BUKAN MILIKKU
31
(Tien Kumalasari)
Semua menjadi panik. Retno terus memegangi perutnya.
Pak Kartomo yang semula berbaring tiba-tiba duduk dan kebingungan. Budi yang
memburu bu Kartomo masuk ke kamar segera memapah Retno.
“Ayo ke rumah sakit,” katanya.
“Benar, sepertinya Retno mau melahirkan.”
“Aduh, pelan-pelan saja,” rintih Retno.
Tanpa berganti pakaian bu Kartomo juga mengikuti Budi
yang memapah Retno lalu membantunya masuk ke dalam mobil.
Pak Kartomo berteriak-teriak minta ditunggu, karena
dia masih memakai celana kombor pendek, tapi bu Kartomo meminta agar Budi
langsung membawa mobilnya.
“Tidak usah menunggu nak, kita langsung saja.
Kelamaan, kalau ada apa-apa bagaimana?”
“Baiklah,” kata Budi yang segera menjalankan mobilnya.
Pak Kartomo yang tergopoh keluar sambil mengancingkan
celananya, melongo melihat sudah tak ada mobil di sekitarnya.
“Hei, bagaimana ini? Keterlaluan. Kenapa aku
ditinggal?” katanya sambil membanting-banting kakinya, lalu membalikkan
badannya ke rumah. Ia harus menyusulnya
tapi lupa membawa dompetnya.
Begitu ia keluar rumah lagi, ada seorang ibu yang
datang.
“Pak, kok tokonya tutup? Kan masih sore?”
“Iya, tutup. Lagian Ibu masih belum membayar hutang,
apa mau belanja lagi?”
“Iya Pak, kan saya sudah bilang kalau bayarnya akhir bulan?”
“Tidak bisa Bu, saya sedang tergesa-gesa,” kata pak
Kartomo sambil melangkah pergi, meninggalkan si ibu pembeli yang kecewa tidak
mendapat belanjaan yang dibutuhkan.
“Tapi aku kan harus mengabari pak Sis dulu, aduh, mana
ponselku?”
Lalu pak Kartomo kembali lagi masuk ke rumah. Tapi
agak lama dia mencari-cari ponselnya, belum ketemu juga.
“Di mana ya? Kok nggak ada? Barangkali di toko,”
katanya sambil beranjak ke toko, dan memang benar, ponselnya tergeletak di atas
meja.
“Pak Sis harus tahu bahwa Retno sudah mau melahirkan,”
gumamnya sambil mengangkat ponselnya. Tapi ponselnya mati. Rupanya pak Kartomo
lupa mengecasnya.
“Aduh, bodoh benar aku ini. Bagaimana ini, maunya
segera pergi malah ada saja halangannya,” omelnya sambil mengecas ponselnya.
Agak lama juga pak Kartomo menunggu sampai ponsel itu
menyala kembali.
***
Sementara itu di dalam mobil, Retno masih saja
merintih-rintih. Bu Kartomo yang duduk di sampingnya terus mengelus perut Retno,
berharap mengurangi rasa sakitnya.
“Sebenarnya berapa bulan usia kandungan kamu ini Ret?”
“Baru delapan bulan lebih, belum sembilan bu,” katanya
diantara rintihan kesakitan.
“Berarti belum saatnya. Apa kamu tadi jatuh?”
“Tidak, Retno sedang duduk dan bicara sama bapak,
tiba-tiba perut Retno sakit.”
“Bapakmu bicara apa?”
“Tentang bayi ini.”
“Kenapa?”
“Suruh menyerahkan pada pak Sis.”
“Hah? Bapakmu itu sakit dan sempat-sempatnya bicara
begitu. Memang keterlaluan.”
“Bayi ini, tak akan Retno berikan kepada siapapun.”
“Kamu benar. Sudah, jangan dipikirkan lagi. Kamu
tenang ya, semoga bayi ini tidak apa-apa, dan sakit perutmu juga bukan karena
ingin melahirkan.”
Begitu sampai di rumah sakit, Retno segera dibawa
masuk ke UGD agar mendapat penanganan.
Bu Kartomo duduk menunggu dengan gelisah, ditemani
Budiono.
“Untunglah saya tidak jadi pulang tadi.”
“Sebenarnya nak Budi mau pulang?”
“Iya, tapi entah mengapa, Budi kok jadi merasa seperti
akan diperlukan. Perasaan Budi, sakitnya pak Kartomo seperti butuh dibawa ke
dokter. Kok malah mbak Retno.”
“Terima kasih ya nak, sudah merepotkan nak Budi.”
“Tidak apa-apa Bu, tidak usah mengucapkan terima
kasih, kan ini juga kewajiban saya menjaga kakak ipar saya.”
“Apa nak Sapto tidak diberi tahu?”
“Kita tunggu saja nanti hasilnya Bu, kalau tidak
apa-apa ya tidak usah diberi tahu.”
Ternyata kemudian Retno harus dibawa ke ruang
bersalin. Dokter kandungan yang harus menanganinya.
“Terjadi kontraksi seperti akan melahirkan, akan kami
lihat apakah bisa melahirkan normal atau perlu ada tindakan, tapi kalau masih
bisa dipertahankan ya akan kami pertahankan, soalnya masih belum waktunya,”
kata dokter yang menanganinya, ketika Budi menanyakannya.
“Apakah keadaan kandungannya baik?”
“Baik, hanya ada kontraksi, mungkin karena ada sesuatu
yang mengejutkan, kita tunggu saja malam ini. Tapi kalau memang tidak bisa
dipertahankan ya biarkan saja lahir. Belum cukup bulan, tapi bayinya kuat kok,”
kata sang dokter sambil melangkah pergi.
Tiba-tiba ponsel Budi berdering.
“Dari bapak,” katanya sambil mengangkat ponselnya.
“Ya Pak.”
“Kamu kemana? Kenapa tidak segera pulang? Bukankah aku
menyuruh kamu supaya segera pulang dan tidak usah menunggu?”
“Ini Budi lagi di rumah sakit Pak,” jawab Budi.
“Kenapa ke rumah sakit? Kartomo sakit beneran dan
harus dibawa ke rumah sakit?”
“Bukan. Mbak Retno yang harus dibawa ke rumah sakit.”
“Retno sakit apa? Bukankah yang katanya sakit
bapaknya?”
“Mbak Retno mau melahirkan.”
“Apa? Melahirkan? Apa sudah waktunya?”
“Entahlah, tiba-tiba merasa perutnya sakit, lalu Budi
membawanya ke rumah sakit.”
Pak Siswanto menutup pembicaraan karena ada panggilan
lain masuk, ternyata dari pak Kartomo.
“Ada apa? Aku sudah tahu kalau Retno dibawa ke rumah
sakit.” Kata pak Siswanto.
“Ya sudah, saya harus mengecas ponsel saya tadi,
sehingga baru bisa mengabari Bapak.”
“Apa kamu sudah bicara dengan anak kamu?”
“Sudah pak, sudah bicara panjang lebar dengan segala
bujukan yang bisa saya katakan.
“Anakmu menyanggupinya?”
“Belum sempat menjawabnya lalu keburu dia kesakitan
sehingga harus dibawa ke rumah sakit, untunglah nak Budi masih ada di rumah
saya.”
“Bodoh. Kamu terlambat melakukannya. Sekarang apa yang
bisa kamu lakukan?”
“Saya tetap akan berusaha membantu Bapak.”
“Sungguh? Dengan cara apa?”
“Bapak jangan khawatir. Saya pasti bisa.”
***
Tapi sampai malam itu dokter masih berusaha mempertahankan
kandungan Retno. Beberapa saat kemudian Retno merasa lebih tenang.
“Sebaiknya Ibu Retno biar rawat inap dulu disini,
sambil menunggu perkembangan selanjutnya,” kata dokter setelah memeriksanya
kembali.
Karenanya Budi segera memesan kamar terbaik untuk
kakak iparnya.
Bu Kartomo merasa kasihan melihat Budi yang masih
terkantuk-kantuk tanpa mau beranjak dari tempat duduknya.
“Nak Budi, lebih baik nak Budi pulang saja, Biar saya
menunggui Retno disini. Bukankah besok pagi nak Budi harus bekerja?”
“Bagaimana anakmu? Cucuku laki-laki atau perempuan?”
tiba-tiba pak Kartomo sudah sampai didekat mereka.
“Kaget aku. Lha Bapak itu katanya sakit kok sekarang
sudah sampai disini? Katanya badannya lemas.”
“Iya. Tiba-tiba sembuh ketika mendengar Retno mau
melahirkan. Wajar kan kalau aku senang terus jadi sembuh?”
“Retno belum tentu melahirkan. Dokter masih berusaha
mempertahankannya.”
“O, aku kira ….”
Pak Kartomo duduk disamping bu Kartomo, lalu
memandangi Retno yang berbaring tenang dan pulas tertidur.
“Nak Budi, saya sudah ditemani bapaknya Retno, nak
Budi pulang saja ya.”
“Baiklah kalau begitu Bu, nanti kalau ada apa-apa saya
dikabari ya?”
“Iya nak, nanti Ibu kabari.”
Begitu Budiono pulang, pak Kartomo segera membaringkan
tubuhnya di sofa dengan nyaman.
Bu Kartomo memandang suaminya dengan kesal. Seperti tak punya beban, ketika tak lama
kemudian didengarnya suara dengkur suaminya.
***
Kori merasa kesal, ketika malam itu begitu suaminya pulang
dari kantor langsung tidur. Ia ingin berbincang banyak hal, tentang
keinginannya untuk pergi ke pantai lagi bersama teman-teman arisannya. Sudah
lama dia tidak melakukannya.
Sapto tertidur dengan nyenyak, mungkin karena kecapekan.
Tapi Kori berusaha membangunkannya dengan mengguncang-guncang tubuhnya.
“Mas, bangun mas, ini masih sore. Aku belum makan,
tahu.”
“Mmh…” Sapto hanya bergerak sebentar, lalu membalikkan
tubuhnya membelakangi isterinya.
“Mas, bangun, ayo makan dulu. Aku sudah memesan dari
restoran langganan kita,” katanya sambil terus menggoyang-goyangkan tubuh
suaminya.
“Makan sendiri saja, aku sudah makan.”
“Huuh, tahu kalau ditungguin isteri, kenapa makan di luar?”
Sapto tak menjawab, ia tetap bergeming walau isterinya
memukuli lengannya dan menarik-narik bajunya.
Karena kesal, Kori turun dari pembaringan, dan keluar.
Ia menuju ke ruang makan dan makan sendirian.
Entah mengapa, malam itu Sapto merasa sangat letih. Dalam tidur nyenyak itu ia seperti melihat seorang anak kecil melambai ke arahnya. Anak
kecil dengan rambut dikepang dua, dan pipinya montok menggemaskan.
Sejenak Sapto terpesona. Setengah berlari ia mendekati
gadis kecil itu, tapi sebuah tangan kuat menahannya.
Sapto meronta. Tangan kuat itu milik seorang wanita,
dengan mata bengis dan rambut riap-riapan seperti tak bersisir selama
bertahun-tahun.
“Hei, lepaskan. Aku mau kesana.”
“Kamu tidak boleh kesana,” hardik wanita itu.
“Apakah kamu setan?”
Anak kecil itu terus melambai dengan lucunya.
Sapto meronta dengan keras, sampai tangannya terluka. Rupanya kuku jari tangan wanita itu panjang seperti nenek sihir dalam dongeng. Untunglah ia berhasil lepas dari
cengkeraman wanita bermata bengis tersebut. Lalu ia berlari mendekati gadis
kecil yang lucu itu, dan menggendongnya.
Tapi wanita itu ternyata mengejarnya, Sapto berlari
sambil menggendong si kecil dan mendekapnya erat.
“Berhenti !!” teriaknya melengking, seperti lolongan
serigala buas.
Wanita itu berlari seperti terbang, sejengkal lagi
Sapto pasti berhasil diraihnya, dan tu benar. Wanita itu berhasil merebut si
kecil lucu dan menggendongnya. Si kecil menangis ketakutan. Sapto berusaha
merebut si kecil, tapi wanita itu membawanya menjauh.
“Kembalikaaan.”
“Ini milikkuuuu,” lengking wanita itu lagi.
Namun entah dari mana datangnya, seorang laki-laki
tampan menghadang wanita itu dan menjegal kakinya, sehingga wanita itu jatuh
terjerembab, dan untunglah laki-laki itu berhasil menangkap si kecil sebelum
jatuh ke tanah.
Wanita itu berusaha bangun tapi laki-laki tampan itu
menghajarnya tanpa ampun, sambil menggendong si kecil. Ia seperti pangeran dalam kisah seribu satu malam yang berhasil menaklukkan raksasa jahat.
Laki-laki itu membawa si kecil ke arah Sapto dan
mengulurkannya dengan senyuman.
Sapto mendekap si kecil, dan menatapnya haru.
“Terima kasih … terima kasih …”
“Terima kasih untuk apa?” sebuah sentakan membuat
Sapto terkejut. Ia masih mendekap bantal ketika terbangun dan duduk dengan
bingung.
“Apa?”
“Apa yang terjadi? Mengapa mengucapkan terima kasih?”
Kori heran melihat sikap suaminya.
“Aku seperti pernah melihat laki-laki itu,” bisiknya
lirih.
“Kamu tuh bermimpi ya Mas?” Kori naik ke tempat tidur
dan menggoyang tubuh suaminya.
Sapto baru tersadar bahwa dia bermimpi. Mimpi yang
aneh.
Sapto turun dari pembaringan, meraih segelas air putih
diatas nakas dan meminumnya.
“Ya, aku bermimpi,” katanya sambil membaringkan
tubuhnya kembali.
“Mimpi apa sih? Bukan digigit ular kan? Pakai
mengucapkan terima kasih pula,” kata Kori yang ikut berbaring disampingnya,
tapi kemudian Sapto kembali membelakanginya. Ia memejamkan matanya, lalu wajah
gadis kecil dengan kepang dua itu kembali terbayang. Juga wajah laki-laki
tampan yang menolongnya. Wajah yang seperti pernah dikenalnya, entah dimana.
***
Pagi hari itu Kori terbangun dan terkejut melihat
suaminya sudah berdandan rapi.
“Ini jam berapa Mas?”
“Jam enam pagi.”
“Ke kantor, sepagi ini ?”
“Bukan, aku mau ke Solo.”
“Tiba-tiba mau ke Solo? O, semalam mimpi ketemu dia
ya?”
“Retno mau melahirkan.”
“Apa? Secepat ini? Belum waktunya kan?”
“Akan di operasi jam sepuluh nanti, aku harus ada
disana.”
“Aku ikut.”
“Sudah nggak keburu, nanti terlambat. Aku sudah
memanggil taksi.”
“Terserah, pokoknya aku ikut, nggak perlu mandi,”
jawabnya nekat.
Kori lari ke kamar mandi hanya untuk membasuh wajahnya,
lalu berganti pakaian dengan cepat, dan mengikuti suaminya ke luar rumah. Bibi
pembantu yang baru datang hanya menerima pesan bahwa mereka akan ke Solo.
“Jaga rumah ya Bik, kami ke Solo pagi ini,” pesan
Sapto.
“Baik Pak.”
***
Begitu turun dari pesawat, Sapto dan Kori langsung
pergi ke rumah sakit, dimana Retno akan menjalani operasi.
Rupanya memang Retno harus melahirkan pagi itu, karena
semalam kembali terjadi kontraksi, sementara belum ada bukaan, jadi dokter
memutuskan untuk mengoperasinya.
Begitu sampai di rumah sakit, Sapto langsung menuju ke
ruang dimana Retno masih terbaring. Disana bu Kartomo dan bu Siswanto serta
Budiono sedang menemaninya.
“Sapto, akhirnya kamu datang,” seru bu Siswanto
senang.
“Mengapa harus dioperasi? Itu kan beayanya mahal,”
kata Kori yang disambut bu Sis dengan melototkan mata ke arahnya.
“Jangan bicara yang tidak pantas,” tegurnya.
Kori terdiam, lalu duduk di sofa, sementara Sapto
mendekati Retno.
“Apa yang terjadi? Belum saatnya bukan?”
“Aku tidak tahu,” kata Retno lirih karena menahan
sakit.
Sapto mengelus kepala Retno, dan dari arah sofa Kori
menatapnya dengan mata berkilat menahan marah.
“Kamu akan baik-baik saja,” dan Retno menelan ucapan
lembut itu dengan perasaan lebih nyaman. Tapi kemudian ada rasa nyeri ketika
ingat bahwa dia akan segera diceraikan. Mengapa pula bermanis-manis untuk
kemudian menceraikan? Pikir Retno sendu.
Ketika Retno sudah dipersiapkan untuk dibawa ke ruang
operasi, Sapto terus mendampinginya.
Pak Kartomo datang ketika operasi sudah dimulai. Semuanya
duduk diam dengan perasaan tegang. Tapi kemudian ketegangan itu pecah ketika
sebuah lengking terdengar . Lengking nyaring sebagai pertanda kedatangan sebuah
penghuni baru diantara mereka. Lengkingan bahagia, seperti kidung-kidung
bidadari sorga. Aduhai.
***
Besok lagi ya
Pas buka pas kosong
ReplyDeletePas tayang.....juara 1
DeleteMaturnuwun mbk Tien...
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien, salam dari Pati
ReplyDeleteAlhamdulillah tayang gasin
ReplyDeleteAlhamdulullah
ReplyDeleteAlhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah....salam aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSelamat jeng dr. Dewi juara 1
ReplyDeleteAku selama ramadhan "mungkin" gak bakal pernah dapet juara 1....
Pasti sdh telat.
Terima kasih bu Tien sdh tayang
Salam ADUHAI dati mBandung
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamsulillah,
ReplyDeletePas buka pas tayang
Bunda Tien tahu saja yg kumau
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Semoga sehat selalu
Salam *ADUHAI*
Terimakasih Bu Tien..
ReplyDeleteSenangnya anak mb Retno dah lahir...
Semoga anak tetap sama momnya...😍😍
Alhamdulillah sdh tayang.... Trimakasih bu Tien. Salam sehat selalu.
ReplyDeleteApa yg terjadi selanjutnya tunggu besok malam.
ReplyDeleteBagi sahabat² blogger yang pengin nonton video rekaman JUMPA FANS WAG PCTK. di hotel Loji Solo 26-27 Maret 2022, klik link dibawah ini :
ReplyDeletePart 1 https://www.youtube.com/watch?v=xUH8Qm7KC60
Part 2 https://youtube.com/watch?v=oyK36o-Xkcs&feature=share
Part 3 https://youtube.com/watch?v=hI5-md-Kvdo&feature=share
Part 4 https://youtube.com/watch?v=VwO8ylG2mMQ&feature=share
Part 5. https://youtube.com/watch?v=4t31GA8utQo&feature=share
Jika selama ini Anda hanya baca tulisan bu Tien Kumalasari, di video ini Anda juga dapat mendengarkan/menikmati suara emas bu Tien. Pa Tom suami bu Tien, bu Nani Nur'Aini yang jadi admin utama WAG PCTK, suara pa Bambang Subekti dan lemah gemulainya penari latar dari teman² kita di WAG PCTK. Dipandu MC pak Hardjoni Harun, Anda akan lihat juga tampang saya (kakekhabi)
Selamat menonton
Terimakasih bunda Tien ,BM 31 sudah hadir ,Retno melahirkan anak laki2 apa prempuan yaa ,semoga anaknya tetap di tangan Retno .
ReplyDeleteAlhamdulilah.. BM sdh tayang. Rasanya plong..
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien..
Semoga kehadiran seorang bayi dpt membahagiakan retno sbg buah hatinya..
Salam hangat untuk bunda..
Semoga sehat selalu dan tetap aduhai.. 🙏🙏🙏🥰🥰
Alhamdulillah, suwun Bu Tien....
ReplyDeleteSalam sehat selalu...🙏🙏
Alhamdulillah BM 31 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun , bu Tien. BM semakin ADUHAI
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
ReplyDeleteAda acara jagong bayi, kasih kado apa ya... pesan bu dosen Iyeng saja juga bisa, gitu aja kok repot.
Akan ada rebutan bayi tampaknya, tapi tetap saja menang yang berhak.
Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Aduhai senang nya Retno bayinya sudah lahir dengan selamat dan sehat2 semuanya semoga bayinya aman2 tidak spt dlm mimpinya Sapto bayi nya dibawa wanita yg rambutnya terurai tdk disisir( Kori kah? ) ....,Tks mbak Tien tambah seru nih,salam seroja dr Tegal.
ReplyDeleteTrims Bu Tien .....lah nunggu lg besuk kelamjutannya
ReplyDeleteAlhamdulillah .... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteTrm ksh bu Tien BM sdh tayang. Salam Aduhai...
ReplyDeleteAhirnya tayang jugayg dtunggutunggu
ReplyDeleteMakasih bunda salam sehat& aduhai!!!
Matur nuwun BuTien BM 31 dah tayang smoga Bu Tien sll sehat ...slm ADUHAI dari blora
ReplyDeleteCeritanya, asyik walau bikin deg2an. Semoga bayi aman... Sapto semoga bisa mengamankan anaknya. Kori jangan jahat ya
ReplyDeleteSalam manis mb Tien
Yuli Semarang
Alhamdulillah
ReplyDeleteAkhirnya Retno melahirkan wlu blm wktnya
Smg ibu dan bayinya sehat dan cepat pulih Retno pasca caesar🤲Milik siapakah bayi yg jd rebutan? Smg tetap milik ayah dan ibunya. Trmksh mb Tien dan slm seroja utk mb Tien dan pctk dimanapun berada...🤗
Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien 🙏 semoga sehat selalu beserta keluarga,tetap ADUHAI, selamat menjalankan ibadah puasa ramadhan 🙏
ReplyDeleteAlhamdulilsh terima kasih bu tien... makin seruuuu....apakah penolongnya nanti wahyudi? Menyelamatlan bayi dari kori ....ditunggu lanjutannya.... salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulilah. Makasih M Tien. Semoga sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah yg ditunggu dah tayang.
ReplyDeleteMa kasih Bunda, sehat selalu dan met istirahat
alhamdulillah...
ReplyDeletematurnuwun
Alhamdulillah , matursuwun bu Tien BM 31nya
ReplyDeleteADUHAI.... salam sehat selalu
𝐒𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭 𝐑𝐞𝐭𝐧𝐨 𝐚𝐧𝐚𝐤𝐦𝐮 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐥𝐚𝐡𝐢𝐫 𝐝𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐫𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐮𝐬 𝐮𝐭𝐤 𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐦𝐮 𝐣𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐬𝐞𝐫𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞 𝐊𝐨𝐫𝐢..𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐤𝐚𝐠𝐞𝐦 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚...🙏🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah.. terimakasih mbak Tien.. salam dari kota arang ,,kota Sawahlunto.. aduhai..🙏🙏
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien BM31nya...
ReplyDeleteLengkingan bayi yg membahagiakan Retno sebagai ibunya dan Sapto sebagai bapaknya juga 2 nenek yg menyayanginya...
Yg lain..2kakek dan 1 org lain dari bayi..punya hati jahat..
Semoga kebaikan ada dipihak Retno..
Salam sehat selalu dan aduhaii bu Tien..🙏🌷
Meskipun agak terlambat, tetap ngikuti teruus,
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, Salam sehat dan Aduhaii..
Bam's Bantul
Wah setelah bayinya retno lahir akan menjadi rebutan nih. Terima kasih bu tien cerbungnya
ReplyDelete𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯...
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien ..alhamdulillah
ReplyDeleteAaaaaduhhhhhhhaiiiiiiii...
ReplyDelete.............. Lengkingan nya..... Ahhhh.... Bu Tien pinter.......besok lagi ya..... Bu dokter juara 1...
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, salam sehat dan aduhai selalu 🙏
Slmt pgii bunda Tien..sht sll y..terima ksih BM 31 nya sdh sayang..slm seroja dan tetap aduhai dri 🙏🙏🥰🥰🌹🌹
ReplyDeleteAduhai.. Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan selalu semangat.
Assalamualaikum wr wb. Aduhai Bu Tien, semoga Retno bisa mempertahankan bayinya dikawal oleh Sapto yg semakin menyayangi Retno. Kebahagiaan juga dirasakan oleh 2 orang nenek, sementara harus waspada dari niat jahat, seorang Kori dan bapak serta mertuanya. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin dan tetap semangat dlm berkarya. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteAlhamdulillah bidadari kecil dari surga telah hadir...🥰
ReplyDeleteMatur nuwun bunsa Tien...🙏
Apa
ReplyDeleteKbr
Bu
Tien
Semoga
Sehat2
Selalu
Maaf
Lama
Gak
Komem
Hp
Erorr
Sehat selalu Bunda
ReplyDelete