Monday, December 10, 2018

SEPENGGAL KISAH 67

Mimi mengulurkan gagang telephone kepada papanya

"Hallo... ya.. ini papa... mama bilang ke Mimi apa? Manto? Mengapa ibu pake menemui Manto segala? Ya.. biarin aja kalau sakit, kalau mama merasa kasihan ya kasih uang aja, nggak usah pake nungguin dirumah sakit segala... oke..kasih semua biayanya, itu cukup.. nggak.. papa nggak suka.. lebih baik mama segera pulang... pulang.. papa bilang pulang ya pulang.. ada2 saja.."

Pak Surya meletakkan gagang telepon dengan wajah marah. Mimi heran melihat sikap papanya.

"Kenapa sih pa, mama cuma menungguin pak Manto dirumah sakit kok papa marah?"

"Mama mu itu kayak orang kurang kerjaan. Pake nungguin bekas sopir dirumah sakit segala. Kalau ingin membantu ya cukuplah diberi uang. Berapa butuhnya untuk obat, untuk opname dirumah sakit.. cukup kan? Mengapa pake menungguin dirumah sakit segala."

"Cuma begitu aja papa marah sih?"

"Sudah diam !! Kamu itu nggak tau apa2." pak Surya masuk kekamar dan menguncinya dari dalam.. membiarkan Mimi yang masih saja terheran heran.

 

"Orang aneh.." gumam bu Surya yang masih saja duduk di bangku rumah sakit dimana pak Manto dirawat.

"Ada apa tante?" 

"Itu, om mu.. orang nungguin pak Manto dirumah sakit kok salah.. memangnya kenapa? Apa karena Manto itu hanya bekas sopir terus aku nggak boleh memperhatikannya? Kasihan dia itu, sudah nggak punya apa2, sampai sakitpun tak bisa terobati."

"Benar tante, Damar juga kasihan melihatnya."

"Lagian tante masih penasaan pada ucapan Tumi tadi. Rahasia yang ada hubungannya dengan meninggalnya papa dan mamamu, apa maksudnya?"

"Nah, itu Damar juga memikirkannya, nanti kalau sakitnya sudah mendingan akan Damar tanyakan.

"Kamu benar Damar, tante juga kepikiran itu..."

"Tapi ini sudah malam, apa tidak sebaiknya tante pulang dulu, nanti tante kecapean.."

"Kita pulang saja dulu, besok pagi2 kita kemari lagi. Semoga keadaan Manto sudah lebih baik. Saya pamit sama Tumi dulu."

Mereka mencari Tumi, yang duduk bersimpuh diluar pintu ruang ICU.

"Kok duduk disitu, nanti kamu masuk angin Tumi. Disana ada kursi.. lebih nyaman."

"Nggak apa2 bu, biar kalau ada apa2 Tumi bisa langsung tau.Tapi kata dokter keadaan mas Manto sudah parah, terlambat dibawa kemari," Tumi terisak.

"Tapi kan sekarang sudah ditangani, berdo'a saja agar suami kamu cepat pulih.

"Iya bu, terimakasih banyak."

"Sekarang aku sama Damar mau pulang dulu, besok pagi kesini lagi untuk melihat perkembangan sakit suamimu."

"Baiklah bu, terimakasih banyak,"

 

Namun malam itu Tumi mendapat kabar dari perawat bahwa konddisi pak Manto memburuk. Tumi bingung bukan alang kepalang. Ia tak tau harus sesambat sama siapa. Ia hanya memohon mohon pada dokter agar menyelamatkan suaminya.

"Tolonglah dokter, selamatkan suami saya. Jangan biarkan dia meninggal, tolong dokter," Tumi menyembah nyembah dihadapan dokter yang merawat pak Manto.

"Sabar ya bu, berdo'a saja agar ada muzizad dari Allah. Pak Manto ini sudah sangat parah sakitnya. Paru2nya sudah bolong2.. "

"Ya Allah...." rintih Tumi.

"Tapi mati dan hidup manusia itu bukan ditangan saya atau siapapun juga. Jadi memohonlah kepada Allah Yang Maha Pengasih. Hanya Dia yang bisa menolong kita."

Dokter itu menepuk nepuk bahu Tumi lalu meninggalkannya. Tumi terduduk lemas. Memang benar, dokter hanya bisa menyembuhkannya apabila Tangan Tuhan menuntunnya. Lalu Tumi melangkah kearah mushola dan bersujud disana. 

"Hallo, ada apa pa? Ini sudah malam dan mama sudah tidur." Sambil mengantuk bu Surya menerima telephone dari suaminya.

"Mengapa mama tidak menjawab kapan mau pulang?"

"Belum tau pa, kami baru saja kembali dari rumah sakit dan ingin beristirahat. Besok pagi mau ke rumah sakit lagi untuk melihat keadaannya."

"Mama ini bagaimana, yang penting tuh mama sudah kasih bantuan. Bayar semua biaya rumah sakit, sudah.. selesai.. dan mama bisa pulang."

"Papa ini kenapa sih, mama belum mau pulang, Damar juga tidak. Perso'alan belum selesai. Masih ada yang harus kami dengar.

"Dengar apalagi ma?"

"Papa tau tidak, kata Tumi, pak Manto menyimpan suatu rahasia besar. Rahasia itu ada hubungannya dengan meninggalnya Marsudi berdua."

"Apa? Dan mama percaya pada ocehan orang yang sedang sekarat?"

"Papa kok gitu, Manto belum ngomong apa2, isterinya yang bicara. Itu sebabnya mama dan Damar harus menunggu sampai Manto sembuh, lalu bisa kami tanyakan apa maksudnya."

"Gila !! Itu gila!! Isterinya tau itu apa?"

"Tidak, dia hanya mengatakan apa yang dikatakan suaminya bahwa ada rahasia besar. Tapi Tumi juga tidak tau apa rahasia itu."

"Bagus kalau begitu!"

"Apa maksud papa?"

"Ya sudahlah.. mama siap2 pulang saja, papa sudah pesan tiket untuk mama. Besok pagi2 sekali."

"Nggak pa, batalkan saja. Mama nggak mau pulang sebelum rahasia itu terungkap.

Pagi hari itu Damar bangun agak siang. Mungkin capai, dan bu Surya tak sampai hati membangunkannya. Ketika keluar dari kamar, dilihatnya bu Surya sudah rapi.

"Kok tante tidak membangunkan Damar, katanya mau kerumah sakit pagi2."

"Nggak apa2, tante nggak sampai hati, tidurmu nyenyak sekali. Ya sudah, kamu mandi saja sekarang , lalu kita berangkat. Nanti kita sarapan dijalan."

Sa'at sarapan itu hati Bu Surya merasa tidak nyaman. Entah mengapa suaminya begitu marah mendengar tentang Manto, juga mendengar bahwa dia menunggu Manto dirumah sakit, bahkan memesan tiket pagi itu agar segera pulang.

"Ada apa ya?" desis bu Surya tapi Damar endengarnya.

"Ada apa tante?"

"Nggak ada apa2, papanya Mimi menyuruh kita segera kembali. Tapi tante bilang nanti dulu, nunggu keadaan Manto membaik.

"Ya benar tante, kita tidak perlu tergesa gesa kembali. Damar ingin sekali mendengar rahasia itu."

Mereka tiba dirumah sakit sudah lewat tengah hari. Dirumah sakit itu dilihatnya Tumi sedang terkantuk kantuk disebuah bangku.

"Tumi, capek ya? " sapa bu Surya.

"Oh, bu Surya sudah sampai kesini lagi," Tumi mngucek ucek matanya."

"Ini sudah siang Tumi, bagaimana keadaan suamimu?"

"Tadi malam sempat memburuk keadaannya bu, kata dokter susah disembuhkan, paru2nya sudah bolong2. Bu Surya menutup mulutnya karena kaget.

"Tapi menjelang pagi ini sudah membaik, itu sebabnya saya bisa tertidur."

"Oh, syukurlah.. kami mau melihat keadaannya,"

"Silahkan bu, tadi sudah tertidur nyenyak, tapi masih dipasangi selang2 yang Tumi nggak tau itu apa. Yang penting bisa membantu kesembuhannya."

Ketika mereka berjalan kearah ruang ICU, bu Surya terkejut, melihat suaminya keluar dari ruangan itu.

 

#adalanjutannyaya#

 

 

 

No comments:

Post a Comment

MAWAR HITAM 24

  MAWAR HITAM  24 (Tien Kumalasari)   Dewi menatap Satria yang seperti sedang  memikirkan sesuatu. Apakah Satria menemukan orang yang memben...