan.
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu.
Assalamualaikum wrwb ..
ReplyDeleteAduhai Bunda Tien,, kemana Wila? Kasihan dia , 😭😭
Matur nuwun untuk BM 34 nya, bu Tien. Harus bersabar menunggu BM 35 besok lusa. Salam ADUHAI
ReplyDelete𝐒𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐠𝐞𝐫𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐮𝐚𝐤 𝐬𝐢𝐚𝐩𝐚 𝐩𝐞𝐧𝐜𝐮𝐫𝐢 𝐛𝐚𝐲𝐢 𝐐𝐢𝐥𝐚...𝐖𝐚𝐡𝐲𝐮𝐝𝐢 𝐭𝐝𝐤 𝐬𝐞𝐧𝐠𝐚𝐣𝐚 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮 𝐡𝐚𝐛𝐢𝐬 𝐛𝐞𝐫𝐝𝐨𝐚 𝐝𝐢 𝐦𝐞𝐬𝐣𝐢𝐝 𝐤𝐞𝐭𝐞𝐦𝐮 𝐝𝐠𝐧 𝐬𝐮𝐬𝐭𝐞𝐫 𝐲𝐠 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐰𝐚 𝐛𝐚𝐲𝐢 𝐐𝐢𝐥𝐚.𝐃𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐨𝐫𝐝𝐢𝐧𝐚𝐬𝐢 𝐩𝐨𝐥𝐢𝐬𝐢 𝐬𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐘𝐮𝐝𝐢 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐢 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐠𝐞𝐫𝐚 𝐤𝐞𝐭𝐞𝐦𝐮 𝐩𝐞𝐧𝐜𝐮𝐥𝐢𝐤𝐧𝐲𝐚.
ReplyDelete𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐤𝐚𝐠𝐞𝐦 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚.🙏🙏
Alhamdulillah BM Eps 34 sudah tayang.. terima kasih mbak Tien, salam sehat selalu
ReplyDeleteWaooow Gazzwaat mbak Tien ... ada tokoh baru atau ada konsprirasi ..ADUHAI .. salam sehat semangat sabar dan syukur utk semua .. utamanya mbaj Tien
ReplyDeleteDitunggu terusannya..besok jangan libur ya...
ReplyDeleteAduhai mimpi Sapto ternyata menjadi kenyataan ,yg mencuri bayi Kori yg rambutnya awut2an dan penolongnya Wahyudi.
ReplyDeleteTahu2 sudah besok lagi.....
Salam aduhai mbak Tien dari Tegal.
Trmksh mb Tien BM 34 sdh tayang.
ReplyDeleteMnrt sy dalang penculikan bayi Qila itu Kori ... Menangis dan bersedih itu hanya utk.menutupi akal liciknya agar tdk ketahuan. Smg Wahyudi bs membuntuti mobil yg membw bayi Qila... Klu blm berhsl merebutnyq palibg tdk bs menghub polisi...ditambah info/ saksi dr Wuri..menguatkan bhw usaha penculikan itu sdh direncanakan.
Smg bayi Qila slmt dan baik2 sj krn blm ckp bln utk lahir. Slm seroja selalu utk mb Tien dan para pctk🤲🙏
Mimpinya ternyata menjadi kenyataan Sang Pahlawan adalah Wahyudi dan bayi akan direbutnya untuk diserahkan ke Sapto namun Dalang masih ku tebak2 Korikah, P Kartonokah tapi ini tebakanku sebelum hadir lanjutan kisah ini Kori yg pandai berakting nanti akan terbuka aibnya baru P Siswanto merasa bersalah mantu tersayangnya adalah duri yg terpendam......
ReplyDeleteMatur nuwun M Tien. Semoga tetap aehat dan barokah di bulan Romadhon.
alhamdulillah...maturnuwun🙏🙏
ReplyDeleteMet malam bu tien, terima kasih suguhannya ....wah bener bener bikin penisirin .... mungkin dalangnya pak kartomo nih .... salam sehat bu tien
ReplyDeleteWow tonilnya Kori gagal
ReplyDeleteKartomo ambil bagian agar menjadi penjaga siapa saja yang ada disekitaran rawat inap Retno dan kembali pulang setelah misinya berjalan seperti rencana.
Perempuan itu menerima bayi dan setelah Wahyudi ingat dia, perempuan yang mengendap endap diruang perawatan bayi.
Bu Kartomo melihat Wahyudi spontan mengatakan kalau bayi Retno hilang.
Tanpa pikir panjang bayi itu direbut paksa Wahyudi, diserahkan Bu Kartomo, mereka pergi ke rumah sakit.
Dah biar tidak pada penasaran tuh bayi sudah kembali kepada Retno lagi.
Aku kok .. Aduhai...
Wahyudi pesan pada Sapto, agar membahagiakan Retno.
Ha ha ha, dah malem bobok ...
Telat sahur lagi
Terimakasih Bu Tien;
Bukan milikku yang ke tiga puluh empat sudah tayang.
Sehat sehatlah selalu doaku,
sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏🏻
Horeeee...CRIGIS
DeleteAamiin.
Nuwun Nanang
Alhamdulillah BM sudahbtayang, matursuwun bu Tien, semoga sehat selalu dan salam ADUHAI
ReplyDeleteCeritanya semakin menarik...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu. Aduhai
Aduh sapa ya ..kebangun trus bacaa deh🤲🙏❤❤❤👏💐salam sehat u semua ya dan u bu Tien jaga kesehatan
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Supralina, Endang Mashuri, Rin,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Bantul, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Assalamualaikum wr wb. Wah, jadi penasaran, siapa yg culik bayinya Retno... Mungkinkah itu skenario yg dibuat p. Siswanto bersama Kori, dgn menyuruh orang lain, untuk menculik bayi Retno, sbgmn dilihat Wahyudi dan Wuri di rumah sakit, saat mereka hendak menjenguk bayi Retno... Maturnuwun Bu Tien, saya tunggu dgn sabar kelanjutannya, semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun... Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien..BM34nya..
ReplyDeleteMakin aduhaii bikin deg2an..
Salam sehat selalu dan aduhaii bu Tien..🙏🌹