Wednesday, April 6, 2022

BUKAN MILIKKU 31

 

BUKAN MILIKKU  31

(Tien Kumalasari)

 

Semua menjadi panik. Retno terus memegangi perutnya. Pak Kartomo yang semula berbaring tiba-tiba duduk dan kebingungan. Budi yang memburu bu Kartomo masuk ke kamar segera memapah Retno.

“Ayo ke rumah sakit,” katanya.

“Benar, sepertinya Retno mau melahirkan.”

“Aduh, pelan-pelan saja,” rintih Retno.

Tanpa berganti pakaian bu Kartomo juga mengikuti Budi yang memapah Retno lalu membantunya masuk ke dalam mobil.

Pak Kartomo berteriak-teriak minta ditunggu, karena dia masih memakai celana kombor pendek, tapi bu Kartomo meminta agar Budi langsung membawa mobilnya.

“Tidak usah menunggu nak, kita langsung saja. Kelamaan, kalau ada apa-apa bagaimana?”

“Baiklah,” kata Budi yang segera menjalankan mobilnya.

Pak Kartomo yang tergopoh keluar sambil mengancingkan celananya, melongo melihat sudah tak ada mobil di sekitarnya.

“Hei, bagaimana ini? Keterlaluan. Kenapa aku ditinggal?” katanya sambil membanting-banting kakinya, lalu membalikkan badannya ke rumah.  Ia harus menyusulnya tapi lupa membawa dompetnya.

Begitu ia keluar rumah lagi, ada seorang ibu yang datang.

“Pak, kok tokonya tutup? Kan masih sore?”

“Iya, tutup. Lagian Ibu masih belum membayar hutang, apa mau belanja lagi?”

“Iya Pak, kan saya sudah bilang kalau bayarnya akhir bulan?”

“Tidak bisa Bu, saya sedang tergesa-gesa,” kata pak Kartomo sambil melangkah pergi, meninggalkan si ibu pembeli yang kecewa tidak mendapat belanjaan yang dibutuhkan.

“Tapi aku kan harus mengabari pak Sis dulu, aduh, mana ponselku?”

Lalu pak Kartomo kembali lagi masuk ke rumah. Tapi agak lama dia mencari-cari ponselnya, belum ketemu juga.

“Di mana ya? Kok nggak ada? Barangkali di toko,” katanya sambil beranjak ke toko, dan memang benar, ponselnya tergeletak di atas meja.

“Pak Sis harus tahu bahwa Retno sudah mau melahirkan,” gumamnya sambil mengangkat ponselnya. Tapi ponselnya mati. Rupanya pak Kartomo lupa mengecasnya.

“Aduh, bodoh benar aku ini. Bagaimana ini, maunya segera pergi malah ada saja halangannya,” omelnya sambil mengecas ponselnya.

Agak lama juga pak Kartomo menunggu sampai ponsel itu menyala kembali.

***

Sementara itu di dalam mobil, Retno masih saja merintih-rintih. Bu Kartomo yang duduk di sampingnya terus mengelus perut Retno, berharap mengurangi rasa sakitnya.

“Sebenarnya berapa bulan usia kandungan kamu ini Ret?”

“Baru delapan bulan lebih, belum sembilan bu,” katanya diantara rintihan kesakitan.

“Berarti belum saatnya. Apa kamu tadi jatuh?”

“Tidak, Retno sedang duduk dan bicara sama bapak, tiba-tiba perut Retno sakit.”

“Bapakmu bicara apa?”

“Tentang bayi ini.”

“Kenapa?”

“Suruh menyerahkan pada pak Sis.”

“Hah? Bapakmu itu sakit dan sempat-sempatnya bicara begitu. Memang keterlaluan.”

“Bayi ini, tak akan Retno berikan kepada siapapun.”

“Kamu benar. Sudah, jangan dipikirkan lagi. Kamu tenang ya, semoga bayi ini tidak apa-apa, dan sakit perutmu juga bukan karena ingin melahirkan.”

Begitu sampai di rumah sakit, Retno segera dibawa masuk ke UGD agar mendapat penanganan.

Bu Kartomo duduk menunggu dengan gelisah, ditemani Budiono.

“Untunglah saya tidak jadi pulang tadi.”

“Sebenarnya nak Budi mau pulang?”

“Iya, tapi entah mengapa, Budi kok jadi merasa seperti akan diperlukan. Perasaan Budi, sakitnya pak Kartomo seperti butuh dibawa ke dokter. Kok malah mbak Retno.”

“Terima kasih ya nak, sudah merepotkan nak Budi.”

“Tidak apa-apa Bu, tidak usah mengucapkan terima kasih, kan ini juga kewajiban saya menjaga kakak ipar saya.”

“Apa nak Sapto tidak diberi tahu?”

“Kita tunggu saja nanti hasilnya Bu, kalau tidak apa-apa ya tidak usah diberi tahu.”

Ternyata kemudian Retno harus dibawa ke ruang bersalin. Dokter kandungan yang harus menanganinya.

“Terjadi kontraksi seperti akan melahirkan, akan kami lihat apakah bisa melahirkan normal atau perlu ada tindakan, tapi kalau masih bisa dipertahankan ya akan kami pertahankan, soalnya masih belum waktunya,” kata dokter yang menanganinya, ketika Budi menanyakannya.

“Apakah keadaan kandungannya baik?”

“Baik, hanya ada kontraksi, mungkin karena ada sesuatu yang mengejutkan, kita tunggu saja malam ini. Tapi kalau memang tidak bisa dipertahankan ya biarkan saja lahir. Belum cukup bulan, tapi bayinya kuat kok,” kata sang dokter sambil melangkah pergi.

Tiba-tiba ponsel Budi berdering.

“Dari bapak,” katanya sambil mengangkat ponselnya.

“Ya Pak.”

“Kamu kemana? Kenapa tidak segera pulang? Bukankah aku menyuruh kamu supaya segera pulang dan tidak usah menunggu?”

“Ini Budi lagi di rumah sakit Pak,” jawab Budi.

“Kenapa ke rumah sakit? Kartomo sakit beneran dan harus dibawa ke rumah sakit?”

“Bukan. Mbak Retno yang harus dibawa ke rumah sakit.”

“Retno sakit apa? Bukankah yang katanya sakit bapaknya?”

“Mbak Retno mau melahirkan.”

“Apa? Melahirkan? Apa sudah waktunya?”

“Entahlah, tiba-tiba merasa perutnya sakit, lalu Budi membawanya ke rumah sakit.”

Pak Siswanto menutup pembicaraan karena ada panggilan lain masuk, ternyata dari pak Kartomo.

“Ada apa? Aku sudah tahu kalau Retno dibawa ke rumah sakit.” Kata pak Siswanto.

“Ya sudah, saya harus mengecas ponsel saya tadi, sehingga baru bisa mengabari Bapak.”

“Apa kamu sudah bicara dengan anak kamu?”

“Sudah pak, sudah bicara panjang lebar dengan segala bujukan yang  bisa saya katakan.

“Anakmu menyanggupinya?”

“Belum sempat menjawabnya lalu keburu dia kesakitan sehingga harus dibawa ke rumah sakit, untunglah nak Budi masih ada di rumah saya.”

“Bodoh. Kamu terlambat melakukannya. Sekarang apa yang bisa kamu lakukan?”

“Saya tetap akan berusaha membantu Bapak.”

“Sungguh? Dengan cara apa?”

“Bapak jangan khawatir. Saya pasti bisa.”

***

Tapi sampai malam itu dokter masih berusaha mempertahankan kandungan Retno. Beberapa saat kemudian Retno merasa lebih tenang.

“Sebaiknya Ibu Retno biar rawat inap dulu disini, sambil menunggu perkembangan selanjutnya,” kata dokter setelah memeriksanya kembali.

Karenanya Budi segera memesan kamar terbaik untuk kakak iparnya.

Bu Kartomo merasa kasihan melihat Budi yang masih terkantuk-kantuk tanpa mau beranjak dari tempat duduknya.

“Nak Budi, lebih baik nak Budi pulang saja, Biar saya menunggui Retno disini. Bukankah besok pagi nak Budi harus bekerja?”

“Bagaimana anakmu? Cucuku laki-laki atau perempuan?” tiba-tiba pak Kartomo sudah sampai didekat mereka.

“Kaget aku. Lha Bapak itu katanya sakit kok sekarang sudah sampai disini? Katanya badannya lemas.”

“Iya. Tiba-tiba sembuh ketika mendengar Retno mau melahirkan. Wajar kan kalau aku senang terus jadi sembuh?”

“Retno belum tentu melahirkan. Dokter masih berusaha mempertahankannya.”

“O, aku kira ….”

Pak Kartomo duduk disamping bu Kartomo, lalu memandangi Retno yang berbaring tenang dan pulas tertidur.

“Nak Budi, saya sudah ditemani bapaknya Retno, nak Budi pulang saja ya.”

“Baiklah kalau begitu Bu, nanti kalau ada apa-apa saya dikabari ya?”

“Iya nak, nanti Ibu kabari.”

Begitu Budiono pulang, pak Kartomo segera membaringkan tubuhnya di sofa dengan nyaman.

Bu Kartomo memandang suaminya dengan kesal.  Seperti tak punya beban, ketika tak lama kemudian didengarnya suara dengkur suaminya.

***

Kori merasa kesal, ketika malam itu begitu suaminya pulang dari kantor langsung tidur. Ia ingin berbincang banyak hal, tentang keinginannya untuk pergi ke pantai lagi bersama teman-teman arisannya. Sudah lama dia tidak melakukannya.

Sapto tertidur dengan nyenyak, mungkin karena kecapekan. Tapi Kori berusaha membangunkannya dengan mengguncang-guncang tubuhnya.

“Mas, bangun mas, ini masih sore. Aku belum makan, tahu.”

“Mmh…” Sapto hanya bergerak sebentar, lalu membalikkan tubuhnya membelakangi isterinya.

“Mas, bangun, ayo makan dulu. Aku sudah memesan dari restoran langganan kita,” katanya sambil terus menggoyang-goyangkan tubuh suaminya.

“Makan sendiri saja, aku sudah makan.”

“Huuh, tahu kalau ditungguin isteri, kenapa makan di luar?”

Sapto tak menjawab, ia tetap bergeming walau isterinya memukuli lengannya dan menarik-narik bajunya.

Karena kesal, Kori turun dari pembaringan, dan keluar. Ia menuju ke ruang makan dan makan sendirian.

Entah mengapa, malam itu Sapto merasa sangat letih. Dalam tidur  nyenyak itu ia seperti melihat seorang anak kecil melambai ke arahnya. Anak kecil dengan rambut dikepang dua, dan pipinya montok menggemaskan.

Sejenak Sapto terpesona. Setengah berlari ia mendekati gadis kecil itu, tapi sebuah tangan kuat menahannya.

Sapto meronta. Tangan kuat itu milik seorang wanita, dengan mata bengis dan rambut riap-riapan seperti tak bersisir selama bertahun-tahun.

“Hei, lepaskan. Aku mau kesana.”

“Kamu tidak boleh kesana,” hardik wanita itu.

“Apakah kamu setan?”

Anak kecil itu terus melambai dengan lucunya.

Sapto meronta dengan keras, sampai tangannya  terluka. Rupanya kuku jari tangan wanita itu panjang seperti nenek sihir dalam dongeng. Untunglah ia berhasil lepas dari cengkeraman wanita bermata bengis tersebut. Lalu ia berlari mendekati gadis kecil yang lucu itu, dan menggendongnya.

Tapi wanita itu ternyata mengejarnya, Sapto berlari sambil menggendong si kecil dan mendekapnya erat.

“Berhenti !!” teriaknya melengking, seperti lolongan serigala buas.

Wanita itu berlari seperti terbang, sejengkal lagi Sapto pasti berhasil diraihnya, dan tu benar. Wanita itu berhasil merebut si kecil lucu dan menggendongnya. Si kecil menangis ketakutan. Sapto berusaha merebut si kecil, tapi wanita itu membawanya menjauh. 

“Kembalikaaan.”

“Ini milikkuuuu,” lengking wanita itu lagi.

Namun entah dari mana datangnya, seorang laki-laki tampan menghadang wanita itu dan menjegal kakinya, sehingga wanita itu jatuh terjerembab, dan untunglah laki-laki itu berhasil menangkap si kecil sebelum jatuh ke tanah.

Wanita itu berusaha bangun tapi laki-laki tampan itu menghajarnya tanpa ampun, sambil menggendong si kecil. Ia seperti pangeran dalam kisah seribu satu malam yang berhasil menaklukkan raksasa jahat.

Laki-laki itu membawa si kecil ke arah Sapto dan mengulurkannya dengan senyuman.

Sapto mendekap si kecil, dan menatapnya haru.

“Terima kasih … terima kasih …”

“Terima kasih untuk apa?” sebuah sentakan membuat Sapto terkejut. Ia masih mendekap bantal ketika terbangun dan duduk dengan bingung.

“Apa?”

“Apa yang terjadi? Mengapa mengucapkan terima kasih?” Kori heran melihat sikap suaminya.

“Aku seperti pernah melihat laki-laki itu,” bisiknya lirih.

“Kamu tuh bermimpi ya Mas?” Kori naik ke tempat tidur dan menggoyang tubuh suaminya.

Sapto baru tersadar bahwa dia bermimpi. Mimpi yang aneh.

Sapto turun dari pembaringan, meraih segelas air putih diatas nakas dan meminumnya.

“Ya, aku bermimpi,” katanya sambil membaringkan tubuhnya kembali.

“Mimpi apa sih? Bukan digigit ular kan? Pakai mengucapkan terima kasih pula,” kata Kori yang ikut berbaring disampingnya, tapi kemudian Sapto kembali membelakanginya. Ia memejamkan matanya, lalu wajah gadis kecil dengan kepang dua itu kembali terbayang. Juga wajah laki-laki tampan yang menolongnya. Wajah yang seperti pernah dikenalnya, entah dimana.

***

Pagi hari itu Kori terbangun dan terkejut melihat suaminya sudah berdandan rapi.

“Ini jam berapa Mas?”

“Jam enam pagi.”

“Ke kantor, sepagi ini ?”

“Bukan, aku mau ke Solo.”

“Tiba-tiba mau ke Solo? O, semalam mimpi ketemu dia ya?”

“Retno mau melahirkan.”

“Apa? Secepat ini? Belum waktunya kan?”

“Akan di operasi jam sepuluh nanti, aku harus ada disana.”

“Aku ikut.”

“Sudah nggak keburu, nanti terlambat. Aku sudah memanggil taksi.”

“Terserah, pokoknya aku ikut, nggak perlu mandi,” jawabnya nekat.

Kori lari ke kamar mandi hanya untuk membasuh wajahnya, lalu berganti pakaian dengan cepat, dan mengikuti suaminya ke luar rumah. Bibi pembantu yang baru datang hanya menerima pesan bahwa mereka akan ke Solo.

“Jaga rumah ya Bik, kami ke Solo pagi ini,” pesan Sapto.

“Baik Pak.”

***

Begitu turun dari pesawat, Sapto dan Kori langsung pergi ke rumah sakit, dimana Retno akan menjalani operasi.

Rupanya memang Retno harus melahirkan pagi itu, karena semalam kembali terjadi kontraksi, sementara belum ada bukaan, jadi dokter memutuskan untuk mengoperasinya.

Begitu sampai di rumah sakit, Sapto langsung menuju ke ruang dimana Retno masih terbaring.  Disana bu Kartomo dan bu Siswanto serta Budiono sedang menemaninya.

“Sapto, akhirnya kamu datang,” seru bu Siswanto senang.

“Mengapa harus dioperasi? Itu kan beayanya mahal,” kata Kori yang disambut bu Sis dengan melototkan mata ke arahnya.

“Jangan bicara yang tidak pantas,” tegurnya.

Kori terdiam, lalu duduk di sofa, sementara Sapto mendekati Retno.

“Apa yang terjadi? Belum saatnya bukan?”

“Aku tidak tahu,” kata Retno lirih karena menahan sakit.

Sapto mengelus kepala Retno, dan dari arah sofa Kori menatapnya dengan mata berkilat menahan marah.

“Kamu akan baik-baik saja,” dan Retno menelan ucapan lembut itu dengan perasaan lebih nyaman. Tapi kemudian ada rasa nyeri ketika ingat bahwa dia akan segera diceraikan. Mengapa pula bermanis-manis untuk kemudian menceraikan? Pikir Retno sendu.

Ketika Retno sudah dipersiapkan untuk dibawa ke ruang operasi, Sapto terus mendampinginya.

Pak Kartomo datang ketika operasi sudah dimulai. Semuanya duduk diam dengan perasaan tegang. Tapi kemudian ketegangan itu pecah ketika sebuah lengking terdengar . Lengking nyaring sebagai pertanda kedatangan sebuah penghuni baru diantara mereka. Lengkingan bahagia, seperti kidung-kidung bidadari sorga. Aduhai.

***

Besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

52 comments:

  1. Terimakasih mbak Tien, salam dari Pati

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien..

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah....salam aduhai

    ReplyDelete
  4. Selamat jeng dr. Dewi juara 1
    Aku selama ramadhan "mungkin" gak bakal pernah dapet juara 1....
    Pasti sdh telat.

    Terima kasih bu Tien sdh tayang
    Salam ADUHAI dati mBandung

    ReplyDelete
  5. Alhamsulillah,
    Pas buka pas tayang
    Bunda Tien tahu saja yg kumau

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien
    Semoga sehat selalu
    Salam *ADUHAI*

    ReplyDelete
  7. Terimakasih Bu Tien..
    Senangnya anak mb Retno dah lahir...
    Semoga anak tetap sama momnya...😍😍

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah sdh tayang.... Trimakasih bu Tien. Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  9. Apa yg terjadi selanjutnya tunggu besok malam.

    ReplyDelete
  10. Bagi sahabat² blogger yang pengin nonton video rekaman JUMPA FANS WAG PCTK. di hotel Loji Solo 26-27 Maret 2022, klik link dibawah ini :

    Part 1 https://www.youtube.com/watch?v=xUH8Qm7KC60


    Part 2 https://youtube.com/watch?v=oyK36o-Xkcs&feature=share

    Part 3 https://youtube.com/watch?v=hI5-md-Kvdo&feature=share

    Part 4 https://youtube.com/watch?v=VwO8ylG2mMQ&feature=share

    Part 5. https://youtube.com/watch?v=4t31GA8utQo&feature=share

    Jika selama ini Anda hanya baca tulisan bu Tien Kumalasari, di video ini Anda juga dapat mendengarkan/menikmati suara emas bu Tien. Pa Tom suami bu Tien, bu Nani Nur'Aini yang jadi admin utama WAG PCTK, suara pa Bambang Subekti dan lemah gemulainya penari latar dari teman² kita di WAG PCTK. Dipandu MC pak Hardjoni Harun, Anda akan lihat juga tampang saya (kakekhabi)

    Selamat menonton

    ReplyDelete
  11. Terimakasih bunda Tien ,BM 31 sudah hadir ,Retno melahirkan anak laki2 apa prempuan yaa ,semoga anaknya tetap di tangan Retno .

    ReplyDelete
  12. Alhamdulilah.. BM sdh tayang. Rasanya plong..
    Terimakasih bunda Tien..
    Semoga kehadiran seorang bayi dpt membahagiakan retno sbg buah hatinya..

    Salam hangat untuk bunda..
    Semoga sehat selalu dan tetap aduhai.. 🙏🙏🙏🥰🥰

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, suwun Bu Tien....
    Salam sehat selalu...🙏🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah BM 31 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun , bu Tien. BM semakin ADUHAI

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
    Ada acara jagong bayi, kasih kado apa ya... pesan bu dosen Iyeng saja juga bisa, gitu aja kok repot.
    Akan ada rebutan bayi tampaknya, tapi tetap saja menang yang berhak.
    Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  17. Aduhai senang nya Retno bayinya sudah lahir dengan selamat dan sehat2 semuanya semoga bayinya aman2 tidak spt dlm mimpinya Sapto bayi nya dibawa wanita yg rambutnya terurai tdk disisir( Kori kah? ) ....,Tks mbak Tien tambah seru nih,salam seroja dr Tegal.

    ReplyDelete
  18. Trims Bu Tien .....lah nunggu lg besuk kelamjutannya

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah .... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  20. Trm ksh bu Tien BM sdh tayang. Salam Aduhai...

    ReplyDelete
  21. Ahirnya tayang jugayg dtunggutunggu
    Makasih bunda salam sehat& aduhai!!!

    ReplyDelete
  22. Matur nuwun BuTien BM 31 dah tayang smoga Bu Tien sll sehat ...slm ADUHAI dari blora

    ReplyDelete
  23. Ceritanya, asyik walau bikin deg2an. Semoga bayi aman... Sapto semoga bisa mengamankan anaknya. Kori jangan jahat ya
    Salam manis mb Tien
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah
    Akhirnya Retno melahirkan wlu blm wktnya
    Smg ibu dan bayinya sehat dan cepat pulih Retno pasca caesar🤲Milik siapakah bayi yg jd rebutan? Smg tetap milik ayah dan ibunya. Trmksh mb Tien dan slm seroja utk mb Tien dan pctk dimanapun berada...🤗

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien 🙏 semoga sehat selalu beserta keluarga,tetap ADUHAI, selamat menjalankan ibadah puasa ramadhan 🙏

    ReplyDelete
  26. Alhamdulilsh terima kasih bu tien... makin seruuuu....apakah penolongnya nanti wahyudi? Menyelamatlan bayi dari kori ....ditunggu lanjutannya.... salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  27. Alhamdulilah. Makasih M Tien. Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah yg ditunggu dah tayang.
    Ma kasih Bunda, sehat selalu dan met istirahat

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah , matursuwun bu Tien BM 31nya
    ADUHAI.... salam sehat selalu

    ReplyDelete
  30. 𝐒𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭 𝐑𝐞𝐭𝐧𝐨 𝐚𝐧𝐚𝐤𝐦𝐮 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐥𝐚𝐡𝐢𝐫 𝐝𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐫𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐮𝐬 𝐮𝐭𝐤 𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐦𝐮 𝐣𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐬𝐞𝐫𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞 𝐊𝐨𝐫𝐢..𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐤𝐚𝐠𝐞𝐦 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚...🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah.. terimakasih mbak Tien.. salam dari kota arang ,,kota Sawahlunto.. aduhai..🙏🙏

    ReplyDelete
  32. Trimakasih bu Tien BM31nya...

    Lengkingan bayi yg membahagiakan Retno sebagai ibunya dan Sapto sebagai bapaknya juga 2 nenek yg menyayanginya...
    Yg lain..2kakek dan 1 org lain dari bayi..punya hati jahat..
    Semoga kebaikan ada dipihak Retno..

    Salam sehat selalu dan aduhaii bu Tien..🙏🌷

    ReplyDelete
  33. Meskipun agak terlambat, tetap ngikuti teruus,
    Terimakasih bu Tien, Salam sehat dan Aduhaii..
    Bam's Bantul

    ReplyDelete
  34. Wah setelah bayinya retno lahir akan menjadi rebutan nih. Terima kasih bu tien cerbungnya

    ReplyDelete
  35. 𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯...

    ReplyDelete
  36. Aaaaaduhhhhhhhaiiiiiiii...
    .............. Lengkingan nya..... Ahhhh.... Bu Tien pinter.......besok lagi ya..... Bu dokter juara 1...

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah
    Terimakasih bu Tien, salam sehat dan aduhai selalu 🙏

    ReplyDelete
  38. Slmt pgii bunda Tien..sht sll y..terima ksih BM 31 nya sdh sayang..slm seroja dan tetap aduhai dri 🙏🙏🥰🥰🌹🌹

    ReplyDelete
  39. Aduhai.. Makasih mba Tien.
    Salam sehat dan selalu semangat.

    ReplyDelete
  40. Assalamualaikum wr wb. Aduhai Bu Tien, semoga Retno bisa mempertahankan bayinya dikawal oleh Sapto yg semakin menyayangi Retno. Kebahagiaan juga dirasakan oleh 2 orang nenek, sementara harus waspada dari niat jahat, seorang Kori dan bapak serta mertuanya. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin dan tetap semangat dlm berkarya. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  41. Alhamdulillah bidadari kecil dari surga telah hadir...🥰

    Matur nuwun bunsa Tien...🙏

    ReplyDelete
  42. Apa
    Kbr
    Bu
    Tien
    Semoga
    Sehat2
    Selalu
    Maaf
    Lama
    Gak
    Komem
    Hp
    Erorr

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 27

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  27 (Tien Kumalasari)   Saraswati terbelalak menatap bocah kecil yang merangkul leher Adisoma erat. Mata be...