Tuesday, April 5, 2022

BUKAN MILIKKU 30

 

BUKAN MILIKKU  30

(Tien Kumalasari)

 

“Kamu jangan mempermudah suatu masalah. Kalau Retno bersikukuh, aku tidak bisa apa-apa. Tapi kamu kan bapaknya. Kamu punya kewajiban membujuknya, dan untuk itu kamu mendapat imbalan yang tidak sedikit. Ya kan?” desak pak Siswanto.

Pak Kartomo mengangguk.

“Jangan hanya mengangguk-angguk. Kalau kamu butuh uang lagi, aku bisa memberinya.”

“Iya Pak, tentu saja,” kata pak Kartomo bersemangat.

“Tentu saja apanya?”

“Itu … hehe … soal uang itu.”

“Hm, kamu itu ujung-ujungnya uang. Kapan kamu bisa membujuk anakmu?”

“Secepatnya. Akan saya panggil dia ke rumah   agar saya bisa membujuknya.”

“Mengapa kamu baru mau membujuknya setelah berjanji sama aku selama berbulan-bulan yang lalu?”

“Maksud saya setelah dekat kelahiran saja, supaya dia tidak berubah pikiran setelah saya membujuknya.”

“Baiklah. Ini, aku tambahi lagi uangnya. Tapi ingat, kamu berjanji diatas kertas bermeterai. Kalau gagal, aku bisa melakukan apa saja,” kata pak Siswanto sambil mengulurkan lagi sejumlah uang.

Melihat uang itu mata pak Kartomo langsung membulat, dan tak memperhatikan kata-kata pak Siswanto lagi. Ia segera meraih uang itu dan dimasukkannya kedalam saku bajunya.

“Jangan merasa bahwa uang itu akan bisa membuat kamu senang. Ada kewajiban yang harus kamu penuhi. Tahu?” kata pak Sis tandas.

“Iya, tentu saja. Tapi saya mohon pamit segera Pak, saya harus membuka toko saya segera.”

“Toko apa?”

“Oh, Pak Sis belum tahu ya? Nak Sapto membuatkan sebuah toko sembako di rumah saya.”

Pak Siswanto terkejut. Ia sama sekali tak mengira ada kedekatan Sapto dan keluarga Kartomo. Ini akan berimbas buruk pada keinginannya.

“Kapan dia membuatnya untuk kamu?”

“Sudah beberapa bulan yang lalu Pak. Itu untuk menyambung hidup saya, setelah saya tidak lagi punya pekerjaan.”

“Kurangajar. Aku malah tidak tahu.”

“Maaf Pak, saya kira Bapak sudah tahu, makanya saya tidak cerita sama Bapak sejak kemarin-kemarin.”

“Tutup toko itu!” hardik pak Siswanto.

Pak Kartomo terkejut.

“Tutup bagaimana Pak?”

“Aku tidak suka kamu dan Sapto menjadi dekat. Dia akan segera menceraikan Retno, jadi hubungan antara kamu dan Sapto tidak boleh terjadi lagi. Aku minta kamu menutup toko itu.”

“Itu kan untuk kebutuhan saya sehari-hari pak.

“Aku beri kamu uang setiap bulan untuk kebutuhan kamu.”

“Bagaimana kalau nak Sapto benar-benar sudah menceraikan Retno?”

“Tidak masalah aku memberi kamu uang, asalkan aku berhasil mendapatkan bayi itu.”

“Baiklah kalau begitu.”

Pak Kartomo pulang dengan perasaan ragu. Harus menutup toko yang selalu bisa disombongkan kemana-mana? Diam-diam dia berniat tak akan menutupnya. Kalau tutup dia akan malu, apalagi terhadap Semi yang membuatnya terpikat dengan gigi emasnya.

Sekarang ia harus segera pulang dan membuka toko, dan malam harinya akan mengajak Semi jalan-jalan. Bukankah ia punya uang beberapa ratus ribu yang akan membuat Semi pasti mau mengikuti kemauannya?

***

“Bu Kartomo, tokonya tutup ya?” tanya salah seorang tetangga yang datang dan menjenguk sampai ke belakang, dimana bu Kartomo sedang memasak.

“Oh, iya Bu. Nggak tahu saya, kemana tadi bapaknya Retno, mungkin kulakan.”

“Saya mau beli minyak sama gula Bu.”

“Tapi tokonya tutup Bu.”

“Ibu tidak bisa mengambilkan?”

“Maaf Bu, saya tidak pernah berjualan di depan, jadi kalau saya bisa mengambilkanpun, harganya saya tidak tahu.”

“Bagaimana kalau mengambil dulu, bayarnya nanti?”

“Waduh Bu, sungguh saya minta maaf. Lebih baik menunggu dulu, barangkali sebentar lagi datang.”

“Masa sih Bu Kartomo tidak percaya sama saya? Biasanya saya boleh ngutang lho sama pak Kartomo.”

“Tapi saya tidak bisa Bu, nanti bapaknya marah kalau saya ikutan melayani pembeli.”

“Masa sih,” sang pembeli masih saja ngeyel.

“Iya Bu, sungguh. Saya minta maaf.”

“Ya sudah kalau begitu. Orang suaminya saja ngebolehin, isterinya nggak mau ngasih,” omel ibu tadi sambil beranjak pergi.

Bu Kartomo diam saja. Memang keterlaluan kalau seorang isteri tidak tahu menahu tentang pekerjaan suami. Tapi memang itu kenyataannya kan? Bu Kartomo justru bersyukur karena itu, soalnya kalau ternyata toko itu tidak bisa maju, atau bahkan bangkrut, dia tidak ikut bertanggung jawab. Ia melanjutkan memasak, ketika terdengar suara gaduh suaminya membuka toko.

“Tadi ada yang beli nggak Bu?” teriaknya dari arah depan.

“Ada. Tapi sudah pergi.”

“Gimana sih, kenapa tidak disuruh tunggu.”

“Orangnya tidak mau.”

“Huh, bikin rugi saja.”

“Kok Bapak nyalahin aku sih, kan aku nggak boleh ikutan melayani pembeli? Bapak sendiri yang minta.”

“Ya sudah, jangan rewel. Kalau diajak ngomong, aku sepatah kamu jawabnya berpatah-patah. Bising.”

Bu Kartomo mendiamkannya.

“Bukan aku yang membuat bising,” keluhnya pelan.

***

Tapi sore hari itu pak Kartomo tiba-tiba mengeluh sakit. Ia berteriak kepada isterinya, minta agar dikerokin.

“Badanku sakit semua, coba kamu kerokin Bu,” perintahnya sambil menarik selimut untuk menutupi badannya.

Bu Kartomo yang merasa khawatir lalu memegang kening suaminya.

“Nggak panas tuh.”

“Memang nggak panas, tapi badanku rasanya nggak enak. Aku nggak doyan makan sekarang ini bu. Lemes aku,” keluhnya lemah.

“Nggak doyan makan karena sudah makan diluar sampai kenyang kan?”

“Ibu itu lho, suami sakit bukan dikasihani malah diomelin. Cepetan dong, kerikin aku.”

Bu Kartomo mengambil minyak gosok dan koin untuk mengerik. Tapi baru beberapa kerikan pak Kartoma meronta kesakitan.

“Aduh Bu, sudah … sudah … nggak usah saja, malah sakit badanku nanti. Sudah sakit semakin sakit.”

“Jadi bagaimana? Nggak jadi kerikan?”

“Nggak, gosok saja dengan minyak gosok, jangan yang terlalu panas, aku nggak kuat.”

“Pakai minyak kayu putih saja?”

“Ya, minyak kayu putih saja,” kata pak Kartomo dengan suara lemah. Bagaimanapun bu Kartomo juga merasa khawatir. Tak biasanya suaminya mengeluh kesakitan seperti sore itu. Dengan telaten dia menggosok punggung seaminya. Lalu menyuruhnya tidur dengan menyelimutinya.

“Ya sudah, sekarang tidur saja. Atau mau minum obat apa? Ada obat pusing di ruang makan. Aku ambilkan ya?”

“Tidak usah, aku nggak suka obat.”

“Kalau begitu ke dokter saja.”

“Tidak … tidak … kamu kan tahu aku takut disuntik?”

“Masa iya setiap orang sakit mesti disuntik? Ya nggak tentu .”

“Pokoknya nggak usah. Aku mau tidur saja.”

“Ya sudah, tidurlah, aku buatkan wedang jahe ya?”

Pak Kartomo tidak menjawab, tapi bu Kartomo langsung pergi ke belakang untuk membuatkan wedang jahe.

“Pasti masuk angin, atau kecapekan. Habis tutup toko langsung mandi terus pergi entah kemana, pulang-pulang sudah larut,” omel bu Kartomo sambil membuat wedang jahe.

Setelah jadi, ia membawanya ke kamar. Pak Kartomo memejamkan mata, tampaknya tertidur. Tapi bu Kartomo nekat membangunkannya, supaya segera bisa minum wedang jahenya,

“Pak, ini wedang jahenya, diminum dulu ya.”

Pak Kartomo membuka matanya.

“Aku lemes sekali.”

“Kedokter yuk.”

“Nggak mau … “

“Sakitpun masih ngeyel. Ya sudah ini diminum dulu wedangnya, bangun atau di suapin.”

“Disuapin saja, sesendok-sesendok. Kan masih panas.”

Bu Kartomo pun segera menyendokkan wedang jahenya, sesuap demi sesuap.”

“Bu, panggil Retno pulang.”

“Kenapa? Ini sudah sore.”

“Tapi aku kepengin ketemu Retno. Nggak tahu kenapa. Jangan-jangan aku sudah mau mati ya bu?”

“Jangan ngomong sembarangan. Ucapan itu adalah doa. Ngomong yang baik-baik.”

“Lha aku tiba-tiba kepengin ketemu Retno.”

“Ingin ketemu ya nanti aku panggil dia, jangan mengatakan karena mau mati segala. Nggak boleh. Pamali, tahu!”

“Ua sudah, panggil sekarang.”

“Habiskan dulu wedang jahenya.”

“Sudah, nanti lagi, aku mau Retno datang ke rumah.”

Bu Kartomo meletakkan gelas wedang jahe yang  masih tersisa separo, kemudian keluar untuk mengambil ponselnya.

***

“Bud, maukah mengantarkan aku sebentar?” kata Retno yang sudah berganti pakaian, dan bersiap untuk pergi.

“Kemana Mbak?”

“Mau pulang. Ibu mengabari kalau bapak sakit dan ingin ketemu aku.”

“Baiklah kalau begitu, aku ganti pakaian dulu ya.”

Retno mengangguk, lalu melangkah ke arah depan.

”Bu, Retno mau pulang sebentar ya.”

“Kemana ?”

“Ditelpon ibu saya, katanya bapak sakit, ingin ketemu saya.”

“Oh, ya sudah. Minta agar Budi mengantarkan ya.”

“Yaa, harus sering-sering memperhatikan orang tua. Kalau sakit harus segera disamperin,” tiba-tiba pak Siswanto menyahut.

“Ayo Mbak, aku sudah siap,” Budi sudah turun dan siap mengantar.

“Budi, kamu tidak usah menunggui Retno. Biarkan dia bicara sama ayahnya, supaya ayahnya terhibur. Kalau kamu menunggui, nanti kelamaan,” pesan pak Siswanto kepada Budi.

Budi menatap sekilas ayahnya.

“Ya Pak.”

Retno beranjak ke depan setelah mencium tangan bapak dan ibu mertuanya.

“Tumben ayah mertuaku tak banyak komentar, dan membiarkan Budi mengantarnya, walaupun dengan pesan harus segera pulang,” kata batin Retno.

“Retno, hati-hati ya, kandungan kamu sudah besar begitu, jangan sampai jatuh atau apa, kasihan bayinya,” pesan bu Siswanto wanti-wanti.

“Iya Bu,” kata Retno sambil tersenyum. Bu Siswanto memang sangat memperhatikannya, dan tampak sangat menyayanginya. Hanya itu yang membuatnya betah dan sedikit nyaman. Dengan ayah mertuanya, jarang sekali Retno berbicara. Retno senang dia jarang ada di rumah.

Tapi di sepanjang perjalanan sesungguhnya Retno merasa was-was. Sakit apa gerangan ayahnya sampai memanggilnya segera pulang.

Sesampai disana Budi tak segera kembali.

“Bud, sebaiknya kamu tinggalkan saja aku, seperti pesan bapak tadi.”

“Tidak Mbak, biar saya menunggu. Saya khawatir terjadi apa-apa, dan mungkin harus membawa pak Kartomo ke rumah sakit juga.”

“Yah, semoga hanya sakit biasa.”

“Ya sudah, Mbak masuklah, biar saya menunggu di teras.”

Retno tak bisa memaksa, jadi dibiarkannya Budi duduk menunggu di teras. Barangkali dia benar ada yang harus dibawa ke rumah sakit.

Retno langsung masuk ke dalam rumah. Ia melihat ibunya duduk di ruang tengah.

“Bu, bapak kenapa?”

“Kamu sudah datang? Nggak tahu Ibu, dari tadi bilang badannya lemas. Saya kasih obat nggak mau, dibawa ke dokter nggak mau. Maunya ketemu kamu. Ibu jadi khawatir.”

Retno masuk ke kamar, sambil berpesan kepada ibunya.

“Bu, diluar ada Budi, minta tolong dibuatkan minum ya Bu.”

“Oh, iya Ret, baiklah ibu buatkan, dan ibu temani saja, kasihan sendirian. Temuilah bapakmu,” kata bu Kartomo sambil terus ke arah dapur.

Retno memasuki kamar, dan melihat ayahnya memejamkan mata. Retno memegang kening bapaknya, lalu tangannya.

“Tidak ada yang panas, malah basah keringat nih Bapak,” kata Retno.

Kartomo membuka matanya, lalu mengibaskan selimutnya.

“Gerah diselimuti begini.”

“Bapak sakit apa?”

“Nggak tahu aku, hanya merasa lemas, seperti tak punya tenaga.”

“Bapak sudah makan?”

“Nggak doyan makan aku,” katanya lirih.

“Kalau begitu ke dokter saja. Didepan ada Budi, biar dia mengantarkan Bapak ke rumah sakit. Ya pak?”

“Jangan, Bapak tidak mau ke rumah sakit.”

“Kalau begitu bagaimana bisa tahu apa sakitnya Bapak?”

“Bapak sakit karena memikirkan kamu.”

“Memikirkan Retno?”

“Kamu sudah hamil tua, sebentar lagi melahirkan. Kamu masih muda, Bapak merasa salah telah memaksa kamu menikah.”

“Semuanya sudah terjadi, mengapa tiba-tiba Bapak menyesalinya?”

“Karena Bapak tahu, kamu tidak dikehendaki di rumah itu.”

“Kamu akan diceraikan dari suami kamu.” lanjutnya.

“Biarkan saja, Retno tidak akan menyesal.”

“Bapak minta, serahkan saja nanti anakmu pada mereka,” kata pak Kartomo sambil menatap lekat anaknya.

Retno terkejut bukan alang kepalang. Ia tak mengira ayahnya sependapat dengan ayah mertuanya, ingin agar Retno melepaskan bayinya.

“Mengapa Bapak? Retno ini ibunya,” katanya sambil menahan tangis.

“Kamu masih sangat muda. Kamu bisa memulai hidup kamu dan mendapatkan suami yang lebih baik. Tapi kalau kamu membawa anak kamu, hal itu akan susah tercapai.”

“Retno tak ingin menikah lagi kalau sudah bercerai.”

“Kamu lupa pada Wahyudi?”

“Apa?”

“Bapak menyesal memisahkan kamu dengan Wahyudi, dan berharap Wahyudi akan bersedia menerimamu kembali.”

“Apa?”

“Kamu sudah melupakan dia? Tidak lagi mencintainya? Kalau kamu mau melepaskan bayi itu, Bapak akan mengembalikan kamu pada Wahyudi. Bapak akan meminta maaf dan ….”

Tiba-tiba Retno merasa perutnya mulas sekali. Sangat mulas. Ia berteriak memanggil ibunya.

“Adduh … ibuuu ….”

“Kenapa Ret?” tanya pak Kertomo terkejut.

Retno duduk bersandar di kursi, memagangi perutnya.

“Ada apa?” bu Kartomo masuk ke kamar dan melihat Retno kesakitan.

“Sakit Bu, perut Retno sakit sekali,” rintih Retno.

“Nak Budiii… tolong nak!” teriak bu Kartomo.

***

Besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

61 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah sdh hadir BM 30, Terimakasih bunda Tien sayang smg sehat sll ❤️😘

      Delete
    2. Selamat malam atas tayangnya pak Kartomo di BM

      Delete
  2. Rame wah gasik kok tayangnya 😄😄😄👏

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, terimakasih mbak Tien, semoga selalu sehat. Aamiiiin

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah, gasik
    Matur muwun sanget bunda Tien,
    Salam sehat

    ReplyDelete
  5. 𝐌𝐚𝐭𝐮𝐫 𝐬𝐮𝐰𝐮𝐧 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 ..𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐮𝐭𝐤 𝐈𝐛𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. 𝐒𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐑𝐞𝐭𝐧𝐨 𝐦𝐚𝐮 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐡𝐢𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐚𝐝𝐚 𝐤𝐨𝐧𝐭𝐫𝐚𝐤𝐬𝐢 𝐦𝐮𝐧𝐠𝐤𝐢𝐧 𝐤𝐚𝐠𝐞𝐭 𝐛𝐚𝐩𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐚𝐧𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐝𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐏 𝐊𝐚𝐫𝐭𝐨𝐦𝐨.

      Delete
  6. Alhamdulillah.
    Matur nuwun Mbak Tien ... Semoga Berkah dan Ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala selalu melindungi kita semua Aamiin😊🌹

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah....BM 30 dah tayang gasik
    Matur nuwun Ibu Tien salam Aduhai dari Blora

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah BM 30 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien.

    ReplyDelete
  10. Sepertinya Retno mau melahirkan..semoga selamat. Aamiin. Salam untuk bu Tien..semoga sehat selalu.aamiin

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun bunda Tien, BM30 telah tayang.

    Semoga tambah ADUHAI njih bun...🙏

    ReplyDelete
  12. Makasih Bunda untuk BM nya Sehat dan tetap semangat .
    Met menjalankan shaum Romadhon.

    ReplyDelete
  13. Wah gasik, maturnuwun mb Tien.
    Semoga anak Retno tetap milik Retno n Sapto ya
    Salam manis
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
    Bulus memang banyak akalnya, sampai ada istilah 'akalbulus'. Pura" sakit supaya dikasihani anaknya, tapi kenapa tiba-tiba perut Retno sakit ya.
    Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun untuk BM 30 nya, bu Tien. Sehat selalu

    ReplyDelete
  16. Makin seru aja nih.. salam sehat selalu Bu cantik dan bahagia bersama keluarga Amin YRA 🙏 mr wien

    ReplyDelete
  17. BM 30 serruuu... mdh²an retno selamat.... terima kasih mbu Tien... sehat² trs

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah sdh tayang BM 30..
    Terima kasih ibu Tien
    Semoga sehat dan bahagia selalu
    Salam *ADUHAI*

    ReplyDelete
  19. Wah modus pak Kartomo bikin kesel aj deh

    Dikira Retno dgn mudah nya melepas anak nya

    Doaku moga Salto dan Retno hubungannya akan berlanjut

    Biar Kori aj yg di cerai biar pak Siswanto strezzz

    Horeee.... 💪💪💪

    ReplyDelete
  20. alhamdulillah maturnuwun bu Tien
    salam aduhai dan sehat selalu

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah
    Yang ditunggu telah hadir
    Gasik
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien, Salam sehat..
    Bam's Bantul

    ReplyDelete
  23. Kartomo makin banyak tingkah...
    Pakai pura" sakit juga.
    Apa Retno dah mau lahiran ya kok tiba" perutnya sakit.Moga saat lahiran lancar,selamat tanpa halangan suatu apa.Bagaimanapun lika likunya antara Retno dan Sapto jangan sampai dipisahkan ya bunda...
    Seiring berjalannya waktu moga keduanya dah saling mrmbuka hati dan menjadi keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sesuai judul Bukan Milikmu. Tdk menjadi milik Kori maupun Retno. Biar p. Siswanto dan p. Kartomo gigit jari....

      Delete
  24. Terimakasih bu Tien
    Makin merasa kurang saja bacanya ....

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah sdh tayang ....
    Saking asyiknya baca tau2 kok sdh bsk lagi yaa... salam sehat bu Tien

    ReplyDelete
  26. Trimakasih bu Tien..BM30nya...

    Weleh2..pak Kartomo ni bener2 ga punya perasaan..pura2 sakit..lemes..nyebelin..

    Eeh..Retno mau nglairin kali ya...sakit mules2 perutnya..semoga lancar..blm beres mbujuknya udh mau babaran..

    Lanjuut besok lagiii...

    Salam sehat selalu dan aduhaii bu Tien..🙏🌷

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah BM~30 sudah hadir, maturnuwun bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah, BM 30 sdh hadir, gara-gara omongan pak Kartomo, jadi Retno yang sakit, kasihan Retno jadi korban orang tua yang mata duitan, salam sehat selalu teruntuk bunda Tien dan keluarga, Aduhai.

    ReplyDelete
  30. Maturnuwun mbakyuku sayang, BM terbaru sudah tayang. Semoga ceritanya sampai 50an episode ya...jgn buru2 selesai 😄

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah BM30 SDH TERBIT. trm ksh bu Tien, semoga sll sehat.

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah, BM eps 30 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
    Salam sehat selalu dari Tangerang

    ReplyDelete
  33. Alhamdulilah BM udah hadir trims Bu tien

    ReplyDelete

  34. Aduh pingin tak.krues itu pak Kartomo..bisa bisa akting sakit..hanya itk kepentingan pribadi ..tega banget sama anak sendiri

    ReplyDelete
  35. Alhwmdulillah BM 30 sdh hadir
    Semakin seru dan bikin penasaran cerita selanjutnya.
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
    Aamiin
    Salam sehat dan ADUHAI

    ReplyDelete
  36. Sugeng dalu bu Tien, mature nuwun BM-30 sampun tayang.
    Mugi panjenengan tansah pinaringan reahayu widodo. Aamiin.

    Kartomo oh Kartomo....... Kamu pura-2 sakit
    Teganya. . .teganya... gara-2 duwit tega mengorbankan anakmu

    Kasihan Retno...
    semoga selamat bayimu.....

    Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  37. https://www.youtube.com/watch?v=xUH8Qm7KC60

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jika mau lihat gelar acara Jumpa Fans WAG PCTK. dengan sang IDOLA (Tien Kumalasari), cari di youtube tulis aja _jumpa fans wag pctk_

      Delete
  38. Selamat mlm bunda Tien..terima ksih BM 30 nya..slm sehat sll dri skbmi unk bunda Tien bersm keluarga..🙏🥰🌺🌹

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah,matursuwun bu Tien BM 30nya. Salam sehat selalu
    Selamat berpuasa Romadhon 1443 H ...la'alakum tattaqun

    ReplyDelete
  40. Semoga persalinan berjalan dg baik dan lancar ibu dan aanak sehat.Sapto dan Retno jgn sampai bercerai karena bayi memerlukan ibunya kemungkinan besar akan ada ancaman utk pa Kartomo seandainya tidak berhasil membujuk Retno utk memberikan bayi pd Kori.Semoga Budi Bu Sis Retno berani menolak permintaam pa Sis .

    ReplyDelete
  41. Makasih mba Tien .
    Salam sehat selalu.
    Aduhai

    ReplyDelete
  42. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo,

    ReplyDelete
  43. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Supralina, Endang Mashuri,

    ReplyDelete
  44. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  45. Alhamdulillah... Suwun bu Tien. Sehat sll.

    ReplyDelete
  46. Terima kasih butien, bm nya..smg buien dan bpk sekeluarga sehat..

    ReplyDelete
  47. Assalamualaikum wr wb. Kartomo baru menyadari akan kekeliruan langkahnya menikahkan Retno dgn Sapto, hanya krn iming iming uang. Mudah mudahan Retno tetap mempertahankan hak nya untuk bayi yng dilahirkan..
    Maturnuwun Bu Tien, semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  48. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien untuk BMnya
    Sehat wal'afiat semua ya bu Tien, selamat menjalankan ibadah puasa,,
    Kangeeeen dg sapaan bu Tien,,🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  49. 𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯...

    ReplyDelete
  50. Materi nuwun Bunda
    Met malam dan met istirahat

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 12

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  12 (Tien Kumalasari)   Arum terbelalak menyadari bahwa laki-laki yang dicintai adalah junjungan di istana ...