Thursday, December 13, 2018

SEPENGGAL KISAH 75

SEPENGGAL KISAH  75

(Tien Kumalasari)

Pak Marsam dan Asri bingung, mengapa bu Prasojo tiba2 menanyakan perihal pendonor itu. Siapa yang mengatakannya, dan mengapa ..

"Apa kamu mencatatkan namamu dirumah sakit itu ?"

"Enggak pak, memang Asri disuruh menunggu untuk dicatat nama serta alamat Asri, tapi Asri langsung kabur. Jadi mereka tidak sempat mencatatnya."

"Tapi mengapa ya, sikapnya tadi sangat baik,"

"Asri juga heran pak, tidak seperti biasanya, padahal tadinya Asri mengira bu Prasojo akan mengamuk setelah mas Bowo berceritera tentang kejadian semalam."

"Bapak sudah siap2 membalasnya kalau sampai dia berani menghina kita lagi."

"Ada2 saja kejadian dua hari terakhir ini."

Siang hari barulah Bowo tiba dirumah Asri. Ongky memaksanya membawa kerumah sakit karena luka2nya.. dan Bowo langsung pergi kerumah Asri. Semalam belum sempat ia mengeluarkan semua isi hatinya karena tiba2 Ongky datang menyerangnya. Lagipula ia harus meyakini kata ayahnya bahwa Asri lah pendonor itu. Kalau benar, alangkah bahagianya karena bukankah ibunya bersumpah hanya akan mengambil menantu gadis yang menyelamatkan nyawanya?

Asri menyambutnya dengan suka cita. Walau tidak terucap, Bowo tau bahwa Asi mengimbangi cintanya, kelihatan sekali dari sikapnya, dan cara ia menghawatirkannya semalam.

Pak Marsam memilih diam, kemudian pergi kebelakang untuk mencari kesibukan lain. Ia memberi kesempatan kepada mereka agar bisa berbicara dengan leluasa. Semoga pilihan yang terbaiklah yang dipilihnya, karena pak Marsam tak ingin anaknya hidup menderita.Asri mengamati wajah Bowo, bekas lebam itu sudah sedikit berkurang, Asri tersenyum lega.

"Mas Bowo sudah kedokter?"

"Ini baru pulang dari rumah sakit, Ongky yang mengantarkan aku,"

"Oh, syukurlah."

"Asri, mengapa kamu lari dari aku? "

"Mas Bowo kan sudah tau alasannya. lagipula... tunggu...ada sesuatu.." tiba2 Asri pergi kebelakang.. lalu mengambil sejumlah uang dan diberikannya pada Bowo.

"Apa ini ?" Bowo keheranan.

"Jangan pura2 tidak tau, mas Bowo kan yang mengirim uang ke rekening Asri?"

"Oouh.. itu.. sudah.. jangan dikembalikan.. ambil aja.."

"Tidak mas.. Asri tidak mau.. terima kembali uang mas Bowo."

Bowo menghela nafas, ia sudah menduga kalau Asri pasti akan menolaknya. Bowo kmenerima uang itu tapi diletakkannya diatas meja.

"Baiklah, ini dibicarakan nanti saja, sekarang aku ingin bertanya, apakah kamu yang membawa ibuku kerumah sakit dan mendonorkan darah untuknya?"

Asri sudah menduga akan ada pertanyaan itu, karena bu Prasojo juga mengajukan pertanyaan yang sama. Tapi seperti tadi, Asri juga menggelengkan kepalanya.

"Mengapa semua mengira bahwa sayalah yang melakukannya? Tadi bu Prasojo juga kesini dengan pertanyaan yang sama."

"Ibuku?" Bowo heran, Jadi ibunya sudah tau tempat ini dan tidak mau mengatakannya padaku? Kata Bowo dalam hati. 

"Bu Prasojo pernah kemari, sudah lama sekali, waktu itu bersama Dewi."

"O.. begitu ya.."Rupanya ibunya dan Dewi pernah mendatangi rumah ini dan Bowo bisa membayangkan pasti ibunya menyakiti hati Asri lagi.

"Ma'afkan ibuku ya Asri... " entah sudah berapa kali ucapan itu dikatakan Bowo setiap kali ibunya menyakiti hati kekasihnya.

"Nggak apa2 kok mas,"

"Kembali ke pertanyaan semula Asri, kamu kan yang membawa ibu kerumah sakit dan mendonorkan darahmu?"

Asri menggeleng, lalu menundukkan kepala.

"Mengapa kamu bohong Asri. Kamu telah menyelamatkan nyawa seseorang, dan seseorang itu ibuku, mengapa kamu tidak mau mengakuinya?"

"Mengapa semua begitu yakin kalau sayalah pelakunya? Saya tidak melakukan apa2 mas.."

"Bapak sudah tau sejak lama.. tapi baru tadi mengatakannya. Itu sebabnya ibu langsung datang kemari."

"Darimana pak Prasojo tau?"

"Dirumah sakit itu memang tidak tercatat namamu, tapi ada cctv yang merekam ketika kamu mendonorkan darah untuk ibuku."

Asri diam tak berkutik. Ia tak bisa lagi mengelak.

"Jangan diam Asri, itu benar kan?"

"Saya hanya ingin agar yang saya lakukan itu suatu kebaikan yang tidak membutuhkan imbalan. Saya melakukannya diam2 karena saya tidak membutuhkannya."

"Saya sudah tau, itulah kamu. Dan itu sebabnya aku ingin kamu menjadi isteriku." terus terang Bowo mengatakan keinginannya, dan itu membuat Asri terkejut. 

"Tapi bu Prasojo kan tidak suka sama saya mas, bukankah mbak Dewi lebih pantas mendampingi mas Bowo? Saya ini siapa.. mas kan sudah tau, tak mungkin saya bisa hidup berdampingan dengan mas Bowo."

"Asri, apa kamu tidak mencintai aku?"

Bowo memegang kedua tangan Asri yang gemetar karena merasakan sesuatu yang tidak bisa dilukiskannya. Apakah ia tidak cinta? Nyatanya ia selalu merasakan rindu, nyatanya ada rasa bahagia ketika bertemu. Tapi kalau cinta, apakah akan bisa saling memiliki .. karena bukankah kata ayahnya dia dan Bowo bagaikan bumi dan langit?

"Jawab Asri,"

"Mas Bowo kan tau.. saya ini siapa.. saya tidak pernah dikehendaki oleh keluarga mas Bowo bukan? Ada Dewi yang lebih pantas... dan.."

"Berhenti menyebut nama Dewi, Asri.. aku bertanya padamu apakah kamu mencintai aku?"

Menetes air mata Asri, bagaimana ia bisa menjawabnya? Bukankah cintanya hanya akan menghadirkan kekecewaan dan penderitaan?

Bowo mengusap air mata itu dengan jemarinya. Alangkah indahnya apabila Asri bisa menikmati cinta itu seutuhnya.

"Katakan Asri.."

Tak terasa Asri menganggukkan kepalanya dan Bowo memeluknya erat2. Menangis batin Asri, karena ia begitu yakin bahwa ia tak akan pernah bisa memiliki Bowo. Bukankah Bu Prasojo tidak menyukainya? Maka dipuas puaskannya ia menenggelamkan kepalanya didada lelaki yang dicintainya itu. Mungkin ini yang terakhir, Terisak lirih Asri, dan air matanya membasahi dada bidang yang mendekapnya erat.

"Asri, sekarang juga ikutlah bersamaku.

"Kemana mas?"

"Kerumahku"

#adalanjutannyalho#

 

No comments:

Post a Comment

MAWAR HITAM 03

  MAWAR HITAM  03 (Tien Kumalasari)   Malam semakin larut. Nyonya Andra yang terkapar lelap tak peduli atau bahkan tak mendengar, ada desah ...