BUKAN MILIKKU
29
(Tien Kumalasari)
Semi masih terpukau oleh kata-kata sombong Kartomo.
Tapi dia masih belum percaya. Dia tahu Kartomo pembohong, sejak isterinya
mengatakan bahwa dia tak punya uang di bank.
“Kamu kok menatap aku seperti itu? Ini benar, aku akan
membuat toko. Lihat sebentar lagi, sekarang lagi siap-siap.”
“Berapa lama toko itu jadi?”
“Tidak lama, paling seminggu atau lebih sudah jadi.
Apapun ada di toko aku. Kamu harus belanja disana untuk semua keperluan kamu,
kecuali ikan dan sayuran pastinya.”
“Jadi apa saja yang mau kamu jual nanti?”
“Ya cuma beras, minyak, gula, teh, sabun, susu,
pokoknya bahan-bahan pokok yang dibutuhkan setiap hari.”
“Mengapa tidak jualan sayur sekalian, jadi aku tidak
usah jauh-jauh ke pasar, dan mendapat harga murah pula.”
“Nggak bisa aku jualan sayur. Aku nggak suka baunya.
Jadi yang kering-kering saja.”
“Hm, baguslah. Paling tidak aku bisa dapat
barang-barang dengan harga murah. Boleh ngutang kan?”
“Haah? Ngutang? Aku kan baru mau buka, kok sudah mau
ngutang?”
“Barangkali boleh, jadi pembeli bisa lebih
tertarik,” kata Semi sambil cengar cengir.
“Ya jangan, kalau ngutang, nanti kalau sudah menjadi
besar, nggak tahu aku. Tapi untuk kamu tetap ada harga khusus.”
“Baiklah, aku tunggu saja apa itu benar, soalnya kamu
kan suka bohong.”
“Kamu bisa lihat buktinya. Jangan dulu mengejek aku
sebagai tukang bohong.”
“Iya, aku tunggu buktinya.”
“Nambah lagi nasinya sama lauknya. Ikannya juga
tambah,” katanya sambil mengulurkan piringnya yang sudah kosong.
“Wah, nambah lagi? Nanti tinggal sedikit dong sisa
uangmu yang kamu berikan untuk aku.”
“Pelit amat. Yang penting kan kamu tidak rugi?”
Semi tersenyum, memang benar sih, uang Kartomo masih
ada sisanya. Tapi kalau sisanya lebih banyak kan lebih mantap diterimanya. Dasar
mata duitan.
Kartomo makan dengan lahap. Biar saja Sapto tidak
memberinya uang untuk kulakan. Barangkali juga takut duitnya akan nyeleweng
kemana-mana. Biarlah, penting dia dapat barang, dan bukankah barang juga bisa jadi
uang?
“Bolehkah aku nanti tidur disini?” Kartomo mencoba
menawar.
“Tidak. Memangnya aku siapa kamu? Dikasih sekali kok
jadi keterusan,” kata Semi dengan mulut cemberut, dan kalau sudah demikian,
gigi emasnya yang hanya sebiji itu tidak bisa kelihatan. Kartomo menatap dengan
kecewa.
“Besok kalau aku sudah kaya, pasti kamu mau.”
“Kalau kamu sudah kaya, bisa dipikirkan, kalau
sekarang … ogah. Dan cepat selesaikan makannya, soalnya sebentar lagi akan
banyak pelanggan yang datang. Aku nggak mau digosipkan menjadi pacar kamu.”
“Ya ampun Mi, kejam amat sama aku.”
“Biarin. Aku tuh nggak suka ya, banyak pelanggan
datang dan kamu masih enak-enak duduk sambil mengangkat kaki, sementara makananmu
sudah habis.”
“Iya, iya.. aku pergi setelah habis. Awas saja kalau
aku sudah benar-benar jadi orang kaya,” omel Kartomo yang sedikit kesal.
***
Bu Kartomo melangkah pelan memasuki halaman rumah
megah yang menjadi besannya. Ia belum pernah sekalipun datang ke sana. Berbeda
dengan pak Kartomo yang sudah sering datang, ketika melihat bu Kartomo yang
tidak dikenalnya, Seorang satpam yang berjaga didekat pagar bertanya
macam-macam, dan baru bisa masuk ketika dia mengatakan siapa dirinya dan apa
maksudnya.
Bu Siswanto yang menunggu di teras menyambutnya dengan
ramah.
“Aku sudah tahu kamu akan datang karena Retno yang
memberi tahu,” kata bu Siswanto yang kemudian mempersilakannya duduk.
“Ini masakan saya Bu, saya bawakan rawon dan sambal
goreng ati, kata bu Kartomo sambil meletakkan
dua buah rantang di meja.
“Wah, baunya sudah sedap. Asiiih, tolong bawakan dua
piring kemari,” teriaknya kepada Asih.
Tak lama kemudian Asih datang membawa piring sekaligus
sendoknya.
“Ini Bu, sama sendoknya bukan?”
“Ya Sih, pinter kamu. Ini lho, aku mau mencicipi
masakannya bu Kartomo. Bu Kartomo ini ibunya Retno.
“Oh, iya Bu, baru tahu sekarang. Saya Asih Bu,
pembantunya Bu Sis.”
“Iya. Apakah Retno merepotkan disini?”
“O tidak Bu, bu Retno sangat baik, dan suka membantu
saya memasak.”
“Ya sudah, sekarang saya mencicipi ya Bu Kartomo.
Asih, tolong panggil Retno, bilang bahwa ibunya datang.”
“Baik Bu,” jawab Asih sambil berlalu.
Sementara itu bu Siswanto setelah mencicipi kedua
masakan bu Kartomo mengangguk-angguk senang.
“Ini sangat enak Bu, aku suka. Tolong dibuatkan untuk
tamu-tamu saya ya Bu. Yang ini, rawon, lauknya yang cocok apa ya. Ini untuk
prasmanan ya. Nanti biar Asih membantu menatanya kalau sudah siap semuanya
di sini.”
“Kalau rawon ya sama telur asin, perkedel, kerupuk bu.
Tapi terserah Ibu saja. Sungguh saya tidak pintar merangkai lauk pauk, hanya
berdasar pengalaman saja.”
“Pengalaman itu adalah guru yang terbaik lho Bu.”
“Iya Bu.”
“Ya sudah, aku mau pesan untuk hari Minggu, hanya tamu
30 an orang. Buatkan rawon dan rangkaiannya, juga sambel goreng atinya. Oh ya,
bisa ditambahin orak arik ya Bu. Apa merepotkan?”
“Tidak Bu, tidak. Baiklah, akan saya buatkan.”
“Nah ini ada Retno. Temani ibu kamu, aku mau mengambil
uang sebentar,” kata bu Siswanto ketika melihat Retno keluar dan duduk menemui
ibunya.
“Ibu sudah lama?”
“Baru saja.”
“Maaf, Retno baru mandi tadi, jadi tidak melihat Ibu
datang.”
“Jam segini kok mandi?”
“Iya Bu, beberapa hari ini rasanya gerah.”
“Iya sih, kalau hamil tua memang rasanya selalu gerah.
Tapi jangan sampai mandi malam hari, nggak baik itu.”
“Iya bu. Tadi Ibu naik apa?”
“Naik ojol. Yang murah.”
“Membawa rantang bisa Bu?”
“Ya bisa dong, cuma dua rantang.”
“Nanti pulangnya naik taksi saja, biar Retno yang
panggilkan.”
“Tidak usah. Cuma sendirian saja kok naik taksi. Biar Ibu
naik ojol lagi saja.”
“Benar kata Retno Bu, naik taksi saja. Biar Retno yang
panggilkan,” kata bu Siswanto yang sudah keluar lagi.
“Berapa Bu saya harus bayar?” lanjutnya.
“Saya belum tahu Bu, nanti kalau habis belanja baru
saya bisa bilang. Saya kan tidak pernah menerima pesanan untuk prasmanan.
“Ya sudah, ini dibawa dulu saja. Kalau sisa, nggak
usah dikembalikan. Kalau kurang harus bilang ya Bu.”
“Ini sangat banyak Bu.”
“Ya sudah, kan saya sudah bilang, kalau sisa biarkan
saja, tapi kalau kurang harus minta.”
“Kayaknya akan sisa banyak. Ya sudah bu, saya mau
pamit sekarang.”
“Retno, panggilkan taksi dulu untuk ibumu,” kata bu
Siswanto memaksa.
***
Ketika sampai di rumah, pak Kartomo sedang duduk
sambil merokok di teras.
“Assalamu’alaikum … Hiih, merokok lagi, bikin pengap,”
omel bu Kartomo sambil masuk ke dalam rumah.
Pak Kartomo membuang puntung rokoknya ke halaman,
kemudian mengikuti isterinya masuk, tanpa menjawab salamnya.
“Naik taksi segala, dari mana Bu? Oh ya, aku ingat.
Mengantarkan contoh pesanan bu Siswanto itu kan?”
Bu Kartomo tak menjawab.
“Pasti sudah dapat bayaran kan? Duitnya banyak dong.”
“Ya pasti lah, namanya orang pesan ya harus membayar.
Tapi jangan harap kamu bisa mencurinya. Aku tidak akan meletakkan uangku
sembarangan.”
“Yah, suami sendiri dikatain pencuri.”
“Kalau mengambil tanpa bilang, terus diem-dieman,
namanya apa kalau tidak mencuri?”
“Habisnya … kalau minta juga tidak akan diberi.”
“Ya tidak. Minta untuk hal-hal yang tidak benar.”
“Tapi aku boleh dong, dibagi sedikit saja. Untuk beli
rokok nih. Uangku sudah habis.”
“Bagaimana bisa habis? Orang nggak punya kebutuhan.
Makan-minum dirumah ada, uang untuk apa?”
“Beli rokok.”
“Itu hal yang tidak berguna. Aku tidak mau
memberikannya. Dan jangan mengikuti aku sampai ke kamar, nanti kamu melihat di
mana aku menyembunyikan uangku,” kesal bu Kartomo.
“Perempuan dimana-mana sama saja.”
“Kamu samakan aku dengan perempuan mana?”
Pak Kartomo tak menjawab, melangkah
pergi sambil mengomel.
Bu Kartomo membiarkannya. Ia
menyimpan uangnya di tempat yang tersembunyi, yang tak mungkin pak Kartomo bisa
menemukannya.
***
Hari terus berjalan, Budi sudah
menyiapkan semua pesanan pak Kartomo, seperti pesan Sapto kepadanya. Pak
Kartomo girang bukan alang kepalang. Ia berbicara kepada setiap orang yang
ditemuinya di kampung itu, bahwa dirinya telah memiliki sebuah toko sembako
yang lengkap, dan mempersilakan semuanya agar belanja di tempatnya.
“Kamu tidak usah ikut campur. Toko
ini milik aku, aku yang akan mengelolanya,” pesannya kepada isterinya.
“O, tidak, tentu tidak, aku tidak
akan ikut campur. Uruslah sendiri dan jual sendiri oleh kamu, aku hanya akan
menonton saja,” sahut bu Kartomo yang kesal melihat ulah suaminya.
Memang kemudian beberapa tetangga
yang dekat dengan rumah Kartomo, memilih belanja disana. Orang suruhan Budi
sudah memberi tahu semua harga dagangannya, sehingga pak Kartomo tinggal
menjual menurut daftar harga yang ada.
“Mi, tokoku sudah buka banyak orang
sudah belanja, mengapa kamu belum mencobanya?” kata Kartomo pagi-pagi sekali
sebelum ia membuka tokonya didepan warung Semi.
“Kamu sepagi ini sudah datang kemari?”
tanya Semi yang baru saja pulang dari pasar
“Aku baru mau buka, tapi memerlukan datang
kemari untuk memberitahukannya kepada kamu.
“Baiklah, nanti aku mau kesana. Jadi
benar kamu sudah punya toko sembako yang lengkap?”
“Hanya kamu yang tidak percaya,
semuanya sudah mencoba.”
“Baiklah, nanti sore aku mau kesana.”
“Kelamaan. Mengapa sore? Sekarang
saja.”
“Ya nggak bisa Mas, aku harus
memasak, terus buka warung, terus melayani pembeli, dan sore setelah tutup baru
bisa meninggalkan warungku.”
“Ya sudah, aku tunggu. Ini aku harus
segera buka, nanti banyak pembeli yang menunggu. Biasanya sudah ada yang beli.
Kalau malam aku tutup. Capek dong kalau sehari semalam jaga toko terus.”
“Ya, nanti aku kesana, tapi awas ya,
kasih aku harga termurah.”
“Pasti sayangku,” kata pak Kartomo
sambil nyengir kuda.
“Hihh, sayangku … sayangku … “ omel Semi
sambil meletakkan barang belanjaannya, tanpa menoleh lagi ke arah Kartomo yang
segera ngeloyor pergi.
Tetapi sesampainya di rumah, benar-benar
sudah ada orang yang meu membeli.
Bu Kartomo yang tidak tahu atau tidak
mau tahu, sama sekali tak bisa melayani pembeli tersebut, sehingga ia kemudian
pergi tanpa membawa apapun. Pak Kartomo yang berpapasan di pagar segera
menyuruhnya kembali.
“Eh, mau beli apa Bu?”
“Beli beras, katanya toko belum buka,
ibunya itu tidak mau melayani,” sungut orang tersebut.
“Oh, iya Bu, memang penjualnya adalah
saya. Mari kembali Bu, saya layani Ibu. Butuh berapa kilo dan yang bagaimana?
Soalnya saya jual beras yang sedang dan yang baik sekali. Lho bu.”
Pembeli itupun kembali, dan pak Kartomo
membuka tokonya sambil mengomeli isterinya.
“Gimana sih, ada orang belanja malah
disuruh kembali?”
“Biarin, Aku kan bukan penjual? Kalau
kamu nggak ada, mana bisa aku melakukan apa-apa?”
“Disuruh nunggu kan bisa?”
“Kelamaan, keburu lapar belum masak
nasi,” kata bu Kartomo kesal.
Begitulah keseharian pak Kartomo
setelah punya toko. Dan sang isteri sama sekali tak boleh ikut mengurusnya.
Tapi bu Kartomo tak peduli, apalagi kalau pembelinya yu Semi, yang dilayani
dengan heboh, dan yu Semi dengan genit memilih ini dan itu, serta selalu
merengek untuk dikasih harga murah. Bu Kartomo memilih menjauh, dan pura-pura
tak mendengar semuanya.
***
Sudah dua bulan lebih pak Kartomo
membuka toko dan bu Kartomo melihat bahwa beberapa dagangan mulai menipis. Pak
Kartomo terkadang pergi kulakan, tapi yang dibeli tak sebanyak ketika awal
disiapkan. Bu Kartomo ingin menegur, tapi diurungkannya. Ia kan sudah dilarang
untuk ikut campur urusan toko?
Tapi ketika Retno kebetulan datang ke
rumah, dan melihat toko itu, ia terpaksa menegur ayahnya.
“Kok dagangan tinggal sedikit dan
tidak kulakan lagi sih Pak?”
“O, itu nanti Ret. Bapak belum punya
waktu untuk kulakan. Besok mungkin baru akan kulakan lagi.”
“Kalau Bapak tidak bisa kulakan
sebanyak persediaan awal, berarti rugi dong Pak.”
“Tidak, jangan khawatir. Beberapa
uang masih ada di pembeli, nanti Bapak tagih dulu.”
“Jadi dagangan Bapak diutangkan?”
“Ya, sebagian, tidak apa-apa, bisa
ditagih kok.”
“Yu Semi?” Retno langsung menuduh.
“Eh … oh … bukan hanya dia, ada yang
lainnya juga kok,” jawab pak Kartomo gugup, karena memang Semi seringkali
ngutang, dan membayar dengan seenaknya, sementara pak Kartomo selalu tak
berdaya setiap kali Semi belum siap membayar.
Retno tak menjawab, tapi dalam hati
dia kecewa dan juga akan merasa malu kalau Sapto sampai tahu bahwa toko yang
dipercayakan kepada ayahnya tidak berhasil.
Ia mengeluh kepada ibunya, yang hanya
bisa menenangkannya.
“Kamu tidak usah memikirkan ayahmu.
Sejak awal, keraguan itu kan sudah ada. Sekarang kandunganmu sudah semakin
besar, mendekati sembilan bulan, berarti tak lama lagi kamu akan melahirkan,
Jangan sampai pikiranmu terganggu oleh apapun, terlebih perilaku ayahmu yang
semakin tak terkendali. Mau diapakan lagi, orang tidak pernah mau diatur.
“Iya bu, perut Retno sudah semakin
sering kenceng-kenceng.”
“Kalau pagi, buatlah jalan-jalan.
Tidak usah terlalu jauh, pokoknya jalan semampunya. Kata orang tua, itu bisa
memperlancar lahirnya jabang bayi.”
“Baiklah Bu, mulai besok pagi Retno
akan sering jalan-jalan.”
“Kalau sudah merasa mules-mules, kabari
Ibu ya, supaya Ibu bisa menunggui saat kamu melahirkan.”
“Iya Bu, pasti.”
***
Tapi siang itu pak Kartomo terpaksa
menutup tokonya, karena pak Siswanto menelponnya, agar menemuinya saat itu
juga.
“Ada apa ya Pak, tumben memanggil
saya?” tanya pak Kartomo ketika sudah berada dihadapan pak Siswanto.
“Kamu tidak lupa janjimu kan?”
“Janji yang mana pak?”
“Gimana sih kamu itu? Tentu saja
janji tentang anak kamu. Ini sudah saatnya dia melahirkan. Mungkin dalam waktu
dekat. Apa kamu sudah bicara sama dia agar mau menyerahkan anaknya nanti?”
“O, masalah itu Bapak tidak usah
khawatir, apapun caranya, bayi itu pasti akan menjadi milik Bapak.”
***
Besok lagi ya.
Terima kasih mbak tien, salam sehat selalu
ReplyDeleteSelamat Pak Andre.... Juara 1
DeleteMtnuwun mbk Tien
Slhamdulillah
ReplyDeleteYes
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien ... Salam sehat.
ReplyDeleteMatur suwun bunda.. BM tayang
ReplyDeleteSalam aduhai ,,,
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien 😊🌹🌹🌹
Makasih Bunda selamat menjalankan shaum Romadhon.
ReplyDeleteSehat dan tetap semangat
Alhamdulillah trimakasih mbak Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah. Matur nuwun bunda Tiien.
ReplyDeleteSlmt mlm bunda Tien..terima ksih BM 29 nya sdh tayang..smg bunda sekel sll sht walafiat y..salam aduhai dri 🙏💞🥰
ReplyDeleteAlhamdulilah, Terima kasih mbak Tien selamat menjalankan ibadah puasa Aamiin YRA...
ReplyDeleteBM 29 Aduhai , terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillan BM sufah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Srmoga bunda selalu sehat
Salam sehat dan aduhai
Selamat menjalankan ibadah puasa
Mksh mb Tien,
ReplyDeleteSampun gasik
Semoga Retno bisa memiliki anaknya
Salam manis mb Tien
Yuli Semarang
Maturnuwun Mbak Tien.salam sehat & Aduhai u/Kartomo hehehe
ReplyDeleteAlhamdulillah,matur nuwun bu Tien untuk BMnya,, mulai lg Pak Siswanto dg ulahnya untuk memisahkan Retno dg bayinya
ReplyDeleteSalamsl sehat wal'afiat semua ya bu Tien 🤗💖
Alhamdulillah BM 29 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah BM 29 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Ibu Tien..
Semoga selalu sehat..
Salam *ADUHAI*..
Makasih Bu cantik.. mantab makin seru.. salam sehat selalu dan bahagia Amin YRA 🙏 mr wien
ReplyDeleteAlhamdulillah....BM 29 dah hadir terima kasih Bu Tien smoga sht sll dan bahagia bersama keluarga
ReplyDeleteSalam ADUHAI...
Alhamdllh... yg dtunggu² telah hadir juga... terima kasih mbu tien... sehat² yrs bersama keluarga
ReplyDeletePuji Tuhan, matur nuwun ibu Tien walaupun berpuasa tetap menyajikan BM 29 bahkan lebih gasik.
ReplyDeleteSemoga setelah dikenal oleh ibu2 teman arisan ibu Siswanto usaha memasak ibu Kartomo maju.
Semoga Retno tetap bahagia bersama bayinya, karena didukung banyak pihak.
Monggo ibu dilanjut aja tambah penasaran..
Matur nuwun, Berkah Dalem.
alhamdulillah.... maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteMaturnuwun mbakyu..
ReplyDeleteSemakin deg2an nunggu lanjutannya.
Matur nuwun, bu Tien. Salam ADUHAI
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
ReplyDeleteDiperkirakan memang Kartomo tidak bisa mengelola toko. Tentu hanya untuk kesenangan sesaat.
Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulilah BM udah hadir trims Bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, terimakasih bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan Aduhay..
Bam's Bantul
Alhamsulillah... Terima kasih mbak Tien, BM eps 29 sudah tayang menghibur.
ReplyDeleteSalam sehat selalu dari Tangerang
Alhamdulillah... Terima kasih mbak Tien, BM eps 29 sudah tayang menghibur.
ReplyDeleteSalam sehat selalu dari Tangerang
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah BM sdh tayang... Trm kasih bu Tien salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah, suwun Bu Tien....
ReplyDeleteSalam sehat selalu....🙏🙏😊
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien
Trimakasih bu Tien..BM29nya..
ReplyDeleteNah lo pak Kartomo ditagih janjinya..pdhl blm bilang sm Retno..
Semoga sesuai harapan..bayinya ydk akan diserahkan Kori dan Retno tdk diceraikan Sapto..
Bagaimana bu Tien..kt tunggu besok lagiii...
Salam sehat dan aduhaiii bu Tien..🙏🌷😘
𝐌𝐚𝐭𝐮𝐫 𝐬𝐮𝐰𝐮𝐧 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧..𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐮𝐭𝐤 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 & 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚.🙏
ReplyDeleteRetno tetap pertahankan debay ya bu Tien? Selamat menjalankan puasa
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan makin aduhai saja 👍🙏
Matur nuwun bu...
ReplyDeleteSg sahur, sg shaum nggih.
Aduhai.,
ReplyDeleteMakasih mba Tien
Assalamualaikum wr wb. Saran saya untuk Retno, agar tetap mempertahankan hak asuh kpd anak kandungnya. Cuekin saja apa kata Kartomo yg sdh putus urat malunya. Mudah mudahan Sapto juga membela Retno dan menceraikan Kori... Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteSapto berteguh hati tidak akan menceraikan Retno setelah melahirkan namun pa Siswanto yg diktator tetap membela Kori menantu kesayangan bahwa bayi akan menjadi milik Kori semoga dukungan bu Siwanto Budi dan Retno tetap mempertahankan hak asuh anaknya dan tidak jatuh ketangan kori diqm " sapto juga tetap mempertahankan anaknya dan dia tidak akqn menceraikan Retno.Bagaimana kabarnya Wahyudi Wuri Kori dan Heru semoga Kori dqn Heru menjadi jalan perselingkuhan hingga Sapto
ReplyDeleteMenjadikan alasqn menceraikan Kori dan Retno bisa hidup bahagia.2
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Supralina, Endang Mashuri,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
ADUHAI... Alhamdulillah bu Tien, matursuwun.
ReplyDeleteSalam sehat selalu
𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯...
ReplyDelete