Sunday, December 9, 2018

SEPENGGAL KISAH 66

Bu Surya terkejut akan ucapan Tumi. Ada apa dengan meninggalnya pak Marsudi beserta isterinya? 

"Rahasia yang bagaimana Tumi ?"

"Mas Manto sejak kemarin bilang, ingin bertemu dengan keluarganya pak Marsudi. Dia merasa.. hidupnya tak akan lama lagi..." Tumi terisak isak..

Bu Suryo mengelus bahu Tumi, untuk meringankan penderitannya.

"Hidup dan mati itu kan milik Tuhan to Tumi, mengapa suamimu berkata begitu?"

"Entahlah bu, mungkin karena merasa sakitnya sudah parah.. jadi dia berkata begitu, tampaknya dia juga merasa bersalah pada pak Marsudi. Pagi2 sekali tadi dia menyuruh saya untuk mengunjungi makam pak Marsudi, dan menaburkan bunga diatas pusaranya.. dan meminta ma'af Saya dipaksanya berangkat sekarang juga."

"Baiklah, sekarang taburkan dulu bungamu, supaya keinginan suamimu terpenuhi."

Tumi menaburkan bunga diatas pusara pak Marsudi dan isterinya sambil terisak isak.

"Ma'afkanlah mas Manto ya pak... ya bu... me'afkanlah semua kesalahannya.."

Bu Surya dan Damar heran atas sikap Tumi tersebut. Apakah pak Manto punya kesalahan terhadap orang tuanya? Pikir Damar.

Setelah selesai, Tumi kembali menemui bu Surya. 

"Tumi, sebenarnya suamimu melakukan kesalahan apa, sehingga menyuruhmu menaburkan bunga disini?"

"Saya tidak tau bu, dia hanya menyuruh saya menaburkan bunga dan meminta ma'af, begitu bu."

"Apa kamu tau, dia ini anaknya pak Marsudi, namanya Damar," ujar bu Suryo sambil menunjuk kearah Damar..

Tumi memandangi laki2 muda yang berdiri disebelah bu Surya, lalu ia menubruk kakinya dan menangis tersedu. Damar kebingungan, ia mengangkat Tumi agar berdiri.

"Jangan begitu bu.. ada apa ini?"

"Saya terharu mas, saya dulu melihat mas Damar masih kecil, sekarang sudah dewasa seperti ini, gagah dan ganteng," Tumi memandangi Damar sambil menggeleng gelengkan kepalanya. Ia mengusap ait matanya dengan ujung baju atasannya. 

"Ya sudah bu, saya pamit dulu, kasihan mas Manto sendirian dalam keadaan sakit."

"Tunggu Tumi, sebenarnya suamimu sakit apa? Kenapa tidak dibawa kedokter."

"Bu, dari mana kami punya uang untuk berobat bu, kalau dia panas ya cuma saya belikan obat panas diapotik. Kalau pusing ya demikian juga. Permisi bu, mas.."

"Tumi, ayo aku antar kamu kerumah, dan kita bawa suamimu kerumah sakit."

"Tidak usah bu, kami tidak akan kuat membayarnya, Tumi menggoyang goyangkan tangannya dan berlalu dengan cepat. Tapi Damar mengejarnya.

"Jangan pergi dulu bu.. sebaknya kita bawa suami ibu kerumah sakit supaya mendapat perawatan yang baik."

"Tumi, jangan khawatirkan biayanya, nanti aku yang akan menanggung semuanya," ujar bu Suryo mantap.

"Tapi bu..."

"Damar, ayo kita kerumah pak Manto dulu."

Tumi hanya bisa pasrah dan menuruti semua kata bu Suryo. Ia juga bersyukur apabila benar bu Surya mau membayar semua biayanya. Hanya saja sebenarnya Tumi sungkan. Keadaanlah yang membuat dia mau menerima tawaran bu Suryo.

Ketika sampai dirumah, Tumi terkejut. Ia melihat banyak orang berkerumun dirumahnya. Begitu mobil berhenti, Tumi langsung melompat dan berlari kearah rumah.

"Ada apa ini, ada apa suamiku?" Tumi panik dan langsung menerobos kerumunan para tetangganya.

"Pak Manto tadi kekamar mandi sendiri dan terjatuh.. lalu pingsan. Kami  yang mendengar lalu lari menolongnya." ujar salah seorang tetangganya.

"Tidak apa2 kok bu Manto, dia sudah sadar, sudah saya kasih minum teh anget." kata tetangganya yang lain.

"Pak.. kenapa to pak.. kok bisa jatuh?"

"Nggak apa2 bu... tadi pengin buang air kecil, ketika mau kembali ketempat tidur merasa pusing dan terjatuh."

Bu Suryo dan Damar sudah tiba dikamar itu. Pak Manto menatapnya heran...

"Itu kan... itu.. bu Surya?" ujarnya lirih

"Iya pak, kami bertemu di pemakaman tadi."

"Apa kabar pak Manto?" Sapa bu Surya ramah.

"Oalah bu.. ya seperti ini keadaan saya. Ibu kok ada disini ?"

"Kebetulan aku mengantar Damar mengunjungi makam ayah ibunya. Kamu ingat Damar kan? Ingat tidak?"

Pak Manto memandangi Damar, mata kosong itu tampak berlinang air mata. Lalu ia terbatuk batuk dengan keras.

Tumi panik, lalu mengambilkan minum untuk suaminya. 

"Tumi, ayo kita bawa suamimu kerumah sakit sekarang juga, " ajak bu Surya.

"Tidak bu, untuk apa.. saya sudah pasrah.. dan saya.. juga.. tidak punya apa2.."

"Sudahlah, menurut saja, nanti semua aku yang menanggungnya. Damar, bantu pak Manto bangun dan bawa ke mobil.

Dalam perjalanan kerumah sakit itu Damar berfikir keras, rahasia apa yang disimpan pak Manto yang katanya ada hubungannya dengan meninggalnya ayah ibunya? Ia ingin bertanya, tapi merasa iba melihat kondisi pak Manto yang lemah dan tampak kesakitan. Dimobil itu ia hanya bersandar dan memejamkan matanya. isterinya memegangi tubuh suaminya dan tampak cemas. Tapi rupanya bu Surya juga memikirkan hal yang sama. Tentang rahasia yang disimpan pak Manto, yang isterinyapun tidak mengetahuinya. Nanti kalau keadaan sudah membaik aku pasti menanyakannya. Pikir bu Surya.

"Kamu nggak usah takut Tumi, dirumah sakit nanti suamimu pasti akan mendapat perawatan yang baik dari ahlinya. Percayalah, ia akan pulih kembali."

"Terimakasih bu.. "Tumi terisak lagi.

Malam itu pak Surya duduk ditemani Mimi, anaknya. Mimi tampak sedih memikir kan suaminya yang sedikitpun tak perduli padanya. Sekarang dia sadar bahwa menjadi isterinya bukan beraarti bisa memilikinya. Nyatanya bertahun mereka hidup serumah tapi sedikitpun tak ada rasa cinta Damar kepadanya. Padahal dia sudah bersabar, sudah tidak pernah marah setiap kali Damar menyebut nama Asri. Nyatanya dia tak pernah berhasil merebut hatinya.

"Sudah, nggak usah sedih, ini semua kan kesalahanmu juga," kata pak Surya ketika melihat anaknya tampak sedih.

"Aku sangat mencintainya pah, tapi dia tetap saja membenci aku. Kesalahan fatal yang membuat aku hamilpun tidak membuat dia marah karena cemburu. Dia marah karena kita memaksanya."

"Papah kan sudah bilang.. dari dulu juga.. kenapa harus menjodohkan kamu dengan Damar. Papah sebenarnya nggak suka kalau bukan karena kamu yang merengek rengek terus setiap hari."

"Mamahmu itu juga begitu, memungut anak yang akhirnya juga membuat kamu kecewa kan? Heran mamahmu sangat menyayangi anak itu. Bahkan mengalahkan cintanya kepada anaknya sendiri."

"Lalu aku harus bagaimana pah?"

"Ya sudah mau diapakan lagi, Yang penting bayi didalam kandungan kamu itu sudah ada yang menjadi ayahnya, sehingga papah tidak malu sama rekan2 bisnis papah."

Telepone berdering.

"Angkat saja, paling dari ibumu,"

Mimi mengangkat telepone. :"Hallo.."

"Mimi.. ini mamah.." suara dari seberang.

"Apa kabar mah? Kapan mamah pulang?"

"Tunggu Mimi, dan bilang sama papahmu, bahwa mamah sedang menungguin pak Manto dirumah sakit."

"Pak Manto? Itu sopir kita dulu kan?"

"Ya, sa'at ini ia sedang mamah bawa kerumah sakit karena..."

Tiba2 pak Surya yang mendengar nama Manto disebut segera merebut telepon itu.

#adalanjutannyalho#

 

2 comments:

MAWAR HITAM 24

  MAWAR HITAM  24 (Tien Kumalasari)   Dewi menatap Satria yang seperti sedang  memikirkan sesuatu. Apakah Satria menemukan orang yang memben...